Anda di halaman 1dari 11

Pengaturan layanan Over The Top di Indonesia

Sebelum mengatahui pengaturan pada layanan OTT ini perlu diketahui yang disebut
layanan OTT. Layanan OTT ini berkembang karena adanya transformasi digital dengan adanya
internet. Platform yang menyediakan layanan konten media melaui internet disebut dengan
layanan OTT.1 Grene dan Lancaster mendefinisikan layanan ini sebagai layanan yang
menggunakan jaringan, memberikan nilai pada pengguna tanpa kontrol dari jaringan
telekomunikasi dalam menyusun, menjual, menyediakan dan melayani pengguna.- dan tentuanya
tidak ada kerjasama resmi dengan penyelenggara jaringan telekomunikasi. 2 Sedangkan definisi
penyediaan layanan aplikasi dan/atau konten melalui internet dalam Surat Edaran Menteri
Komunikasi dan Informatika RI Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyediaan Layanan Aplikasi
dan/atau Konten Melalui Internet dibagi menajdi 33:

1. Layanan Aplikasi

Penyediaan jasa telekomunikasi berbasis jaringan internet yang memungkinkan terjadi


pesan singkat, panggilan suara, panggilan video dan daring percakapan (chatting),
transaksi komersil , penyimpanan dan pengambilan data, game, jejaring media sosial serta
turunannya. Contoh dari layanan aplikasi ini adalah WhatsApp dan line

2. Layanan Konten

Penyediaan informasi digital dalam bentuk tulisan, suara, gambar, animasi, musik, video,
film, game atau kombinasi dari semuanya, termasuk dalam bentuk streaming atau
download dengan memanfaatkan jasa telekomunikasi berbasis internet. Contoh dari
layanan konten ini adalah Netflix

3. Penyediaan layanan aplikasi dan/atau konten

1
Agatha Gita Putuhena dan Irwansyah, Peran Layanan Over The Top pada Konsumen Musik Ilegal, JurnalStudi
Komunikasi dan Media, Vol. 23 No. 2, Juli, 2019, Hlm. 170

2
Wedge Greene dan Barbara Lanchaster, Over The Top Services. Pipeline Magazine, 12 2007. tersedia dalam
http;//pipelinepub.com, diakses pada tanggaal 27 November Pukul 22.33

3
Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyediaan Layanan Aplikasi
dan/atau Konten Melalui Internet
Penyediaan layanan aplikasi melalui internet dan/atau penyediaan layanan konten melalui
internet. Contoh dari penyediaan layanan gabungan ini adalah youtube.

Di Indonesia pengaturan tentang layanan OTT ini ada dalam Surat Edaran Menteri Komunikasi
dan Informatika Nomor 3 Tahun 2016 tentang Penyediaan Layanan Aplikasi dan/atau Konten
Melalui Internet. Dasar hukum undang-undang dalam pembuatan kebijakan ini adalah:

1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

2. Undang-Undang nomor 11 Nomor 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara

Dalam Surat Edaran ini disebutkan bahwa penyedia layanan OTT adalah berbentuk peroranggan
(WNI) atau badan usaha Indonesia yang berbadan hukum maupun tidak. Kewajiban penyedia
layanan OTT dalam kebijakan ini adalah:

1. menaati ketentuan perundang-undangan yang terkait seperti dalam bidang hak kekayaan
intelektual, penyiaran, dan lain-lain

2. melakukan perlindungan data

3. melakukan filtering konten

4. melakukan mekanisme sensor

5. melakukan sistem pembayaran nasional yang berbadan hukum Indonesia

6. menggunakan protokol internet Indonesia

7. memberikan jaminan akses untuk penyadapan informasi secara sah dan pengambilan alat
bukti bagi penyidikan perkara pidana

8. mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan layanan dalam Bahasa Indonesia

selain memberikan kewajiban, Surat Edaran ini juga melarang penyedia layanan OTT untuk
menyediakan layanan yang memiliki muatan:
1. bertentangan dengan pancasilan dan Undang-Undang Dasar 1945 , mengancam keutuhan
NKRI

2. menimbulkan konflik suku, ras, agama dan golongan, menistakan, melecehkan dan
menodai nilai-nilai agama.

3. mendorong khalayak untuk melakukan tindakan melawan hukum, kekerasan,


penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya, merendahkan harkat dan
martabat manusia, melanggar kesusilaan dan pornografi, perjudian, penghinaan,
pemerasan, pencemaran nama baik, ucapan kebencian dan pelanggaran atas hak kekayaan
intelektual

4. Bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan


Analisis Kasus dan keberlakuan UUHC di Indonesia
Pelanggaran Hak Cipta terhadap Program Aplikasi Spotify Premium Ilegal

Spotify merupakan jenis program aplikasi yang dapat diinstal ke dalam komputer dan
telepon seluler atau smartphone. Spotify adalah layanan streaming musik digital,
podcast, dan video yang memberi akses ke jutaan lagu dan konten lain dari artis di
seluruh dunia.4 Berkaitan dengan hak cipta, spotify berperan sebagai penyedia hak
cipta digital atas musik yang diunggah sehingga dapat dipastikan lagu yang
didengarkan adalah lagu yang resmi untuk dinikmati pengguna.
Spotify menawarkan 2 (dua) jenis cara berlangganan yang terdiri dari Spotify free (tidak
berbayar) dan premium (berbayar untuk setiap bulan). Namun berbeda cerita, jika
terdapat oknum yang menjual program aplikasi Spotify tanpa melalui pihak resmi
(pemilik) dan akhirnya pelanggan dapat menggunakan aplikasi seumur hidup dengan
hanya membayar sekali waktu secara ilegal.

Gambar 1. Akun Media Sosial dan Marketplace yang Menjual Secara Ilegal Spotify Premium
4
Support.spotify, “Apa itu Spotify?”, https://support.spotify.com/id/article/what-is-spotify/ diakses pada
27 November 2020.
Kasus Penjualan Spotify Premium oleh Online shop memiliki prosedur yang tidak
sesuai dengan syarat dan ketentuan resmi dari pihak Spotify. 5 Secara umum, prosedur
penjualan program aplikasi spotify premium sebagai berikut:
a. Pembeli atau calon pengguna melakukan pembayaran dengan cara transfer
menggunakan pulsa atau nomor rekening yang disediakan oleh akun media
sosial
b. Kemudian akun online shop media sosial memberikan akun Spotify Premium
berupa e-mail, username, beserta password kepada pembeli
c. Pembeli melakukan log in pada aplikasi spotify menggunakan akun yang
diberikan online shop media sosial, dan Spotify Premium dapat digunakan oleh
pembeli
Sedangkan prosedur yang terjadi pada marketplace yang menjual akun Spotify
Premium yaitu setelah melakukan proses transaksi termasuk biaya ongkir penjual
memberikan e-mail dan password untuk log in ke akun Spotify Premium.6
Berdasarkan praktek penjualan tersebut, penjual awalnya membuat online shop di
media sosial atau marketplace sebagai merchant yang akan menjual Spotify Premium
baik dalam jangka waktu setahun dengan harga miring atau dapat juga berlaku
selamanya (lifetime). Walaupun awalnya penjual membeli akun Spotify secara resmi
kepada pihak Spotify tetapi dengan dilakukannya Shared Account atas akun original
Spotify Premium, sedangkan Spotify tidak mempunyai fitur Shared Account, yang
berarti satu akun premium hanya dapat dipakai oleh satu pengguna. Jika akun premium
dapat dibagikan kepada beberapa pengguna, maka telah terjadi peretasan atau
tindakan cracking oleh penjual online shop di media sosial.
Tindakan yang dilakukan oleh penjual tersebut yaitu mencoba mendapat keuntungan
berlipat ganda atas penjualan suatu program aplikasi tanpa memberikan hak ekonomi
kepada pemegang hak cipta Spotify adalah tindakan yang tidak dibenarkan secara

5
Nurul Arrijal Fahmi, “Apa Beli Akun Spotify Premium dan Netflix Lewat Olshop itu Pembajakan?”, diakses
https://mojok.co/terminal/apa-beli-akun-spotify-premium-dan-netflix-lewat-olshop-itu-pembajakan/ pada 27
November 2020.
6
Wahyunanda Kusuma Pertiwi, "Marak Jual Beli Akun Netflix, Spotify, dan YouTube Premium di
Indonesia, Legalkah?”, diakses dari
https://tekno.kompas.com/read/2020/06/26/13440677/marak-jual-beli-akun-netflix-spotify-
dan-youtube-premium-di-indonesia-legalkah?page=all pada 27 November 2020.
hukum. Terdapat kegiatan penjualan yang juga dapat diartikan proses pendistribusian
program aplikasi Spotify. Dalam Pasal 1 Angka 17 UUHC yang mengatur tentang
“Pendistribusian adalah penjualan, pengedaran, dan/atau penyebaran Ciptaan dan/atau
produk Hak Terkait.”
Spotify sebagai sebuah program aplikasi merupakan bagian dari UUHC. Seperti yang
kita ketahui dalam hak cipta terdapat pengaturan terhadap program komputer yaitu
dalam Pasal 1 Angka 9 UUHC yang menyebutkan bahwa “Program Komputer adalah
seperangkat instruksi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode, skema, atau
dalam bentuk apapun yang ditujukan agar komputer bekerja melakukan fungsi tertentu
atau untuk mencapai hasil tertentu.”
Sedangkan dalam program komputer terdapat perangkat lunak komputer yang terbagi
dalam perangkat lunak sistem dan perangkat lunak aplikasi. Perangkat lunak sistem
terdiri atas sistem operasi yang merupakan seperangkat program yang
mengoordinasikan seluruh aktivitas perangkat keras komputer seperti Microsoft dan
Appkl OS. Sedangkan perangkat lunak aplikasi adalah program yang dirancang untuk
membuat penggunan menjadi lebih produktif dan/atau untuk membantu pengguna
dengan tugas-tugas pribadi (contoh: website, software, pemesanan tiket hotel, memutar
video atau lagu, dan sebagainya).7
Maka, Spotify dapat dikategorikan sebagai program komputer yaitu bagian dari
perangkat lunak aplikasi. Tak sampai disana, Spotify juga merupakan program
komputer yang merupakan karya intelektual yang dilindungi hak cipta yang dinyatakan
oleh pihak Spotify di website resminya.8

7
Gary B. Shelly dan Misty E. Vermaat, Menjelajah Dunia Komputer, Jakarta: Salemba Infotek, 2010, hlm.
16.
8
Spotify, “Kebijakan Hak Cipta Spotify”, diakses dari https://www.spotify.com/id/legal/copyright-policy/
pada 27 November 2020.
Gambar 2. Hak Cipta Spotify
Padahal sudah sangat terang dalam Pasal 1 Angka 1 UUHC bahwa pencipta memiliki
hak ekslusif terhadap ciptaannya, dalam hal ini pemilik Spotify. Dimana disebutkan

“Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Dalam hal ini, penjual akun Spotify Premium telah melakukan perbuatan yang dilarang
yang menyalahi Pasal 9 UUHC dimana disebutkan:

“(2) Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.
(3) Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang
melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.”

Hak ekonomi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) UUHC merupakan
tindakan penggunaan komersial Ciptaan dimana para penjual tidak resmi yang menjual
akun Spotify Premium tanpa izin dari pencipta dan/atau pemegang hak cipta.
sedangkan yang berhak melakukan hak ekonomi atau penggunaan secara komersial
adalah pencipta atau pemegang hak cipta resmi Spotify yang dalam Pasal 9 Ayat (1)
UUHC yaitu penggandaan dan pendistribusian ciptaan (akun Spotify).
Maka, penjual ilegal akun Spotify Premium telah melakukan ‘pembajakan’ sebagaimana
ditulis dalam Pasal 1 Angka 23 UUHC, yaitu “Pembajakan adalah Penggandaan
Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil
penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.” Hal ini
karena penjual ilegal melakukan penggandaan tanpa izin dari pencipta dan/atau
pemegang hak cipta terhadap akun Spotify Premium, sehingga tidak terdapatnya
perolehan keuntungan ekonomis kepada pemilik akun resmi Spotify dan bahkan hanya
memberikan kerugian.
Sedangkan mengenai bentuk perlindungan hukum yang diberikan UUHC terhadap
ciptaan yang dilindungi dalam pasal 40 UUHC, perlindungannya dapat dilihat secara
represif pada Pasal 95 Ayat (1) UUHC, yaitu “Penyelesaian sengketa Hak Cipta dapat
dilakukan melalui alternatif penyelesaian sengketa, arbitrase, atau pengadilan.”
Berdasarkan Pasal di atas, maka bentuk penyeelesaian perlindungan hak cipta
terhadap penjualan ilegal di media sosial atau marketplace dapat merujuk kepada cara
litigasi maupun non litigasi. Tindakan penjualan Spotify Premium berbayar yang telah
digandakan merupakan pembajakan atas suatu ciptaan sebagai karya intelektual, maka
penyelesaian sengketa dengan terlebih dahulu melalui somasi sebelum adanya
penuntutan pidana.9 Penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan penyelesaian
sengketa melalui pengadilan, dengan kasus pelanggaran hak cipta dapat diajukan ke
pengadilan niaga.10 Sedangkan ketentuan pidana yang dapat diajukan dalam gugatan
berkaitan pembajakan yaitu dalam Pasal 113 Ayat (3) UUHC, yaitu
“Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan
Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Berdasarkan perbuatan pembajakan akun spotify tanpa izin pihak Spotify dan
pendistribusian yang dilakukan penjual melalui online shop di media sosial yang
menyebabkan kerugian ekonomi karena menggunakan ciptaan secara komersial
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda
paling banyak Rp1 Miliar sesuai ketentuan Pasal 113 Ayat (4) yaitu “Setiap Orang yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk
pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).” Maka
pencipta/pemegang hak cipta sejatinya berhak memperoleh ganti rugi dalam putusan
pengadilan.11
Sedangkan penyelesaian sengketa pada jalur non litigasi dikenal dengan Alternative
Dispute Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) yang
merupakan sebuah konsep pelibatan penengah yang adil untuk berperan sebagai pihak
ketiga yang netral terhadap dua pihak yang tengah bersengketa. 12 Takdir Rahmadi
menyebutkan bahwa APS merupakan konsep yang ruang lingkupnya selain proses
peradilan, dalam arti tetap dapat menyelesaikan berbagai sengketa dengan cara-cara
yang sah menurut hukum, baik atas dasar pendekatan konsensus maupun tidak.13

9
Pasal 95 Ayat (4) UUHC
10
Pasal 100 Ayat (1) UUHC
11
Pasal 96 UUHC
12
Ah. Azharuddin Lathif dan Diana Mutia Habibaty, “ Disparitas Penyelesaian Sengketa Jalur Litigasi Pada
Polis Asuransi Syariah Dan Putusan Pengadilan” Jurnal Legislasi Indonesia, 2019, hlm. 79.
13
laurensius Arliman S, Mediasi melalui pendekatan mufakat sebagai lembaga alternatif penyelesaian
sengketa untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional, Uir Law Review,
https://doi.org/https://doi.org/10.25299/uirlrev.2018.vol2(02), 2018, hlm. 1587.
Daftar Pustaka

Ah. Azharuddin Lathif dan Diana Mutia Habibaty, “ Disparitas Penyelesaian Sengketa
Jalur Litigasi Pada Polis Asuransi Syariah Dan Putusan Pengadilan” Jurnal
Legislasi Indonesia, 2019.

Gary B. Shelly dan Misty E. Vermaat, Menjelajah Dunia Komputer, Salemba Infotek,
Jakarta, 2010.

Laurensius Arliman S, Mediasi melalui pendekatan mufakat sebagai lembaga alternatif


penyelesaian sengketa untuk mendukung pembangunan ekonomi nasional, Uir
Law Review, https://doi.org/https://doi.org/10.25299/uirlrev.2018.vol2(02), 2018.

Nurul Arrijal Fahmi, “Apa Beli Akun Spotify Premium dan Netflix Lewat Olshop itu
Pembajakan?”, diakses https://mojok.co/terminal/apa-beli-akun-spotify-premium-
dan-netflix-lewat-olshop-itu-pembajakan/ pada 27 November 2020.

Spotify, “Kebijakan Hak Cipta Spotify”, diakses dari


https://www.spotify.com/id/legal/copyright-policy/ pada 27 November 2020.

Support.spotify, “Apa itu Spotify?”, https://support.spotify.com/id/article/what-is-spotify/


diakses pada 27 November 2020.

Wahyunanda Kusuma Pertiwi, "Marak Jual Beli Akun Netflix, Spotify, dan YouTube
Premium di Indonesia, Legalkah?”, diakses dari
https://tekno.kompas.com/read/2020/06/26/13440677/marak-jual-beli-akun-
netflix-spotify-dan-youtube-premium-di-indonesia-legalkah?page=all pada 27
November 2020.

Anda mungkin juga menyukai