Anda di halaman 1dari 9

Safe Harbor

Safe Harbour Policy dan DMCA sebenarnya sudah lahir sejak 1998 silam. Pencetusnya
adalah Presiden Amerika Serikat Bill Clinton masa itu yang melihat perkembangan industri
digital dunia akan mencapai tahap persaingan yang ketat. Prediksinya kini menjadi kenyataan.
Sejumlah platform bermunculan, dari Google, Baidu, Youtube, dan lain sebagainya. Terlebih
industri e-commerce pun menggeliat masif. Inovasi-inovasi yang berhubungan dengan Internet
itu datangnya dari Amerika Serikat. Latar belakang lahirnya regulasi atau kebijakan Safe
Harbour Policy untuk melindungi para pembuat platform berbasis digital di Internet. Dan karena
Internet sifatnya sangat open bagi siapapun, regulasi dan kebijakan tersebut dibuat. “User leluasa
mem-posting atau meng-upload content. Dan ternyata hal itu bagaikan pisau bermata dua,”
sergahnya. Dicontohkannya bahwa penyalahgunaan Internet bisa banyak terjadi seperti membagi
content pornografi atau pembajakan dan pemakaian hak cipta tanpa izin pemiliknya.
Manfaat dari keberadaan regulasi Safe Harbour Police dan DMCA dituturkannya
memiliki latar sejarah dari kekhawatiran Internet yang bakal berisi banyak content negatif karena
sifatnya yang open. Bill Clinton melihat sisi lain. Dia percaya pada bahwa Internet adalah ruang
semua orang untuk berinovasi. Jadi dia mengeluarkan Safe Harbour Policy untuk melindungi
inovasi tersebut. Inovasi yang dimaksud adalah aksi para pendiri platform dari kalangan
entepreneur-entepreneur muda serta mendorong lahirnya ribuan platform yang mendukung
kegiatan digital Internet. Safe Harbour Policy alih-alih bukan memproteksi konsumennya, tetapi
memproteksi industri platform-nya. Ia menuturkan dengan perlindungan ini maka akan
bermunculan platform baru hingga memunculkan daya saing yang tinggi untuk menjadi yang
terbaik sebagai pemenangnya. Ini mendorong lahirnya 1000 Google, 1000 Youtube, 1000
Wikipedia, dan kemudian yang terbaiklah yang menang. Wikipedia menjadi yang terbaik di
content ensiklopedia, Youtube menjadi yang terbaik di platform video content, dan lain
sebagainya. Seperti itulah. Keberadaan Safe Harbour Policy memiliki manfaat mem-filtrasi para
platform yang bisa saja kecolongan saat diunggah user-nya. Contohnya adalah jika ada yang
meng-upload pornografi, harusnya si user-nya bukan Youtube-nya. Melanggar hak cipta pun
demikian, yang salah user-nya bukan Youtube-nya. Kejadian mengenaskan terkait regulasi
semirip yang belum pasti diberlakukan Indonesia diungkap olehnya. Pada kasus beberapa tahun
silam ada penjualan bayi di OLX.co.id. Padahal bisa saja yang meng-upload itu kompetitornya
OLX. Beritanya heboh hingga bahkan OLX dituntut secara hukum. Safe Harbour Policy dapat
berperan dalam hal itu. Tanpa adanya Safe Harbour Policy, persaingan tak sehat dan saling
menghancurkan di Industri e-commerce Indonesia bisa saja terjadi. Tinggal upload saja produk
atau content yang melanggar ketentuan. Bukan content-nya yang dicekal tetapi pemilik situsnya
yang dicekal. Ini bisa terjadi di Indonesia.
Peran user untuk mendukung Internet sehat dan positif pun tidak kalah pentingnya. User
lainnya yang merasa terganggu dengan content yang diunggah user lainnya, dapat melaporkan
dengan tools yang disediakan platform penyelenggaranya. Dan pihak platform wajib menanggapi
dengan mem-banned atau memoderasi content yang melanggar. Meski regulasi ini belum mutlak
diberlakukan di Indonesia, hal tersebut sudah dilakukan di kalangan anggota asosiasi e-
commerce Indonesia sebagai landasan beroperasinya. Ini dilakukan karena efektif terbukti
berjalan di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya. Aturan-aturan yang ada di
Tokopedia sudah menerapkan hal tersebut karena telah terbukti di Amerika Serikat dan negara
maju lainnya.

Kasus Safe Harbor


Siapa yang tidak tahu YouTube? Saya yakin semua orang pasti mengetahui tentang
YouTube. Tidak heran YouTube begitu dikenal. Situs video sharing yang digagas oleh Chad
Hurley, Steven Chen dan Jawed Karim pada saat mereka berusia 20-an tahun ini dikunjungi
sekitar 20 juta pengunjung setiap bulannya. Sebagaimana ditulis oleh Yudhi Herwibowo dalam
bukunya ”YouTube: A Success Story”, YouTube yang diluncurkan pada Mei 2005 ini telah
berkembang demikian pesat. Dengan sekitar 65.000 video baru di-upload setiap harinya, tidak
aneh apabila pada tanggal 9 Oktober 2006 Google mengumumkan akuisisi saham YouTube
senilai Rp 15,67 triliun.

Masalah Hak Cipta


Kesuksesan YouTube rupanya bukan tanpa hambatan. Gugatan mengenai dugaan
pelanggaran hak cipta adalah tantangan terbesar dalam perjalanan sukses YouTube. Gugatan
paling terkenal adalah gugatan yang dilancarkan Viacom, konglomeral media global, senilai Rp
9,5 triliun pada Maret 2008. Dalam gugatannya, Viacom menyatakan bahwa hampir 150.000 klip
video mereka telah di-upload ke YouTube tanpa ijin dan telah disaksikan lebih dari 1,5 miliar
kali.
Sebenarnya, YouTube juga telah berusaha untuk menanggulangi hal ini. Dalam peraturan
yang harus dipatuhi penggunanya, disebutkan bahwa video yang tidak boleh di-upload salah
satunya adalah video yang melanggar hak cipta. Dengan begitu, apabila diketahui ada video yang
melanggar hak cipta, maka YouTube akan segera menghapus atau membuatnya tidak dapat
diakses. YouTube juga telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan CBS Corp., dan tiga
perusahaan rekaman besar, yaitu: Warner Music Group, Vivendi’s Universal Music Group dan
Sony BMG Music. Mereka akan memperoleh sebagian penghasilan iklan YouTube setiap kali
seseorang melihat video yang lisensinya dimiliki mereka.
Google juga sedang mengembangkan sistem anti-pembajakan yang dinamakan Video
Identification (Content ID) untuk diaplikasikan pada YouTube. Dengan sistem ini, dapat
diperbandingkan sidik jari elektronik klip-klip video yang telah di-upload dengan database video
yang berlisensi yang disediakan oleh pemegang hak ciptanya. Apabila ditemukan persamaan,
YouTube akan mengambil tindakan sesuai permintaan pemegang hak ciptanya, yaitu menghapus
klip video tersebut atau meninggalkan begitu saja di YouTube.

Perlindungan Hukum
Untuk menghadapi berbagai masalah hak cipta, YouTube juga berupaya agar dapat
terlindungi Section 512 Digital Millenium Copyright Act (DMCA) yang berlaku di Amerika
Serikat. Ketentuan yang disebut ”Safe Harbor Provisions” ini melindungi penyedia jasa online
dari permasalahan hukum yang disebabkan oleh aktivitas penggunanya. Apabila YouTube dapat
dikategorikan sebagai penyedia jasa online sebagaimana dimaksud Section 512 DMCA itu, maka
YouTube dapat bertahan dari berbagai gugatan dugaan pelanggaran hak cipta. Apabila ada
penggunanya yang meng-upload video yang melanggar hak cipta orang lain, maka pengguna
tersebut yang harus bertanggungjawab sendiri atas pelanggaran yang dilakukannya.
Ada beberapa kriteria penyedia jasa yang termasuk dalam perlindungan Safe Harbor
Provisions ini, yaitu antara lain, (a) penyedia jasa hanya boleh menyediakan transmisi, routing
atau koneksi untuk komunikasi online, (b) penyedia jasa tidak boleh berinisiatif untuk
mentransmisikan suatu materi, dan (c) penyedia jasa tidak boleh merubah materi yang
ditransmisikan oleh penggunanya. Selain itu, penyedia jasa juga wajib memberikan
pemberitahuan mengenai kebijakannya dalam menangani dugaan pelanggaran hak cipta kepada
penggunanya. Pemberitahuan itu adalah bagian dari peraturan yang harus disetujui pada saat
penggunanya bermaksud menjadi anggota dari layanan yang diberikan.
Bagaimana dengan di Indonesia? UU Hak Cipta tidak mengatur secara khusus
sebagaimana ketentuan dalam Section 512 DMCA tersebut. Namun begitu, Pasal 56 KUHPidana
mengatur bahwa mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk
melakukan kejahatan dapat dipidana sebagai pembantu (medeplichtige). Apabila ada warga
negara Indonesia yang membuat layanan seperti YouTube di Indonesia, dan penggunanya meng-
upload video yang terbukti melanggar hak cipta pihak lain, maka kemungkinan penyedia layanan
itu dapat juga dikenai sanksi pidana karena dianggap memberikan sarana bagi orang lain untuk
melakukan pelanggaran hak cipta. Saya pikir mengenai hal ini perlu diatur dalam amandemen
UU Hak Cipta nanti, agar jelas posisi hukum penyedia jasa layanan di Internet yang beritikad
baik.

Hak Cipta
Pelanggaran HKI banyak terjadi dalam jaringan Internet, terutama menyangkut Hak
Cipta, Paten, dan Merk. Berbagai bentuk kejahatan terjadi melalui media Internet yang dikenal
dengan cyber crime. Berikut adalah bentuk pelanggaran Hak Cipta yang seringkali terjadi dalam
jaringan Internet. Banyak situs di Internet yang menyediakan berbagai data yang didalamnya
terkandung pelanggaran Hak Cipta. Situs-situs Internet tersebut diantaranya memberikan fasilitas
kepada pengakses untuk mengunduh lagu, film, buku, majalah, dokumen, dan sebagainya.
Bisanya pengguna dapat mengunduh secara gratis, namun ada pula situs yang mewajibkan
pengguna untuk melakukan registrasi terlebih dahulu, bahkan terdapat pula situs yang
mewajibkan pengguna untuk membayar data yang hendak diunduh. Pihak pengelola situs sendiri
sebenarnya tidak memiliki hak untuk menyebarkan atau memperbanyak ciptaan tersebut. Mereka
memperolehnya dari sumber lain, atau memperbanyak sendiri dari produk aslinya.
Namun pada kenyatannya, fasilitas tersebut seringkali digunakan sebagai media
penyebaran data bermuatan Hak Cipta didalamnya. Data yang bermuatan pelanggaran Hak Cipta
di unggah melalui situs-situs penyimpanan file tersebut, kemudian link untuk mengunduh file
tersebut disebarluaskan, baik melalui situs, media sosial, dan lain sebagainya. Orang lain yang
melihatnya, tinggal mengunduh secara gratis melalui link yang telah disebarkan. Saat ini, di
Internet banyak terdapat situs-situs yang tanpa hak hanya menjiplak tulisan orang lain. Situs-
situs Internet tersebut biasanya mencari tulisan orang di situs lain, kemudian mengunggah di
situsnya untuk menambah isi materi dari situs tersebut. Hal tersebut tentu saja merupakan salah
satu bentuk pelanggaran Hak Cipta karena dengan sengaja tanpa persetujuan pencipta, menjiplak
suatu tulisan kemudian mengunduh di situs miliknya atau orang lain, tanpa mencantumkan nama
pencipta aslinya bahkan mengganti nama pencipta tersebut.
Bahkan pelanggaran seperti ini seringkali dilakukan orang tanpa sadar. Banyak orang
sembarangan mengutip, menjiplak tulisan orang tanpadi sertai sumber sehingga melanggar Hak
Moral pencipta. Orang yang melakukan pelanggaran tersebut tidak menyadari perbuatannya atau
menganggap yang dilakukannya adalah hal sepele yang tidak ada konsekuensinya. Salah satu
bentuk ciptaan yang dilindungi adalah program komputer, saat ini begitu banyak program
komputer yang digunakan oleh banyak orang untuk kebutuhan sehari-hari. Namun banyak dari
program tersebut digunakan secara illegal. Sejatinya program tersebut biasanya berbayar sebagai
bentuk hak ekonomi yang dimiliki programer yang bertindak sebagai pencipta. Pada
kenyaannya, banyak program tersebut di retas oleh sebagian orang untuk dapat digunakan secara
bebas dan gratis. Mereka membobol jaringan keamanan program tersebut untuk dapat digunakan
secara leluasa.

Kebijakan Undang-Undang Hak Cipta Milenium Digital


Kami menghargai hak kekayaan intelektual orang lain sama seperti kami mengharapkan
orang lain untuk menghormati hak kami. Berdasarkan dengan Undang-undang Hak Cipta
Milenium Digital, Pasal 17, Amerika Serikat, Ayat 512(c), pemilik hak cipta atau agen mereka
bisa menyerahkan catatan pencopotan kepada kami melalui Agen kami di bawah ini. Sebagai
penyedia layanan internet, kami berhak untuk mengklaim kebal dari klaim pelanggaran tersebut
sesuai dengan kebijakan “safe harbor” dari DMCA (Kebijakan undang-undang Hak Cipta
Milenium Digital). Untuk menyerahkan itikad baik terkait klaim pelanggaran terhadap kami,
anda harus menyerahkan catatan kepada kami yang terdiri dari informasi berikut:

Catatan Pelanggaran – Klaim


• Tandatangan fisik atau elektronik dari pemilik hak cipta (atau seseorang yang berwenang
untuk bertindak atas nama pemilik);
• Identifikasi dari karya hak cipta yang diklaim telah dilanggar;
• Identifikasi dari bahan yang dilanggar untuk dicopot, dan informasi yang memadai untuk
mengizinkan penyedia jasa untuk memindahkan bahan. [Harap kirimkan URL laman
untuk membantu kami mengidentifikasi karya yang diduga];
• Informasi yang memadai untuk mengizinkan penyedia jasa untuk menghubungi pihak
pengkalim termasuk nama, alamat fisik, alamat email, nomer telepon dan nomer faks
anda;
• Pernyataan bahwa pihak pengklaim punya itikad baik bahwa pengguna bahan tidak
diberikan wewenang oleh agen hak cipta; dan
• Pernyataan bahwa informasi dalam pemberitahuan ini akurat, dan, di bawah sumpah,
bahwa pihak pengklaim berwenang untuk bertindak atas nama pemilik hak cipta.

Pasal 17 USC 512(f) memberikan hukuman kerusakan sipil, termasuk biaya dan ongkos
pengacara, terhadap siapa saja yang diketahui gagak memberikan informasi tertentu dalam
pemberitahuan pelanggaran di bawah 17 USC 512(c)(3). Kirimkan seluruh pemberitahuan
pemcopotan melalui laman Kontak kami. Harap kirimkan lewat email untuk penanganan yang
cepat. Harap catat bahwa kami boleh membagikan identtias dan informasi dalam klaim
pelanggaran hak cipta yang kami terima dengan pelanggar yang diduga. Dalam menyerahkan
klaim, anda paham menerima dan menyetujui bahwa identitas dan klaim anda bisa
dikomunikasikan kepada pelanggar yang diduga.

Pemberitahuan Balik – Restorasi Bahan


Jika anda sudah menerima pemberitahuan bahwa bahan atau material telah dicopot
karena klaim pelanggaran hak cipta, anda bisa memberikan kami pemberitahuan balik dalam
upaya untuk merestorasi bahan ke situs. Pemberitahuan tersebut harus diberikan dalam tulisan
kepada Agen DMCA kami dan harus memuat unsur-unsur berikut sesuai dengan 17 USC Pasal
512(g)(3):
• Tanda tangan fisik atau elektronik anda.
• Gambaran dari material yang telah dicopot dan lokasi asal dari material sebelum dicopot.
• Pernyataan di bawah sumpah bahwa anda punya itikad baik bahwa material yang dicopot
atau dilepaskan adalah sebagai kesalahan atau gagalnya identifikasi dari material untuk
dicopot atau dipindahkan.
• Nama, alamat, dan nomer telepon anda, dan pernyataan bahwa anda tunduk pada hukum
pengadilan distrik federal atas distrik di mana alamat ada (atau jika anda di luar Amerika
Serikat, anda tunduk pada hukum dari distrik mana pun di mana pemberi layanan bisa
ditemukan), dan bahwa anda akan menerima proses layanan dari orang atau perusahaan
yang memberikan pemberitahuan pelanggaran asli.
• Mengirimkan pemberitahuan balik anda melalui laman Kontak kami. Email sangat
direkomendasikan.

Kebijakan Pelanggar Berulang


Kami menganggap pelanggaran hak cipta sebagai hal yang sangat serius. Berdasarkan
syarat kebijakan pelanggar berulang dari DMCA, kami menyimpan daftar pemberitahuan
DMCA dari pemegang hak cipta dan membuat itikad baik untuk menidentifikasi pelanggar
berulang. Mereka yang melanggar kebijakan pelanggar berulang internal kami akan dihapus
akunnya.

Modifikasi
Kami berhak untuk mengubah konten dari laman ini dan kebijakannya untuk menangani
klaim DMCA kapan saja untuk alasan apa saja. Anda diminta untuk memeriksa kembali ulasan
dari kebijakan ini sesering mungkin untuk setiap perubahan.

Jadi Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) telah merilis surat edaran Safe
Harbor Policy untuk melindungi pemilik, pedagang, dan pengguna platform jual beli daring dari
tuntutan hukum. Salah satu poin dalam Safe Harbor Policy di Bagian II.B.2 menyebutkan,
adanya perlindungan hukum bagi penyedia, pedagang, dan pengguna platform toko daring.
Kebijakan ini akan memastikan batasan dan tanggung jawab masing-masing dalam melakukan
kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik. Penyedia platform wajib untuk menyediakan
sarana pelaporan, serta memperhatikan jangka waktu penghapusan atau pemblokiran terhadap
konten yang dilarang. Dalam hal penindakan, Kominfo akan bekerjasama dengan unit kejahatan
siber kepolisian untuk melacak dan menindak pengguna platform yang menjual produk terlarang.
Sehingga Hak Cipta juga dapat dilindungin.
Melihat sudut pandang mengenai Safe Harbour melindungi Hak Cipta dari salah satu dosen
Binus yaitu pak bambang pratama. Beliau berpendapat bahwa Perlu diinformasi juga bahwa
ketentuan safe harbor yang diatur oleh Amerika Serikat juga mencakup perlindungan atas data
pribadi. Dimasukannya perlindungan data pribadi ke dalam safe harbor pada hukum Amerika
didasarkan pada alasan bahwa data pribadi memiliki alas hak berupa milik (property right) yang
menggunakan konsep hak cipta (lihat: Pratama, 2016). Bertolak dari alasan tersebut di atas maka
perlindungan atas data pribadi menjadi beralasan jika dilindungi oleh doktrin safe harbor.

Mengaitkan doktrin safe harbor di atas dengan konteks hukum siber Indonesia, secara normatif
diatur dalam pasal 26 ayat (3) dan (4) UU-ITE 2016 yang rumusannya sebagai berikut:

(3) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menghapus Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan Orang
yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan

(4) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib menyediakan mekanisme penghapusan


Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sudah tidak relevan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan

Jika ditinjau dari struktur norma, ketentuan norma pada pasal di atas tidak sempurna, karena
hanya ada norma primer (kewajiban) tanpa ada norma sekunder (sanksi) (Lihat: Kelsen,
1976:159-166). Ketidaklengkapan norma inilah yang bisa menyebabkan tidak efektifnya pasal
26 UU-ITE di kemudian hari, karena tanpa ada sanksi. Tanpa adanya sanksi, maka jika
penyelenggara sistem elektronik tidak menjalankan ketentuan pasal 26 UU-ITE, seolah-olah
tidak memiliki konsekwensi hukum. Meski demikian, setidaknya ada tiga opsi yang bisa
digunakan untuk mengenakan pertanggungjawaban kepada penyelenggara sistem elektronik.
Pertama; menunggu peraturan pemerintah sebagaimana diamanatkan dalam pasal 26 ayat (5)
UU-ITE. Kedua; menjerat penyelenggara sistem elektronik dengan undang-undang sektoral atau
lex specialis, misalnya: ketika penyelenggara sistem elektronik dianggap memfasilitasi
pelanggaran hak cipta, maka ketentuan dari undang-undang hak cipta bisa digunakan. Dalam
konteks penggunaan hak cipta, maka posisi UU-ITE menjadi lex generalis dan undang-undang
hak cipta (UU-HC) menjadi lex specialis. Ketiga; mengajukan tuntutan perdata jika
penyelenggara sistem elektronik tidak menjalankan kewajiban pasal 26 UU-ITE.

Bertolak dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa doktrin safe harbor tetap bisa
dijalankan. Hanya saja, jika digunakan untuk menjawab suatu kasus yang terjadi memerlukan
diskusi dan argumentasi lebih mendalam terkait fakta kasus yang terjadi. Preskripsi yang bisa
diberikan dari tulisan ini adalah standar mekanisme penghapusan atau penutupan (mekanisme
suspend) yang harus digunakan oleh penyelenggara sistem elektronik. Jika mekanisme yang
diamanatkan pasal 26 UU-ITE berupa penghapusan bisa segera dibuat oleh pemerintah, maka
pembebanan tanggungjawab dalam menjaga pelanggaran informasi tidak hanya dibebankan
kepada pemerintah, tetapi juga dibebankan kepada penyelenggara sistem elektronik. Dengan
demikian, doktrin safe harbor bisa dioptimalkan, sehingga tidak hanya menjadi sarana exit plan
bagi penyelenggara sistem elektronik untuk lepas dari tanggung jawab

Anda mungkin juga menyukai