Anda di halaman 1dari 7

MENCEGAH PENJUALAN BUKU ILEGAL DI MARKETPLACE: UPAYA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMILIK HAK CIPTA

Oleh Fahrul Fauzi

Pendahuluan (Latar Belakang)


Pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia merupakan yang tertinggi pada
tahun 2019 di Asia Tenggara mengalahkan Thailand, Singapura, Vietnam,
Malaysia, dan Filipina dengan mencetak USD 40 miliar atau setara dengan Rp.
556,6 triliun. Kondisi yang demikian membuat Indonesia menjadi negara yang
potensial bagi pertumbuhan ekonomi digital. Diproyeksikan pada tahun 2025,
angka pertumbuhan ekonomi digital akan terus meroket hingga USD 133 miliar.
Pertumbuhan ekonomi digital ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan
marketplace, online shop, e-commerce yang dalam beberapa tahun terakhir
pertumbuhannya sangat signifikan1.
Dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi digital, Pemerintah telah
menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan
Melalui Sistem Elektronik (PP PMSE). Pemerintah mengatakan bahwa PP PMSE
ini diterbitkan untuk mendorong perkembangan ekonomi digital yang berkelanjutan
di tanah air. Selain itu, untuk meningkatkan perdagangan produk dalam negeri dan
mendorong peningkatan ekspor secara daring (online). Sebelum lebih jauh PMSE
adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat
dan prosedur elektronik2. Pengertian tersebut memiliki lingkup yang luas karena
semua perdagangan yang transaksinya dilakukan dengan bantuan perangkat
elektronik masuk dalam pengertian ini.
Salah satu penggerak ekonomi digital di Indonesia adalah tumbuhnya
berbagai marketplace yang paling terkenal tentunya Shopee, Tokopedia,
Bukalapak, dan Lazada. Marketplace merupakan portal belanja online dimana

1
Tommy Kurnia, “Pertumbuhan Ekonomi Digital Indonesia Tertinggi di ASEAN,”
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4080402/pertumbuhan-ekonomi-digital-indonesia-tertinggi-
di-asean, diakses 26 September 2020.
2
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, PP
No. 80 Tahun 2019, Ps. 1.

1
penjual (merchant) dan pembeli dipertemukan untuk melakukan proses transaksi
jual beli. Minat masyarakat untuk bertransaksi di marketplace sangat tinggi
dikarenakan tersedianya rekening milik marketplace yang digunakan untuk
menampung pembayaran dari pembeli, sehingga pembeli tidak perlu khawatir tidak
akan menerima barang yang dibelinya, karena uang yang dibayar pembeli akan
ditampung di rekening milik marketplace terlebih dahulu, kemudian baru akan
dibayarkan ke merchant ketika pembeli melakukan konfirmasi penerimaan barang
yang dibelinya3.
Dalam praktik jual beli yang dilakukan di marketplace, penjual dan pembeli
memang dilindungi atau diberikan keamanan dalam bertransaksi sebagaimana
dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Namun, bagaimana jika barang yang
diperjualbelikan itu adalah barang ilegal yang memiliki lisensi hak cipta? Memang
jual beli tetap dapat dilangsungkan, namun bagaimana dengan nasib si pemegang
hak cipta dari produk yang bersangkutan? Adakah perlindungan hukum atas hak-
hak ekonomi dan hak moril yang mungkin telah diambil darinya? Tulisan ini akan
lebih lanjut membahas pencegahan penjualan produk ilegal khususnaya buku di
market place sebagai upaya perlindungan hukum terhadap pemilik hak cipta.

Pembahasan (Isi)
Sebelum lebih jauh, perlu diketahui beberapa hal berkaitan dengan hak cipta.
Hak cipta merupakan salah satu bagian dari hak kekayaan intelektual yang memiliki
ruang lingkup objek dilindungi paling luas. Perkembangan ekonomi kreatif yang
menjadi salah satu andalan Indonesia dan berbagai negara dan berkembang
pesatnya teknologi informasi dan komunikasi mengharuskan adanya pembaruan
Undang-Undang Hak Cipta, mengingat hak cipta menjadi basis terpenting dari
ekonomi kreatif nasional. Dengan Undang-Undang Hak Cipta yang memenuhi
unsur pelindungan dan pengembangan ekonomi kreatif ini maka diharapkan
kontribusi sektor hak cipta bagi perekonomian negara dapat lebih optimal4.

3
Kiki Ristanto, “Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum Marketplace Online
terhadap Pelanggaran Hak Cipta Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak
Cipta,” (Skripsi Sarjana Universitas Internasional Batam, Kepulauan Riau, 2017), hlm. 1.
4
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, “Definisi Umum Hak Cipta,”
https://www.dgip.go.id/pengenalan-hak-cipta, diakses 1 Oktober 2020.

2
Hak cipta itu sendiri adalah suatu hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang
hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara
otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengaturan hak cipta saat ini diatur
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, selanjutnya
disebut “UU Hak Cipta”. Dalam UU Hak Cipta tersebut diatur pengertian, bahwa
“hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan
prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa
mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan5”.
Seperti yang telah disebut di atas bahwa lingkup perlindungan hak cipta ini
sangat luas. Salah satu ciptaan yang dapat dilindungi adalah Buku6. Dalam UU Hak
Cipta diatur juga bahwa setiap orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib
mendapatkan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta. Setiap orang yang tanpa
izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaan dan/atau
penggunaan secara komersial ciptaan7. Sanksi atau implikasi apa saja yang dapat
dijerat kepada pelaku pembajakan buku? Setiap orang yang dengan tanpa hak
dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak
ekonomi pencipta untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana
penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)8.
Upaya pidana merupakan ultimum remedium, sebenarnya masih terdapat cara
lain yaitu dengan menggugat dalam ranah perdata. Pencipta atau pemegang hak
cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas
pelanggaran Hak Cipta9. Ganti rugi adalah pembayaran sejumlah uang yang
dibebankan kepada pelaku pelanggaran hak ekonomi pencipta dan/atau pemegang
hak cipta berdasarkan putusan pengadilan perkara perdata atau pidana yang

5
Indonesia, Undang-Undang Hak Cipta, UU No. 28 Tahun 2014, LN No. 266 Tahun 2014,
TLN No. 5599, Ps. 1.
6
Ibid., Ps. 40.
7
Ibid., Ps. 9.
8
Ibid., Ps. 113 ayat (3)
9
Ibid., Ps. 99 ayat (1)

3
berkekuatan hukum tetap atas kerugian yang diderita pencipta dan/atau pemegang
hak cipta10.
Penjualan buku bajakan di marketplace masuk dalam salah satu pelanggaran
terhadap hak cipta. Mirisnya, walaupun sudah ada peraturannya di Indonesia yang
mengatur hak cipta tetap saja banyak pihak yang menjual secara terbuka buku
bajakan di marketplace, bahkan hingga mempunyai stok ribuan buku bajakan.
Pembajakan buku atau dengan kalimat yang lain dapat dikatakan sebagai
pembajakan karya intelektual seperti telah menjadi industri baru di Indonesia.
Saat ini banyak penulis buku yang kerapkali menunggah protesnya terhadap
pelaku pembajak buku yang menjual produk bajakannya di marketplace. Melalui
akun media sosial, para penulis memastikan penjualan buku di bawah harga wajar
dapat dipastikan adalah buku bajakan. Apakah sudah dilaporkan penjual buku
bajakan itu? Para penulis mengatakan bahwa tak terhitung telah melaporkan buku
bajakan yang beredar di marketplace. Namun dalam praktiknya ketika sudah
dilaporkan marketplace hanya menghapus produk atau link produk yang
bersangkutan. Setelah produk buku bajakannya dihapus biasanya penjual buku
bajakan di marketplace akan mengunggah kembali produk baru yang sebenarnya
adalah produk bajakan yang telah dilaporkan. Laporan yang dilakukan oleh
pencipta atau yang berkepentingan dapat dikatakan adalah usaha yang sia-sia
apabila penjual di marketplace tetap dapat mengunggah produk yang telah
dilaporkan (takedown).
Penulis buka juga mengungkapkan bahwa alasan buku original dan buku
bajakan sangat jauh perbedaan harganya karena ada beberapa biaya yang tidak perlu
diurus oleh penjual buku bajakan. Sering dijumpai di marketplace buku bajakan
dapat dijual 50%-70% lebih murah daripada buku original. Hal itu dikarenakan
penjual buku bajakan di marketplace tidak mengeluarkan biaya untuk pajak, royalti
penulis, biaya editor, cover, biaya promosi dan lain sebagainya.
Marketplace selaku salah satu pihak yang diatur dalam Perpres No. 80/2019
tentang PMSE harus memerhatikan Pasal 22 ayat (1) Perpres tersebut. Disebutkan
bahwa “jika dalam PMSE terdapat konten informasi elektronik ilegal, maka pihak
Penyelenggara PMSE (PPMSE) dalam negeri dan/atau PPMSE luar negeri serta

10
Ibid., Ps. 1 angka 25.

4
Penyelenggara Sarana Perantara bertanggung jawab atas dampak atau konsekuensi
hukum akibat keberadaan konten informasi elektronik ilegal tersebut 11”. Namun
ketentuan Pasal 22 ayat (2) lebih lanjut menyebutkan bahwa “ketentuan
sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak berlaku apabila PPMSE dalam negeri
dan/atau PPMSE luar negeri yang bersangkutan bertindak cepat untuk menghapus
link elektronik dan/atau konten informasi elektronik ilegal setelah mendapat
pengetahuan atau kesadaran12” Pengaturan ini seakan-akan memudahkan
marketplace agar tidak bertanggung jawab hanya dengan menghapus konten ilegal
(buku bajakan). Hal ini tentu sangat merugikan penulis karena setelah dihapus
penjual akan mengunggah kembali. Tindakan marketplace ini seakan-akan peduli
akan nasib penulis selaku pemegang hak cipta namun hasilnya tetap nihil.
Jika dilihat dari sisi pembeli yang merupakan masyarakat luas, ternyata
masyarakat juga masih banyak yang beranggapan bahwa pembajakan buku
bukanlah merupakan suatu kejahatan. Banyak yang beranggapan bahwa buku
adalah sumber ilmu pengetahuan maka sudah seharusnya untuk disebarluaskan.
Anggapan seperti itu menurut penulis perlu diluruskan, dikarenakan ketika
seseorang membiarkan kegiatan pembajakan buku maka ia telah membiarkan
pembunuhan secara perlahan terhadap dunia kreatif. Terdapat banyak pihak juga
yang dirugikan antara lain penulis, editor, ilustrator, designer cover, termasuk juga
toko buku sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017
tentang Sistem Perbukuan.

Penutup (Rekomendasi)
Saat ini masih marak perilaku penjual di marketplace yang menjual buku
bajakan di marketplace. Untuk mencegah atau setidak-tidaknya menanggulangi hal
tersebut yang telah terjadi diperlukan kerjasama dan partisipasi dari Pemerintah
selaku perumus kebijakan, marketplace selaku perantara perdagangan daring,
penjual (seller), dan masyarakat umum selaku pembeli.

11
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, Ps.
22 ayat (1).
12
Ibid., Ps. 22 ayat (2).

5
Penulis memandang Pemerintah selaku perumus kebijakan dapat merevisi
atau membuat regulasi yang baru yang lebih komprehensif dengan memperhatikan
kepentingan segala pihak termasuk dalam hal ini adalah penulis buku selaku
pemegang hak cipta atas karyanya. Marketplace selaku pihak yang
mempertemukan antara penjual dan pembeli juga mesti melakukan proses
screening yang seketat mungkin agar produk-produk ilegal (buku bajakan) tidak
sampai beredar di marketplace-nya. Marketplace juga seharusnya dapat bertindak
tegas kepada pelaku pembajak buku dengan menghapus tokonya di marketplace
yang bersangkutan, namun dalam praktik hal ini jarang dilakukan karena beberapa
marketplace lebih mementingkan keuntungan karena setiap transaksi yang
dilakukan melalui marketplace maka marketplace akan mendapatkan pemasukan
daripadanya baik itu yang dijual barang legal maupun barang ilegal. Tentu, bukan
hal yang membanggakan menjadi marketplace berstatus unicorn atau decacorn
apabila masih terdapat di dalamnya produk-produk ilegal.
Penjual buku bajakan selaku pelaku utama dalam pelanggaran hak cipta ini
pun mesti sadar bahwa bisnis yang dijalankannya merupakan bisnis yang
bertentangan dengan hukum dan kapan saja dapat dihentikan oleh pihak berwajib
dan dapat digugat oleh pemilik lisensi hak cipta. Terakhir, masyarakat umum selaku
pihak yang kapan saja dapat membeli produk-produk tersebut harusnya lebih
memerhatikan ketentuan hukum dan melaporkan apabila mendapati toko di
marketplace yang menjual buku bajakan. Banyak cara yang dapat ditempuh
masyarakat daripada harus membeli buku bajakan bilamana menganggap buku
originalnya murah. Masyarakat dapat meminjam buku-buku di perpustakaan,
meminjam buku dari teman, guru, maupun dosen, dan cara-cara lainnya yang tidak
melanggar hukum.

6
Daftar Pustaka
Buku
Butt, Simon. Hak Kekayaan Ekonomi Suatu Pengantar. Bandung: PT Alumni,
2013.
Ginting, Ras Elyta. Hukum Hak Cipta Indonesia (Analisis Teori dan Praktik).
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2012.
Jurnal/Tugas Akhir
Ristanto, Kiki. “Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum Marketplace Online
terhadap Pelanggaran Hak Cipta Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.” Skripsi Sarjana Universitas Internasional
Batam. Kepulauan Riau, 2017.
Regulasi
Indonesia. Peraturan Pemerintah tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
PP No. 80 Tahun 2019.
Indonesia. Undang-Undang Hak Cipta. UU No. 28 Tahun 2014, LN No. 266 Tahun
2014, TLN No. 5599.
Internet
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. “Definisi Umum Hak Cipta.”
https://www.dgip.go.id/pengenalan-hak-cipta. Diakses 1 Oktober 2020.
Kurnia, Tommy. “Pertumbuhan Ekonomi Digital Indonesia Tertinggi di ASEAN.”
https://www.liputan6.com/bisnis/read/4080402/pertumbuhan-ekonomi-
digital-indonesia-tertinggi-di-asean. Diakses 26 September 2020.

Anda mungkin juga menyukai