Anda di halaman 1dari 10

Universitas Pamulang Akuntansi S-1

PERTEMUAN KE-6
ASPEK PERPAJAKAN ATAS TRANSAKSI ELECTRONIC COMMERCE

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan ini, mahasiswa mampu menyusun makalah
seminar tentang Transaksi Electronic Commerce (E-Commerce) dan aspek
perpajakannya serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari peserta
seminar atas makalah tersebut.

B. URAIAN MATERI
Meskipun pernah menghadapi gejolak ekonomi dalam krisis keuangan pada
Tahun 1997, namun saat ini Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki
pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. Ekspor barang-barang seperti tekstil, mobil,
peralatan listrik, minyak, dan gas menjadi fokus utama perekonomian Indonesia.
Akhir-akhir ini pun, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia juga memberikan
kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan negara. Diperkirakan, akan ada 50
juta pengguna internet baru di Indonesia setiap 5 tahunnya. Mengapa? Karena
Indonesia tercatat sebagai negara dengan pengguna sosial media tertinggi di dunia.
Menurut laporan McKinsey, “sektor e-commerce Indonesia sudah
menghasilkan lebih dari 5 miliar dolar dari bisnis formal e-tailing dan lebih dari 3
miliar dolar dari perdagangan informal”. Bisnis e-tailing di Indonesia seperti yang kita
ketahui Tokopedia, Bukalapak, JD.id, Lazada, dan Shopee. Belum lagi perdagangan
informal melibatkan pembelian dan penjualan barang melalui cara tidak resmi
seperti penggunaan sosial media dan platform pengiriman pesan seperti WhatsApp
dan Facebook. Hal seperti ini di Indonesia biasa disebut sebagai online shop. Tidak
seperti di negara lain, perdagangan informal atau perdagangan sosial berkembang
pesat di Indonesia. Bahkan, menurut data terbaru, penjualan e-commerce di
Indonesia menyumbang total 40% perdagangan sosial. Salah satu hal yang memicu
e-commerce mengalami peningkatan yang begitu cepat di Indonesia salah satunya
peningkatan penggunaan smartphone dengan sangat cepat. Seperti kita ketahui
bahwa harga smartphone jauh lebih terjangkau dibandingkan komputer dan laptop

Seminar Perpajakan 36
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

yang membuatnya mudah diakses oleh sebagian besar orang Indonesia. Ada
sekitar 70% pengguna internet negara ini adalah pengguna smartphone. Laporan
McKinsey menyoroti bahwa hampir 75% pembeli online di Indonesia
menggunakan smartphone.
Di sisi lain, muda-mudi Indonesia yang sangat mengerti dunia digital juga
menjadi salah hal yang memicu begitu cepatnya e-commerce berkembang di
Indonesia. Data statistik menunjukkan bahwa anak muda Indonesia adalah
pengguna sosial media yang rajin dan negara ini memiliki jumlah pengguna
Facebook terbesar keempat di dunia dengan 122 juta orang dan memiliki salah satu
populasi terbesar pengguna Instagram. Indonesia juga merupakan negara terbesar
kelima dalam hal pengguna Twitter. Dengan begitu banyak pengguna sosial media,
tidak mengherankan terjadi perdagangan informal yang besar di negara ini.
1. Aspek Hukum E-Commerce
Sebagaimana kegiatan bisnis pada umumnya, bisnis online juga tidak lepas
dari pengawasan hukum. Sebenarnya banyak undang-undang yang terkait dengan
bisnis online, seperti:
a. Undang-Undang Perdagangan

Segala sesuatau yang menyangkut perdagangan diatur dalam Undang-


Undang Nomor 7 Tahun 2014. Undang-Undang Perdagangan juga mengatur
mengenai bentuk perdagangan yang dilakukan dengan media internet. Bahasan
lebih lanjut mengenai bisnis online dalam Undang-Undang Perdagangan akan
dijelaskan dalam paragraf di bawah.
Undang-Undang perdagangan ini merupakan wujud keinginan demi
memajukan sektor perdagangan yang dituangkan dalam kebijakan perdagangan
dengan mengedepankan kepentingan nasional. Hal ini sangat jelas tertuang
dalam Pasal 2 huruf (a) UU Perdagangan tersebut yang menyatakan bahwa:
“Kebijakan perdagangan disusun berdasarkan asas kepentingan nasional”.
Kepentingan nasional tersebut meliputi: “mendorong pertumbuhan ekonomi,
mendorong daya saing perdagangan, melindungi produksi dalam negeri,
memperluas pasar tenaga kerja, perlindungan konsumen, menjamin

Seminar Perpajakan 37
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

kelancaran/ketersediaan barang dan jasa, penguatan UMKM dan lain


sebagainya”. Secara sistematis Undang-Undang perdagangan memiliki lingkup
peraturan mengenai perdagangan yang meliputi, perdagangan dalam negeri,
perdagangan luar negeri, perdagangan perbatasan, standarisasi, perdagangan
melalui sistem elektronik, perlindungan dan pengamanan perdagangan,
pemberdayaan koperasi dan usaha mikro kecil menengah, pengembangan
ekspor, kerjasama perdagangan internasional, sistem informasi perdagangan,
tugas dan wewenang pemerintah dibidang perdagangan, komite perdagangan
nasional, pengawasan dan penyidikan.
Undang-Undang Perdagangan ini juga mengatur mengenai perdagangan
melalui sistem elektronik atau e-commerce, yang diatur dalam pasal 65 dan 66.
Pemberlakuan aturan e-commerce tersebut berlaku untuk skala internasional.
Maksudnya adalah seluruh transaksi elektronik yang dilakukan pelaku usaha
dalam negeri dan luar negeri, yang menjadikan Indonesia sebagai pasar wajib
mematuhi aturan e-commerce yang ada di dalam UU Perdagangan dan
peraturan pelaksanaannya. Dalam UU Perdagangan ini, Pemerintah mengatur
bagaimana pelaku bisnis dapat mempertanggungjawabkan transaksi elektronik
dan bisnis online tersebut serta dapat memberikan perlindungan terhadap
konsumen. Memberikan perlindungan kepada konsumen dan pelaku usaha
merupakan salah satu tujuan dari pengaturan e-commerce dalam UU
Perdagangan ini. Secara lebih rinci, berikut ini akan disadur Pasal 65 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang perdagangan, dimana pasal tersebut
secara khusus mengatur mengenai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik :
Ayat (1) “setiap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa
dengan menggunakan sistem elektronik wajib menyediakan data
dan/atau informasi secara lengkap dan benar”
Ayat (2) “setiap pelaku usaha dilarang memperdagangkan barnag dan/atau
jasa dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak sesuai
dengan data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)”

Seminar Perpajakan 38
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

Ayat (3) “penggunaan sistem elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat


(1) wajib memenuhi ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik”
Ayat (4) “data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
paling sedikit memuat : identitas dan legalitas pelaku usaha sebagai
produsen atau pelaku usaha distribusi; persyaratan teknis barang
yang ditawarkan; persyaratan teknis atau kualifikasi jasa yang
ditawarkan; harga dan cara pembayaran barang dan/atau jasa; dan
cara penyerahan barang”
Ayat (5) “dalam hal terjadi sengketa terkait dengan transaksi dagang melali
sistem elektronik, orang atau badan usaha yang mengalami
sengketa dapat menyelesaikan sengketa tersebut melalui
pengadilan atau melalui mekanisme penyelesaian sengketa lainnya”
Ayat (6) “setiap pelaku usaha yang memperdagangkan barang dan/atau jasa
dengan menggunakan sistem elektronik yang tidak menyediakan
data dan/atau informasi secara lengkap dan benar akan dikenai
sanksi administratif berupa pencabutan izin”

Selain dilihat pada pasal 65, aspek perlindungan konsumen dalam hukum
perdagangan juga dapat dilihat dari adanya aturan terkait standarisasi dan label.
Ini akan sangat mendukung praktek perlindungan bagi konsumen. Standarisasi
sebuah produk akan membuat produk yang akan dijual kepada konsumen
memiliki kualitas yang telah distandarisasi serta diakui oleh pemerintah,
sehingga akan mengurangi resiko dalam hal keamanan dan keselamatan
konsumen. Terkait dengan label, hal ini juga merupakan salah satu aspek
perlindungan konsumen yang ada dalam Undang Undang Perdagangan, karena
dalam ketentuannya “semua barang / jasa yang masuk ke Indonesia harus
menggunakan label bahasa Indonesia”. Isu yang penting dari perdagangan e-
commerce dalam UU Perdagangan ini ini adalah bagaimana UU ini dapat
melindungi pelaku usaha mikro yang baru berkembang tanpa
mengenyampingkan perlindungan konsumen. Adanya amanat dari Pasal 65 UU

Seminar Perpajakan 39
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

Perdagangan terkait pelaku usaha e-commerce yang diharuskan menyediakan


data dan informasi akan memberikan dampak baik bagi perlindungan
konsumen.

b. Undang-Undang Perlindungan Konsumen


Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
juga hadir dalam memberikan pengawasan atas kegiatan jual beli antara penjual
dan konsumen dalam bisnis online. Undang-Undang Perlindungan Konsumen
memperlakukan konsumen yang membeli barang di dunia maya sama
selayaknya konsumen pada umumnya.
Dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 diatur mengenai aspek-aspek
perbuatan yang dilarang untuk dilakukan bagi pelaku usaha serta tanggung
jawabnya. Apabila dapat diberikan pembuktian bahwa barang dan/atau jasa
yang dijual melalui e-commerce melanggar ketentuan ini, maka aspek ini dapat
diberlakukan. Selanjutnya terdapat larangan juga terhadap iklan yang
mnenyesatkan konsumen, dimana barang dan/atau jasa yang ditawarkan
seolah-olah memiliki kondisi yang baik namun pada kenyataannya rusak atau
cacat. Apabila konsumen menemukan barang dan/atau jasa yang dibelinya
tidak seusai dengan apa yang telah disepakati, maka aspek tanggung jawab
juga berlaku untuk pelaku usaha, dalam hal ini merchant. Aspek tanggung
jawab pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen diatur
dalam Pasal 19 hingga Pasal 28. Aspek ini berlaku ketika pelaku usaha
melakukan tindakan yang menyebabkan konsumen menderita kerugian.
Kerugian ini dapat berupa kerusakan, pencemaran barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan oleh pelaku usaha. Aspek tanggung jawab ini tidak hanya
berlaku bagi pelaku usaha dalam memproduksi barang dan/atau jasa, tetapi
juga untuk perusahaan periklanan serta importir barang atau penyedia layanan
jasa asing.

Seminar Perpajakan 40
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

c. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE)


Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) mengatur
mengenai setiap penyebaran informasi dan transaksi yang dilakukan secara
elektronik. Transaksi elektronik yang dimaksud dalam undang-undang ini adalah
“perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan komputer, jaringan
komputer, dan/atau media elektronik lainnya” (pasal 1 ayat 2 UU ITE). Tentunya
bisnis online termasuk dalam pengawasan undang undang ini

Selain diperkuat dengan adanya Undang-Undang diatas, transaksi melalui


ecomerce juga akan diberikan perhatian lebih oleh pemerintah terkait dengan
kewajiban perpajakannya. Seiring perkembangan zaman yang serba digital
Pemerintah mewajibkan pedagang maupun penyedia jasa transaksi jual-beli
secara elektronik (e-commerce) termasuk penyedia platform marketplace harus
melaporkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) serta membayar pajak sesuai
ketentuan, terhitung mulai 1 April 2019. Kewajiban itu tertuang dalam Peraturan
Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan
Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (E-commerce),
yang terbit tanggal 31 Desember 2018. Dalam peraturan tersebut, pemerintah
menyebutkan bahwa “tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menciptakan
kesetaraan dan keadilan di bidang perpajakan, terutama antara pelaku usaha
perdagangan secara elektronik maupun konvensional”. Secara garis besar, PMK
Nomor 210/PMK.010/2018 hanya mempertegas kewajiban perpajakan umum yang
harus ditaati pula oleh pelaku e-commerce, tanpa memunculkan jenis pajak baru.
Melalui peraturan ini, pemerintah juga mengklaim hanya mempermudah
pengurusan pajak bagi pelaku e-commerce.

2. Kewajiban Memiliki NPWP dan Dikukuhkan Sebagai PKP Bagi Penyedia


Platform Marketplace
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) PMK Nomor 210/PMK.010/2018, kementerian
Keuangan melalui peraturan ini “menyasar sejumlah Wajib Pajak yang melakukan
transaksi jual-beli secara elektronik. Pertama, pedagang atau penyedia jasa yang

Seminar Perpajakan 41
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

menggunakan platform marketplace. Kedua, pedagang atau penyedia jasa yang


bertransaksi tidak menggunakan platform marketplace, seperti menggunakan
online retail, classified ads, daily deals, atau media social. Ketiga, penyedia
platform marketplace”. Sedangkan Pasal 3 ayat (2) menyebutkan bahwa “kegiatan
perdagangan seperti yang dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dilakukan dengan cara
(a) penyedia platform marketplace menyediakan layanan perdagangan melalui
sistem elektronik atas barang dan/atau jasa, (b) pedagang atau penyedia jasa
menggunakan fasilitas platform yang disediakan oleh penyedia platform arketplace
untuk melakukan perdagangan melalui sistem elektronik, (c) pembeli barang atau
penerima jasa melakukan transaksi pembelian dan/atau jasa melalui penyedia
platform marketplace, dan (d) pembayaran atas perdagangan barang dan jasa
melalui sistem elektronik oleh pembeli kepada pedagang atau penyedia jasa
dilakukan melalui penyedia Platform Marketplace”. Intinya, para pelaku transaksi e-
commerce tidak luput dari ketentuan perpajakan yang berlaku secara umum, baik
yang meliputi Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan/atau
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).
Terkait dengan kepemilikan NPWP, wajib pajak yang menggunakan
platform marketplace sebagai tempat untuk menjalankan bisnis jual-beli wajib
memberitahukan NPWP-nya kepada penyedia marketplace. Apabila belum
memiliki NPWP, pedagang atau penyedia jasa e-commerce dapat melakukan
registrasi pembuatan NPWP melalui aplikasi daring yang disediakan Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) atau fitur khusus yang disediakan oleh marketplace. Selain
itu, pedagang atau penyedia jasa juga dimungkinkan menggunakan Nomor Induk
Kependudukan (NIK) sebagai NPWP, yang dalam proses transaksi cukup dengan
memberitahukannya kepada marketplace. Namun, mekanisme pembuatan NPWP
dan pelaporan NIK melalui marketplace tidak diatur secara khusus dalam PMK
Nomor 210/PMK.010/2018. Pada Pasal (3) sampai dengan Pasal 6 PMK tersebut
hanya menyebutkan bahwa “penyedia platform marketplace wajib memiliki NPWP
dan dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, penyedia platform marketplace
melaksanakan kewajiban Pajak Penghasilan sesuai dengan Ketentuan perundang-
undangan di bidang Pajak Penghasilan serta kewajiban untuk dikukuhkan sebagai

Seminar Perpajakan 42
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

Pengusaha Kena Pajak juga diberlakukan kepada penyedia platform marketplace,


meskipun memenuhi kriteria sebagai pengusaha kecil”.
3. Perlakukan Perpajakan bagi Pedagang dan Penyedia Jasa
Selain kewajiban memberitahukan NPWP atau NIK, pedagang atau
penyedia jasa juga diwajibkan untuk mematuhi aturan perpajakan lainnya, seperti
membayar dan melaporkan PPh, PPN, PPnBM, bea masuk, dan/atau Pajak Dalam
Rangka Impor (PDRI). Sesuai ketentuan yang berlaku umum, baik pedagang
maupun penyedia jasa e-commerce melalui platform marketplace harus
melaksanakan kewajiban PPh sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang
PPh.
a. Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Pada Pasal 5 PMK Nomor 210/PMK.010/2018 dijelaskan bahwa “PKP
Pedagang dan PKP Penyedia Jasa yang melakukan penyerahan BKP dan/atau
JKP secara elektronik melalui penyedia platform marketplace wajib memungut,
menyetor dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai Terutang sebesar 10% dari
nilai transaksi penyerahan BKP dan/atau JKP, dan Pajak Pertambahan Nilai dan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan mengikuti tarif dan tata cara
penyetoran serta pelaporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan, serta wajib membuat faktur pajak sebagai bukti pungutan Pajak
Pertambahan Nilai atas penyerahan BKP dan/atau JKP tersebut”.
Pada Pasal 6 PMK Nomor 210/PMK.010/2018 dijelaskan bahwa “PKP
Pedagang dan PKP Penyedia Jasa wajib melaporkan dalam SPT Masa PPN
setiap masa pajak atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang melalui penyedia
platform marketplace”. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai diatur dalam Pasal 7 PMK Nomor 210/PMK.010/2018 berikut
ini :
1) pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan oleh PKP
Pedagang atau PKP Penyedia Jasa yang diterima oleh penyedia platform
marketplace dari pembeli meliputi Nilai Transaksi dan Pajak Pertambahan
Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah

Seminar Perpajakan 43
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

2) penyedia platform marketplace wajib melaporkan rekapitulasi transaksi


perdagangan yang dilakukan oleh pedagang dan/atau penyedia jasa
melalui penyedia platform marketplace ke Direktorat Jenderal Pajak
3) rekapitulasi transaksi perdagangan merupakan dokumen yang harus
dilampirkan dalam SPT Masa PPN penyedia platform marketplace
b. Perlakuan Perpajakan atas Impor Barang Melalui Penyedia Platform
Marketplace
Sementara terkait bea masuk dan PDRI, ketentuan ini ditujukan atas
transaksi perdagangan online lintas negara melalui platform marketplace.
Transaksi ini sama dengan transaksi impor lainnya, sehingga harus
memperhatikan ketentuan terkait kepabeanan. Adapun, kriteria transaksi impor
yang masuk dalam ketentuan ini adalah sebagai berikut:
1) Transaksi dilakukan penyedia platform yang terdaftar di Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai;
2) Pengiriman dilakukan melalui penyelenggara pos; dan
3) Transaksi memiliki nilai pabean Freight on Board (FOB) kurang dari
AS$1.500
Penyedia platform marketplace harus mengajukan permohonan terkait
dengan transaksi impor barang melalui platform marketplace dimana
tatacaranya diatur dalam Pasal 11 dan Pasal 12 PMK Nomor
210/PMK.010/2018 sebagai berikut :
1) penyedia platform marketplace mengajukan permohonan pendaftaran
kepada Kepala Kantor Pabean yang memiliki frekuensi tinggi atas impor
barang yang transaksinya dilakukan melalui Penyedia Platform Marketplace
2) permohonan harus mencantumkan informasi paling sedikit memuat (a)
nomor NPWP, (b) nomor Surat Keputusan Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak, (c) nomor Surat Keterangan Terdaftar sebagai wajib pajak
3) terhadap permohonan tersebut, Kepala Kantor Pabean memberikan surat
persetujuan atau surat penolakan dalam jangka waktu paling lama satu hari
kerja terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap
4) persetujuan tersebut berlaku secara nasional

Seminar Perpajakan 44
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

5) setelah mendapat persetujuan, penyedia platform marketplace harus


menyampaikan (a) e-invoice untuk setiap pengiriman atas transaksi barang,
dan (b) e-catalog kepada Direktorat Jenderal Bea Cukai
6) e-catalog paling sedikit memuat uraian barang, kode barang, kategori
barang, spesifikasi barang, harga barang, identitas penjual, negara asal
barang serta harus dilakukan pemutakhiran atas barang yang terdapat
perubahan harga
7) penyedia platform marketplace wajib menggunakan skema DDP”
8) penyedia platform marketplace wajib menghitung bea masuk dan/atau PDRI
dan bertanggung jawab atas kewajiban penyetoran bea masuk dan/atau
PDRI atas barang

C. LATIHAN SOAL
1. Susunlah sebuah makalah mengenai aspek perpajakan atas transaksi e-
commerce, lalu analisislah menurut pendapat saudara
2. Makalah yang telah disusun harus dipresentasikan dikelas

D. DAFTAR PUSTAKA
Pemerintah Indonesia. 2014. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang
Perdagangan. Lembaran Negara RI Tahun 2014. Sekretariat Negara. Jakarta.

Pemerintah Indonesia. 1999. Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang


Perlindungan Konsumen. Lembaran Negara RI Tahun 1999. Sekretariat
Negara. Jakarta.

Pemerintah Indonesia. 2008. Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang


Informasi dan Transaksi Elektronik. Lembaran Negara RI Tahun 2008.
Sekretariat Negara. Jakarta.

Pemerintah Indonesia. 2018. Peraturan Menteri Keuangan No. 210/PMK.010/2018


Tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik. Lembaran Negara RI Tahun 2018. Sekretariat Negara. Jakarta.

Seminar Perpajakan 45

Anda mungkin juga menyukai