Anda di halaman 1dari 14

Universitas Pamulang Akuntansi S-1

PERTEMUAN KE-14
PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING)

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan ini, mahasiswa mampu menyusun makalah
seminar tentang Perencanaan Pajak dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
timbul dari peserta seminar atas makalah tersebut.

B. URAIAN MATERI
Tax Planning atau perencanaan pajak adalah hal yang tidak dapat dipisahkan
dari Manajemen Perpajakan. Ketika mempelajari ilmu perpajakan, kita juga harus
mengetahui konsep dasar manajemen perpajakan, cara membuat strategi
perencanaan pajak dan bisnis. Mengelola bisnis agar tetap berjalan sesuai harapan
dengan tetap membayar pajak. Manajemen perpajakan adalh hal yang sangat
penting yang harus dilakukan oleh semua kelompok yang terlibat di dalam dunia
bisnis atau usaha. Dengan menerapkan strategi manajemen perpajakan yang baik,
kita dapat mengoptimalkan pendapatan perusahaan secara maksimal dengan
menyederhanakan pembayaran pajak. Dengan kata lain, membayar pajak sekecil
mungkin tetapi dengan upaya yang tentu saja tidak melanggar peraturan pajak
ataupun hukum yang berlaku. Berusaha mengoptimalkan keuntungan dan
membayar pajak secara efektif.
Manajemen perpajakan terdiri dari dua ilmu yang berbeda yaitu manajemen
dan perpajakan. Manajemen itu sendiri berarti suatu proses pengelolaan,
pengaturan dan pemberdayaan. Sedangkan perpajakan merupakan kewajiban yang
harus dibayar warga negara atas pendapatan yang diperoleh untuk memenuhi
kewajiban perpajakan guna kepentingan umum / orang banyak, misalnya untuk
membuat jalan-jalan umum, untuk pembangunan fasilitas umum dan lain
sebagainya.
Manajemen perpajakan adalah suatu upaya yang dilakukan untuk
meminimalkan biaya suatu perusahaan dalam hal membayar pajak. Tidak dapat

Seminar Perpajakan 125


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

dipungkiri bahwa semua orang sebenarnya tidak mau dan tidak suka membayar
pajak. Tidak ada yang ingin penghasilannya dikurangi untuk membayar pajak.
Namun karena kesadaran akan pentingnya kewajiban perpajakan, tidak mungkin
kita melakukan penghindaran terhadap pajak. Setiap kegiatan kita tidak akan lepas
dari pajak. Oleh karenanya, kita tetap harus membayar pajak sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Hanya saja, kita bias mengambil
langkah efisien dan langkah-langkah yang masuk akal untuk meminimalkan
pengeluaran pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku.
1. Mengenal Tax Planning
Menurut Chairil Anwar Pohan (2014:13), perencanaan pajak adalah usaha
yang mencakup perencanaan perpajakan agar pajak yang dibayar oleh
perusahaan benar-benar efisien”. Sedangkan menurut Arles P. Ompusunggu
(2011:5), “tax planning adalah suatu kapasitas yang dimiliki oleh wajib pajak untuk
menyusun aktivitas keuangan guna mendapat pengeluaran (beban) pajak yang
minimal”. Menurut Mohammad Zain dalam bukunya Manajemen Perpajakan
(2005:43), “perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak
atau sekelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak
penghasilan maupun pajak lainnya berada dalam posisi paling minimal, sepanjang
hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi wajib pajak dalam meminimalkan
kewajiban perpajakan yang dibebankan kepada mereka, baik yang dilakukan
secara legal maupun ilegal menurut Chairi Anwar Pohan (2014:18) :
a. Tingkat Kerumitan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan
Undang-Undang dan peraturan perpajakan yang semakin kompleks, akan
meningkatkan biaya untuk mematuhinya semakin tinggi pula, sehingga
diperlukan biaya yang besar, misalnya untuk merekrut konsultan pajak guna
dapat meminimalisir pembayaran pajaknya.
b. Pajak Terutang Semakin Besar Jumlahnya
Jumlah hutang pajak yang akan semakin besar yang disebabkan karena
kesalahan perhitungan, kesalahan setor dan kesalahan pelaporan pajak adalah
suatu hal yang dapat dihindari.

Seminar Perpajakan 126


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

c. Biaya Negosiasi yang Tinggi


Terkait dengan kesalahan perhitungan, kesalahan penyetoran, kesalahan
pelaporan yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar menjadi
semakin tinggi, wajib Pajak terkadang perlu bernegosiasi untuk mengurangi
jumlah pajak terutang akibat kesalahan-kesalahan tersebut. Secara umum,
biaya negosiasi ini relatif tinggi, sehingga litigasi pajak harus dilakukan
(penyelesaian sengketa pajak sesuai dengan ketentuan berlaku, termasuk
proses pengajuan keberatan, banding dan peninjauan kembali).
d. Resiko Pembinaan Otoritas
Perencanaan pajak diperlukan agar melaksanakan kewajiban perpajakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga tidak mengundang
pemeriksaan dari otoritas pajak. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan penelitian pajak.
e. Sanksi Perpajakan
Perencanaan pajak diperlukan untuk menghindari sanksi pajak yang
memiliki resiko berat dari segi material dan moral, dengan memahami peraturan
perpajakan yang berlaku secara bulat dan utuh untuk menghindari salah tafsir”.

Alasan lain perencanaan pajak diungkapkan oleh Simon James dan Nobes
antara lain “tarif pajak yang tinggi, kekuranggamblangan ketentuan baik dari segi
rumusan ketentuan secara eksplisit maupun semangat, maksud dan tujuan secara
implisit, sanksi yang terlalu kecil, kekurangwajaran atau kekurangmerataan, dan
distorsi dalam system perpajakan”.
Berdasarkan beberapa alasan diatas, Basri Musri menguraikan 5 faktor
pendorong utama wajib pajak melakukan perencanaan pajak, yaitu :
Yang Pertama, “Rate Of Tax dimana tarif pajak dipilih sebagai alat perencanaan
pajak, karena semakin tinggi tarif yang dikenakan semakin besar beban pajak yang
harus dibayar. Marginal rate of tax merupakan hal yang harus dihindari”
Yang Kedua, “Base Of Tax dimana wajib pajak yang menggunakan base of tax
akan dibebani pajak dari pendapatan tabungan, investasi, atau dari sumber
lainnya. Wajib pajak dapat memilih pajak yang paling menguntungkan dengan

Seminar Perpajakan 127


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

membuat table beberapa tarif pajak atas masing-masing penghasilan dikaitkan


dengan tingkat pengembalian dari masing-masing investasi”.
Yang Ketiga, “Loopholes dimana keadaan yang mungkin terjadi karena Undang-
Undang Perpajakan memiliki celah. Wajib pajak dapat membayar pajak lebih
sedikit atau bahkan tidak membayar, misalnya membeli Surat Bank Indonesia
(SBI) lewat bank luar negeri akan terhindar dari pajak penghasilan”.
Yang Keempat, “Tax Shelter dimana wajib pajak memanfaatkan kesempatan
pengurangan pajak yang difasilitasi oleh pemerintah, seperti penyusutan
dipercepat di Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET)”
Yang Kelima, “Tax Heaven, wajib pajak memanfaatkan kesempatan pengurangan
pajak karena Negara tertentu menganut faham no tax heaven untuk income tax di
Cayman Island, hanya mengenakan pajak pada pendapatan local di Liberia,
special previlleges atas penghasilan International Business Companies di
Luxemburg, dan low tax heaven with treaty benefit bagi Negara yang melakukan
tax treaties”.

2. Aspek dalam Perencanaan Pajak


Pada umumnya, perencanaan pajak selalu dimulai dengan memastikan
bahwa suatu transaksi atau fenomena dikenai pajak. Jika fenomena tersebut
dikenakan pajak, apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi
jumlah pajaknya, selanjutnya apakah pembayaran pajak dimaksud dapat ditunda
pembayarannya, dan lain sebagainya. Karena itu, setiap wajib pajak akan
membuat rencana pajak atas setiap tindakan secara hati-hati. Oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa perencanaan pajak adalah proses pengambilan faktor
pajak yang relevan dan faktor non pajak yang material untuk menentukan :
a. Apakah,
b. Kapan,
c. Bagaimana, dan
d. Dengan siapa (pihak mana).

Seminar Perpajakan 128


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

transaksi, operasi, dan hubungan dagang tersebut dilakukan sehingga akan


memungkinkan tercapainya beban pajak yang serendah mungkin dan sejalan
dengan pencapaian tujuan perusahaan.
Perencanaan Pajak memiliki aspek-aspek penting yang harus diperhatikan,
sebagai berikut :
a. Aspek Formal dan Administratif Perencanaan Pajak, kewajiban pajak dimulai
dengan menerapkan apa-apa yang terdapat dalam hukum pajak. Karena hal
tersebut, ketidakpatuhan terhadap UU dapat dikenakan sanksi, baik sanksi
administrasi maupun pidana. Salah satu jenis pemborosan sumber daya adalah
pembayaran sanksi administrasi maupun pidana sehingga melalui perencanaan
pajak yang baik, sanksi tersebut dapat dihindari. Untuk dapat mengembangkan
penyusunan pemenuhan kewajiban perpajakan pemahaman terhadap peraturan
perpajakan yang baik dan utuh sangat diperlukan.
b. Aspek Material dalam Perencanaan Pajak, pajak dikenakan pada objek pajak
yang mungkin dalam bentuk keadaan, perbuatan maupun peristiwa. Dasar yang
dijadikan dalam menghitung pajak adalah objek pajak. Maka untuk
mengoptimalkan alokasi biaya, manajemen akan melakukan perencanaan
pembayaran pajak yang pas dalam arti tidak lebih dan tidak kurang karena jika
terjadi kelebihan pembayaran pajak maka dapat mengurangi optimalisasi
alokasi sumber daya, sedangkan jika terjadi keurangan pembayaran pajak akan
dikenakan sanksi administrasi yang merupakan pemborosan dana. Untuk
menghindari hal tersebut, maka segala sesuatu yang berhubungan dengan
objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap.
c. Penghindaran Sanksi Pajak, pembayaran sanksi perpajakan merupakan
pemborosan sumber daya perusahaan, sehingga menghindari pemborosan
untuk membayar sanksi merupakan salah satu cara mengoptimalisasi alokasi
sumber daya perusahaan ke arah yang lebih produktif dan efisien.
d. Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan, perusahaan harus benar-benar
memastikan bahwa pemenuhan kewajiban perpajakan telah sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku. Dilakukannya manajemen pajak oleh
perusahaan tidak dilakukan untuk melanggar pearaturan dan jika dalam

Seminar Perpajakan 129


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

pelaksanaanya menyimpang dari peraturan yang berlaku, maka praktik tersebut


telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak.

3. Manfaat Tax Planning


Bagi perusahaan yang ingin mencapai laba yang maksimum dengan
melaksanakan kegiatan usahanya, maka tax planning sebagai bagian dari kegiatan
manajemen memiliki beberapa manfaat. Menurut Chairil Anwar Pohan (2014:20),
ada 4 hal penting yang dapat diambil sebagai keuntungan dari melaksanakan Tax
Planning yaitu :
a. Penghematan kas keluar, pajak dianggap sebagai unsur biaya yang dapat
diminimalisir. Penghematan kas untuk pembayaran biaya di perusahaan,
termasuk biaya pajak harus dipertimbangkan sebagai faktor yang akan
mengurangi laba, dengan membayar pajak seminimal mungkin perusahaan
dapat bertindak sebagai wajib pajak yang taat sekaligus tidak mengganggu cash
flow dari perusahaan.
b. Mengatur aliran kas, perusahaan dapat melakukan penyusunan anggaran kas
secara akurat dengan menerapkan tax planning yang dikelola secara cermat.
Anggaran yang telah disusun pada periode sebelumnya dapat membantu
perusahaan dalam melaksanakan kegiatan operasional usahanya.
c. Menentukan waktu pembayarannya, guna menghindari sanksi perpajakan,
perusahaan harus mengatur waktu pembayaran pajak agar tidak terlalu cepat
dan tidak terlalu lama apakagi sampai melewati batas jatuh tempo. Hal tersebut
akan menghemat arus kas keluar untuk membayar sanksi.
d. Membuat data–data terbaru untuk mengupdate peraturan perpajakan. Sanksi
perpajakan seperti ketidaktahuan wajib pajak akan tarif pajak yang berubah
sehingga terjadi kesalahan pembayaran pajak juga dapat dihindari dengan
mengupdate peraturan perpajakan secara berkala”.

4. Jenis-Jenis Tax Planning


Menurut Erly Suandi dalam bukunya Perencanaan Pajak (2006:122), jenis-
jenis perencanaan pajak dapat dibagi sebagai berikut :

Seminar Perpajakan 130


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

a. Perencanaan Pajak Nasional (National Tax Planning)


yaitu perencanaan yang dilakukan berdasarkan undang–undang domestik.
Dalam perencanaan pajak nasional pemilihan atas dilaksanakan atau tidak
suatu transaksi hanya bergantung terhadap transaksi tersebut. Artinya untuk
menghindai/mengurangi pajak, wajib pajak dapat memilih jenis transaksi apa
yang harus dilaksanakan sesuai dengan hukum pajak yang ada misalnya akan
terkena tarif pajak khusus final atau tidak.
b. Perencanaan Pajak Internasional (International Tax Planning)
yaitu perencanaan pajak yang dilakukan berdasarkan undang–undang
domestik dan juga harus memperhatikan perjanjian pajak (tax treaty) dan
undang–undang dari negara–negara yang terlibat. Dalam perencanaan pajak
internasional yang dipilih adalah Negara (yuridiksi) mana yang akan digunakan
untuk suatu transaksi.

5. Strategi dalam Tax Planning


a. Strategi Umum
1) Tax Saving, merupakan tindakan mengefisiensikan beban pajak dengan
memilih dikenakan pajak alternatif dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya
jika sebelumnya perusahaan memberikan imbalan kepada karyawannya
dalam bentuk natura, maka pemberian tersebut bisa diubah dengan
memberikan tunjangan dalam bentuk cash sehingga dapat dibebankan
sebagai biaya dalam menghitung PPh Pasal 21. Contoh : dengan cara
tersebut, perusahaan yang memiliki penghasilan kena pajak lebih besar dari
Rp 100.000.000,- dapat menghemat pajak sebesar 5-25% untuk penghasilan
sampai dengan Rp 200.000.000,-
2) Penghindaran Pajak, merupakan tindakan melakukan efisiensi pembayaran
pajak dengan memanfaatkan transaksi-transaksi yang bukan merupakan
objek pajak, hal tersebut berkebalikan dengan point nomor 1 misalnya
perusahaan yang menderita kerugian dapat mengubah tunjangan dalam
bentuk uang menjadi pemberian natura yang bukan merupakan objek pajak
PPh Pasal 21, sehingga dapat menghemat pajak 5-35%.

Seminar Perpajakan 131


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

3) Penghindaran Pelanggaran Terhadap Peraturan Perpajakan yang


Berlaku, sanksi administrasi berupa denga, bunga, kenaikan dan sanksi
pidana dapat dihindari oleh perusahaan dengan menguasai peraturan yang
berlaku.
4) Penundaan Pembayaran Kewajiban Pajak, salah satu jenis pajak yang
sangat mungkin ditunda pembayarannya adalah PPN, misalnya : pada saat
perusahaan melakukan penjualan terutama penjualan secara kredit, maka
perusahaan wajib menerbitkan faktur pajak guna memungut Pajak Keluaran,
dalam peraturan jangka waktu penerbitan faktur pajak diperbolehkan dalam
batas waktu 3 bulan setelah terjadinya transaksi, maka untuk menunda
pembayaran pajak pada bulan bersangkutan, perusahaan dapat menunda
menerbitkan faktur pajak selama jangka waktu yang diperbolehkan yaitu 3
bulan setelah bulan penyerahan barang.
5) Pengoptimalan Kredit Pajak yang Diperkenankan, hal ini memiliki
keterkaitan dengan apa yang sudah dikemukakan sebelumnya mengenai
kewajiban perusahaan dalam mempelajari peraturan perpajakan yang
berlaku serta memahaminya secara mendalam. Perusahaan harus
mengetahui jenis-jenis pajak mana saja yang bisa dikreditkan sehingga
beban pajak yang sudah dibayar menjadi biaya dibayar dimuka yang akan di
nett off pada saat mengkreditkannya.
b. Strategi Perencanaan Pajak untuk Efisiensi Pajak Penghasilan Badan
Kemampuan wajib pajak dalam memahami perhitungan penghasilan kena
pajak akan membuat strategi efisiensi PPh Badan lebih optimal. Penghasilan
kena pajak merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan
yang berlaku di Indonesia, yaitu Undang-Undang No 17 Tahun 2000 dan
peraturan pelaksanaannya. Perusahaan dapat memilih perlakuan yang tepat
dan memperoleh efisiensi pajak yang besar akibat perbedaan dalam
perhitungan laba akuntansi dan laba kena pajak. Berikut ini adalah beberapa
perencanaan pajak untuk PPh Badan :
1) Menunda Penghasilan, sebagai contoh: jaddwal tutup buku perusahaan
adalah tanggal 31 Desember, sedangkan jumlah permintaan meningkat

Seminar Perpajakan 132


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

pesat pada bulan desember dan mengakibatkan pajak atas laba akibat
meningkatnya penjualan juga mangalami peningkatan drastis dan pajak
tersebut harus dibayar paling lambat tanggal 25 April tahun berikutnya,
sehingga akan mengakibatkan membengkaknya angsuran PPh Pasal 25
pada tahun berikutnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan
untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menunda terjadinya
penghasilan dengan cara melakukan pendekatan secara personal kepada
konsumen agar dapat melakukan penjualan barangnya pada bulan Januari
tahun berikutnya, sehingga atas penjualan tersebut pajak atas laba akan
terutang pada tahun berikutnya
2) Mempercepat Pembebanan Biaya, berkebalikan dari pint nomor 1, biaya-
biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dipantau pada akhir tahun pajak
untuk memisahkan biaya-biaya mana saja yang pengakuannya dapat
dipercepat, misalnya biaya konsultan pajak, biaya notaris dan pembayaran
auditor eksternal. Langkah ini akan mampu mengurangi Pajak Penghasilan
yang harus dibayar pada tahun pajak yang bersangkutan. Konsekuensi
pembebanan biaya ini dapat mengakibatkan kewajiban pemotongan pajak
seperti PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4 ayat (2) harus dilakukan. Alternative
mempercepat pengakuan biaya ini akan sangat efektif apabila dilakukan
ketika perusahaan untung, karena PPh Badan dapat diturunkan sampai
dengan 30% dari biaya total yang dibebankan.
3) Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Telah Dibayar, Pajak Penghasilan
yang dapat dikreditkan guna mengurangi pembayaran Pajak Penghasilan
wajib pajak badan selain angsuran PPh Pasal 25 adalah pajak-pajak yang
telah dibayar sendiri, pajak yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain pada
tahun pajak yang bersangkutan. PPh yang dapat dikreditkan antara lain :
a) Atas impor atau pembelian solar dari Pertamina dan dipungut atau
dipotong PPh Pasal 22
b) Atas bunga yang berasal dari bukan bank dan penghasilan berupa royalti
yang dipotong PPh Pasal 23

Seminar Perpajakan 133


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

c) Atas penghasilan yang dipotong di luar negeri akan membayar PPh Pasal
24
d) Atas poko pajak yang tercantum dalam STP PPh Pasal 25 baik telah
maupun belum dibayar
Dalam hal Pajak Penghasilan dipotong/dipungut oleh pihak lain,
perusahaan harus dengan aktif meminta bukti potong atas pajak yang
telah dipotong/dipungut tersebut untuk memperkuat keyakinan bahwa
Pajak Pengahasilan yang telah dipotong/dipungut memang benar-benar
sudah dibayarkan oleh pemotong/pemungut.
4) Mengajukan Permohonan Pengurangan Pembayaran Angsuran PPh
Pasal 25, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPh Badan tahun
sebelumnya yang terbit pada tahun berjalan dan kenaikan laba tahun lalu
merupakan penyebab kenaikan pembayaran PPh Pasal 25, sebagaimana
diatur dalam Keputusan Direktur Jendral Pajak No. Kep-537/PJ/2000, “bila
suatu tahun pajak sudah berjalan 3 bulan atau lebih dan perusahaan dapat
menunjukkan bahwa PPh terutang yang akan terutang untuk tahun pajak
tersebut kurang dari 75% dari PPh terutang yang menjadi dasar
perhitungan besarnya PPh Pasal 25, perusahaan dapat mengajukan
permohonan pengurangan secara tertulis kepada kepala KPP tempat
perusahaan terdaftar. Permohonan pengurangan besarnya angsuran PPh
Pasal 25 harus disertai dengan penghitungan besarnya PPh yang akan
terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau
diperoleh dan besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun
pajak yang bersangkutan. Bila kepala KPP tidak memberikan keputusan
dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal surat permohonan
perusahaan diterima, maka permohonan tersebut dianggap diterima dan
perusahaan dapat melakukan pembayaran PPh sesuai dengan
perhitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang
bersangkutan”.
5) Mengelola Transaksi yang Biayanya Tidak Boleh Dikurangkan secara
Fiskal, melakukan penginputan transaksi yang sesuai atas biaya-biaya

Seminar Perpajakan 134


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

yang dikeluarkan oleh perusahaan, hal ini harus dilakukan untuk dapat
melakukan pemisahan dengan tepat atas biaya-biaya yang boleh
dikurangkan dan biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam
menghitung penghasilan bruto. Contoh :
a) Perusahaan mengeluarkan biaya promosi, biaya keamanan dan biaya
pemasaran namun dibukukan dengan nama sumbangan. Hal tersebut
menyebabkan biaya prosmosi, biaya keamanan dan biaya pemasaran
tersebut tidak dapat dibebankan karena sumbangan merupakan salah
satu jenis biaya yang ada dalam Pasal 9 ayat (1) UU PPh dimana
didalamnya tercantum jenis-jenis biaya yang tidak boleh dikurangkan
dalam menghitung penghasilan bruto
b) Perusahaan mencatat biaya perjalanan untuk tujuan dinas sebagai biaya
perjalanan direksi yang memberikan kesan bahwa biaya tersebut
dikeluarkan untuk liburan direksi dan tidak boleh dikurangkan dalam
menghitung penghasilan bruto
c) Perusahaan memberikan uang tips kepada oknum di institusi tertentu atau
dalam pengurusan dokumen namun dicatat kedalam akun biaya lain-lain
atau biaya entertainment yang tidak bisa didukung dengan bukti
entertaintment.
6) Merger antar Perusahaan yang Terus Menerus Rugi dengan
Perusahaan yang Laba, perusahaan yang memiliki lebih dari satu anak
usaha terkadang memiliki anak usaha yang terus menerus menderita
kerugian sedangkan anak usaha lainnya mendapatkan keuntungan selama
beberapa tahun, hal ini akan menyebabkan perusahaan harus membayar
PPh Badan atas laba yang lebih besar dari laba yang sebenarnya secara
grup usaha. Menurut Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-21/PJ.42/1999 ,
“bila kedua perusahaan tersebut digabungkan, maka akumulasi kerugian
perusahaan yang merugi itu dapat dialihkan ke perusahaan gabungan
sepanjang sebelumnya telah dilakukan revaluasi aktiva tetap. Bila kedua
perusahaan tersebut digabungkan, maka secara konsolidasi perusahaan
melakukan pembayaran atas laba sebenarnya”

Seminar Perpajakan 135


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

7) Transaksi Afiliasi, beberapa transaksi afiliasi yang sangat beresiko ditinjau


dari aspek perpajakan adalah sebagai berikut :
a) Transaksi usaha, berdasarkan Pasal 18 ayat (3) Undang Undang Pajak
Penghasilan, “Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menentukan
kembali besarnya penghasilan dan pengurangan serta menentukan
utang sebagai modal untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena
Pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan
menggunakan metode perbandingan harga antar pihak yang
independen, metode harga penjualan kembali, metode biaya-plus, atau
metode lainnya”.
b) Pinjaman, Direktur Jenderal Pajak memiliki wewenang untuk
menentukan tingkat bunga wajar atas transaksi utang piutang antar
pihak yang memiliki hubungan istimewa.
Maka, hal-hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :
a) Transaksi-transaksi berupa pembelian barang atau pemanfaatan jasa
diupayakan dapat dilakukan langsung oleh perusahaan yang
menggunakan transaksi tersebut tanpa melalui induk, sehingga tidak
akan memunculkan transaksi utang afiliasi antar anak dan induk
perusahaan
b) Pemberian pinjaman tanpa bunga kepada anak perusahaan harus
memenuhi kriteria seperti yang termaktub dalam Surat DirJen Pajak No.
SE-165/PJ.312/1992, yaitu “(a) pinjaman itu berasal dari dana pemilik
pemegang saham pemberi pinjaman itu sendiri dan bukan berasal dari
pihak lain, (b) Modal yang seharusnya disetor oleh pemegang saham
pemberi pinjaman kepada perusahaan penerima pinjaman telah disetor
dalam keadaan seluruhnya, (c) pemegang saham pemberi pinjaman
tidak dalam keadaan merugi, dan (d) perusahaan penerima pinjaman
sedang mengalami kesulitan keuangan untuk kelangsungan usahanya”.
Apabila salah satu dari keempat kriteria yang telah disebutkan diatas
tidak dipenuhi, maka kantor pajak akan melakukan koreksi atas pinjaman

Seminar Perpajakan 136


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

tersebut dengan mengubah bunga terutang menjadi tingkat bunga wajar,


sehingga hal tersebut dapat menambah beban bagi perusahaan.
8) Piutang Tak Tertagih, menurut UU PPh Pasal 6 ayat (1) huruf h, “piutang
yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai biaya
dengan syarat (a) telah dibebankan sebagai biaya dalam penghitungan laba
rugi komersial, (b) Telah diajukan perkaranya ke Pengadilan Negeri atau
Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atau adanya perjanjian tertulis
mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan
debitur yang bersangkutan, (c) Telah dipublikasi dalam penerbitan umum
atau khusus, (d) Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak
dapat ditagih kepada Direktur Jenderal Pajak”.
9) Biaya Entertaiment, salah satu hal yang dapat dilakuakn perusahaan guna
menghindari adanya koreksi fiskal positif atas pemberian biaya
entertainment kepada klien adalah dengan membuatkanya daftar nomintaif
dan melampirkannya dalam SPT Tahunan PPh Badan serta menyimpan
bukti pendukung pengeluaran entertainment tersebut, hal ini akan membuat
biaya entertainment tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dan
akan menghemat pajak yang harus dibayar. Kemudian, trekait dengan
pemberian uang tips atas pengurusan dokumen atau hal sejenis,
perusahaan kadangkal membukukannya kedalam biaya entertainment
padahal biaya tersebut tidak memungkinkan untuk dibuatkan daftar
nominatif. Sebagai konsekuensinya, biaya entertainment yang tidak
didukung daftar nominative harus dikoreksi ketika menghitung PPh Badan
pada akhir tahun. Hal yang dapat dilakukan adlaah perusahaan dapat
mereklasifikasi biaya tersebut kedalam pemberian honor atau imbalan
kepada pihak ketiga untuk menghemat PPh.
10) Pengelolaan Transaksi yang Berhubungan dengan Pemberian
Kesejahteraan Karyawan, strategi efisiensi PPh Badan yang berkaitan
dengan biaya kesejahteraan karyawan sangat bergantung pada kondisi
perusahaan, misalnya perusahaan dengan penghasilan kena pajak yang
telah dikenakan tarif tertinggi (diatas 100 juta) dan pengenaan PPh

Seminar Perpajakan 137


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

Badannya tidak final, sebaiknya memberikan kesejahteraan karyawan


dalam bentuk natura atau kenikmatan, karena pengularan ini tidak boleh
dikurangkan sebagai biaya. Bagi perusahaan yang masih merugi,
pemberian natura dan kenikmatan akan menurunkan PPh Pasal 21
sementara PPh Badan tetap nihil

C. LATIHAN SOAL
1. Susunlah sebuah makalah mengenai perencanaan pajak (tax planning) dan
analisislah menurut pendapat saudara
2. Makalah yang telah disusun harus dipresentasikan dikelas

D. DAFTAR PUSTAKA
Pemerintah Indonesia. 2008. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan. Lembaran Negara RI Tahun 2008. Sekretariat Negara. Jakarta.

Pemerintah Indonesia. 1999. Surat Edaran Nomor SE-21/PJ.42/1999 Tentang


Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta Dalam Rangka Penggabungan,
Peleburan atau Pemekaran Usaha. Lembaran Negara RI Tahun 1999.
Sekretariat Negara. Jakarta.

Pemerintah Indonesia. 1992. Surat Edaran Nomor SE-165/PJ.312/1992 Tentang


Pinjaman Tanpa Bunga Dari Pemegang Saham. Lembaran Negara RI Tahun
1992. Sekretariat Negara. Jakarta.

Chairil Anwar Pohan. 2013. Manajemen Perpajakan Strategi Perencanaan Pajak dan
Bisnis . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Arles Omposunggu. 2011. Cara Legal Siasati Pajak. Jakarta: Puspa Swara

Zain Mohammad. 2008. Manajemen Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat

Erly Suandi. 2006. Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat

Seminar Perpajakan 138

Anda mungkin juga menyukai