PERTEMUAN KE-14
PERENCANAAN PAJAK (TAX PLANNING)
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan ini, mahasiswa mampu menyusun makalah
seminar tentang Perencanaan Pajak dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
timbul dari peserta seminar atas makalah tersebut.
B. URAIAN MATERI
Tax Planning atau perencanaan pajak adalah hal yang tidak dapat dipisahkan
dari Manajemen Perpajakan. Ketika mempelajari ilmu perpajakan, kita juga harus
mengetahui konsep dasar manajemen perpajakan, cara membuat strategi
perencanaan pajak dan bisnis. Mengelola bisnis agar tetap berjalan sesuai harapan
dengan tetap membayar pajak. Manajemen perpajakan adalh hal yang sangat
penting yang harus dilakukan oleh semua kelompok yang terlibat di dalam dunia
bisnis atau usaha. Dengan menerapkan strategi manajemen perpajakan yang baik,
kita dapat mengoptimalkan pendapatan perusahaan secara maksimal dengan
menyederhanakan pembayaran pajak. Dengan kata lain, membayar pajak sekecil
mungkin tetapi dengan upaya yang tentu saja tidak melanggar peraturan pajak
ataupun hukum yang berlaku. Berusaha mengoptimalkan keuntungan dan
membayar pajak secara efektif.
Manajemen perpajakan terdiri dari dua ilmu yang berbeda yaitu manajemen
dan perpajakan. Manajemen itu sendiri berarti suatu proses pengelolaan,
pengaturan dan pemberdayaan. Sedangkan perpajakan merupakan kewajiban yang
harus dibayar warga negara atas pendapatan yang diperoleh untuk memenuhi
kewajiban perpajakan guna kepentingan umum / orang banyak, misalnya untuk
membuat jalan-jalan umum, untuk pembangunan fasilitas umum dan lain
sebagainya.
Manajemen perpajakan adalah suatu upaya yang dilakukan untuk
meminimalkan biaya suatu perusahaan dalam hal membayar pajak. Tidak dapat
dipungkiri bahwa semua orang sebenarnya tidak mau dan tidak suka membayar
pajak. Tidak ada yang ingin penghasilannya dikurangi untuk membayar pajak.
Namun karena kesadaran akan pentingnya kewajiban perpajakan, tidak mungkin
kita melakukan penghindaran terhadap pajak. Setiap kegiatan kita tidak akan lepas
dari pajak. Oleh karenanya, kita tetap harus membayar pajak sesuai dengan
peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia. Hanya saja, kita bias mengambil
langkah efisien dan langkah-langkah yang masuk akal untuk meminimalkan
pengeluaran pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku.
1. Mengenal Tax Planning
Menurut Chairil Anwar Pohan (2014:13), perencanaan pajak adalah usaha
yang mencakup perencanaan perpajakan agar pajak yang dibayar oleh
perusahaan benar-benar efisien”. Sedangkan menurut Arles P. Ompusunggu
(2011:5), “tax planning adalah suatu kapasitas yang dimiliki oleh wajib pajak untuk
menyusun aktivitas keuangan guna mendapat pengeluaran (beban) pajak yang
minimal”. Menurut Mohammad Zain dalam bukunya Manajemen Perpajakan
(2005:43), “perencanaan pajak adalah proses mengorganisasi usaha wajib pajak
atau sekelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak
penghasilan maupun pajak lainnya berada dalam posisi paling minimal, sepanjang
hal ini dimungkinkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi wajib pajak dalam meminimalkan
kewajiban perpajakan yang dibebankan kepada mereka, baik yang dilakukan
secara legal maupun ilegal menurut Chairi Anwar Pohan (2014:18) :
a. Tingkat Kerumitan Peraturan Perundang-Undangan Perpajakan
Undang-Undang dan peraturan perpajakan yang semakin kompleks, akan
meningkatkan biaya untuk mematuhinya semakin tinggi pula, sehingga
diperlukan biaya yang besar, misalnya untuk merekrut konsultan pajak guna
dapat meminimalisir pembayaran pajaknya.
b. Pajak Terutang Semakin Besar Jumlahnya
Jumlah hutang pajak yang akan semakin besar yang disebabkan karena
kesalahan perhitungan, kesalahan setor dan kesalahan pelaporan pajak adalah
suatu hal yang dapat dihindari.
Alasan lain perencanaan pajak diungkapkan oleh Simon James dan Nobes
antara lain “tarif pajak yang tinggi, kekuranggamblangan ketentuan baik dari segi
rumusan ketentuan secara eksplisit maupun semangat, maksud dan tujuan secara
implisit, sanksi yang terlalu kecil, kekurangwajaran atau kekurangmerataan, dan
distorsi dalam system perpajakan”.
Berdasarkan beberapa alasan diatas, Basri Musri menguraikan 5 faktor
pendorong utama wajib pajak melakukan perencanaan pajak, yaitu :
Yang Pertama, “Rate Of Tax dimana tarif pajak dipilih sebagai alat perencanaan
pajak, karena semakin tinggi tarif yang dikenakan semakin besar beban pajak yang
harus dibayar. Marginal rate of tax merupakan hal yang harus dihindari”
Yang Kedua, “Base Of Tax dimana wajib pajak yang menggunakan base of tax
akan dibebani pajak dari pendapatan tabungan, investasi, atau dari sumber
lainnya. Wajib pajak dapat memilih pajak yang paling menguntungkan dengan
pesat pada bulan desember dan mengakibatkan pajak atas laba akibat
meningkatnya penjualan juga mangalami peningkatan drastis dan pajak
tersebut harus dibayar paling lambat tanggal 25 April tahun berikutnya,
sehingga akan mengakibatkan membengkaknya angsuran PPh Pasal 25
pada tahun berikutnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan perusahaan
untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menunda terjadinya
penghasilan dengan cara melakukan pendekatan secara personal kepada
konsumen agar dapat melakukan penjualan barangnya pada bulan Januari
tahun berikutnya, sehingga atas penjualan tersebut pajak atas laba akan
terutang pada tahun berikutnya
2) Mempercepat Pembebanan Biaya, berkebalikan dari pint nomor 1, biaya-
biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat dipantau pada akhir tahun pajak
untuk memisahkan biaya-biaya mana saja yang pengakuannya dapat
dipercepat, misalnya biaya konsultan pajak, biaya notaris dan pembayaran
auditor eksternal. Langkah ini akan mampu mengurangi Pajak Penghasilan
yang harus dibayar pada tahun pajak yang bersangkutan. Konsekuensi
pembebanan biaya ini dapat mengakibatkan kewajiban pemotongan pajak
seperti PPh Pasal 23 atau PPh Pasal 4 ayat (2) harus dilakukan. Alternative
mempercepat pengakuan biaya ini akan sangat efektif apabila dilakukan
ketika perusahaan untung, karena PPh Badan dapat diturunkan sampai
dengan 30% dari biaya total yang dibebankan.
3) Mengoptimalkan Kredit Pajak yang Telah Dibayar, Pajak Penghasilan
yang dapat dikreditkan guna mengurangi pembayaran Pajak Penghasilan
wajib pajak badan selain angsuran PPh Pasal 25 adalah pajak-pajak yang
telah dibayar sendiri, pajak yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain pada
tahun pajak yang bersangkutan. PPh yang dapat dikreditkan antara lain :
a) Atas impor atau pembelian solar dari Pertamina dan dipungut atau
dipotong PPh Pasal 22
b) Atas bunga yang berasal dari bukan bank dan penghasilan berupa royalti
yang dipotong PPh Pasal 23
c) Atas penghasilan yang dipotong di luar negeri akan membayar PPh Pasal
24
d) Atas poko pajak yang tercantum dalam STP PPh Pasal 25 baik telah
maupun belum dibayar
Dalam hal Pajak Penghasilan dipotong/dipungut oleh pihak lain,
perusahaan harus dengan aktif meminta bukti potong atas pajak yang
telah dipotong/dipungut tersebut untuk memperkuat keyakinan bahwa
Pajak Pengahasilan yang telah dipotong/dipungut memang benar-benar
sudah dibayarkan oleh pemotong/pemungut.
4) Mengajukan Permohonan Pengurangan Pembayaran Angsuran PPh
Pasal 25, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar PPh Badan tahun
sebelumnya yang terbit pada tahun berjalan dan kenaikan laba tahun lalu
merupakan penyebab kenaikan pembayaran PPh Pasal 25, sebagaimana
diatur dalam Keputusan Direktur Jendral Pajak No. Kep-537/PJ/2000, “bila
suatu tahun pajak sudah berjalan 3 bulan atau lebih dan perusahaan dapat
menunjukkan bahwa PPh terutang yang akan terutang untuk tahun pajak
tersebut kurang dari 75% dari PPh terutang yang menjadi dasar
perhitungan besarnya PPh Pasal 25, perusahaan dapat mengajukan
permohonan pengurangan secara tertulis kepada kepala KPP tempat
perusahaan terdaftar. Permohonan pengurangan besarnya angsuran PPh
Pasal 25 harus disertai dengan penghitungan besarnya PPh yang akan
terutang berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima atau
diperoleh dan besarnya PPh 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun
pajak yang bersangkutan. Bila kepala KPP tidak memberikan keputusan
dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal surat permohonan
perusahaan diterima, maka permohonan tersebut dianggap diterima dan
perusahaan dapat melakukan pembayaran PPh sesuai dengan
perhitungannya untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang
bersangkutan”.
5) Mengelola Transaksi yang Biayanya Tidak Boleh Dikurangkan secara
Fiskal, melakukan penginputan transaksi yang sesuai atas biaya-biaya
yang dikeluarkan oleh perusahaan, hal ini harus dilakukan untuk dapat
melakukan pemisahan dengan tepat atas biaya-biaya yang boleh
dikurangkan dan biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dalam
menghitung penghasilan bruto. Contoh :
a) Perusahaan mengeluarkan biaya promosi, biaya keamanan dan biaya
pemasaran namun dibukukan dengan nama sumbangan. Hal tersebut
menyebabkan biaya prosmosi, biaya keamanan dan biaya pemasaran
tersebut tidak dapat dibebankan karena sumbangan merupakan salah
satu jenis biaya yang ada dalam Pasal 9 ayat (1) UU PPh dimana
didalamnya tercantum jenis-jenis biaya yang tidak boleh dikurangkan
dalam menghitung penghasilan bruto
b) Perusahaan mencatat biaya perjalanan untuk tujuan dinas sebagai biaya
perjalanan direksi yang memberikan kesan bahwa biaya tersebut
dikeluarkan untuk liburan direksi dan tidak boleh dikurangkan dalam
menghitung penghasilan bruto
c) Perusahaan memberikan uang tips kepada oknum di institusi tertentu atau
dalam pengurusan dokumen namun dicatat kedalam akun biaya lain-lain
atau biaya entertainment yang tidak bisa didukung dengan bukti
entertaintment.
6) Merger antar Perusahaan yang Terus Menerus Rugi dengan
Perusahaan yang Laba, perusahaan yang memiliki lebih dari satu anak
usaha terkadang memiliki anak usaha yang terus menerus menderita
kerugian sedangkan anak usaha lainnya mendapatkan keuntungan selama
beberapa tahun, hal ini akan menyebabkan perusahaan harus membayar
PPh Badan atas laba yang lebih besar dari laba yang sebenarnya secara
grup usaha. Menurut Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-21/PJ.42/1999 ,
“bila kedua perusahaan tersebut digabungkan, maka akumulasi kerugian
perusahaan yang merugi itu dapat dialihkan ke perusahaan gabungan
sepanjang sebelumnya telah dilakukan revaluasi aktiva tetap. Bila kedua
perusahaan tersebut digabungkan, maka secara konsolidasi perusahaan
melakukan pembayaran atas laba sebenarnya”
C. LATIHAN SOAL
1. Susunlah sebuah makalah mengenai perencanaan pajak (tax planning) dan
analisislah menurut pendapat saudara
2. Makalah yang telah disusun harus dipresentasikan dikelas
D. DAFTAR PUSTAKA
Pemerintah Indonesia. 2008. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan. Lembaran Negara RI Tahun 2008. Sekretariat Negara. Jakarta.
Chairil Anwar Pohan. 2013. Manajemen Perpajakan Strategi Perencanaan Pajak dan
Bisnis . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Arles Omposunggu. 2011. Cara Legal Siasati Pajak. Jakarta: Puspa Swara