Anda di halaman 1dari 7

Universitas Pamulang Akuntansi S-1

PERTEMUAN KE-15
PENERAPAN KASUS TAX PLANNING TERHADAP PAJAK PENGHASILAN DAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan ini, mahasiswa mampu menyusun makalah
seminar tentang Penerapan Tax Planning Terhadap Pajak Penghasilan dan Pajak
Pertambahan Nilai dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari peserta
seminar atas makalah tersebut.

B. URAIAN MATERI
1. Strategi Perencanaan Pajak untuk Efisiensi PPh Pasal 21
a. Memahami Ketentuan PPh Pasal 21 dan Klasifikasi Objek PPh Pasal 21
Perlu dipahami dengan jelas mengenai Objek dan bukan Objek pajak PPh Pasal
21, termasuk didalmnya objek final dan tarifnya sehingga tidak akan terjadi
kesalahan dalam pemotongan.
b. Memahami Saat Terutangnya Pajak
Objek PPh Pasal 21 terdiri dari “penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,
jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau
diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri”. Istilah “diterima”
mengandung pengertian cash basis, sedangkan “diperoleh” adalah accrual
basis. Kedua istilah ini terkait dengan waktu pengakuan biaya dan pembayaran.
c. Memahami Perlakuan Akuntansi untuk PPh Pasal 21
1) PPh 21 ditanggung karyawan
2) Tunjangan PPh 21
3) PPh 21 Ditanggung pemberi kerja
d. Menentukan Benefit in Cash atau Benefit in Kind untuk Penghasilan Pegawai

Strategi efisiensi PPh Pasal 21 dan PPh Badan yang berkaitan dengan
kesejahteraan karyawan sangat bergantung pada kondisi perusahaan
a. Pemberian dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan (benefit in kind) kepada
karyawan sebaiknya diberikan oleh perusahaan dengan penghasilan kena pajak

Seminar Perpajakan 139


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

yang telah dikenakan tarif tertinggi (diatas 100 juta) dan pengenaan PPh
badannya tidak final, karena pengeluaran ini non objek pajak
b. Sedangkan bagi perusahaan yang masih menderita kerugian perlu melakukan
sebaliknya, dimana untuk mengefisiensi pembayaran PPh 21 disarankan untuk
meningkatkan pemberian kepada karyawan dalam bentuk natura dan/atau
kenikmatan (benefit in kidn) karena pemberian natura atau kenikmatan pada
perusahaan yang masih rugi akan menurunkan PPh Pasal 21, sementara PPh
Badan tetap nihil. Perusahaan harus mempertimbangkan nilai penghasilan yang
diterima/diperoleh setiap pegawainya, bila memiliki laba diatas Rp 100.000.000.
Bila ada pegawai yang tercatat memperoleh penghasilan diatas Rp
500.000.000, maka setiap tambahan penghasilannya lebih baik diberikan dalam
bentuk natura, karena tarif pajak tertinggi untuk wp pribadi adalah 30%
sedangkan tarif tertinggi PPh Badan adalah 25%
c. Perlakuan Pemberian Uang Tips yang Dicatat ke dalam Biaya Entertaiment,
Penggunaan tarif 5% untuk PPh Pasal 21 didasarkan pada asumsi bahwa
setiap orang menerima uang tips tidak lebih dari Rp 25 juta. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 5 Huruf e angka 6 dan pasal 11 Keputusan Dirjen Pajak No.
Kep-545/PJ/2000 jo. Per-15/PJ/2006 “honorarium, uang saku, hadiah atau
penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan
kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak dalam negeri, diantaranya terdiri dari
pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, computer, dan system
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi , ekonomi dan social dipotong
PPh Pasal 21 berdasarkan tarif pasal 17 UU PPh yaitu 5%”.
d. Ekualisasi Biaya yang Terkait dengan Objek PPh Pasal 21, prosedur yang perlu
ditempuh untuk melakukan ekualisasi ini adalah :
1) Mengelompokkan akun-akun yang merupakan objek PPh Pasal 21,
khususnya yang terkait dengan pegawai tetap
2) Pemberian kode khusus untuk setiap transaksi yang masih terkait dengan
objek PPh Pasal 21 dan akan dilaporkan

Seminar Perpajakan 140


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

3) Mengumpulkan seluruh objek PPh Pasal 21 yang tersebar di akun-akun


biaya/beban menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu pada setiap
akhir tahun dan menandingkannya dengan perhitungan menurut SPT
Tahunan PPh Pasal 21.

2. Strategi Perencanaan Pajak untuk Efisiensi PPh Pasal 22


a. Mempelajari dan memahami ketentuan PPh Pasal 22 serta Aturan
Pelaksanaannya secara menyeluruh
b. Bagi perusahaan yang dalam kegiatan usahanya sering melakukan impor
barang dan berkewajiban membayar PPh Pasal 22 sebagai prepaid tax
1) Pengajuan SKB dan uang tambahan, dalam praktiknya pengajuan SKB PPh
Pasal 22 ini merupakan biaya tambahan bagi oknum petugas guna
memperlancar terbitnya SKB tersebut bahkan SKB seringkali tidak dapat
diterbitkan segera bila tidak ada “uang tambahan” dan hal tersebut
merupakan tambahan biaya bagi perusahaan. Untuk dapat
membebankannya sebagai biaya dalam menghitung penghasilan bruto
rasanya agak sulit karena sulit membuat bukti tertulisnya, karena pemberian
uang tersebut dilakukan secara tunai tanpa bukti tertulis. Jika proses
pengajuan dan “uang tambahan” tersebut ternyata diketahui jumlahnya lebih
besar daripada nilai pembebasan PPh Pasal 22 yang diajukan, maka
perusahaan pengimpor lebih baik tidak mengajukan permohonan SKB.
Sebagai konsekuensinya, perusahaan harus melunasi PPh Pasal 22 yang
terutang. Meskipun demikian pada saat penghitungan PPh Badan,
perusahaan masih dapat mengkreditkan pembayaran PPh Pasal 22 tersebut
2) Bukti Pungut PPh Pasal 22 asli tapi palsu, perusahaan yang melakukan
impor barang terkadang minta bantuan pengurusan kepada pihak ketiga
yang bergerak dibidang jasa kepabeanan. Jika memang harus dilakukan,
maka perusahaan hendaknya mewaspadai PPJK yang nakal. Contoh : PT
Sakinah meminta PT Junto yang berstatus sebagai PPJK untuk melakukan
proses impor sparepart mesin motor. Pada hari Jumat (sehari sebelum libur),
PT Juncto memberikan informasi bahwa impor mesin tidak dapat diproses

Seminar Perpajakan 141


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

karena ada pembayaran pajak yang belum lunas. Selanjutnya, PT Juncto


meminta PT Sakinah untuk segera melakukan proses pembayaran, padahal
PT Sakinah dalam kondisi yang sulit untuk melakukan proses pengeluaran
uang dengan segera. Akibatnya, PT Sakinah meminta PT Juncto untuk
menanggung pajak-pajaknya terlebih dahulu dan akan melakukan
penggantian pada hari kerja berikutnya. Yang terjadi adalah PT Juncto tidak
melakukan pembayaran pajak seperti yang diminta namun tetap menerbitkan
bukti pemungutan PPh Pasal 22. Di dalam bukti pemungutan PPh Pasal 22
tersebut tercantum pihak pemungutnya adalah Kantor Pelayanan Bea Cukai
(KPBC), tercantum pula nama dan tanda tangan pejabat yang berwenang
dan stempel KPBC. Lantas, bukti pungutan ini digunakan untuk melakukan
penagihan kepada PT Sakinah melalui mekanisme reimburst.
c. Khusus untuk BUMN/BUMD yang ditunjuk sebagai Pemungut PPh Pasal 22
1) Perusahaan harus memastikan bahwa pemasok barang bersedia untuk
dipungut dan menuangkannya dalam kontrak, Surat Perintah Kerja (SPK)
atau dokumen sejenis
2) Pembelian langsung yang tidak memungkinkan menggunakan kontrak,
perusahaan harus melakukan gross up, sementara pemasok barang tidak
bersedia pajaknya dipungut PPh Pasal 22

3. Strategi Perencanaan Pajak untuk Efisiensi PPh Pasal 23


a. Memahami secara menyeluruh mengenai ketentuan yang mengatur PPh Pasal
23 dan Tarif Pemotongannya
b. Memahami saat Terutangnya Pajak
c. Melakukan pemisahan tagihan antara tagihan untuk material dan jasa,
perusahaan harus memastikan pengadaan jasa yang tertuang dalam kontrak
untuk mengatur antara tagihan material dan jasa, kecuali jasa konstruksi dan
catering, sehingga pajak hanya akan dikenakan atas pemberian jasa saja
d. Mewaspadai penagihan dari perusahaan penyedia jasa tenaga kerja, contoh :
PT Tiki menerima tagihan sebesar Rp 200.000.000 dari PT JNE dengan rincian
Rp 20.000.000 untuk jasa dan Rp 180.000.000 untuk biaya gaji yang telah

Seminar Perpajakan 142


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

dibayarkan kepada karyawan yang dipekerjakan di PT Tiki. PT Tiki harus


melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 6% dari Rp 180.000.000, bukan
Rp 20.000.000 atas tagihan tersebut. Alasannya, berdasarkan Pasal 1
Keputusan Dirjen Pajak No 170/PJ/2002 pemisahan pembayaran PPh Pasal 23
dapat dilakukan jika terdapat dua unsur didalam suatu transaksi yaitu jasa dan
material/barang. Sementara itu, angka senilai Rp 180.000.000 yang merupakan
biaya gaji dibayarkan kepada karyawan PT JNE, bukan PT Tiki sehingga
mekanisme reimbursement tidak dapat dilakukan.
e. Ekualisasi Biaya yang Terkait dengan Objek PPh Pasal 23
1) Mengumpulkan akun-akun yang merupakan objek PPh Pasal 23 khususnya
yang terkait dengan objek PPh Pasal 23 menjadi satu kelompok dengan
nama akun yang sama
2) Memberikan kode khusus atas setiap transaksi yang berhubungan dengan
objek PPh Pasal 23, jika prosedur di atas tidak dapat ditempuh secara
maksimal.
3) Mengumpulkan seluruh objek PPh Pasal 23 yang tersebar di akun-akun
biaya/beban menurut buku besar dikumpulkan menjadi satu dan ditandingkan
dengan objek pajak menurut SPT Masa PPh Pasal 23, hal ini dilakukan
setiap akhir tahun. Jika masih ada selisih, maka langkah selanjutnya adalah
perusahaan harus meneliti apakah pemotongan pajak dilakukan pada saat
pengakuan prepaid expenses di neraca (aktiva) ataukah terdapat pengakuan
provisi biaya atau accrued expense didalam neraca (kewajiban) yang belum
menimbulkan kewajiban pemotongan pajak.

4. Strategi Perencanaan Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai


a. Efisiensi Pajak Keluaran
1) Memanfaatkan fasilitas PPN yang diberikan dikawasan berikat, terutama
untuk perusahaan yang berorientasi pada ekspor barang kena pajak. untuk
memperoleh fasilitas tersebut dan untuk dapat mengkreditkan pajak
masukannya, perusahaan harus menjadi Pengusaha di Kawasan Berikat.
2) Menerbitkan faktur pajak keluaran

Seminar Perpajakan 143


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

3) Memastikan penerbitan faktur pajak sudah sesuai ketentuan baik dari segi
waktu maupun validitasnya
4) Jika karakteristik penjualan produk merupakan potensi yang akan
menimbulkan piutang usaha yang akan dilunasi lebih dari satu bulan,
perusahaan dapat menerbitkan faktur pajak keluaran pada akhir bulan
berikutnya setelah bulan penyerahan, sehingga pelunasan PPN Keluaran
dapat ditunda
5) Jika karakteristik penjualan produk merupakan potensi yang akan
menimbulkan piutang usaha yang akan dilunasi kurang dari satu bulan,
perusahaan dapat menerbitkan faktur pajak keluaran pada saat menerbitkan
faktur komersial, sehingga proses ekualisasi antara omzet penjualan menurut
PPh Badan dengan penyerahan menurut SPT Masa PPN lebih mudah
dilakukan
6) Bagi penyerahan yang didasarkan pada metode presentase penyelesaian,
seperti jasa assistensi, audit atau konstruksi, perusahaan dapat menerbitkan
faktur pajak pada saat pembayaran termin diterima.
7) Memastikan faktur pajak yang cacat tetap disimpan secara baik , karena
perusahaan biasanya langsung mencetak nomor seri faktur pajak secara
berurutan pada saat dibuat, sehingga pada saat pemeriksa pajak melakukan
sampling test dalam bentuk pengurutan nomor seri faktur pajak keluaran,
penemuan nomor yang tidak urut dapat langsung di klarifikasi
b. Efisiensi Pajak Masukan
1) Memastikan faktur pajak standar yang diterima dari pemasok tidak cacat
2) Memintakan faktur pajak masukan dengan segera agar dapat dikreditkan
dengan pajak keluaran pada saat pelaporan SPT Masa PPN
3) Melakukan transaksi dengan pemasok yang telah dikukuhkan sebagai PKP
agar seluruh pajak masukannya dapat dikreditkan dan tanggung jawab
renteng dapat dihindari
4) PPN yang dipungut oleh pemasok disetorkan dan dilaporkan sesuai dengan
ketentuan perpajakan yang berlaku harus dituangkan dalam surat
perjanjian, bila tidak maka sanksi dapat dikenakan terhadap pemasok yang

Seminar Perpajakan 144


Universitas Pamulang Akuntansi S-1

melanggarnya. Hal tersebut perlu dilakukan, karena pada saat dilakukan


pemeriksaan, pemeriksa pajak selalu melakukan konfirmasi atas setiap
PPN yang telah dipungut. Konfirmasi dilakukan pada KPP tempat pemasok
tersebut terdaftar. Bila jawaban konfirmasi negatif, pemeriksa pajak tidak
dapat mengakui pengkreditan yang telah dilakukan oleh PKP yang tengah
diperiksa.

C. LATIHAN SOAL
1. Susunlah sebuah makalah mengenai strategi penerapan tax planning dan
analisislah menurut pendapat saudara
2. Makalah yang telah disusun harus dipresentasikan dikelas

D. DAFTAR PUSTAKA
Pemerintah Indonesia. 2008. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan. Lembaran Negara RI Tahun 2008. Sekretariat Negara. Jakarta.

Pemerintah Indonesia. 2009. Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai. Lembaran Negara RI Tahun 2009. Sekretariat Negara.
Jakarta.

Seminar Perpajakan 145

Anda mungkin juga menyukai