Anda di halaman 1dari 11

Universitas Pamulang Akuntansi S-1

PERTEMUAN KE-2
TEORI PERPAJAKAN

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pertemuan ini, mahasiswa mampu menyusun makalah
seminar tentang teori perpajakan serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
timbul dari peserta seminar atas makalah tersebut.

B. URAIAN MATERI
1. DEFINISI PAJAK
Kutipan beberapa pengertian pajak yang dikemukakan para ahli lainnya
adalah sebagai berikut:
a. Dalam bukunya Essay in Taxation yang diterbitkan di Amerika, Prof. Edwin R. A.
Seligman menyatakan bahwa “Tax is compulsory contribution from the person,
to the government to depray the expenses incurred in the common interest of
all, without reference to special benefit conferred”. Dari pengertian pajak yang
dikemukakan diatas, kita dapat melihat adanya sebuah andil seseorang dalam
hal ini adalah wajib pajak kepada Negara tanpa adanya sebuah timbal balik bagi
yang membayarnya.
b. Dalam bukunya De Over Heidsmiddelen Van Indonesia (terjemahan), Mr. Dr.
NJ. Feldmann menyatakan bahwa “pajak adalah prestasi yang dipaksakan
sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang
ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi dan semata-mata
diguankan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.
c. Dalam bukunya De Economische Betekenis Belastingen (terjemahan), Prof. Dr.
MJH. Smeett menyatakan bahwa “Pajak adalah prestasi kepada pemerintah
yang terutang melalui norma-norma umum dan yang dapat dipaksakannya,
tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual,
dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah”.
d. Dalam disertasinya yang berjudul “Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong, Dr.
Soeparman Soemahamidjaja menyatakan bahwa “pajak adalah iuran berupa

Seminar Perpajakan 10
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma


hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif
dalam mencapai kesejahteraan umum”. Dari pendapat tersebut, tidak terlihat
adanya istilah “dipaksakan”, hal tersebut dikarenakan pajak bertitik tolak pada
istilah “iuran wajib”.
e. Dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan (1990:5),
Prof. Dr. Rochmat. Soemitro, S. H menyatakan bahwa “pajak iuran kepada kas
Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak
mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan
digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang


melekat pada pengertian pajak adalah sebagai berikut:
a. Undang-undang serta peraturan pelaksanaannya merupakan dasar dari
dipungutnya pajak dan sifatnya memaksa.
b. Setelah seseorang membayar pajak, maka ia tidak akan mendapat timbal balik
langsung atas pembayarannya tersebut
c. Yang melakukan pemungutan pajak adalah pemerintah daerah atau pemerintah
pusat, tergantung pada jenis pajaknya
d. Pajak ditujukan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
e. Pajak juga dapat digunakan dalam rangka mengatur masalah lain selain budget,
misalnya sosial dan ekonomi

2. FUNGSI PAJAK
Khususnya sebagai sumber pembiayaan dan pembangunan negara, pajak
mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
diantaranya :
a. Fungsi Penerimaan (budgeter)
Pajak memiliki fungsi menyediakan sumber dana yang akan digunakan dalam
rangka pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
b. Fungsi Mengatur (regulator)

Seminar Perpajakan 11
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

Pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan


baik di bidang sosial maupun ekonomi. Misalnya pengenaan cukai rokok
dengan tujuan untuk membatasi konsumsi rokok karena dianggap
membahayakan kesehatan
c. Fungsi Stabilitas
Melalui dana yang diperoleh dari sumber perpajakan, maka fungsi ini
berhubungan dengan kebijakan untuk menjaga stabilitas harga dengan harapan
laju inflasi dapat dikendalikan.
d. Fungsi Redistribusi
Unsur pemerataan dan keadilan dalam masyarakat yang ditekankan dalam
fungsi ini. Hal tersebut dapat terlihat dari pengenaan pajak dengan
menggunakan tarif berlapis dimana semakin besar penghasilan yang diterima
sesorang, semakin tinggi tarif yang dikenakan kepadanya.
e. Fungsi Demokrasi
Fungsi ini dikaitkan dengan budaya gotong royong atas hasil penerimaan pajak
yang akan digunakan untuk pembangunan negara.

3. JENIS-JENIS PAJAK
Secara umum berdasarkan siapa yang mengelolanya, pajak yang berlaku di
Indonesia dapat dibedakan menjadi Pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat
atau Pusat dan pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah atau Pajak Daerah.
Pajak-pajak pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi:
a. Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
tentang Pajak Penghasilan adalah “pajak yang dikenakan kepada orang pribadi
atau badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun
Pajak”. Yang dimaksud dengan penghasilan menurut Pasal 4 Undang-Undang
Pajak Penghasilan adalah “setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
berasal baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat digunakan
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam

Seminar Perpajakan 12
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

bentuk apapun”. Dengan demikian, maka penghasilan yang dimaksud diatas


dapat berupa keuntungan usaha, gaji, honorarium, hadiah, dan lain sebagainya.
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Menurut Sukardji (2000), Pajak Pertambahan Nilai merupakan “pengenaan
pajak atas pengeluaran untuk konsumsi baik yang dilakukan perseorangan
maupun badan baik badan swasta maupun badan pemerintah dalam bentuk
belanja barang atau jasa yang dibebankan pada anggaran belanja negara”.
Pada prinsipnya, setiap barang dan jasa yang ada merupakan Barang Kena
Pajak dan Jasa Kena Pajak, kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang PPN.
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Terdapat beberapa jenis barang kena pajak yang termasuk ke dalam kriteria
barang-barang mewah, maka atas barang-barang tersebut selain dikenakan
PPN, juga akan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
PPnBM akan selalu dikenakan bersamaan dengan pengenaan PPN, oleh
karena itu Undang-Undang yang mengaturnyapun sama yaitu Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2009. Didalam Undang-Undang tersebut diatur bahwa “yang
dimaksud dengan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah adalah (1)
bbarang yang bukan kebutuhan pokok, (2) barang yang dikonsumsi untuk
menunjukkan status, (3) barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu, dan
(4) barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan
tinggi”.
d. Bea Materai
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea
Materai, bea Materai adalah “dokumen yang dibebankan oleh negara untuk
dokumen tertentu, seperti surat perjanjian, akta notaris, serta kuitansi
pembayaran, surat berharga, dan efek, yang menyebutkan jumlah penerimaan
uang, yang menyatakan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam
rekening bank, yang menyebutkan tentang saldo rekening bank, dan pengakuan
utang uang yang sebagian atau seluruhnya telah dilunasi”.

Seminar Perpajakan 13
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

e. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)


Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, Pajak Bumi
dan Bangunan adalah “pajak negara yang dikenakan terhadap bumi dan/atau
bangunan”. Awalnya, PBB merupakan Pajak yang dikelola oleh pemerintah
pusat, namun demikian hampir seluruh realisasi penerimaan PBB diserahkan
kepada Pemerintah Daerah baik provinsi maupun Kabupaten/Kota.
Pajak-pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini oleh
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yaitu: PPh, PPN, PPnBM, PBB, dan Bea Materai.
Sedangkan pajak Pemerintah Pusat yang dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai (DJBC) adalah Pajak Bea dan Cukai. Pajak-pajak yang dipungut oleh
Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota antara lain meliputi:
a. Pajak Provinsi
1) Pajak Kendaraan Bermotor;
2) Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor;
3) Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor;
4) Pajak Air Permukaan; dan
5) Pajak Rokok.
b. Pajak Kabupaten/Kota
1) Pajak Hotel;
2) Pajak Restoran;
3) Pajak Hiburan;
4) Pajak Reklame;
5) Pajak Penerangan Jalan;
6) Pajak Mineral Bukan Logan dan Batuan;
7) Pajak Parkir
8) Pajak Air Tanah;
9) Pajak Sarang Burung Walet;
10) Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan
11) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

Seminar Perpajakan 14
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

4. PERBEDAAN PAJAK DENGAN JENIS PUNGUTAN LAINNYA


Selain pajak, pemerintah melakukan jenis pungutan lain sebagai berikut:
a. Retribusi
Retribusi pada umumnya memiliki hubungan langsung dengan
pengembalian prestasi karena pembayaran tersebut dimaksudkan hanya untuk
memperoleh suatu timbal balik dari pemerintah, misalnya pembayaran uang
kuliah, karcis masuk terminal, kartu langganan, parkir kendaraan, retribusi
pasar, rekening listrik, rekening telepon, dsb. Pungutan retribusi di Indonesia
berlandaskan pada Undang-Undang nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Dalam pasal 1 angka 26 Undang-Undang
tersebut menyebutkan bahwa “retribusi daerah, yang selanjutnya disebut
retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas ajsa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan”.
Dalam pemungutannya, retribusi tidak dapat dipungut secara borongan
melainkan retribusi dipungut dengan mengggunakan Surat Ketetapan Retribusi
Daerah atau dokumen yang dipersamakan. Perbedaan retribusi daerah dan
pajak daerah dapat digambarkan sebagai berikut :

Sumber : www.online-pajak.com
b. Sumbangan
Pemahaman mengenai sumbangan tidak boleh disamakan dengan
retribusi. Dalam retribusi, dapat ditunjuk seseorang yang menikmati timbal balik
Seminar Perpajakan 15
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

dari pemerintah, sedangkan pada sumbangan, seseorang yang mendapat


mendapatkan timbal balik atas pemberian sumbangan tidak dapat ditunjuk,
tetapi ada golongan tertentu yang dapat menikmati timbal baliknya. Sebagai
contoh, misalnya sumbangan bencana alam.

5. KEDUDUKAN HUKUM PAJAK


Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S. H., Hukum Pajak mempunyai
kedudukan di antar hukum-hukum sebagai berikut:
a. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu
lainnya.
b. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya.
Hukum ini dapat dirinci kembali sebagai berikut:
1) Hukum Tata Negara
2) Hukum Tata Usaha (Hukum Administratif)
3) Hukum Pajak
4) Hukum Pidana

Maka, kedudukan pajak merupakan bagian dari hukum public. Dalam


mempelajari bidang hukum, berlaku apa yang disebut Lex Specialis derogate Lex
Generalis, yang artinya peraturan khusus lebih diutamakan dari pada peraturan
umum atau jika ada sesuatu yang belum atau tidak diatur dalam peraturan khusus
maka akan berlaku ketentuan yang diatur dalam peraturan umum. Dalam hal ini,
peraturan khusus adalah hukum pajak itu sendiri, sedangkan peraturan umum
adalah hukum public atau hukum lain yang sudah ada sebelumnya.
Undang-Undang perpajakan menganut sebuah ideologi yang dinamakan
imperative, yakni implementasi yang tidak dapat ditunda. Misalnya dalam hal
pengujian keberatan, sebelum Direktur Jenderal Pajak memutuskan bahwa
keberatan diterima, Wajib Pajak yang mengajukan keberatan terlebih dahulu
membayar pajak sejumlah yang telah ditetapkan. Tidak seperti hukum pidana yang
mengadopsi pemahaman oportunistik, yaitu implementasinya dapat ditunda
setelah keputusan lain.

Seminar Perpajakan 16
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

HUKUM PAJAK FORMIL DAN MATERIL


Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiskus) selaku
pemungut pajak dengan Wajib Pajak. Apabila memperhatikan materinya, hukum
pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Hukum pajak materiil, didalamnya berisi norma-norma yang menjelaskan
tentang suatu keadaan, perbuatan, objek pajak atau peristiwa hukum yang
dikenakan pajak, subjek pajak atau siapa yang dikenakan pajak, tarif pajak atau
berapa besar pajak yang dikenakan, segala sesuatu yang menyangkut timbul
dan hapusnya utang pajak, serta hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib
Pajak. Undang Undang Pajak Penghasilan merupakan contoh hukum pajak
materiil
b. Hukum pajak formal, didalamnya terdapat langkah-langkah untuk mewujudkan
apa yang ada didalam hukum pajak materiil. Hukum pajak formal ini memuat
antara lain:
1) Cara-cara menetapkan utang pajak;
2) hak-hak yang dimiliki oleh fiskus dalam rangka mengawasi keadaan,
perbuatan dan suatu peristiwa yang dapat menimbulkan utang pajak;
3) kewajiban-kewajiban wajib pajak seperti penyelenggaraan pembukuan
/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak dalam mengajukan keberatan dan
banding.

Di Indonesia hukum pajak formal diatur dalam Undang-Undang Nomor 28


Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

6. TEORI PEMUNGUTAN PAJAK


Menurut Mardiasmo (2016:5), teori yang mendukung fiskus dalam
melakukan pemungutan pajak antara lain:
a. Teori Asuransi
Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda dan hak-hak rakyatnya. Oleh
karena itu, rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi

Seminar Perpajakan 17
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan. Dalam teori ini, pajak


diibaratkan sama dengan sebuah kewajiban pembayaran premi asuransi,
dimana masyarakat membayar premi guna melindungi dirinya di masa
mendatang
b. Teori Kepentingan
Menurut teori ini, pajak dipungut atas dasar kepentingan yang dimiliki oleh
masing-masing warga negara, termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa
dan harta. Semakin kompleks tingkat kepentingan perlindungan dibutuhkan oleh
seseorang, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayarkan.
c. Teori Daya Pikul
Beban Pajak yang dibayar harus disesuaikan dengan daya pikul masing-masing
orang. Untuk mengukur daya pikul dapat digunakan dua pendekatan: (1) Unsur
objektif, dilihat dari besarnya penghasilan dan kekayaan yang dimiliki
seseorang, (2) Unsur subjektif, dengan memperhatikan besarnya kebutuha
materiil yang harus dipenuhi.
d. Teori Bakti
Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan
negaranya. Sebagai warga Negara yang berbakti, rakyat harus selalu
menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.
e. Teori Asas Daya Beli
Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya, memungut
pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah
tangga Negara. Selanjutnya Negara akan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan
demikian, kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan”.

7. ASAS PEMUNGUTAN PAJAK


Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang
mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain: Menurut Adam Smith
dalam bukunya Wealth of Nation dengan ajaran yang terkenal “The Four Maxim”,
asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut:

Seminar Perpajakan 18
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

a. Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan):


pemungutan pajak yang dilakukan oleh Negara harus sesuai dengan
kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak
diksriminatif terhadap wajib pajak.
b. Asas Certainty (asas kepastian hukum) : semua pungutan pajak harus
didasarkan pada Undang Undang, sehingga bagi yang melanggar akan dikenai
sanksi hukum.
c. Asas Convenience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau
asas kesenangan) : pemungutan pajak dilakukan pada saat yang tepat bagi
wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya di saat wajib pajak baru menerima
penghasilannya atau di saat wajib pajak menerima hadiah.
d. Asas Efficiency (asas efisien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak
diusahakan seminimal mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak
lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

C. LATIHAN SOAL
1. Susunlah sebuah Makalah mengenai teori perpajakan serta implikasinya di
lapangan, lalu analisislah menurut pendapat saudara
2. Makalah yang telah disusun harus dipresentasikan dikelas

D. DAFTAR PUSTAKA
Adriani. 2014. Teori Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

Burton, B, Ilyas. 2013. Hukum Pajak. Edisi 6.Jakarta: Salemba Empat.

Diana dan Djajadiningrat. 2013. Konsep Dasar Perpajakan.Bandung: Refika Adiatama

Monica, Dian Anggraeni 2010. Pengaruh Pemanfaatan Fasilitas Perpajakan Sunset


Policy Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Universitas Diponogoro.

Nowak, Norman. 2004. Tax Administration. Jakarta: Salemba

Empat, Nurmantu,Safri. 2010. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit.

Mardiasmo. 2016. Perpajakan Edisi Revisi Tahun 2016. Yogyakarta: Andi.

Seminar Perpajakan 19
Universitas Pamulang Akuntansi S-1

Pandimagan. 2014. Administrasi Perpajakan. Jakarta: Erlangga.

Pemerintah Indonesia. 2008. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak
Penghasilan. Lembaran Negara RI Tahun 2008. Sekretariat Negara. Jakarta.

Pemerintah Indonesia. 2009. Undang Undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Pajak
Pertambahan Nilai. Lembaran Negara RI Tahun 2009. Sekretariat Negara.
Jakarta.

Pemerintah Indonesia. 1985. Undang Undang Nomor 13 Tahun 1985 Tentang Bea
Materai. Lembaran Negara RI Tahun 1985. Sekretariat Negara. Jakarta.

Pemerintah Indonesia. 2009. Undang Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah. Lembaran Negara RI Tahun 2009. Sekretariat
Negara. Jakarta.

Pohan, Chairil Anwar. 2014. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Rahayu, Siti Kurnia. 2010. Perpajakan Indonesia, konsep dan Aspek Formal,
Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rantung, Tatiana. 2009. Dampak Program Sunset Policy Terhadap Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kemauan Membayar Pajak. Universitas Kristen Satya
Wacana.

Resmi, Siti. 2013. Perpajakan: Teori dan Kasus. Edisi 7. Jakarta: Salemba Empat.

Resmi,Siti. 2009. Perpajakan. Jakarta: Salemba Empat.

Rochmat Soemitro. 1990. Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan.


Bandung: Eresco.

Seminar Perpajakan 20

Anda mungkin juga menyukai