Anda di halaman 1dari 28

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Perpajakan
a. Pengertian Perpajakan

Menurut beberapa definisi mengenai definisi pajak, diantaranya

menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH dalam bukunya Rahmat Hidayat

Lubis (2018:1) dijelaskan bahwa,Pajak adalah iuran rakyat kepada kas

Negara berdsarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada

mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan

yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

Definisi pajak menurut S.I. Djajadiningrat dalam bukunya Rahmat

Hidayat Lubis (2018:2) Pajak adalah sebagai suatu kewajiban

menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu

keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu,

tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan

pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari

Negara secara langsung untuk memelihara kesejahteraan secara umum.

Definisi pajak menurut Dr. N.J. Feldmann mdalam bukunya Rahmat

Hidayat Lubis (2018:2) mengemukakan bahwa pajak adalah prestasi yang

di paksakan sepihak oleh dan terhutang kepada penguasa (menurut norma-

norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan

semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.

10 FE Universitas MH. Thamrin


11

b. Fungsi Pajak

Ada dua fungsi pajak ,yang lazim dikenal dalam system perpajakan

Indonesia,dalam bukunya Paojan Mas’ud Sutanto (2014:2) dijelaskan

sebagai berikut :

1. Fungsi Anggaran (Budgeter)

Fungsi anggaran menjelaskan bahwa pajak berperan penting dalam

mengendalikan anggaran,baik APBN maupun APBD sebagai sumber

pendanaan bagi pemerintah dalam membiayai pembangunan

nasional.

2. Fungsi Mengatur (Reguler)

Fungsi mengatur menjelaskan bahwa pajak berperan sebagai alat

untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam

bidang sosial dan ekonomi.

c. Jenis Pajak

Menurut Diaz Priantara (2012:6) Dalam berbagai literature ilmu

keuangan Negara dan pengantar ilmu hukum pajak terdapat perbedaan atau

penggolongan pajak serta jenis-jenis pajak. Perbedaan pembagian atau

penggolongan tersebut disarkan pada suatu kriteria,seperti siapa yang

membayar pajak, apakah beban pajak dapat dilimpahkan kepada pihak

lain, siapa yang memungut, serta sifat-sifat yang melekat pada pajak yang

FE Universitas MH.
Thamrin
12

bersangkutan.Berikut ini adalah pembagian jenis pajak berdasarkan kriteria

diatas :

1. Menurut Golongan

a. Pajak Langsung adalah pajak yang pembebanannya langsung kepada

WP yang berkewajiban membayar pajaknya. Ini artinya WP yang

bersangkutan yang harus memikul beban pajak dan beban pajak ini

tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Contoh : pajak Penghasilan

(PPh).

b. Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang pembebanannya dapat

dialihkan kepada pihak lain. Contoh Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

dan Pajak Penjualan Barang Mewah . Pajak ini dipungut oleh WP

(Pengusaha Kena Pajak) terlebih dahulu dan yang memikul beban

pajak adalah pengusaha jasa atau barang yang dihasilkan oleh WP

tersebut.

2. Menurut Sifat

a. Pajak Subjektif adalah pajak yang waktu pengenaanya yang pertma

diperhatikan adalah subjek pajaknya. Setelah subjeknya diketahui

barulah menentukan objeknya,contoh WP adalah PPh.

b. Pajak Objektif adalah pajak yang pada waktu pengenaanya yang

pertama di perhatikan adalah objeknys, setelah objeknya diketahui

barulah menentukan subjeknya, contohnya adalah PPN dan Pajak

Bumi Bangunan (PBB).

FE Universitas MH.
Thamrin
13

3. Menurut Lembaga Institusi Pemungutan

a. Pajak Pusat adalah pajak yang di administrasikan pemerintah pusat

dalam hal ini adalah kementerian keuangan yakni Direktorat Jenderal

Pajak, misalnya adalah PPh dan PPN.

b. Pajak Daerah adalah pajak yang di administrasikan oleh Pemerintah

Daerah. Pajak Daerah dibedakan antara Pajak Provinsi dan Pajak

Kabupaten/Kota. Pajak Provinsi terdiri dari empat macam pajak

yakni : Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor, Pajak Bahan Bakar dan Pajak Pengambilan dan

Pemanfaatan Air di bawah Tanah dan Air Permukaan. Sedangkan

Pajak Kabupaten/kota terdiri dari Pajak Hotel, Pajak Hiburan, Pajak

Reklame, Pajak Penerangan Jalan, Pajak Pengambilan dan

Pengolahan Bahan Golongan C.

c. Sistem Pemungutan Pajak

Dalam modul pelatihan pajak terapan Brevet A & B (2015:9-

10).Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi :

1. Official Assessment System

Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak

yang terutang.

FE Universitas MH.
Thamrin
14

2. Self Assessment System

Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi

wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak

untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan

melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

3. Witholding system

Adalah suatu system pemungutan pajak yang memberi wewenang

kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya

pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

2 . Pajak Penghasilan ( PPh)

a. Pengertian Pajak Penghasilan

Menurut Rahmat Hidayat Lubis (2018:83) di definisikan bahwa Pajak

Penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas

penghasilan yang diterima atau di perolehnya dalam suatu tahun pajak.

Menurut Undang-undang No 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

pada pasal 4 ayat (1),yang menjadi objek pajak adalah penghasilan,

Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima

atau diperoleh wajib pajak yang baik yang berasal dari Indonesia maupun

dari luar indonesia, yang dapat di pakai untuk konsumsi atau untuk

menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan

dalam bentuk apapun.

FE Universitas MH.
Thamrin
15

b. Subjek Pajak Penghasilan

Dalam bukunya Diaz Priantara (2012:173-174) PPh merupakan jenis

pajak subjektif, dimana dalam pengenaan pajaknya harus dilihat terlebih

dahulu subjeknya baru kemudian melihat objeknya. Pemahaman ini

penting karena menurut UU PPh tidak semua orang atau badan yang

berkedudukan di Indonesia dikenakan pajak walaupun menerima atau

memperoleh penhasilan yang merupakan objek pajak.

UU PPh mengatur pengenaan PPh terhadap subjek pajak berkenaan dengan

penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak

tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan.

Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam undang-

undang ini disebut WP. WP dikenal pajak atas penghasilan yang diterima atau

di perolehnya selama satu tahun pajak dapat pula dikenai pajak untuk

penghasilan dalam bagian tahun pajak abila kewajiban pajak subjektifnya

dimulai atau berakhir dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan “tahun

pajak” dalam undang-undang ini adalah tahun kalender, tetapi WP dapat

menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender, sepanjang

tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12(dua belas) bulan :

1. Orang Pribadi

Orang pribadi sebagai Subjek Pajak dapat bertempat tinggal atau berada

di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Ini berarti pengunaan PPh

didasarkan atas penerimaan atau perolehan penghasilan dari Indonesia

FE Universitas MH.
Thamrin
16

oleh siapapun yang berada, bertempat tinggal, berlokasi dimanapun baik

Indonesia ataupun di luar Indonesia.

2. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak

Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan Subjek

pajak pengganti menggunakan NPWP dari WP orang pribadi yang

meninggalkan warisan tersebut.

3. Badan

Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan

kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha

yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan

lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah (BUMN/D) dengan

nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pension,

persekutuan,perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social

politik,atau organisasi yang sejenis, lembaga, Bentuk Usaha Tetap (BUT)

dan bentuk badan lainnya, termasuk perusahaan reksadana baik yang

berbentuk perseroan terbatas maupun bentuk lainnya.

4. BUT

Suatu BUT mengandung pengertian atau konsep adanya suatu tempat

usaha (place of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan

gedung termasuk juga mesin-mesin dan peralatan. Tempat usaha tersebut

bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau

FE Universitas MH.
Thamrin
17

melakukan kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau

badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

c. Tidak Termasuk Subjek Pajak

Dalam bukunya Prof. Dr. Mardiasmo (2011:158-159) yang tidak

termasuk subjek pajak adalah:

1. Kantor perwakilan Negara asing.

2. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari

Negara asing, dan orang-orang yang di perbantukan kepada mereka

yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka,

dengan syarat :

- Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima

atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.

- Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

3. Organisasi Internasional, dengan syarat :

- Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.

- Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh

penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada

pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.

4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat :

- Bukan warga Negara Indonesia.

- Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk

memperoleh penghasilan di Indonesia.

FE Universitas MH.
Thamrin
18

d. Objek Pajak Penghasilan

Dalam bukunya Prof. Dr. Mardiasmo (2011:159-160) yang menjadi

objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan

ekonomisyang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal

dari Indonesia maupun dari luar indonesia, yang dapat dipakai untuk

konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang

bersangkutan, dengan nama dalam bentuk apapun, termasuk :

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa

yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,

honorarium, komisi, bonus, gratifikasi,uang pensiun, atau imbalan

dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.

2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.

3. Laba usaha

4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta

termasuk :

a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,

persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau

penyertaan modal.

b. Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,

sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutua, dan

badan lainnya.

FE Universitas MH.
Thamrin
19

c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,

pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi

dengan nama dan dalam bentuk apapun.

d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau

sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah

dalam garis keturunan lurus atau satu derajat dan badan

keagamaan, badan pendidikan, badan social, termasuk yayasan,

koperasi,atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan

kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan perarturan

Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,

pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak

yang bersangkutan.

e. Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau

seluruh hak permodalan dalam perusahaan pertambangan.

5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibenbankan

sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak.

6. Bunga termasuk premium diskonto, dan imbalan karena jaminan

pengembalian utang.

7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapubn, termasuk dividen

dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa

hasil usaha koperasi.

FE Universitas MH.
Thamrin
20

8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

9. Sewa dan Penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

3. Pajak Penghasilan 21

a. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21

Menurut Rahmat Hidayat Lubis (2018:206) definisi Pajak Penghasilan

Pasal 21 adalah pajak yang dipotong oleh pihak lain,atas penghasilan

berupa gaji, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan

dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan

yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.

Sedangkan menurut Undang-undang PER-16/PJ/2016 Pajak Penghasilan

Pasal 21 (PPh 21) adalah Pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,

honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam

bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan

kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri,

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan.

4 . Perhitungan PPh 21

Perhitungan yaitu perbuatan atau cara memperhtungkan atau juga

suatu petimbangan mengenai sesuatu, biasanya perhitungan ini berkaitan

dengan angka angka.

FE Universitas MH.
Thamrin
21

Perhitungan pph 21 adalah memperhitungkan pajak penghasilan

pegawai suatu perusahaan yang memiliki perhitungan/PTKP sebagai

berikut:

Tabel 2.1.

Tarif PTKP

PTKP

LAKI-LAKI/PEREMPU

AN LAJANG  

TK/0 Rp. 54.000.000

TK/1 Rp. 58.500.000

TK/2 Rp. 63.000.000

TK/3 Rp. 67.500.000

PTKP LAKI-LAKI

KAWIN  

K/0 Rp. 58.500.000

K/1 Rp. 63.000.000

K/2 Rp. 67.500.000

K/3 Rp. 72.000.000

Sumber;undang-undang no 36 2008

Keterangan:

TK: Tidak Kawin

FE Universitas MH.
Thamrin
22

K : Kawin

5. Pemotongan PPh Pasal 21

a. Pengertian Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21

Menurut bukunya Prof. Dr. Mardiasmo (2011:188) Pemotong PPh pasal

21 dan/atau PPh pasal 26 adalah wajib pajak orang pribadi atau wajib

pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap, yang mempunyai kewajiban

untuk melakukan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan

Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan orang Pribadi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 21 Dan Pasal 26 Undang-undang Pajak Penghasilan.

Definisi Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 menurut Undang-

Undang PER-16/PJ/2016 Pasal 2 ayat (1), meliputi :

a. Pemberi kerja yang terdiri dari :

1. Orang pribadi

2. Badan

3. Cabang, perwakilan, atau unit dalam hal yang melakukan

sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan

pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran

lain adalah cabang, perwakilan , atau unit tersebut.

b. Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau

pemegang kas pada PemerintahPusat termasuk institusi TNI/POLRI,

Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-

FE Universitas MH.
Thamrin
23

lembaga Negara lainnya, dan kedutaan besar Republik Indonesia di

luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium,

tunjangan,dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk

apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan

kegiatan.

c. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja, dan

badan-badan lain yang membayar uang pesiun secara berkala dan

tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.

d. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas

serta badan yang membayar:

1. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan

sehubungan dengan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi

dengan status subjek pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga

ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan

atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.

2. Honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan

sehubungan denga jasa yang dilakukanoleh orang pribadi dengan

subjek pajak luar negeri.

3. Honorarium, komisi, fee, atau imbalan kepada peserta pendidikan

dan pelatihan, serta pegawai magang.

e. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang

bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta

lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar

FE Universitas MH.
Thamrin
24

honorariuim, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada

Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.

b. Pemotong PPh Pasal 21 yang tidak termasuk

Menurut Undang-Undang PER-16/PJ/2016 Pasal 2 ayat (2), sebagai

berikut:

1. Kantor perwakilan Negara asing.

2. Organisasi-organisasi Internasional sebagaimana dimaksud dalam

Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penetapan

organisasi-organisasi Internasional yang tidak termasuk Subjek Pajak

Penghasilan.

3. Organisasi-organisasi internasional yang ketentuan pajak

penghasilannya didasarkan pada ketentuan perjanjian internasional

dan dalam perjanjian internasional tersebuut mengecualikan

kewajiban pemotongan pajak, serta organisasi-organisasi dimaksud

telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

4. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha

atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang

pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan

bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

c. Penghasilan yang di potong PPh Pasal 21

Undang-Undang PER-16/PJ/2016,dijelaskan sebagai berikut :

FE Universitas MH.
Thamrin
25

1. Penghasilan yang dierima atau di peroleh pegawai tetap, baik berupa

penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.

2. Penghasilan yang di terima atau diperoleh penerima pensiun secara

teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.

3. Penghasilan berupa uang p;esangon, uang manfaat pensiun,

tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus,

yang pembayarannya melewati janga waktu 2 (tahun) sejak pegawai

berhenti bekerja.

4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah

harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang

dibayarkan secara bulanan.

5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium,

komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nma dan dalam bentuk

apapunsebagai imbalan sehubuhngan jasa yang dilakukan.

6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang

representasi, uang rapat, horarium, hadiah atau penghargaan dengan

nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenisdengan nama

apapun.

7. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak

teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau

dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada

perusahaan yang sama.

FE Universitas MH.
Thamrin
26

8. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, atau

imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh

mantan pegawai.

9. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program

pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun

yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

d. Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21

Penghasilan yang tidak dipotong menurut Undamg-Undang

PER-16/PJ/2016 pasal 8 ayat (1) dijelaskan sebagai berikut,:

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi

sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,

asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuryansi beasiswa.

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk

apapun yang diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah,kecuali

penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2).

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang

pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan, iuran tunjangan

hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara

tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan social tenaga

kerja yang diabayar oleh pemberi kerja.

4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau

lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah,

FE Universitas MH.
Thamrin
27

atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk

agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi

yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan

oleh pemerintah, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,

pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan diantara pihak-pihak yang

bersangkutan.

5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf l

undang-undang pajak penghasilan.

e. Tarif Pemotongan PPh pasal 21

Adapun tarif pajak yang digunakan sebagai dasar menghitung PPh 21,

yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak Orang

Pribadi dalam negeri menurut Undang-Undang No.36 Tahun 2008 adalah

sebagai berikut :

FE Universitas MH.
Thamrin
28

Tabel 2.2.

Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) 5%

(lima persen)

di atas Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan 15%

Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) (lima belas

persen)

di atas Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai 25%

dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) (dua puluh

lima

persen)

di atas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) 30%

(tiga puluh

persen)

Sumber: Undang-Undang No.36 Tahun 2008

5. Pengertian Penyetoran PPh

a. Pengertian Setoran Pajak PPh

Menurut Undang-Undang No.16 tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan

Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat (14) yang berbunyi “Surat Setoran Pajak

adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan

dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas

Negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri keuangan”.

FE Universitas MH.
Thamrin
29

6. Pengertian Pelaporan PPh pasal 21

a. Pengertian Pelaporan PPh pasal 21

Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan

Umum Dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat (11),

“Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk

melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau

bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan”.

b. Tata Cara Penyampaian

Dalam SPT terdapat Tata cara penyampaian SPT tersebut

berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

PER-14/PJ/2013 Tentang bentuk, isi, Tata cara pengisian, dan

penyampaian surat pemberitahuan masa pajak penghasila pasal 21

dan/atau pasal 26 pada pasal 6, SPT Masa PPh Pasal 21 dapat

disampaikan oleh pemotong dengan cara:

1) Langsung ke KPP atau KP2KP.

2) Melalui pos dengan bukti pengiriman surat ke KPP.

3) Melalui perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan

bukti pengiriman surat ke KPP.

4) E-Filing yang tata cara penyampaiannya diatur dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

FE Universitas MH.
Thamrin
30

SPT Masa PPh Pasal 21 yang disampaikan oleh pemotong

meliputi SPT Masa PPh Pasal 21 yang berbentuk:

1) formulir kertas (hard copy).

2) E-SPT yang disampaikan dalam media elektronik.

c. Pengisian SPT

Dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009

Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Pasal 3 ayat

(1) tentang pengisian SPT

“Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan

benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan

menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah,

dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat

Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau

tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak”.

Yang dimaksud dengan benar, lengkap, dan jelas dalam

mengisi SPT adalah:

1) Benar adalah benar dalam perhitungan, termasuk benar

dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan, dalam penulisan, dan sesuai

dengan keadaan yang sebenarnya.

FE Universitas MH.
Thamrin
31

B. Penelitian Terdahulu

Kegunaan penelitian terdahulu adalah untuk mengetahui hasil yang

telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, agar bisa dijadikan pedoman atau

dasar untuk penelitian ini. Adapun hasil penelitian terdahulu adalah

sebagai berikut.

1. Evi margoretty Silalahi, Lucky Nugroho, Lawe Anasta (2018)

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu oleh evi margoretty silalahi,

lucky nugroho, lawe anasta dari Universitas Mercu Buana dengan

penelitian yang berjudul “ Analisa Mekanisme Penghitungan,

Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21

pada PT. Bina Swadaya Konsultan Tahun 2016” disimpulkan bahwa

setelah melihat data-data dan keterangan yang diperoleh dari PT.Bina

Swadaya Konsultan yang telah diuraikan dan dibahas pada bab-bab

sebelumnya, maka dapat disimpulkan dalam Perhitungan dan

Pemotongan PPh pasal 21 atas gaji karyawan belum sesuai dengan

ketentuan Peraturan Perpajakan yang berlaku yaitu Undang-undang

No.36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

2. Kyky Rizky Zuana, Iwan Sidharta (2014)

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu oleh kyky risky zuana, iwan

sidharta dari STMIK Mardira Indonesia Bandung dengan penelitian

yang berjudul “ Sistem Informasi Pemotongan PPh 21 Atas Gaji

Karyawan PT. Rajawali Tehnik” disimpulkan bahwa system informasi

dan aplikasi sudah cukup baik, user yang menggunakan setiap system

Universitas MH. Thamrin


32

dan aplikasi sudah mampu mempelajarinya. Sehingga keberadaan

system informasi ini dapat membantu mencapai tujuan yang diharapkan

di suatu perusahaan.

Aplikasi perhitungan pajak pph 21 bantuan Visual Basic 2005 yang

dimaksudkan agar seluruh dokumen dapat tersimpan dengan baik

disebuah tempat penyimpanan (data store) dan dapat terbebas dari

kesalahan klerikal karena komputer mampu bekerja dengan kontinitas

yang tinggi sehingga dalam pembuatan laporan disajikan informasi

yang akurat, relevan, cepat dan lengkap.

3. Amelia Muaya (2016)

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu oleh Amelia muaya dari

Universitas Sam Ratulangi Manado dengan penelitian yang berjudul

“Analisi Perhitungan, Penetapan dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal

21 pada Yayasan Perguruan Tinggio Katolik Keuskupan Manado”

disimpulkan bahwa setelah melakukan penelitian, dapat diambil

kesimpulan sebagai berkut :

- Perhitungan dan Penetapan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi

pegawai tetap yang telah memiliki NPWP telah sesuai dengan

Undang-undang Perpajakan No.36 Tahuhn 2008 Tentang Pajak

Penghasilan.

- Perhitungan dan Penetapan Pajak Pengahsilan Pasal 21 bagi

pegawai tidak tetap telah sesuai dengan Undang-Undang

Perpajakan yang berlaku.

Universitas MH. Thamrin


33

- Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Bulanan tidak sesuai

dengan Undang-Undang Perpajakan namun pelaporan tahunan

telah dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang

berlaku.

4. Meyliza Dalughu (2015)

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh meyliza

dalughu dari Universitas Sam Ratulangi Manado yang berjudul

“Analisis Perhitungan dan Pemotongan PPh pasal 21 pada Karyawan

PT. BPR Primaesa Sejahtera Manado” disimpulkan bahwa setelah

melihat data-data dan keterangan yang diperoleh dari PT. BPR

Primaesa Sejahtera Manadao yang ttelah diuraikan dan dibahas pada

bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan dalam Perhitungan dan

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 telah sesuai dengan ketentuan

peraturan Perpajakan yang berlaku yanitu Undang-undang No.36

Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan.

C. Kerangka Teoritis

1. Hubungan Antara Penerapan Perhitungan Dengan Ketentuan Umum

Perpajakan (KUP)

Hubungan penerapan perhitungan dengan ketentuan

perpajakan yang ada di Indonesia. Data yang diambil oleh penulis

yaitu penggajian dari setiap karyawan yang bekerja pada

perusahaan tersebut. Penulis menganalisis seberapa besar bruto,

Universitas MH. Thamrin


34

dan penghasilan lainnya yang sudah diberikan perusahann kepada

pegawainya apakah sudah sesuai dengan Ketentuan Umum

Perpajakan. Adapun tarif penghasilan kena pajak (PKP) tarif

tersebut ada di pasal 17 untuk Pajak Penghasilan Pasal 21. Lapisan

Penghasilan kena pajak tariff sampai dengan Rp.50.000.000

dikenakan tariff 5%, diatas Rp.50.000.000 sampai dengan

Rp.250.000.000 dikenakan tarif 15%, diatas Rp.250.000.000

sampai dengan Rp.500.000.000 dikenakan tarif 25 %, dan untuk

diatas Rp.500.000.000 dikenakan tarif 30%.. Dengan adanya tariff

tersebut kita bisa mengetahui apakah perusahaan tersebut sudah

patuh dan mengetahui tentang tata cara perpajakan.

2. Hubungan Antara Penerapan Penyetoran Dengan Ketentuan Umum

Perpajakan (KUP)

Di dalam Ketentuan Umum Perpajakan Penerapan Penyetoran

dilakukan dengan menggunakan SSP atau Surat Setoran Pajak,

menggunakan SSP sebagai bukti pembayaran atau penyetoran

oleh WP dengan menggunakan Formulir atau membayar ke

tempat pembayaran yang sudah ditunjuk oleh menteri

keuangan. Menurut PER-38/PJ.2009 yang telah beberapa kali

mengalami perubahan terakhir dengan Peraturan Direktorat

Jenderal Pajak Nomor PER-22/PJ2017 formulir SSP atau

Formulir surat setoran pajak biasanya dibuat dalam 4 (empat)

Universitas MH. Thamrin


35

rangkap yaitu untuk digunakan oleh: lembar ke 1 untuk arsip

wajib pajak, lembar ke 2 untuk Kantor Pelayanan

Perbendaharaan Negara (KPPN), lembar ke 3 untuk dilaporkan

oleh wajib pajak ke Kantor Pelayanan Pajak, lembar ke 4

untuk arsip Kantor Penerimaan Pembayaran.

3. Hubungan Penerapan Pelaporan Dengan ketentuan Umum

Perpajakan (KUP)

Hubungan antara Penerapan Pelaporan dengan ketentuan

perpajakan yaitu dengan menganalisi dari Perusahaan

kapan iya melakukan penyampaian SPT, menggunakan

melakukan penyampaian SPT, dan bagaimana cara

pengisian SPT. Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal

Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Tentang Teknis Tata Cara

Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan

Pasal 21 dalam pasal 22 ayat (4) menjelaskan bahwa,

pemotong PPh Pasal 21 wajib melaporkan PPh Pasal 21

yang terutang setiap untuk setiap bulan kalender. Jika sudah

sesuai dan mengikuti penerapan sesuai dengan Ketentuan

Perpajakan atau KUP dapat menghindari Perusahaan dari

sanksi atau denda yang berkaitan dengan Perpajakan.

Universitas MH. Thamrin


36

D. Kerangka Konsep

Berdasarkan penelitian ini maka kerangka pemikiran teoritis yang diajukan

penulis adalah : Penerapan Perhitungan, Pemotongan, Penyetoran, dan

Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21). Model penelitian yang

dibangun ini diharapkan mampu menjelaskan baik secara teoritis maupun

pendekatan hasil-hasil dari penelitian terdahulu. Sehingga kerangka

pemikiran teoritis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

KUP

PPh 21

Analisis Penerapan Analisis Penerapan Analisis Penerapan

Perhitungan PT. ABC Penyetoran PT. ABC Pelaporan PT. ABC

E. Hipotesis

Muri Yusuf (2014: 130), dalam bukunya menjelaskan bahwa

secara harfiah hipotesis dapat diartikan sebagaisesuatu pernyataan yang

belum merupakan suatu tesis: suatu kesimpulan sementara: suatu

pendapat yang belum final, karena masih harus dibuktikan kebenarannya.

Universitas MH. Thamrin


37

Hipotesis adalah suatu dugaan sementara suatu tesis sementara yang

harus dibuktikan kebenarannya melalui penyelidikan ilmiah. Hipotesis

dapat juga dikatakan kesimpulan sementara merupakan suatu konstruk

(construct) yang masih perlu dibuktikan suatu kesimpulan yang belum

teruji kebenarannya.

Hipotesis adalah proporsi yang dirumuskan dengan maksud untuk

di uji secara empiris. Proporsi merupakan ungkapan atau pernyataan

yang dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenarannya mengenai

konsep atau konstruksi yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-

fenomena. Penellitian ini tanpa menggunakan hipotesis yang dirumuskan

secara ketat, dimana dalam penelitian ini tidak menggunakan hipotesis

untuk diuji secara statistik.

Universitas MH. Thamrin

Anda mungkin juga menyukai