Tugas Menmut B - Nadiah Putri Shafira - 2020001155
Tugas Menmut B - Nadiah Putri Shafira - 2020001155
MANAJEMEN MUTU
“Implementasi Manajemen Mutu dan Risiko Terpadu untuk
Meningkatkan Daya Saing Perusahaan Sediaan Farmasi”
Disusun Oleh :
Manajemen Mutu B
Industri farmasi merupakan salah satu industri berbasis riset yang produknya
diatur secara ketat khususnya dalam hal mutu produk yang dihasilkan. Secara
berkesinambungan industri farmasi juga memerlukan inovasi, organisasi dan sistem
pemasaran yang efektif, serta promosi yang bersifat memberikan edukasi kepada
konsumen. Industri farmasi memiliki persyaratan khusus dalam manajemen mutu
produknya yaitu harus memenuhi aturan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
atau dikenal dengan Current Good Manufacturing Practice (cGMP). Penerapan
sistem manajemen mutu ini ditujukan untuk menghasilkan obat yang berkualitas.
Sesuai dengan Keputusan Menkes No 43/Menkes/SK/11/1988 tentang cara CPOB
mengatur tentang penjaminan mutu obat yang dihasilkan industri famasi di seluruh
aspek melalui serangkaian kegiatan produksi. Sehingga obat jadi yang dihasilkan
memenuhi persyaratan mutu dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Terkait
dengan peraturan tersebut, industri farmasi harus bisa memenuhi setiap aspek dalam
CPOB. Aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam CPOB antara lain: Sistem Mutu,
Personalia, Bangunan dan Sarana Penunjang, Peralatan, Sanitasi dan Higiene,
Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri dan Audit Mutu, Penanganan Keluhan
Terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian, Dokumentasi,
Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak, Kualifikasi dan Validasi. Tujuannya
agar perusahaan (industri farmasi) ingin menghasilkan produk yang benar-benar
memenuhi persyaratan yang ditentukan dan sesuai dengan tujuan penggunaan.
Aspek-aspek CPOB yang diaplikasikan pada industri farmasi pada prinsipnya
memiliki kesamaan dengan aspek pada sistem manajemen mutu yang diterapkan di
industri lain seperti pada sistem manajemen mutu ISO 9000. Artinya perusahaan
farmasi di Indonesia telah menerapkan sistem manajemen mutu dengan memenuhi
aspek aspek yang terdapat dalam CPOB. Penerapan manajemen mutu ini pada
akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kinerja perusahaan baik secara operasional
dan bisnis. Dengan demikian dapat dihipotesakan bahwa perusahaan farmasi yang
telah menerapkan CPOB seharusnya memiliki sistem manajemen mutu yang baik.
ISI
1. Kepuasan Pelanggan
Kebutuhan pelangganan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek
termasuk di dalam harga, keamanan, dan ketepatan waktu. Kualitas yang
dihasilkan suatu perusahaan sama dengan nilai yang diberikan dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup para pelangan. Semakin tinggi nilai yang
diberikan, maka semakin besar pula kepuasan pelanggan.
2. Respek Terhadap Setiap Orang
Setiap karyawan dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan
kreativitas yang khas. Dengan demikian, karyawan merupakan sumberdaya
organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu, setiap orang dalam organisasi
diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan
berpartisipasi dalam tim pengambilan keputusan.
3. Manajemen Berdasarkan Fakta
Setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan
(feeling). Ada dua konsep pokok yang berkaitan dengan hal ini. Pertama,
prioritas, yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada
semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumberdaya
yang ada. Kedua, variasi atau variabilitas kinerja manusia. Data statistic dapat
memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang
wajar pada setiap system organisasi.
4. Perbaikan Berkesinambungan
Setiap perusahaan perlu melakukan proses sistematis dalam melaksanakan
perbaikan secara perkesinambungan agar dapat sukses. Konsep yang berlaku
di sini adalah siklus PDCAA, yang terdiri dari Langkah-langkkah
perencanaan dan melakukan tindakan kreatif terhadap hasil yang diperoleh.
B. Manajemen Risiko
Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian dan pengkajian risiko terhadap mutu suatu produk. Hal ini
dapat diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif. Manajemen risiko mutu
hendaklah memastikan bahwa:
a. Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara
ilmiah, pengalaman dengan proses dan pada akhirnya terkait pada
perlindungan pasien;
b. Tingkat usaha, formalitas dan dokumentasi dari proses manajemen risiko mutu
sepadan dengan tingkat risiko.
(Kepala BPOM, 2012).
Dalam mewujudkan pelaksanaan sistem Cara Pembuatan Obat yang Baik
(CPOB) diperlukan pula aspek lainnya sehingga industri farmasi dapat membuat obat
sedemikian rupa agar sesuai dengan tujuan penggunaannya, yaitu:
- Personalia
Sumber daya manusia sangat penting dalam pembentukan dan penerapan
sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang benar. Oleh
sebab itu industri farmasi bertanggung jawab untuk menyediakan personil yang
terkualifikasi dalam jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.
Tiap personil hendaklah memahami tanggung jawab masing-masing dan dicatat.
Seluruh personil hendaklah memahami prinsip CPOB serta memperoleh pelatihan
awal dan berkesinambungan, termasuk instruksi mengenai higiene yang berkaitan
dengan pekerjaannya.
- Bangunan dan fasilitas
Untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi dan letak yang
memadai, serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan baik untuk
memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan
harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil resiko terjadi kekeliruan,
pencemaran silang dan kesalahan lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi
dan perawatan yang efektif untuk menghindarkan pencemaran silang,
penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain yang dapat menurunkan mutu
obat.
- Peralatan
Untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi yang tepat,
ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat, agar
mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk
memudahkan pembersihan serta perawatan agar dapat mencegah kontaminasi
silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak
buruk pada mutu produk.
- Sanitasi dan hygiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
aspek pembuatan obat. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, bahan
pembersih dan desinfeksi, dan segala sesuatu yang dapat merupakan sumber
pencemaran produk. Sumber pencemaran potensial hendaklah dihilangkan
melalui suatu program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
- Produksi
Dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan; dan
memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan produk
yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan
izin edar.
- Pengawasan Mutu
Merupakan bagian yang esensial dari Cara Pembuatan Obat yang Baik untuk
memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang
sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak
yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai
sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi produk jadi.
- Inspeksi diri, audit mutu dan audit persetujuan pemasok
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek
produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB.
Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam
pelaksanaan CPOB dan untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan.
Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang
kompeten dari perusahaan yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara
obyektif. Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada
situasi khusus, misalnya dalam hal terjadi penarikan kembali obat jadi atau terjadi
penolakan yang berulang. Semua saran untuk tindakan perbaikan supaya
dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri hendaklah didokumentasikan dan
dibuat program tindak lanjut yang efektif.
- Penanganan keluhan terhadap produk dan penarikan kembali produk
Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan kemungkinan
terjadi kerusakan obat harus dikaji dengan teliti sesuai dengan prosedur tertulis.
Untuk menangani semua kasus yang mendesak, hendaklah disusun suatu sistem,
bila perlu mencakup penarikan kembali produk yang diketahui atau diduga cacat
dari peredaran secara cepat dan efektif.
- Dokumentasi
Bagian dari sistem informasi manajemen dan dokumentasi yang baik
merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Dokumentasi yang jelas
adalah fundamental untuk memastikan bahwa tiap personil menerima uraian
tugas yang relevan secara jelas dan rinci sehingga memperkecil risiko terjadi
salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya mengandalkan
komunikasi lisan. Spesifikasi, Dokumen Produksi Induk/Formula Pembuatan,
prosedur, metode dan instruksi, laporan dan catatan harus bebas dari kekeliruan
dan tersedia secara tertulis. Keterbacaan dokumen adalah sangat penting.
- Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak
Dibuat secara benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindarkan
kesalahpahaman yang dapat menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu
yang tidak memuaskan. Kontrak tertulis antara Pemberi Kontrak dan Penerima
Kontrak harus dibuat secara jelas yang menentukan tanggung jawab dan
kewajiban masing-masing pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas
prosedur pelulusan tiap bets produk untuk diedarkan yang menjadi tanggung
jawab penuh kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).
- Kualifikasi dan Validasi
CPOB mensyaratkan industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang
perlu dilakukan sebagai bukti pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan
yang dilakukan. Perubahan signifikan terhadap fasilitas, peralatan danproses
yang dapat memengaruhi mutu produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan
kajian risiko hendaklah digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan
cakupan validasi.
(Kepala BPOM, 2012).
C. Industri Farmasi
Persaingan di industri farmasi yang semakin ketat mendorong setiap perusahaan
farmasi untuk menghasilkan obat yang bermutu, yaitu obat yang memenuhi
persyaratan dalam dokumen izin edar, tidak menimbulkan resiko yang dapat
membahayakan pengguna dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Mutu dari
produk obat tersebut mutlak untuk dijaga demi meningkatkan kepuasan pelanggan
(Sari et all., 2015). Dalam persaingan di industri farmasi yang semakin ketat setiap
perusahaan farmasi dituntut untuk dapat menghasilkan obat yang bermutu. Industri
farmasi diharuskan memproduksi obat dengan sedemikian rupa sehingga
menghasilkan produk yang bermutu yaitu produk haruslah memenuhi persyaratan
yang tercantum dalam dokumen izin edar, tidak menimbulkan resiko yang dapat
membahayakan penggunanya dan sesuai dengan tujuan penggunaannya (Sari et all.,
2015).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799 tahun 2010 tentang
Industri Farmasi menyatakan bahwa pengertian industri farmasi adalah badan usaha
yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat
atau bahan obat, disebutkan pula bahwa proses pembuatan obat dan/atau bahan obat
hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi, selain itu industri farmasi berfungsi
sebagai tempat untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan.
Untuk memperoleh izin usaha industry farmasi, diperlukan tahap persetujuan
prinsip, yang diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setelah sebelumnya mengajukan
permohonan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan. Persetujuan
Prinsip diberikan pada industry farmasi untuk dapat langsung melakukan persiapan
dan usaha pembangunan, pengadaan, pemasangan instalasi, peralatan dan lain-lain
yang diperlukan, termausk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan
perundang-undangan di bidang obat. Persetujuan prinsip tersebut selama jangka
waktu 3 tahun dan selama jangka waktu tersebut, industri farmasi yang bersangkutan
harus menyampaikan laporan informasi kemajuan pembangunan fisik setiap 6 bulan
sekali kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM) dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
Berikut merupakan persyaratan untuk mendapatkan persetujuan prinsip menurut
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799 tahun 2010, yaitu:
a. Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk/identitas direksi dan komisaris perusahaan;
c. Susunan direksi dan komisaris;
d. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi;
e. Fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah;
f. Fotokopi Surat lzin Tempat Usaha berdasarkan Undang-Undang Gangguan (HO);
g. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan;
h. Fotokopi Surat lzin Usaha Perdagangan;
i. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak;
j. Persetujuan lokasi dari pemerintah daerah provinsi;
k. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan;
l. Rencana Investasi dan kegiatan pembuatan obat;
m. Surat asli pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker
penanggung jawab produksi, apoteker penanggung Jawab pengawasan mutu, dan
apoteker penanggung jawab pemastian mutu; dan
n. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab
produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker penanggung
jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan.
Setelah melakukan tahap persetujuan prinsip, kemudian dilakukan permohonan
izin usaha industri. Diajukan pada Direktur Jenderal Kementrian Kesehatan dengan
tembusan Kepada BPOM dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat. Adapun
persyaratan yang harus dipenuhi dalam memperoleh izin pendirian industri farmasi
menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1799 tahun 2010, yaitu sebagai
berikut:
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas
b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
d. Memiliki secara tetap
e. Paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara Indonesia masing-masing
sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu; dan
f. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsun
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Fatmawati, N. 2014. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di PT Kalbe Farma, Tbk.
Kawasan Industri Delta Silicon Jl. M.H.Thamrin Blok A3-1, Lippo Cikarang, Bekasi
Periode 17 Juni-12 Juli dan 14 Agustus-30 Agustus 2013. Fakultas Farmasi, Program
Profesi Apoteker, Universitas Indonesia. Jakarta.
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor
Hk.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat
Yang Baik. 2012. Jakarta.
Sari, D. P., A. Susanty, & A. A. Wibowo. 2015. Perancangan Sistem Dokumentasi Mutu
Berdasarkan ISO9001:2008 di PT. Degepharm Semarang. Seminar Nasional IENACO.
Semarang.