MATERI
-
FARMASI
SANKSI -
ASPEK PP No. 31 Tahun 2019
MATERI
-
FARMASI
SANKSI -
Pada saat peraturan pemerintah ini mulai berlaku, semua
peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan
KETENTUAN yang mengatur mengenai JPH dan peraturan perundang-
PENUTUP undangan lain yang terkait, dinyatakan msih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
peraturan pemerintah ini.
ASPEK PP NO 32 TH 1996
JUDUL Tenaga Kesehatan
LATAR BELAKANG Pelaksanaan ketentuan UU No. 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan, dipandang perlu menetapkan PP
DASAR HUKUM Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, UU NO. 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan
KETENTUAN UMUM Tenaga Kesehatan, Sarana Kesehatan, Upaya Kesehatan, Menteri
TUJUAN Menetapkan PP tentang Tenaga Kesehatan
ISI Jenis Tenaga Kesehatan, Persyaratan, Perencanaan, Pengadaan
dan Penempatan, Standar Profesi dan Perlindungan Hukum,
Ikatan Profesi, Tenaga Kesehatan WNA, Pembinaan dan
Pengawasan, Ketentuan Pidana
SANKSI Pidana denda
KETENTUAN 1. Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang
PENUTUP berhubungan dengan tenaga kesehatan yang telah ada
dinyatakan masih tetap berlaku, jika tidak bertentangan
dan/atau belum diganti
2. PP ini berlaku sejak tanggal diundangkan
ASPEK PP No 32 Tahun 2019
JUDUL RENCANA TATA RUANG LAUT
LATAR BELAKANG 1. Wilayah laut sebagai bagian terbesar wilayahIndonesia
merupakan modal strategis nasional untukpembangunan yang
perlu direncanakan dan dikelolasecara baik dan benar
2. Pengelolaan ruang laut yang meliputiperencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, danpengendalian dilakukan untuk
melindungi sumber dayadan lingkungan serta untuk
memanfaatkan potensisumber daya atau kegiatan di wilayah
laut yang berskalanasional dan internasional
3. Untuk melaksanakan pengelolaan ruang laut
4. Rencana tata ruang laut merupakan hasil dari proses
perencanaan tata ruang laut sebagaimana diaturdalam Pasal 43
ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2Ol4 tentang
Kelautan dan sebagai komplemendari Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional;
Dasar Hukum 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
RepublikIndonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentangPengesahan
United Nations Conuention on the Lana of theSea (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentangHukum Laut
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2OO7 tentang Penataan
Ruang
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2Ol4 tentang Kelautan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional
KETENTUAN UMUM Definisi: Laut, Kelautan, Tata Ruang Laut, Struktur Ruang Laut,
Pola Ruang Laut, Rencana Tata Ruang Laut, Wilayah Perairan,
Wilayah Yurisdiksi, Wilayah Pertahanan Negara, Kawasan
Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi, Kawasan Strategis
Nasional, Kawasan Strategis Nasional Tertentu, Benda Muatan
Kapal Tenggelam, Cagar Budaya, Kawasan Antarwilayah,
Peraturan Pemanfaatan Ruang, Sentra Kelautan dan Perikanan
Terpadu, Pulau Kecil, Pulau-Pulau Kecil Terluar, Alur Laut, Alur
Pelayaran, Perikanan, Pergaraman, Wisata Bahari, Pertambangan,
Sumber Daya Kelautan, Sumber Daya Ikan, Industri Maritim,
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Nelayan Kecil, Nelayan
Tradisional, Pembudi Daya Ikan Kecil, Ruang Penghidupan,
Menteri
TUJUAN 1. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjangnasional
bidang Kelautan;
2. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional
bidang Kelautan
3. Perwujudan keterpaduan dan keserasian pembangunan serta
kepentingan lintas sektor dan lintas wilayah dalam
memanfaatkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang Laut
4. Penetapan lokasi dan fungsi ruang Laut untuk kegiatanyang
bernilai strategis nasional
5. Perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
6. Perencanaan zor,asi kawasan Laut; dan
7. Arahan dalam pemberian izin lokasi perairan dan izin
pengelolaan perairan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
serta di Laut
MATERI MUATAN/ Rencana Tata Ruang Laut Wilayah Perairan, Penetapan Kawasan
ASPEK YANG DIATUR Strategis Nasional Dan Kawasan Antar Wilayah, Rencana Tata
Ruang Laut Wilayah Yurisdiksi, Arahan Pengendalian
Pemanfaatan Ruang Laut, Ketentuan Lain-Lain, Ketentuan
Penutup
MATERI FARMASI
SANKSI
ATURAN 1. RTRL ini berlaku selama 20 (dua puluh) tahun
PERALIHAN/PENUTUP 2. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan
ASPEK PP 10/2018
JUDUL Badan Nasional Sertifikasi Profesi
1. Karena dalam mewujudkan tenaga kerja profesional yang memiliki
keterampilan, keahlian, dan kompetensi perlu peningkatan kualitas
sumber daya manusia ketenagakerjaan yang berdayasaing dan memiliki
LATAR
standar global.
BELAKANG/
2. Karena saat ini telah ditetapkan PP 23/2OO4 tentang Badan Nasional
ALASAN
Sertifikasi Profesi sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 18 ayat (5) UU
DITERBITKAN
13/2OO3 tentang Ketenagakerjaan.
3. Karena PP 23/2004 tentang Badan Nasional Sertilikasi Profesi perlu
dilakukan penyempurnaan untuk menyesuaikan kebutuhan saat ini.
1. Pasal 5 ayat (1) UUD NRI 1945
DASAR HUKUM
2. UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
Berisi definisi dari: Sertifikasi Kompetensi Kerja, Badan Nasional
KETENTUAN
Sertifikasi Profesi (BNSP), Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), Lisensi,
UMUM
Profesi, Menteri.
1. Untuk mewujudkan tenaga kerja profesional yang memiliki
keterampilan, keahlian, dan kompetensi.
2. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5) UU 13/2OO3 tentang
TUJUAN
Ketenagakerjaan.
3. Untuk menyempurnakan PP 23/2004 tentang Badan Nasional Sertilikasi
Profesi agar sesuai dengan kebutuhan saat ini.
BAB I Ketentuan Umum (Pasal 1); BAB II Pembentukan dan Tugas (Pasal
2-4); BAB III Organisasi (Bagian I: Keanggotaan (Pasal 5-7), Bagian II:
MATERI
Sekretariat (Pasal 8), Bagian III: Kelompok Kerja dan Tenaga Ahli (Pasal
MUATAN/
9)); BAB IV Pengangkatan, Pemberhentian dan Penggantian (Pasal 10-19);
ASPEK YANG
BAB V Tata Kerja (Pasal 20-21); BAB VI Pembiayaan (Pasal 22); BAB
DIATUR
VII Ketentuan Lain-Lain (Pasal 23); BAB VIII Kententuan Peralihan
(Pasal 24); BAB IX Ketentuan Penutup (Pasal 25-26); Penjelasan.
Pasal 1 Angka 5 (Pengertian Profesi), Pasal 6 dan 7 (Keanggotaan BNSP),
MATERI Pasal 10-19 (Pengangkatan, Masa Jabatan, Hak, Pemberhentian,
FARMASI Penggantian Anggota BNSP, Masa Jabatan Anggota Pengganti, Kewajiban
dan Penilaian Kinerja Anggota BNSP).
SANKSI -
1. Semua peraturan pelaksanaan dari PP 23/2OO4 tentang Badan Nasional
Sertifikasi Profesi sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
ATURAN
Pemerintah ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkarrnya peraturan
PERALIHAN/
pelaksanaan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
PENUTUP
2. PP 23/2OO4 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi dinyatakan
dicabut dan tidak berlaku.
ASPEK PP 24 TAHUN 2018
JUDUL Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
LATAR BELAKANG 1. bahwa dalam rangka percepatan dan peningkatan
penanaman modal dan berusaha, perlu menerapkan
pelayanan Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik;
2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal serta Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
AtasUndang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik;
DASAR HUKUM 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
KETENTUAN UMUM Definisi:
Penerintah pusat, pemerintahan daerah, pemerintah daerah, Perizinan
Berusaha, OSS, Pelaku Usaha, Pendaftaran, Izin Usah, Izin
Komersial atau Operasional, Komitmen, Lembaga Pengelola dan
Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut Lembaga OSS, Nomor
Induk Berusaha, Nomor Pokok Wajib Pajak, Tanda Daftar
Perusahaan, Angka Pengenal Importir, Nomor Induk Kependudukan,
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Izin Lokasi, Izin Lokasi
Perairan, Rencana Detail Tata Ruang, Izin Lingkungan, Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UpayaPemantauan Lingkungan
Hidup, Analisis Dampak Lingkungan Hidup, RencanaPengelolaan
Lingkungan Hidup, Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup, Izin
Mendirikan Bangunan, Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dokumen
Elektronik, Tanda Tangan Elektronik
TUJUAN 1. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Kekuasaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diuraikan dalam berbagai urusan pemerintahan yang
pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Urusan pemerintahansebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mencakup kewenangan pemberian PerizinanBerusaha,
fasilitas, dan/atau kemudahan untuk pelaksanaan berusaha.
MATERI MUATAN/ASPEK YG 1. Izin, standar sebelum berlakunya peraturan pemerintah, izin
DIATUR usaha dan izin komersial atau operasional setelah
berlakunya peraturan pemerintah ini
2. Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan penyelenggaraan
kewenangan pemberian Perizinan Berusaha sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang terkait.
3. Peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan peraturan
perundang-undangan yang mengatur kewenangan sektor
atau kewenangan daerah dalam Perizinan Berusaha
sepanjang tidak diatur dalam undang-undang dan tidak
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
4. Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk pemberian fasilitas dan/atau kemudahan untuk
pelaksanaan berusaha.
5. Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan kewenangan pemberian Perizinan
Berusaha.
MATERI FARMASI -
ATURAN PERALIHAN 1. Jenis, Pemohon, Penerbit Perizinan Berusaha
2. Pelaksanaan Perizinan Berusaha
3. Reformasi Perizinan Berusaha Sektor
4. Sistem OSS
5. Lembaga OSS
6. Pendanaan OSS
7. Insentif atau Disinsentif Pelaksanaan Perizinan Berusaha
melalui OSS
8. Penyelesaian permasalahan dan hambatan Perizinan
Berusaha melalui OSS dansanksi.
KETENTUAN PENUTUP Pada saaat peraturan ini mulai berlaku, PP 24 tahun 2018 tentang
pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik
mengantur mengenai undang-undang, perizinan, nomer izin,
pelayanan, dan peraturan.
ASPEK PMK NO. 7 Tahun 2020
Perubahan Atas Peraturan Mentri Kesehatan No. 51 Tahun
2014 Tentang Pemasukan Alat Kesehatan Melalui Mekanisme
JUDUL Jalur Khusus (Special Access Shceme)
1.Ketentuan pemasukan alat kesehatan melalui mekanisme
jalur khusus yang telah diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 51 Tahun 2014 tentang Pemasukan Alat
Kesehatan melalui Mekanisme Jalur Khusus (Special Access
Scheme) perlu disesuaikan dengan kebutuhan penanggulangan
LATAR BELAKANG wabah dan/atau kedaruratan kesehatan masyarakat
2. Perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Perubahan atas PMK Nomor 51 Tahun 2014 tentang
Pemasukan Alat Kesehatan melalui Mekanisme Jalur Khusus
(Special Access Scheme)
1)Pasal 17 ayat (3) UUD Tahun 1945;
2)Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3273)
3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063)
4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 128, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6236)
5) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran
DASAR HUKUM Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781)
6) Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 59)
7) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2014 tentang
Pemasukan Alat Kesehatan melalui Mekanisme Jalur Khusus
(Special Access Scheme) (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 1184)
8) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 30 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara
Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 945)
Mekanisme Jalur khusus (Special Access Shceme) yang
selanjutnya disingkat SAS, Izin SAS, Alat Kesehetan, SAS
KETENTUAN HUKUM
Donasi, SAS non donasi, Kejadian Luar Biasa yang
selanjutnya disingkat KLB, Direktur Jendral, Mentri
untuk memenuhi alat kesehatan pada keadaan tertentu perlu
mengatur pemasukan dengan menggunakan mekanisme jalur
TUJUAN
khusus tanpa mengurangi jaminan atas keamanan, mutu dan
kemanfaatan bagi pengguna;
Ruang Lingkup pengaturan meliputi kriteria, Izin SAS,
MATERI ATAU MUATAN persyaratan dan tata cara pemasukan, pengawasan, dan
ASPEK YANG DIATUR pelaporan Alat Kesehatan yang dimasukkan melalui SAS
Donasi dan SAS Non Donasi,
A. Menambahkan 1 Pasal yang terdiri dari 3 poin diantara
pasal 6 dan 7, diantaranya berbunyi (1. Alat Kesehatan yang
dimasukkan melalui SAS untuk keperluan penanggulangan
Wabah dan/atau Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dapat
beredar tanpa memiliki Izin sebagaimana dimaksud dalam
MATERI PERUBAHAN
Pasal 5 dan Pasal 6, 2) Pemasukan Alat Kesehatan
ASPEK
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan pengecualian tata niaga impor sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan, 3)Alat
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan oleh Menteri
SANKSI Sanksi administratif
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1379A/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pengelolaan dan
KETENTUAN/PERALIHA Penggunaan Obat, Alat dan Makanan Kesehatan Khusus,
N DAN PENUTUP sepanjang yang mengatur mengenai Pemasukan Alat
Kesehatan melalui SAS dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pemberlakuan PMK No. 7 Tahun 2020
*** (mengacu pada PMK No. 51 Tahun 2014)***
ASPEK PMK NO 1010 th 2008
JUDUL REGISTRASI OBAT
LATAR BELAKANG 1. Melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak
/ ALASAN memenuhi persyaratan, keamanan dan mutu
DITERBITKAN 2. Permenkes No. 949/Menkes/Per/VI/2000 perlu disederhanakan
dan disesuaikan dengan perkembangan globalisasi dan kebijakan
pemerintah
3. Perlu diatur kembali registrasi obat dengan Peraturan Menteri
Kesehatan
DASAR HUKUM Ordonansi Obat Keras (Stbl. 1949 No. 419), UU No.23 Tahun 1992,
UU No. 5 Tahun 1997, UU No.22 Tahun 1997, UU No.8 Tahun
1999, PP No.72 Tahun 1998, PP No.38 Tahun 2007, PP No.9 Tahun
2005, Permenkes No.1575/Menkes/Per/XI/2005
KETENTUAN Definisi : Izin edar, Obat, Produk Biologi, Registrasi, Obat Kontrak,
UMUM Pemberi kontrak, Penerima kontrak, Obat impor, Penandaan, Obat
palsu, Psikotropika, Narkotika, Peredaran, Produk yang dilindungi
paten, Menteri, Kepala Badan
TUJUAN 1. Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus
dilakukan registrasi untuk memperoleh Izin Edar
2. Melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak
memenuhi persyaratan, keamanan, mutu dan kemanfaatan
MATERI MUATAN / Persyaratan registrasi, Tata cara memperoleh izin edar, Pelaksanaan
ASPEK YANG izin edar, Evaluasi kembali
DIATUR
MATERI FARMASI Registrasi Obat narkotika, Registrasi obat kontrak, Registrasi obat
impor, Registrasi obat khusus ekspor, Registrasi obat yang
dilindungi paten,
SANKSI Pidana & sanksi administratif
ATURAN 1. Tetap diproses sesuai dengan Permenkes
PERALIHAN / No.949/MENKES/PER/VI/2000
PENUTUP 2. Registrasi obat jadi yang habis masa berlakunya setelah
ditetapkan peraturan ini, dapat diperpanjang paling lama 2 tahun
3. Dengan berlakunya peraturan ini, maka Permenkes
No.949/MENKES/PER/VI/2000 tentang Registrasi obat jadi dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku lagi
4. Peraturan berlaku pada tanggal ditetapkan
ASPEK PMK RI NO.007 TAHUN 2012
JUDUL REGISTRASI OBAT TRADISIONAL
MATERI Registrasi Obat Tradisional, izin edar, persyaratan dan registrasi, tata
MUATAN / cara registrasi, evaluasi kembali,kewajiban pemegang nomor izin edar,
ASPEK YANG sanksi.
DIATUR
MATERI Registrasi Obat Tradisional, izin edar, persyaratan dan registrasi, tata
FARMASI cara registrasi, evaluasi kembali,kewajiban pemegang nomor izin
edar, sanksi.
KETENTUAN UMUM 1. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi
yang digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
2. Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan
standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi termasuk baku
pembanding.
3. Cara Distribusi Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat
CDOB adalah cara distribusi/penyaluran Obat dan/atau Bahan
Obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya.
4. Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF adalah
perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran Obat dan/atau Bahan
Obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
5. PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki
pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran Obat dan/atau Bahan Obat dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
6. Sertifikat CDOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti
bahwa PBF atau PBF Cabang telah memenuhi persyaratan
CDOB dalam mendistribusikan Obat dan/atau Bahan Obat.
7. Pemohon adalah PBF atau PBF Cabang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
8. Audit Pemenuhan Persyaratan CDOB yang selanjutnya disebut
Pemeriksaan adalah pemeriksaan secara langsung terhadap
sarana distribusi/penyaluran untuk mengetahui pemenuhan
persyaratan CDOB.
TUJUAN Bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran
sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.
MATERI MUATAN Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi
untuk manusia. Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun
tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar
dan mutu sebagai bahan baku farmasi termasuk baku pembanding.
MATERI FARMASI -
SANKSI sanksi administrative:
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan
ini dapat dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan
secara tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; dan/atau c.
pencabutan Sertifikat CDOB.
(2) PBF atau PBF Cabang dapat dikenai sanksi administratif berupa
penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, apabila PBF atau PBF Cabang memenuhi
kriteria sebagai berikut: a. telah memiliki izin PBF atau
pengakuan sebagai PBF Cabang lebih dari 12 (dua belas) bulan
dan belum mengajukan permohonan Sertifikat CDOB; b.
permohonan Sertifikat CDOB ditolak; c. telah mendapatkan
persetujuan pembaharuan izin atas perubahan nama, lokasi
dan/atau lingkup kegiatan penyaluran Obat dan/atau Bahan Obat
lebih dari 6 (enam) bulan dan belum mengajukan permohonan
perubahan Sertifikat CDOB; d. telah mendapatkan persetujuan
penambahan atau perubahan gudang lebih dari 6 (enam) bulan
dan belum mengajukan permohonan perubahan Sertifikat
CDOB; atau - 13 - e. masa berlaku Sertifikat CDOB habis dan
belum mengajukan resertifikasi CDOB.
(3) PBF atau PBF Cabang dapat dikenai sanksi administratif berupa
pencabutan Sertifikat CDOB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, apabila PBF atau PBF Cabang memenuhi kriteria
sebagai berikut: a. terjadi penyimpangan penerapan CDOB yang
mengakibatkan penyalahgunaan pendistribusian Obat dan/atau
Bahan Obat; b. dengan sengaja melakukan tindakan yang
mengakibatkan tidak terlaksanakannya CDOB; c. tidak
melakukan kegiatan pengadaan dan penyaluran selama 6 (enam)
bulan berturut-turut; dan/atau d. izin PBF atau pengakuan
sebagai PBF Cabang sudah tidak berlaku atau dicabut.
(4) Dalam hal Sertifikat CDOB dicabut sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), PBF dan PBF Cabang dilarang melakukan
kegiatan pengadaan dan penyaluran.
ATURAN PERALIHAN Pasal 23 Sertifikat CDOB yang telah diterbitkan sebelum berlakunya
Peraturan Kepala Badan ini tetap berlaku sampai dengan berakhirnya
masa berlaku Sertifikat CDOB.
KETENTUAN/PENUTUP Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Kepala Badan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia
ASPEK Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Nomor 20 Tahun 2020
JUDUL Bahan Penolong Dalam Pengolahan Pangan
LATAR BELAKANG 1. Bahwa ketentuan mengenai golongan, jenis, dan penggunaan bahan
penolong sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 28 Tahun 2019 tentang Bahan
Penolong dalam Pengolahan Pangan, perlu disesuaikan dengan
perkembangan ketentuan teknis di bidang bahan penolong pada
tingkat internasional serta perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sehingga perlu diubah;
2. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor 28 Tahun 2019 tentang Bahan Penolong
dalam PengolahanPangan;
DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor -2- 227, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan
Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor
249, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6442);
3. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 180);
4. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26 Tahun
2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
1745);
5. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun
2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 784) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 29 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun 2018 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 1274);
6. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 28 Tahun
2019 tentang Bahan Penolong dalam Pengolahan Pangan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1213);
KETENTUAN UMUM Peraturan badan pengawas obat dan makanan tentang perubahan atas
peraturan badan pengawas obat dan makanan nomor 28 tahun 2019
tentang bahan penolong dalam pengolahan pangan.
TUJUAN Melindungi masayarakat dari obat maupun makanan yang berbahaya
dan sejenisnya.
MATERI MUATAN Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 28 Tahun 2019 tentang Bahan Penolong dalam
Pengolahan Pangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019
Nomor 1213), diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan ayat (1) Pasal 4 diubah, sehingga Pasal 4berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Golongan Bahan Penolong sebagaimana dimaksuddalam Pasal 3
huruf a meliputi:
a. bahan pemucat, pencuci, dan/atau pengelupaskulit;
b. bahan penjernih, penyaring, adsorben, dan/ataupenghilang
warna;
c. bahan tambahan untuk air pada ketel uap;
d. enzim;
e. flokulan (flocculating agent);
f. katalis;
g. nutrisi untuk mikroba;
h. pengontrol pertumbuhan mikroorganisme;
i. penjerap enzim;
j. resin penukar ion;
k. Bahan Penolong lainnya;
l. bahan antibuih;
m. bahan kontak pendingin dan pembeku;
n. bahan desikan dan antikempal;
o. bahan pelumas dan antilengket; dan
p. pelarut pengekstrak.
(2) Golongan Bahan Penolong sebagaimana dimaksudpada ayat (1)
memuat jenis Bahan Penolong.
2. Di antara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 5 (lima) pasalyakni
Pasal 15A, Pasal 15B, Pasal 15C, Pasal 15D, danPasal 15E
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15A
Penggunaan Bahan Penolong golongan bahan antibuih sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf l yang diizinkan digunakan
dalam proses pengolahan Pangan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Badan ini.
Pasal 15B
Penggunaan Bahan Penolong golongan bahan kontak pendingin dan
pembeku sebagaimana dimaksud dalamPasal 4 ayat (1) huruf m yang
diizinkan digunakan dalamproses pengolahan Pangan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Pasal 15C
Penggunaan Bahan Penolong golongan bahan desikan dan antikempal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf n yang diizinkan
digunakan dalam proses pengolahan Pangan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Pasal 15D
Penggunaan Bahan Penolong golongan bahan pelumas dan antilengket
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf o yang diizinkan
digunakan dalam proses pengolahan Pangan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Pasal 15E
Penggunaan Bahan Penolong golongan pelarut pengekstrak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf p yang diizinkan
digunakan dalam proses pengolahan Pangan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Pasal II
1. Bahan Penolong dan Pangan yang menggunakan Bahan
Penolong yang telah memiliki persetujuan pendaftaran sebelum
Peraturan Badan ini mulai berlaku, harus menyesuaikan dengan
ketentuan dalam Peraturan Badan ini paling lama 12 (dua belas)
bulan terhitung sejak Peraturan Badan ini diundangkan.
2. Peraturan Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
MATERI FARMASI -
SANKSI -
ATURAN PERALIHAN Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor
28 Tahun 2019 Tentang Bahan Penolong Dalam Pengolahan Pangan
KETENTUAN / PENUTUP -