Anda di halaman 1dari 37

HIRARKI

PP NO. 20 THN 1962


PP NO. 19 THN 2005
PP NO. 31 THN 2019
PP NO. 32 THN 1996
PP NO. 32 THN 2019
PP NO. 23 THN 2004 JO 10 THN 2018
PP NO. 24 THN 2018
PMK NO. 1190 THN 2010 JO 7 THN 2020
PMK NO. 1010 THN 2008
PMK NO. 007 THN 2012
PMK NO. 1176 THN 2010
PERATURAN PRESIDEN NO. 16 THN 2018
PMK NO. 1190 THN 2010 JO 26 THN 2018
PKaBPOM NO. 24 THN 2017
PKaBPOM NO. 25 THN 2017
PKaBPOM NO. 20 THN 2020
PKaBPOM NO. 15 THN 2019
ASPEK PP NOMOR 20 TAHUN 1962

JUDUL LAFAL SUMPAH /JANJI APOTEKER

LATAR BELAKANG Perlu menetapkan lafal sumpah/ janji apoteker

DASAR HUKUM Pasal 5 ayat 2 UU Dasar, pasal 10 ayat (3) UU No.9


tahun 1960
KETENTUAN HUKUM PP tentang lafal sumpah / janji apoteker

TUJUAN Menetapkan lafal sumpah/ janji apoteker

ISI 1. Saya akan membaktikan hidup saya guna


kepentingan perikemanusiaan, terutama
dalam bidang kesehatan ;
2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang
saya ketahui karena pekerjaan saya dan
keilmuan saya sebagai apoteker;
3. Sekalipun diancam , saya tidak akan
mempergunakan pengetahuan kefarmasian
saya untuk sesuatu yang bertentangan
dengan hukum perikemanusiaan;
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian;
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya
akan berithiar dengan sungguh-sungguh
supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan
Keagamaan , Kebangsaan, Kesukuan,
Politik, Kepartaian atau Kedudukan Sosial;
6. Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengan
sungguh – sungguh dan dengan penuh
keinsyafan.
SANKSI -

KETENTUAN PERALIHAN / PENUTUP -


ASPEK PP NO. 19 TAHUN 2005

Standar Nasional Pendidikan


JUDUL

LATAR Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 35 ayat 4, Pasal 36 ayat 4,


BELAKANG / Pasal 37 ayat 3, Pasal 42 ayat 3, Pasal 43 ayat 2, Pasal 59 ayat 3, Pasal 60
ALASAN ayat 4, dan Pasal 61 ayat 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
DITERBITKAN Sistem Pendidikan Nasional

1. Pasal 5 ayat 2 UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945


DASAR HUKUM 2. UU RI No. 20 tahun 2003 (Lembaran Negara tahun 2003 No. 78
Tambahan lembaran Negara No. 4301).
Pengertian: standar nasional pendidikan, pendidikan formal, pendidikan
nonformal, standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar
pendidik, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan, standar penilaian, biaya operasi satuan pendidikan, kurikulum,
KETENTUAN
kerangka dasar kurikulum, kurikulum satuan tingkat pendidikan, peserta
UMUM
didik, penilaian, evaluasi pendidikan, ualangan, ujian, akreditasi, badan
standar nasional pendidikan, departemen, lembaga penjaminan mutu
pendidikan, badan akreditasi nasional sekolah/madrasah, badan akreditasi
pendidikan non formal, badan akreditasi nasional perguruan tinggi, menteri.
Sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pendidikan
TUJUAN
dalam rangka mewujudkan pendidikan nasioanl yang bermutu.
- Standar isi
- Standar proses
- Standar kompetensi lulusan
- Standar pendidik dan tenaga kependidikan
- Standar sarana dan prasarana
MATERI - Standar pengelolaan
MUATAN/ASPEK - Standar pembiayaan
YANG DIATUR - Standar penilaian pendidikan
- Badan standar nasional pendidikan (BSNP)
- Evaluasi
- Akreditasi
- Sertifikasi
- Penjaminan mutu

MATERI
-
FARMASI

SANKSI -
ASPEK PP No. 31 Tahun 2019

TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL


JUDUL
Bahwa untuk melakseake ketentuan pasal 11, pasai 16, Pasal 2l
LATAR ayat (s), pasat 44 ayat (3), pasat 46 ayat (3), pasal 47 ayat (4),
BELAKANG / Pasal 52, dd pasal 67 ayat (3) Undang-Undang Nomor 33 Tahun
ALASAN 2O14 tentang jaminan produk halal, perlu menetapkkan peraturan
DITERBITKAN pemerintah tentang peraturan pelaksanaan Undang- Undang
Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan Produk halal:

TUJUAN Perusahaan wajib memiliki sertifikat Halal

3. Pasal 5 ayat 2 UUD Negara Republik Indonesia tahun


1945
4. UU RI No. 33 tahun 2014 tentang jaminan produk halal
DASAR HUKUM
(lembaran negara repoblik Indonesia tahun 2014 nomor
295, tambahan lembaran negara repoblik Indonesia
Nomor 5604)
 Jaminan Produk Halal, yang selanjutnya disingkat JPH adalah
kepastian hukum terhadap kehalalan suatu Produk yang
dibuktikan dengan sertifikat Halal
 Produk adalah barang dan atau/ jasa yang terkait dengan
makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi,
produk biologi, produk rekayasa ginetik, serta barang
gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh
masyarakat.
 Produk halal adalah produk yang telah dinyatakan halal
KETENTUAN sesuai dengan syariat islam.
UMUM
 Produk halal, yang selanjutnya disingkat pph adalah
rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk
cangkupan penyediaan bahan, pendistribusian ,
penjualan, dan penyajian produk.
 Serifikat halal adalah pengakuuan kehalalan suatu produk
yang dikeluarkan pleh badan penyelanggara jaminan
produk halal berdasarkan fatwa halal tertulis yang
dikeluarkan oleh majelis Ulama Indinesia.

MATERI Dalam rangka pemberian pelayanan publik, pemerintah


MUATAN/ASPEK bertanggung jawab dalam menyelengarakan JPH, yang
YANG DIATUR pelaksanaanya dilakukan oleh BPJPH dan bekerja sama,
antara lain dengan kementrian yang menyelengarakan urusan
urusan pemerintah dibidang perindustrian, perdagangan,
Kesehatan, pertanian, koperasi dan usaha kecil dan menegah,
luar negri, dan Lembaga pemerintah non kementrian atau
Lembaga nonstruktural yang melaksanakan tugas pemerintah
dibidang pengawasan obat dan makanan, standarrisasi dan
penilaian kesesuaia, dan akreditasi serta LPH dan MUI.
Ketentuan yang mengenai kerja sama internasional dalam
bidang JPH, dalam bentuk pengembangan, JPH, penilaian
kesesuaian, dan atau pengakuan sertifikat Halal.

MATERI
-
FARMASI

SANKSI -
Pada saat peraturan pemerintah ini mulai berlaku, semua
peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan
KETENTUAN yang mengatur mengenai JPH dan peraturan perundang-
PENUTUP undangan lain yang terkait, dinyatakan msih tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam
peraturan pemerintah ini.
ASPEK PP NO 32 TH 1996
JUDUL Tenaga Kesehatan
LATAR BELAKANG Pelaksanaan ketentuan UU No. 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan, dipandang perlu menetapkan PP
DASAR HUKUM Pasal 5 ayat (2) UUD 1945, UU NO. 23 Tahun 1992 Tentang
Kesehatan
KETENTUAN UMUM Tenaga Kesehatan, Sarana Kesehatan, Upaya Kesehatan, Menteri
TUJUAN Menetapkan PP tentang Tenaga Kesehatan
ISI Jenis Tenaga Kesehatan, Persyaratan, Perencanaan, Pengadaan
dan Penempatan, Standar Profesi dan Perlindungan Hukum,
Ikatan Profesi, Tenaga Kesehatan WNA, Pembinaan dan
Pengawasan, Ketentuan Pidana
SANKSI Pidana denda
KETENTUAN 1. Semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang
PENUTUP berhubungan dengan tenaga kesehatan yang telah ada
dinyatakan masih tetap berlaku, jika tidak bertentangan
dan/atau belum diganti
2. PP ini berlaku sejak tanggal diundangkan
ASPEK PP No 32 Tahun 2019
JUDUL RENCANA TATA RUANG LAUT
LATAR BELAKANG 1. Wilayah laut sebagai bagian terbesar wilayahIndonesia
merupakan modal strategis nasional untukpembangunan yang
perlu direncanakan dan dikelolasecara baik dan benar
2. Pengelolaan ruang laut yang meliputiperencanaan,
pemanfaatan, pengawasan, danpengendalian dilakukan untuk
melindungi sumber dayadan lingkungan serta untuk
memanfaatkan potensisumber daya atau kegiatan di wilayah
laut yang berskalanasional dan internasional
3. Untuk melaksanakan pengelolaan ruang laut
4. Rencana tata ruang laut merupakan hasil dari proses
perencanaan tata ruang laut sebagaimana diaturdalam Pasal 43
ayat (2) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2Ol4 tentang
Kelautan dan sebagai komplemendari Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional;
Dasar Hukum 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
RepublikIndonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentangPengesahan
United Nations Conuention on the Lana of theSea (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentangHukum Laut
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2OO7 tentang Penataan
Ruang
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2Ol4 tentang Kelautan
5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional
KETENTUAN UMUM Definisi: Laut, Kelautan, Tata Ruang Laut, Struktur Ruang Laut,
Pola Ruang Laut, Rencana Tata Ruang Laut, Wilayah Perairan,
Wilayah Yurisdiksi, Wilayah Pertahanan Negara, Kawasan
Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi, Kawasan Strategis
Nasional, Kawasan Strategis Nasional Tertentu, Benda Muatan
Kapal Tenggelam, Cagar Budaya, Kawasan Antarwilayah,
Peraturan Pemanfaatan Ruang, Sentra Kelautan dan Perikanan
Terpadu, Pulau Kecil, Pulau-Pulau Kecil Terluar, Alur Laut, Alur
Pelayaran, Perikanan, Pergaraman, Wisata Bahari, Pertambangan,
Sumber Daya Kelautan, Sumber Daya Ikan, Industri Maritim,
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Nelayan Kecil, Nelayan
Tradisional, Pembudi Daya Ikan Kecil, Ruang Penghidupan,
Menteri
TUJUAN 1. Penyusunan rencana pembangunan jangka panjangnasional
bidang Kelautan;
2. Penyusunan rencana pembangunan jangka menengah nasional
bidang Kelautan
3. Perwujudan keterpaduan dan keserasian pembangunan serta
kepentingan lintas sektor dan lintas wilayah dalam
memanfaatkan dan mengendalikan pemanfaatan ruang Laut
4. Penetapan lokasi dan fungsi ruang Laut untuk kegiatanyang
bernilai strategis nasional
5. Perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
6. Perencanaan zor,asi kawasan Laut; dan
7. Arahan dalam pemberian izin lokasi perairan dan izin
pengelolaan perairan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
serta di Laut
MATERI MUATAN/ Rencana Tata Ruang Laut Wilayah Perairan, Penetapan Kawasan
ASPEK YANG DIATUR Strategis Nasional Dan Kawasan Antar Wilayah, Rencana Tata
Ruang Laut Wilayah Yurisdiksi, Arahan Pengendalian
Pemanfaatan Ruang Laut, Ketentuan Lain-Lain, Ketentuan
Penutup
MATERI FARMASI
SANKSI
ATURAN 1. RTRL ini berlaku selama 20 (dua puluh) tahun
PERALIHAN/PENUTUP 2. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan
ASPEK PP 10/2018
JUDUL Badan Nasional Sertifikasi Profesi
1. Karena dalam mewujudkan tenaga kerja profesional yang memiliki
keterampilan, keahlian, dan kompetensi perlu peningkatan kualitas
sumber daya manusia ketenagakerjaan yang berdayasaing dan memiliki
LATAR
standar global.
BELAKANG/
2. Karena saat ini telah ditetapkan PP 23/2OO4 tentang Badan Nasional
ALASAN
Sertifikasi Profesi sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 18 ayat (5) UU
DITERBITKAN
13/2OO3 tentang Ketenagakerjaan.
3. Karena PP 23/2004 tentang Badan Nasional Sertilikasi Profesi perlu
dilakukan penyempurnaan untuk menyesuaikan kebutuhan saat ini.
1. Pasal 5 ayat (1) UUD NRI 1945
DASAR HUKUM
2. UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan
Berisi definisi dari: Sertifikasi Kompetensi Kerja, Badan Nasional
KETENTUAN
Sertifikasi Profesi (BNSP), Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP), Lisensi,
UMUM
Profesi, Menteri.
1. Untuk mewujudkan tenaga kerja profesional yang memiliki
keterampilan, keahlian, dan kompetensi.
2. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 18 ayat (5) UU 13/2OO3 tentang
TUJUAN
Ketenagakerjaan.
3. Untuk menyempurnakan PP 23/2004 tentang Badan Nasional Sertilikasi
Profesi agar sesuai dengan kebutuhan saat ini.

BAB I Ketentuan Umum (Pasal 1); BAB II Pembentukan dan Tugas (Pasal
2-4); BAB III Organisasi (Bagian I: Keanggotaan (Pasal 5-7), Bagian II:
MATERI
Sekretariat (Pasal 8), Bagian III: Kelompok Kerja dan Tenaga Ahli (Pasal
MUATAN/
9)); BAB IV Pengangkatan, Pemberhentian dan Penggantian (Pasal 10-19);
ASPEK YANG
BAB V Tata Kerja (Pasal 20-21); BAB VI Pembiayaan (Pasal 22); BAB
DIATUR
VII Ketentuan Lain-Lain (Pasal 23); BAB VIII Kententuan Peralihan
(Pasal 24); BAB IX Ketentuan Penutup (Pasal 25-26); Penjelasan.
Pasal 1 Angka 5 (Pengertian Profesi), Pasal 6 dan 7 (Keanggotaan BNSP),
MATERI Pasal 10-19 (Pengangkatan, Masa Jabatan, Hak, Pemberhentian,
FARMASI Penggantian Anggota BNSP, Masa Jabatan Anggota Pengganti, Kewajiban
dan Penilaian Kinerja Anggota BNSP).
SANKSI -
1. Semua peraturan pelaksanaan dari PP 23/2OO4 tentang Badan Nasional
Sertifikasi Profesi sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan
ATURAN
Pemerintah ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkarrnya peraturan
PERALIHAN/
pelaksanaan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
PENUTUP
2. PP 23/2OO4 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi dinyatakan
dicabut dan tidak berlaku.
ASPEK PP 24 TAHUN 2018
JUDUL Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
LATAR BELAKANG 1. bahwa dalam rangka percepatan dan peningkatan
penanaman modal dan berusaha, perlu menerapkan
pelayanan Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik;
2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal serta Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
AtasUndang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Pelayanan Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik;
DASAR HUKUM 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal
3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah
KETENTUAN UMUM Definisi:
Penerintah pusat, pemerintahan daerah, pemerintah daerah, Perizinan
Berusaha, OSS, Pelaku Usaha, Pendaftaran, Izin Usah, Izin
Komersial atau Operasional, Komitmen, Lembaga Pengelola dan
Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut Lembaga OSS, Nomor
Induk Berusaha, Nomor Pokok Wajib Pajak, Tanda Daftar
Perusahaan, Angka Pengenal Importir, Nomor Induk Kependudukan,
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing, Izin Lokasi, Izin Lokasi
Perairan, Rencana Detail Tata Ruang, Izin Lingkungan, Upaya
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UpayaPemantauan Lingkungan
Hidup, Analisis Dampak Lingkungan Hidup, RencanaPengelolaan
Lingkungan Hidup, Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup, Izin
Mendirikan Bangunan, Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dokumen
Elektronik, Tanda Tangan Elektronik
TUJUAN 1. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Kekuasaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diuraikan dalam berbagai urusan pemerintahan yang
pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan
penyelenggara Pemerintahan Daerah.
3. Urusan pemerintahansebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mencakup kewenangan pemberian PerizinanBerusaha,
fasilitas, dan/atau kemudahan untuk pelaksanaan berusaha.
MATERI MUATAN/ASPEK YG 1. Izin, standar sebelum berlakunya peraturan pemerintah, izin
DIATUR usaha dan izin komersial atau operasional setelah
berlakunya peraturan pemerintah ini
2. Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan penyelenggaraan
kewenangan pemberian Perizinan Berusaha sebagaimana
diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang terkait.
3. Peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan peraturan
perundang-undangan yang mengatur kewenangan sektor
atau kewenangan daerah dalam Perizinan Berusaha
sepanjang tidak diatur dalam undang-undang dan tidak
bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.
4. Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
termasuk pemberian fasilitas dan/atau kemudahan untuk
pelaksanaan berusaha.
5. Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan kewenangan pemberian Perizinan
Berusaha.
MATERI FARMASI -
ATURAN PERALIHAN 1. Jenis, Pemohon, Penerbit Perizinan Berusaha
2. Pelaksanaan Perizinan Berusaha
3. Reformasi Perizinan Berusaha Sektor
4. Sistem OSS
5. Lembaga OSS
6. Pendanaan OSS
7. Insentif atau Disinsentif Pelaksanaan Perizinan Berusaha
melalui OSS
8. Penyelesaian permasalahan dan hambatan Perizinan
Berusaha melalui OSS dansanksi.
KETENTUAN PENUTUP Pada saaat peraturan ini mulai berlaku, PP 24 tahun 2018 tentang
pelayanan perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik
mengantur mengenai undang-undang, perizinan, nomer izin,
pelayanan, dan peraturan.
ASPEK PMK NO. 7 Tahun 2020
Perubahan Atas Peraturan Mentri Kesehatan No. 51 Tahun
2014 Tentang Pemasukan Alat Kesehatan Melalui Mekanisme
JUDUL Jalur Khusus (Special Access Shceme)
1.Ketentuan pemasukan alat kesehatan melalui mekanisme
jalur khusus yang telah diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 51 Tahun 2014 tentang Pemasukan Alat
Kesehatan melalui Mekanisme Jalur Khusus (Special Access
Scheme) perlu disesuaikan dengan kebutuhan penanggulangan
LATAR BELAKANG wabah dan/atau kedaruratan kesehatan masyarakat
2. Perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang
Perubahan atas PMK Nomor 51 Tahun 2014 tentang
Pemasukan Alat Kesehatan melalui Mekanisme Jalur Khusus
(Special Access Scheme)
 
1)Pasal 17 ayat (3) UUD Tahun 1945;
2)Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah
Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3273)
3) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063)
4) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 128, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6236)
5) Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran
DASAR HUKUM Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781)
6) Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2015 Nomor 59)
7) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2014 tentang
Pemasukan Alat Kesehatan melalui Mekanisme Jalur Khusus
(Special Access Scheme) (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 1184)
8) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 30 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara
Republik
Indonesia Tahun 2018 Nomor 945)
Mekanisme Jalur khusus (Special Access Shceme) yang
selanjutnya disingkat SAS, Izin SAS, Alat Kesehetan, SAS
KETENTUAN HUKUM
Donasi, SAS non donasi, Kejadian Luar Biasa yang
selanjutnya disingkat KLB, Direktur Jendral, Mentri
untuk memenuhi alat kesehatan pada keadaan tertentu perlu
mengatur pemasukan dengan menggunakan mekanisme jalur
TUJUAN
khusus tanpa mengurangi jaminan atas keamanan, mutu dan
kemanfaatan bagi pengguna;
Ruang Lingkup pengaturan meliputi kriteria, Izin SAS,
MATERI ATAU MUATAN persyaratan dan tata cara pemasukan, pengawasan, dan
ASPEK YANG DIATUR pelaporan Alat Kesehatan yang dimasukkan melalui SAS
Donasi dan SAS Non Donasi,
A. Menambahkan 1 Pasal yang terdiri dari 3 poin diantara
pasal 6 dan 7, diantaranya berbunyi (1. Alat Kesehatan yang
dimasukkan melalui SAS untuk keperluan penanggulangan
Wabah dan/atau Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dapat
beredar tanpa memiliki Izin sebagaimana dimaksud dalam
MATERI PERUBAHAN
Pasal 5 dan Pasal 6, 2) Pemasukan Alat Kesehatan
ASPEK
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diberikan pengecualian tata niaga impor sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan, 3)Alat
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
ditetapkan oleh Menteri
SANKSI Sanksi administratif
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1379A/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pengelolaan dan
KETENTUAN/PERALIHA Penggunaan Obat, Alat dan Makanan Kesehatan Khusus,
N DAN PENUTUP sepanjang yang mengatur mengenai Pemasukan Alat
Kesehatan melalui SAS dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pemberlakuan PMK No. 7 Tahun 2020
  *** (mengacu pada PMK No. 51 Tahun 2014)***
ASPEK PMK NO 1010 th 2008
JUDUL REGISTRASI OBAT
LATAR BELAKANG 1. Melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak
/ ALASAN memenuhi persyaratan, keamanan dan mutu
DITERBITKAN 2. Permenkes No. 949/Menkes/Per/VI/2000 perlu disederhanakan
dan disesuaikan dengan perkembangan globalisasi dan kebijakan
pemerintah
3. Perlu diatur kembali registrasi obat dengan Peraturan Menteri
Kesehatan
DASAR HUKUM Ordonansi Obat Keras (Stbl. 1949 No. 419), UU No.23 Tahun 1992,
UU No. 5 Tahun 1997, UU No.22 Tahun 1997, UU No.8 Tahun
1999, PP No.72 Tahun 1998, PP No.38 Tahun 2007, PP No.9 Tahun
2005, Permenkes No.1575/Menkes/Per/XI/2005
KETENTUAN Definisi : Izin edar, Obat, Produk Biologi, Registrasi, Obat Kontrak,
UMUM Pemberi kontrak, Penerima kontrak, Obat impor, Penandaan, Obat
palsu, Psikotropika, Narkotika, Peredaran, Produk yang dilindungi
paten, Menteri, Kepala Badan
TUJUAN 1. Obat yang diedarkan di wilayah Indonesia, sebelumnya harus
dilakukan registrasi untuk memperoleh Izin Edar
2. Melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak
memenuhi persyaratan, keamanan, mutu dan kemanfaatan
MATERI MUATAN / Persyaratan registrasi, Tata cara memperoleh izin edar, Pelaksanaan
ASPEK YANG izin edar, Evaluasi kembali
DIATUR
MATERI FARMASI Registrasi Obat narkotika, Registrasi obat kontrak, Registrasi obat
impor, Registrasi obat khusus ekspor, Registrasi obat yang
dilindungi paten,
SANKSI Pidana & sanksi administratif
ATURAN 1. Tetap diproses sesuai dengan Permenkes
PERALIHAN / No.949/MENKES/PER/VI/2000
PENUTUP 2. Registrasi obat jadi yang habis masa berlakunya setelah
ditetapkan peraturan ini, dapat diperpanjang paling lama 2 tahun
3. Dengan berlakunya peraturan ini, maka Permenkes
No.949/MENKES/PER/VI/2000 tentang Registrasi obat jadi dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku lagi
4. Peraturan berlaku pada tanggal ditetapkan
ASPEK PMK RI NO.007 TAHUN 2012
JUDUL REGISTRASI OBAT TRADISIONAL

LATAR PMK No. 246/Menkes/Per/V/1990 tentang izin usaha Industri Obat


BELAKANG / Tradisional dan pendaftaran Obat Tradisonal sudah tidak sesuai lagi
ALASAN dengan perkembangaan IPTEK serta kebutuhan hukum
DITERBITKAN

DASAR HUKUM UU No.8 /1999 ; PMK 246/Menkes/Per/V/1990; UU No.36/2009; PP


51/2009; Keppres No.103/2001; PP 24/2010; KMK
381/Menkes/SK/III/2007; PMK 1144/2010

KETENTUAN Definisi Obat Tradisonal, Izin edar, Registrasi, Importir,


UMUM CPOTB,Industri Obat Tradisonal (IOT), Usaha Kecil Obat Tradisonal
(UKOT), Usaha Mikro Obat Tradisonal (UMOT), Usaha Jamu Racikan,
Usaha Jamu Gendong, Simplisia, Sediaan Galenik, Obat tradisional
produksi dalam Negeri, Obat Tradisional Kontrak, Obat Tradisional
lisensi, Obat Tradisional Impor,Pemberi kontrak, Penerima kontrak,
Sertifikat, CPOTB, Menteri, Kepala BPOM.
TUJUAN Melindungi masyarakat dari peredaran obat tradisional yang tidak
memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu.

MATERI Registrasi Obat Tradisional, izin edar, persyaratan dan registrasi, tata
MUATAN / cara registrasi, evaluasi kembali,kewajiban pemegang nomor izin edar,
ASPEK YANG sanksi.
DIATUR

MATERI Registrasi Obat Tradisional, izin edar, persyaratan dan registrasi, tata
FARMASI cara registrasi, evaluasi kembali,kewajiban pemegang nomor izin
edar, sanksi.

SANKSI Sanksi Administratif


-pembatalan izin edar.
-penarikan dari peredaran dan/atau pemusnahan obat tradisonal yang
tidak memenuhi standard dan/atau persyaratan.

ATURAN 1. PMK No.246/Menkes/Per/1990 tentang izin usaha Industri Obat


PERALIHAN / Tradisional dan pendaftaran Obat Tradisional.
PENUTUP 2. Izin diperbaharui paling lama 2 tahun sejak PMK diundangkan.
ASPEK PMK NO. 1176 Tahun 2010
JUDUL NOTIFIKASI KOSMETIKA
LATAR BELAKANG 1. Bahwa masyarakat perlu dilindungi dari peredaran dan
penggunaan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan mutu
, keamanan dan kemanfaatan;
2. Bahwa peraturan Menteri Kesehatan Nomor
140/Menkes/Per/III/1991 tentang Wajib Daftar Alat Kesehatan,
Kosmetika dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga sudah
tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum;
3. Bahwa berdasarkan pertimbangan no 1 dan nomor 2 maka
perlu menetapkan peraturan Menteri Kesehatan tentang
Notifikasi Kosmetika
DASAR HUKUM UU NO 8/1999 Tentang Perlindungan Konsumen, UU NO 32/2004
Tentang Pemerintahan Daerah, UU NO 36/2009 Tentang
Kesehatan, PP No 72/1998 tentang pengamanan Sediaaan Farmasi
dan Alat kesehatan.
KETENTUAN Definisi: Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksud
UMUM untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (Epidermis
rambut,Kuku , bibir dan organ genital bagian luar), atau gigi dan
mukosa mulut terutama untuk memberdihkan, mewangikan,
mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau badan atau
melindungi atau memeliharan tubuh pada kondisi baik
TUJUAN Agar setiap kosmetik yag beredar memenuhi standar dan /atau
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan sesuai ketentuan
peraturan perundang undangan.
MATERI MUATAN Menetapkan CPKB, Memenuhi persyaratan teknis, yang meliputi
peryaratan keamanan, bahan,penandaan, dan klaim
SANKSI Sanksi administratif berupa:
1. Peringatan tertulis
2. Larangan mengedarkan kosmetika untuk sementara
3. Penarikan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan
4. Pemusnahan kosmetika
5. Penghentian sementara kegiatan produksi dan atau peredaran
kosmetika
ASPEK Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018
JUDUL Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah
LATAR BELAKANG
a. bahwa Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
mempunyai peran penting dalam pelaksanaan
pembangunan nasional untuk peningkatan
pelayanan publik dan pengembangan
perekonomian nasional dan daerah;
b. bahwa untuk mewujudkan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf a,
perlu pengaturan Pengadaan Barang/Jasa yang
memberikan pemenuhan nilai manfaat yang
sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi
dalam peningkatan penggunaan produk dalam
negeri, peningkatan peran Usaha Mikro, Usaha
Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan
berkelanjutan;
c. bahwa Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir
dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015
tentang Perubahan Keempat atas Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah masih terdapat kekurangan
dan belum menampung perkembangan kebutuhan
Pemerintah mengenai pengaturan atas Pengadaan
Barang/Jasa yang baik;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
menetapkan Peraturan Presiden tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah;
DASAR HUKUM 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4355);
3. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5601);
KETENTUAN UMUM Definisi : Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang
selanjutnya disebut Pengadaan Barang/Jasa adalah
kegiatan Pengadaan Barang/Jasa oleh
Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai
oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi
kebutuhan, sampai dengan serah terima hasil
pekerjaan; Kementerian Negara yang selanjutnya
disebut Kementerian; Lembaga; Perangkat Daerah;
Pemerintah Daerah; Lembaga Kebijakan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disingkat
LKPP; Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat
PA; Kuasa Pengguna Anggaran pada Pelaksanaan APBN
yang selanjutnya disingkat KPA; Kuasa Pengguna
Anggaran pada Pelaksanaan APBD yang selanjutnya
disingkat KPA; Pejabat Pembuat Komitmen yang
selanjutnya disingkat PPK; Unit Kerja Pengadaan
Barang/Jasa yang selanjutnya disingkat UKPBJ;
Kelompok Kerja Pemilihan yang selanjutnya disebut
Pokja Pemilihan; Pejabat Pengadaan; Pejabat Pemeriksa
Hasil Pekerjaan yang selanjutnya disingkat PjPHP;
Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan yang selanjutnya
disingkat PPHP; Agen Pengadaan; Penyelenggara
Swakelola; Pengelola Pengadaan Barang/Jasa; Rencana
Umum Pengadaan Barang/Jasa yang selanjutnya
disingkat RUP; E-marketplace Pengadaan
Barang/Jasa;Layanan Pengadaan Secara Elektronik ;
Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang selanjutnya
disingkat APIP; Pengadaan Barang/Jasa melalui
Swakelola yang selanjutnya disebut Swakelola;
Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut
Ormas;Kelompok Masyarakat;Pengadaan Barang/Jasa
melalui Penyedia;Pelaku Usaha;Penyedia Barang/Jasa
Pemerintah yang selanjutnya disebut
Penyedia;Barang;Pekerjaan Konstruksi;Jasa
Konsultansi;Jasa Lainnya;Harga Perkiraan Sendiri yang
selanjutnya disingkat HPS;Penelitian; Pembelian secara
Elektronik yang selanjutnya disebut E-purchasing;
Tender;Seleksi;Tender/Seleksi Internasional;Penunjukan
Langsung;Pengadaan Langsung Barang/Pekerjaan
Konstruksi/Jasa Lainnya;Pengadaan Langsung Jasa
Konsultansi;E-reverse Auction;Dokumen
Pemilihan;Kontrak Pengadaan Barang/Jasa yang
selanjutnya disebut Kontrak;Usaha Mikro;Usaha
Kecil;Usaha Menengah;Surat Jaminan yang selanjutnya
disebut Jaminan;Sanksi Daftar Hitam;Pengadaan
Berkelanjutan;Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa;
Keadaan Kahar; Kepala Lembaga.
TUJUAN Pengadaan Barang/Jasa bertujuan untuk:
a. menghasilkan barang/jasa yang tepat dari
setiap uang yang dibelanjakan, diukur dari
aspek kualitas, jumlah, waktu, biaya, lokasi,
dan Penyedia;
b. meningkatkan penggunaan produk dalam
negeri;
c. meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha
Kecil, dan Usaha Menengah;
d. meningkatkan peran pelaku usaha nasional;
e. mendukung pelaksanaan penelitian dan
pemanfaatan barang/jasa hasil penelitian;
f. meningkatkan keikutsertaan industri kreatif;
g. mendorong pemerataan ekonomi; dan
h. mendorong Pengadaan Berkelanjutan.
MATERI MUATAN/ASPEK YANG KETENTUAN UMUM ; TUJUAN, KEBIJAKAN, PRINSIP,
DIATUR DAN ETIKA PENGADAAN BARANG/JASA; PELAKU
PENGADAAN BARANG/JASA; PERENCANAAN
PENGADAAN; PERSIAPAN PENGADAAN BARANG/JASA;
PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA
MELALUI SWAKELOLA; PELAKSANAAN PENGADAAN
BARANG/JASA MELALUI PENYEDIA;PENGADAAN
KHUSUS; USAHA KECIL, PRODUK DALAM NEGERI,
DAN PENGADAAN BERKELANJUTAN;PENGADAAN
BARANG/JASA SECARA ELEKTRONIK; SUMBER DAYA
MANUSIA DAN KELEMBAGAAN; PENGAWASAN,
PENGADUAN, SANKSI, DAN PELAYANAN HUKUM;
KETENTUAN LAIN-LAIN;KETENTUAN
PERALIHAN;KETENTUAN PENUTUP.
MATERI FARMASI -
SANKSI PIDANA DAN DENDA
ATURAN PERALIHAN Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan
Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
KETENTUAN/PENUTUP Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, semua
peraturan pelaksanaan dari Peraturan Presiden Nomor
54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah,
terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun
2015 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan
Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah, dinyatakan masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum
diganti dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini.
ASPEK PMK no. 1190 th 2010 jo 26 Thn 2018
JUDUL Tentang Izin Edar Alkes dan PKRT
LATAR BELAKANG a. Memberi pengamanan dan melindungi masyarakat
b. Ketentuan izin edar alkes & PKRT perlu disesuaikan dgn
perkembangan dan kebutuhan hukum
DASAR HUKUM 1. UU no.8-1999 ttg Perlindungan Konsumen
2. UU no.32-2004 ttg Pemda, dgn perubahannya yg ke-2 yaitu
UU no.12-2008
3. UU no.36-2009 ttg Kesehatan
4. PP no.72-1998 ttg Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alkes
5. PP no.38-2007 ttg Pembagian Urusan Pemerintah antara
Pemprov dan Pemda
6. PP no.13-2009 ttg Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan
Bukan Pajak yg berlaku pada Depkes
7. PP no.24-2010 ttg Kedudukan, Tugas dan Fungsi
Kementeria Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas dan
Fungsi Eselon 1 Kementerian Negara
8. PMK no.1575-2015 ttg Organisasi dan Tata Kerja Depkes,
dgn perubahannnya yg kedua no.439-2009
KETENTUAN UMUM Alat kesehatan adalah instrumen, apparatus, mesin dan/atau
implan yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk
mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan
penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada
manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki
fungsi tubuh.
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, yang selanjutnya
disingkat PKRT adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk
pemeliharaan dan perawatan kesehatan untuk manusia, pen
TUJUAN 1. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
2. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian; dan
3. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat
yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
(patient safety).
MATERI MUATAN Izin Edar, Penandaan, Iklan, Pemeliharaan Mutu, Ekspor dan Impor,
Perselisihan Keagenan, Peran Serta Masyarakat, Binwas, Ketentuan
Peralihan, Ketentuan Penutup.
MATERI FARMASI Alkes, PKRT, PAK, Izin Edar, Surat Ket.Impor dan Ekspor,
penandaan Etiket/Label
SANKSI  Sanksi Administratif terdiri berupa, Peringatan lisan;
Peringatan tertulis; Pencabutan izin.
 Sanksi pidana, bila pelanggaran mengakibatkan seseorang
mengalami gangguan kesehatan yg serius.
ATURAN PERALIHAN  Pada saat Peraturan ini mulai berlaku:
a. izin edar alat kesehatan dan PKRT yang telah
diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang Pengamanan
Alat Kesehatan Dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan
habis masa berlakunya;
b. permohonan izin edar yang sedang dalam proses
diselesaikan berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 1184/MenKes/Per/X/2004 tentang
Pengamanan Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan
Rumah Tangga.
 Penyesuaian terhadap ketentuan Peraturan ini dilaksanakan
paling lambat dalam jangka waktu 1 ( satu ) tahun sejak
ditetapkannya Peraturan ini.
KETENTUAN/PENUTUP Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1184/Menkes/Per/X/2004 tentang Pengamanan Alat
Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga sepanjang
mengatur mengenai izin edar alat kesehatan dan PKRT dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
ASPEK PKaBPOM No. 24 Thn 2017
JUDUL KRITERIA DAN TATA LAKSANA
REGISTRASI OBAT
LATAR BELAKANG a. melindungi masyarakat dari peredaran obat
yang tidak memenuhi persyaratan khasiat,
keamanan, dan mutu perlu dilakukan
registrasi obat sebelum diedarkan;
b. ketentuan kriteria dan tata laksana registrasi
obat
DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
tentang Psikotropika
2. . Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan
5. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017
tentang Badan Pengawas Obat dan
Makanan
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1010/MENKES/PER/XI/2008 tentang
Registrasi Obat sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1120/MENKES/PER/XII/2008
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor
1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang
Registrasi Obat.
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang
Industri Farmasi sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 16 Tahun 2013 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang
Industri Farmasi
8. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor
HK.03.01.23.12.11.10217 Tahun 2011
tentang Obat Wajib Uji Ekivalensi
9. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor
HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang
Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang
Baik
10.Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor
HK.03.1.33.12.12.8195 Tahun 2012 tentang
Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik
11.Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM
Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan
sebagaimana telah diubah dengan
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor HK.00.05.21.4231
Tahun 2004 tentang Perubahan atas
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM
Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan
KETENTUAN UMUM Registrasi Obat yang selanjutnya disebut
Registrasi adalah prosedur pendaftaran dan
evaluasi Obat untuk mendapatkan persetujuan.
1. Registrasi baru
2. Registrassi variasi
3. Registrasi ulang
TUJUAN untuk melindungi masyarakat dari peredaran
obat yang tidak memenuhi persyaratan khasiat,
keamanan, dan mutu perlu dilakukan registrasi
obat sebelum diedarkan
MATERI MUATAN Definisi, persyaratan kriteria, kategori
registrasi,registrasi obat impor, registrasi
narkotik, Registrasi Obat Lisensi, Registrasi
Obat Khusus Ekspor, Registrasi Obat yang
Dilindungi Paten, Registrasi Obat
Pengembangan Baru, Registrasi Obat Generik,
Registrasi Orphan Drug, Tata Laksana
Registrasi, Dokumen Registrasi, Tanggung
Jawab Pendaftar, Praregistrasi, Jalur Evaluasi,
Registrasi Baru, Registrasi Variasi, Registrasi
Ulang, Contoh Obat dan Baku Pembanding,
Evaluasi, Pemberian Keputusan, Persetujuan,
Penolakan, Peninjauan Kembali, Pengajuan
Kembali Registrasi, Masa Berlaku Izin Edar,
Pelaksanaan Izin Edar, Penilaian Kembali,
Sanksi, Ketentuan Lain-Lain, Ketentuan
Peralihan, dan Ketentuan Penutup.
MATERI FARMASI persyaratan kriteria, kategori
registrasi,registrasi obat impor, registrasi
narkotik, Registrasi Obat Lisensi, Registrasi
Obat Khusus Ekspor, Registrasi Obat yang
Dilindungi Paten, Registrasi Obat
Pengembangan Baru, Registrasi Obat Generik,
Registrasi Orphan Drug, Tata Laksana
Registrasi, Dokumen Registrasi, Tanggung
Jawab Pendaftar, Praregistrasi, Jalur Evaluasi,
Registrasi Baru, Registrasi Variasi, Registrasi
Ulang, Contoh Obat dan Baku Pembanding,
Evaluasi, Pemberian Keputusan, Persetujuan,
Penolakan, Peninjauan Kembali, Pengajuan
Kembali Registrasi, Masa Berlaku Izin Edar,
Pelaksanaan Izin Edar, Penilaian Kembali,
Sanksi.
SANKSI sanksi administrative:
 peringatan tertulis;
 pembatalan proses Registrasi;
 pembekuan Izin Edar Obat;
 pencabutan Izin Edar Obat; dan/atau
 larangan untuk melakukan pendaftaran
selama 2 (dua) tahun.
ATURAN PERALIHAN Jika Pendaftar melakukan Registrasi yang
memiliki lebih dari 1 (satu) kekuatan Zat Aktif,
maka harus memiliki perbedaan spesifikasi
antara lain ukuran, bentuk, dan/atau warna.
KETENTUAN/PENUTUP Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku pada
tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Kepala Badan ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik
Indonesia
ASPEK PKaBPOM No 25/2017
JUDUL TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG
BAIK
LATAR BELAKANG Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (2) Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara
Distribusi Obat yang Baik, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan tentang Tata Cara Sertifikasi Cara
Distribusi Obat yang Baik;
DASAR HUKUM 1. Ordonansi Obat Keras (Sterkwerkende Geneesmiddelen
Ordonnantie, Staatsblad 1949:419);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671);
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5062); - 2 - 4.
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5044);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5419);
8. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan
Pengawas Obat dan Makanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 180);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tahun 2011 tentang Pedagang
Besar Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 370) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1148/MENKES/PER/VI/2011 Tahun 2011 tentang Pedagang
Besar Farmasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 1097);
10. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
HK.03.1.34.11.1.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis
Cara Distribusi Obat yang Baik (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 1268);
11. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
14 Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit
Pelaksana Teknis (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 1714);
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 74);
13. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor
02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah
diubah dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor HK.00.05.21.4231 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan;

KETENTUAN UMUM 1. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi
yang digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan
kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
2. Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak
berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan
standar dan mutu sebagai bahan baku farmasi termasuk baku
pembanding.
3. Cara Distribusi Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat
CDOB adalah cara distribusi/penyaluran Obat dan/atau Bahan
Obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya.
4. Pedagang Besar Farmasi yang selanjutnya disingkat PBF adalah
perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran Obat dan/atau Bahan
Obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
5. PBF Cabang adalah cabang PBF yang telah memiliki
pengakuan untuk melakukan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran Obat dan/atau Bahan Obat dalam jumlah besar
sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
6. Sertifikat CDOB adalah dokumen sah yang merupakan bukti
bahwa PBF atau PBF Cabang telah memenuhi persyaratan
CDOB dalam mendistribusikan Obat dan/atau Bahan Obat.
7. Pemohon adalah PBF atau PBF Cabang sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
8. Audit Pemenuhan Persyaratan CDOB yang selanjutnya disebut
Pemeriksaan adalah pemeriksaan secara langsung terhadap
sarana distribusi/penyaluran untuk mengetahui pemenuhan
persyaratan CDOB.
TUJUAN Bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran
sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya.
MATERI MUATAN Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi
untuk manusia. Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun
tidak berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar
dan mutu sebagai bahan baku farmasi termasuk baku pembanding.

MATERI FARMASI -
SANKSI sanksi administrative:
(1) Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan
ini dapat dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan
secara tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; dan/atau c.
pencabutan Sertifikat CDOB.
(2) PBF atau PBF Cabang dapat dikenai sanksi administratif berupa
penghentian sementara kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, apabila PBF atau PBF Cabang memenuhi
kriteria sebagai berikut: a. telah memiliki izin PBF atau
pengakuan sebagai PBF Cabang lebih dari 12 (dua belas) bulan
dan belum mengajukan permohonan Sertifikat CDOB; b.
permohonan Sertifikat CDOB ditolak; c. telah mendapatkan
persetujuan pembaharuan izin atas perubahan nama, lokasi
dan/atau lingkup kegiatan penyaluran Obat dan/atau Bahan Obat
lebih dari 6 (enam) bulan dan belum mengajukan permohonan
perubahan Sertifikat CDOB; d. telah mendapatkan persetujuan
penambahan atau perubahan gudang lebih dari 6 (enam) bulan
dan belum mengajukan permohonan perubahan Sertifikat
CDOB; atau - 13 - e. masa berlaku Sertifikat CDOB habis dan
belum mengajukan resertifikasi CDOB.
(3) PBF atau PBF Cabang dapat dikenai sanksi administratif berupa
pencabutan Sertifikat CDOB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, apabila PBF atau PBF Cabang memenuhi kriteria
sebagai berikut: a. terjadi penyimpangan penerapan CDOB yang
mengakibatkan penyalahgunaan pendistribusian Obat dan/atau
Bahan Obat; b. dengan sengaja melakukan tindakan yang
mengakibatkan tidak terlaksanakannya CDOB; c. tidak
melakukan kegiatan pengadaan dan penyaluran selama 6 (enam)
bulan berturut-turut; dan/atau d. izin PBF atau pengakuan
sebagai PBF Cabang sudah tidak berlaku atau dicabut.
(4) Dalam hal Sertifikat CDOB dicabut sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), PBF dan PBF Cabang dilarang melakukan
kegiatan pengadaan dan penyaluran.
ATURAN PERALIHAN Pasal 23 Sertifikat CDOB yang telah diterbitkan sebelum berlakunya
Peraturan Kepala Badan ini tetap berlaku sampai dengan berakhirnya
masa berlaku Sertifikat CDOB.
KETENTUAN/PENUTUP Peraturan Kepala Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Kepala Badan ini dengan penempatannya dalam Berita
Negara Republik Indonesia
ASPEK Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Nomor 20 Tahun 2020
JUDUL Bahan Penolong Dalam Pengolahan Pangan
LATAR BELAKANG 1. Bahwa ketentuan mengenai golongan, jenis, dan penggunaan bahan
penolong sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 28 Tahun 2019 tentang Bahan
Penolong dalam Pengolahan Pangan, perlu disesuaikan dengan
perkembangan ketentuan teknis di bidang bahan penolong pada
tingkat internasional serta perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sehingga perlu diubah;
2. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan tentang Perubahan atas Peraturan Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor 28 Tahun 2019 tentang Bahan Penolong
dalam PengolahanPangan;
DASAR HUKUM 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor -2- 227, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan
Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor
249, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6442);
3. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 180);
4. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26 Tahun
2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
1745);
5. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun
2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di
Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 784) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor 29 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 12 Tahun 2018 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan
Badan Pengawas Obat dan Makanan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 1274);
6. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 28 Tahun
2019 tentang Bahan Penolong dalam Pengolahan Pangan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1213);
KETENTUAN UMUM Peraturan badan pengawas obat dan makanan tentang perubahan atas
peraturan badan pengawas obat dan makanan nomor 28 tahun 2019
tentang bahan penolong dalam pengolahan pangan.
TUJUAN Melindungi masayarakat dari obat maupun makanan yang berbahaya
dan sejenisnya.
MATERI MUATAN Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan Nomor 28 Tahun 2019 tentang Bahan Penolong dalam
Pengolahan Pangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019
Nomor 1213), diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan ayat (1) Pasal 4 diubah, sehingga Pasal 4berbunyi
sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Golongan Bahan Penolong sebagaimana dimaksuddalam Pasal 3
huruf a meliputi:
a. bahan pemucat, pencuci, dan/atau pengelupaskulit;
b. bahan penjernih, penyaring, adsorben, dan/ataupenghilang
warna;
c. bahan tambahan untuk air pada ketel uap;
d. enzim;
e. flokulan (flocculating agent);
f. katalis;
g. nutrisi untuk mikroba;
h. pengontrol pertumbuhan mikroorganisme;
i. penjerap enzim;
j. resin penukar ion;
k. Bahan Penolong lainnya;
l. bahan antibuih;
m. bahan kontak pendingin dan pembeku;
n. bahan desikan dan antikempal;
o. bahan pelumas dan antilengket; dan
p. pelarut pengekstrak.
(2) Golongan Bahan Penolong sebagaimana dimaksudpada ayat (1)
memuat jenis Bahan Penolong.
2. Di antara Pasal 15 dan Pasal 16 disisipkan 5 (lima) pasalyakni
Pasal 15A, Pasal 15B, Pasal 15C, Pasal 15D, danPasal 15E
sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15A
Penggunaan Bahan Penolong golongan bahan antibuih sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf l yang diizinkan digunakan
dalam proses pengolahan Pangan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Badan ini.
Pasal 15B
Penggunaan Bahan Penolong golongan bahan kontak pendingin dan
pembeku sebagaimana dimaksud dalamPasal 4 ayat (1) huruf m yang
diizinkan digunakan dalamproses pengolahan Pangan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Pasal 15C
Penggunaan Bahan Penolong golongan bahan desikan dan antikempal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf n yang diizinkan
digunakan dalam proses pengolahan Pangan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Pasal 15D
Penggunaan Bahan Penolong golongan bahan pelumas dan antilengket
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf o yang diizinkan
digunakan dalam proses pengolahan Pangan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Pasal 15E
Penggunaan Bahan Penolong golongan pelarut pengekstrak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf p yang diizinkan
digunakan dalam proses pengolahan Pangan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Pasal II
1. Bahan Penolong dan Pangan yang menggunakan Bahan
Penolong yang telah memiliki persetujuan pendaftaran sebelum
Peraturan Badan ini mulai berlaku, harus menyesuaikan dengan
ketentuan dalam Peraturan Badan ini paling lama 12 (dua belas)
bulan terhitung sejak Peraturan Badan ini diundangkan.
2. Peraturan Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

MATERI FARMASI -
SANKSI -
ATURAN PERALIHAN Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor
28 Tahun 2019 Tentang Bahan Penolong Dalam Pengolahan Pangan
KETENTUAN / PENUTUP -

ASPEK Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan


Nomor 15 Tahun 2019
JUDUL Perubahan Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan
Nomor 24 Tahun 2017 Tentang Kriteria Dan Tata Laksana Registrasi
Obat
LATAR BELAKANG 3. bahwa untuk dapat terwujudnya percepatan pelayanan publik,
ketentuan mengenai kriteria dan tata laksana registrasi obat
khususnya mengenai jalur evaluasi obat dan surat pemberitahuan
persetujuan (approvable letter) sebagaimana telah diatur dalam
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 24
Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat
sudah tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Obat
sehingga perlu diubah;
4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, perlu menetapkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan
Makanan tentang Perubahan atas Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor 24 Tahun 2017 tentang
Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat;
DASAR HUKUM 7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
8. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2017 Nomor 180);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1010/Menkes/Per/XI/2008
tentang Registrasi Obat sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor 1120/Menkes/Per/XII/2008 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1010/Menkes/Per/XI/2008 tentang Registrasi Obat;
10. Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 26 Tahun
2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan
Makanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
1745);
KETENTUAN UMUM Beberapa Ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor 24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
1692)
TUJUAN
MATERI MUATAN Pasal I
Beberapa Ketentuan dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Nomor 24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana
Registrasi Obat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor
1692) diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 37 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 37 (1) Jalur evaluasi terdiri atas:
q. jalur 7 (tujuh) Hari meliputi Registrasi Obat khusus ekspor;
r. jalur 10 (sepuluh) Hari meliputi Registrasi Ulang;
s. jalur 40 (empat puluh) Hari meliputi Registrasi Variasi Minor;
t. jalur 50 (lima puluh) Hari meliputi Registrasi pertama Obat
Pengembangan Baru oleh industri farmasi yang melakukan
investasi di Indonesia;
u. jalur 75 (tujuh puluh lima) Hari meliputi Registrasi pertama
Obat Generik Pertama oleh industri farmasi yang melakukan
investasi di Indonesia dan Registrasi Variasi Obat Baru dan
Produk Biologi terkait mutu yang telah disetujui paling sedikit
di 1 (satu) negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal
baik;
v. jalur 100 (seratus) Hari meliputi:
1. Registrasi Baru Obat Baru dan Produk Biologi yang
diindikasikan untuk terapi penyakit serius yang mengancam nyawa
manusia (life saving), dan/atau mudah menular kepada orang lain,
dan/atau belum ada atau kurangnya pilihan terapi lain yang aman
dan efektif;
2. Registrasi Baru Obat Baru dan Produk Biologi yang berdasarkan
justifikasi diindikasikan untuk penyakit serius dan langka (Orphan
Drug) di Indonesia;
3. Registrasi Baru Obat Baru, Produk Biologi, Obat Generik, dan
Obat Generik Bermerek ditujukan untuk program kesehatan
nasional yang dilengkapi dengan dokumen penunjang kebutuhan
program atau hasil prakualifikasi Badan Kesehatan Dunia (World
Health Organization);
4. Registrasi pertama Obat Baru dan Produk Biologi oleh industri
farmasi yang melakukan investasi di Indonesia;
5. Registrasi Baru Obat Baru dan Produk Biologi yang telah
melalui proses Obat
MATERI FARMASI Pasal 51
(1) Persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf a
diberitahukan secara tertulis kepada Pendaftar berupa:
a. Izin Edar;
b. persetujuan khusus ekspor; atau
c. persetujuan Registrasi Variasi. - 7
(2) Izin Edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterbitkan
apabila hasil pembuatan Obat skala komersial memenuhi persyaratan.
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, Obat yang belum dibuat dalam skala komersial dapat
diterbitkan Surat pemberitahuan persetujuan (approvable letter) dalam
rangka persiapan pembuatan Obat skala komersial.
SANKSI -
ATURAN PERALIHAN Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Tentang Perubahan
Atas Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 24
Tahun 2017 Tentang Kriteria Dan Tata Laksana Registrasi Obat
KETENTUAN / PENUTUP -

Anda mungkin juga menyukai