Anda di halaman 1dari 24

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN DI RUANG HEMODIALISA

Rini Purwanti

BAB I Seiring dengan pertumbuhan

PENDAHULUAN penduduk di Indonesia berpengaruh juga


dengan peningkatan angka penderita PGK.
1.1 Latar Belakang
Penderita PGK harus mendapatkan tindakan
Dalam standar akreditasi versi 2012
terapi pengganti ginjal. Salah satu terapi
(PP.21) mempersyaratkan bahwa asuhan
pengganti ginjal yang banyak dipilih oleh
kepada pasien harus direncanakan dan
penderita PGK adalah hemodialisis.
tertulis dalam catatan RM (Rekam Medis).
Indonesia Renal Registry (IRR) tahun 2017
Penegakan diagnosis keperawatan
melaporkan bahwa terdapat 77.892 pasien
merupakan salah satu kompetensi perawat
yang aktif menjalani hemodialisis dan
yang merupakan entry point untuk
terdapat 30.831 pasien baru yang menjalani
merumuskan rencana asuhan keperawatan (
hemodialisis.
Nurning Care Plan). Hal ini menegaskan
Sedangkan di Jawa Timur sendiri
wewenang perawat sebagai perumus
terdapat 4.828 pasien baru yang menjalani
diagnosis keperawatan, yang merupakan
hemodialisis. Pertumbuhan penduduk dan
dasar mengembangkan intervensi
peningkatan pasien PGK yang memerlukan
keperawatan dalam rangka mencapai
terapi pengganti ginjal, khususnya
promosi, pencegahan, penyembuhan serta
hemodialisis harus diiringi pula peningkatan
pemulihan kesehatan pasien.
kompetensi perawat. Sehingga tindakan
Praktik keperawatan harus keperawatan yang diberikan aman, bisa
didasarkan pada kode etik, standar meningkatkan derajat kesehatan dan
pelayanan, standar profesi, dan standar mempertahankan kualitas hidup pasien PGK
prosedur operasional. Untuk mewujudkan agar tetap dalam kondisi yang baik.
praktik keperawatan sebagaimana yang Kompetensi perawat hemodialisis harus
digamblangkan dalan Undang Undang selalu dikembangkan dan harus terstandar
Nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan , dengan baik dan sesuai dengan aturan yang
maka diperlukan upaya yang bertahap dan berlaku. Standar Asuhan Keperawatan
berkelanjutan. (SAK) adalah salah satu standar dari
tindakan keperawatan yang harus diiringi

1
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
dengan kompetensi perawat. SAK BAB II
merupakan aturan standar yang harus TINJAUAN PUSTAKA
dikerjakan dan dipatuhi saat perawat 2.1 Penyakit Ginjal Kronik (PGK)
memberikan asuhan keperawatan di unit 2.1.1 Definisi
hemodialisis, agar semua tindakan yang Definisi Penyakit Ginjal Kronik
dilakukan mempunyai legalitas dan sesuai Penyakit Ginjal Kronik adalah
dengan kebijakan yang ada. kerusakan atau gangguan fungsi dan
1.2 Tujuan Penulisan struktur ginjal selama tiga bulan atau
1) Tujuan umum lebih dengan atau tanpa penurunan
Memberi pedoman tertulis bagi laju filtrasi glomerulus diseratai
perawat dalam memberikan asuhan manifestasi kelainan patologi ginjal
keperawatan professional sesuai atau kerusakan ginjal meliputi
standar komposisi darah atau urin dan ada
2) Tujuan khusus kelainan pada uji pencitraan ginjal.
1) Menambah pengetahuan perawat PGK adalah bila ginjal mengalami
tentang asuhan keperawatan pada penurunan fungsi laju filtrasi
pasien yang menjalani hemodialisa, glomerulus dibawah 60
yang merupakan model konsep yang mL/min/1.73m² dengan atau tanpa
akan dipakai untuk keperawatan. kerusakan ginjal (NKF DOQI, 2002,
2) Menambah pengetahuan perawat NKF DOQI, 2013).
tentang proses keperawatan, yang Tahapan Penyakit Ginjal Kronik (NKF
merupakan konsep yang harus DOQI, 2013)
dipakai dalam memberikan asuhan 1) Tahap 1 : Kerusakan ginjal dengan
keperawatan. GFR normal atau GFR >
3) Menambah keterampilan perawat 90ml/min/1.73m2.
dalam memberikan asuhan 2) Tahap 2 : Kerusakan ginjal ringan
keperawatan professional, sesuai dengan GFR 60-89ml/min/1.73m2
dengan standar asuhan keperawatan 3) Tahap 3a: kerusakan ginjal dengan
dan prinsip – prinsip proses GFR (45-59 mL/min/1.73 m 2)
keperawatan. 4) Tahap 3b: kerusakan ginjal dengan
GFR (30-44 mL/min/1.73 m 2)

2
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
5) Tahap 4 : Kerusakan ginjal berat 2) Glomerulonefritis
dengan GFR 15-29ml/min/1.73m2. Glomerulonefritis menyebabkan
6) Tahap 5 : Gagal ginjal, GFR peradangan dan kerusakan unit
<15ml/min/1.73m2. Tahap ini penyaringan ginjal, merupakan
sering disebut End Stage Renal penyebab ketiga yang paling sering
Disease (ESRD) dan perlu tindakan terjadi pada penyakit ginjal kronis.
hemodialisis 3) Polikistik Ginjal
2.1.2 Penyebab Penyakit Ginjal Kronik Polikistik ginjal merupakan penyakit
Penyebab PGK adalah diabetes militus, ginjal bawaan sejak lahir. Keadaan
hipertensi, iskemia pada ginjal, zat toxic, ini mengakibatkan kista pada ginjal
sumbatan atau obstruksi, penyakit yang akan merusak jaringan
autoimun dan karena infiltrasi pada ginjal disekitarnya.
(Snively & Gutierres, 2004). 4) Lupus.
Sedangkan penyebab PGK menurut Penyakit ini dalam ilmu kedokteran
National Kidney Foundation / NKF disebut Systemic Lupus
(2010) adalah : Erythematosus (SLE), yaitu ketika
1) Diabetes militus dan Hipertensi penyakit ini sudah menyerang
Dua penyebab utama penyakit ginjal seluruh tubuh atau sistem internal
kronis diabetes dan Tekanan darah tinggi. manusia.
Diabetes militus terjadi ketika gula darah 5) Malformasi pada saluran perkemihan
terlalu tinggi, menyebabkan kerusakan 6) Adanya sumbatan karena tumor, batu
pada banyak organ dan otot dalam tubuh, ginjal atau sumbatan Karena ada
termasuk ginjal dan jantung, serta pembesaran kelenjar prostat pada
pembuluh darah, saraf, dan mata. pria
Tekanan darah tinggi atau hipertensi, 7) Infeksi saluran kencing yang
terjadi ketika tekanan darah meningkat berulang
pada dinding pembuluh darah. Jika tidak 2.1.3 Tanda dan Gejala Penyakit Ginjal
dikontrol dengan baik, tekanan darah Kronik (Walzer, 2004)
tinggi bisa menjadi penyebab serangan 1) Gejala yang paling umum dari
jantung, stroke dan PGK. penyakit ginjal kronik, dan salah satu
yang paling awal, adalah kelelahan.

3
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
2) Kram otot, sering terjadi pada otot 2.1.4 Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik
betisi dan bisa terjadi kram pada Komplikasi PGK yang banyak terjadi
semua kelompok otot. adalah gangguan kardiovaskuler dan
3) Mual dan muntah, merupakan akibat infeksi (Naqvi & Collins, 2006). Infeksi
ureum dan kreatinin darah yang pada PGK yang belum menjalani tindakan
tinggi. Gejala ini disertai pula dengan mempunyai prevalensi 3 kali dari yang
hilangnya nafsu makan. sudah menjalani dialisis. Penyakit infeksi
4) Mudah memar, bisa karena proses yang sering terjadi adalah pneumonia,
kerapuhan kapiler sehingga mudah infeksi saluran kemih dan sepsis (Appel
terjadi bintik-bintik merah pada dkk ; 2000 dalam Naqvi & Collins, 2006).
lengan. Belum ada pengobatan yang Komplikasi dari CKD adalah anemia,
efektif untuk mengobati gejala gangguan kardiovaskuler, dislipidemia dan
mudah memar. gangguan nutrisi (Thomas, Kanso & Sedor,
5) Gatal, gejala ini umum terjadi pada 2008).
penderita PGK. Gatal disebabkan 2.1.5 Penatalaksanaan
karena konstribusi asidosis dan Tindakan hemodialisis dimulai saat laju
anemia. filtrasi glomerulus 15 –
6) Sesak nafas, merupakan gejala dari 30ml/menit/1.73m2 atau PGK tingkat 4.
adanya komplikasi kardiovaskuler Panderita PGK dengan gangguan uremik
atau anemia pada penderita PGK. yang membahayakan dirinya seperti
Sesak nafas bisa terjadi Karena uremik ensefalopati atau neuropati,
hiperkalemi dan atau overhidrasi. perikarditis dan pleuritis harus segera
7) Gejala lain dari PGK yang kadang mendapat tindakan hemodialisis.
muncul adalah haus, susah tidur, Sedangkan penderita PGK dengan
kurang konsentrasi, gelisah, kelebihan cairan di ekstraselluler,
mengantuk, diare, sembelit, sakit hipertensi, hiperkalemia dan asidosis
kepala, gangguan memori, mati rasa metabolik yang respon terhadap obat,
dan kesemutan pada tangan dan kaki muntah dan hyperphosfatemia bukan
merupakan keadaan yang mendesak
dilakukan tindakan hemodialisis
(Han,2009)

4
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
2.2 Hemodialisis Proses hemodialisis yang terjadi didalam
2.2.1 Pengertian Hemodialisis membran semipermiabel terbagi menjadi
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk tiga proses yaitu osmosis, difusi dan
memperbaiki kelainan biokimiawi darah ultrafiltrasi (Curtis, Roshto & Roshto,
yang terjadi akibat terganggunya fungsi 2008). Osmosis adalah proses
ginjal, dilakukan dengan menggunakan perpindahan zat terlarut dari bagian yang
mesin hemodialisis. Hemodialisis berkonsentrasi rendah kearah konsentras
merupakan salah satu bentuk terapi yang lebih tinggi. Difusi adalah proses
pengganti ginjal (renal replacement perpindahan zat terlarut dari konsentrasi
therapy/RRT) dan hanya menggantikan tinggi kearah konsentrasi yang rendah.
sebagian dari fungsi ekskresi ginjal. Sedangkan ultrafiltrasi adalah
Hemodialisis dilakukan pada penderita perpindahan cairan karena ada tekanan
PGK stadium V dan pada pasien dengan dalam membrane dialyzer yaitu dari
AKI (Acute Kidney Injury) yang tekanan tinggi kearah yang lebih rendah
memerlukan terapi pengganti ginjal. (Curtis, Roshto., & Roshto, 2008)
Menurut prosedur yang dilakukan HD 2.2.2 Tujuan Tindakan Hemodialisis
dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD Hemodialisis tidak mengatasi gangguan
darurat/emergency, HD kardiovaskuler dan endokrin pada
persiapan/preparative, dan HD penderita PGK. Tindakan hemodialisis
kronik/regular (Daurgirdas et al., 2007).. bertujuan untuk membersihkan nitrogen
Proses dialisis membutuhkan membrane sebagai sampah hasil metabolisme
semipermeabel yang akan membersihkan membuang kelebihan cairan, mengoreksi
bagian air dengan berat molekul kecil (zat elektrolit dan memperbaiki gangguan
terlarut), tetap tidak untuk molekul besar keseimbangan basa pada penderita PGK
(misalnya protein). (MW urea = 60, (Levy, dkk., 2004).
kreatinin = 113, vitamin B12 = 1355, Tujuan utama tindakan hemodialisis adalah
albumin = 60 000, IgG = 140 000 Da.) mengembalikan keseimbangan cairan
Membran dialisis pertama dipakai adalah intraseluler dan ekstraseluler yang
sellulosa sederhana , tetapi sekarang terganggu akibat dari fungsi ginjal yang
bahan yang dipakai adalah membran rusak (Himmelfarb & Ikizler, 2010)
berbahan sintetis (Levy ,dkk., 2004). 2.2.3 Prinsip dalam Proses Hemodialisa

5
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
Ada tiga prinsip yang mendasari cara kerja Mesin hemodialisa memompa darah dari
hemodialisis, yaitu: pasien ke dialyzer sebagai membran
1) Difusi semipermiabel dan memungkinkan terjadi
Toksik dan limbah di dalam darah dialihkan proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi
melalui proses difusi. Melalui cara Karena terdapat cairan dialysate didalam
bergeraknya darah yang berkosentrasi tinggi dialyzer. Proses dalam mesin hemodialisa
ke cairan dialisat yang berkonsentrasi lebih merupakan proses yang komplek yang
rendah. Cairan dialisat tersusun dari elektrolit mencakup kerja dari deteksi udara, kontrol
yang penting dengan konsentrasi ekstrasel alarm mesin dan monitor data proses
yang ideal. Kadar elektrolit darah dapat hemodialisa (Misra, 2005)
dikendalikan dengan mengatur rendaman 2) Ginjal Buatan (dialyzer)
dialisat secara tepat. Dialyzer atau ginjal buatan adalah tabung
2) Osmosis yang bersisi membrane semipermiabel dan
Air yang berlebih dikeluarkan melalui proses mempunyai dua bagian yaitu bagian untuk
osmosis. Keluarnya air dapat diatur dengan cairan dialysate dan bagian yang lain untuk
menciptakan gradien tekanan. Air bergerak darah (Levy,dkk., 2004). Beberapa syarat
dari tekanan yang lebih tinggi (tubuh) ke dialyzer yang baik (Heonich & Ronco,
tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). 2008) adalah volume priming atau volume
3) Ultrafiltrasi dialyzer rendah, clereance dialyzer tinggi
Peningkatan gradien tekanan dengan sehingga bisa menghasilkan clearence urea
penambahan tekanan negatif yang biasa dan creatin yang tinggi tanpa membuang
disebut ultrafiltrasi pada mesin dialysis. protein dalam darah, koefesien ultrafiltrasi
Tekanan negatif diterapkan pada alat ini. tinggi dan tidak terjadi tekanan membran
Untuk meningkatkan kekuatan penghisap yang negatif yang memungkinkan terjadi
pada membrane dan memfasilitasi back ultrafiltration, tidak mengakibatkan
pengeluaran air. Kekuatan ini diperlukan reaksi inflamasi atau alergi saat proses
hingga mencapai isovolemia (keseimbangan hemodialisa (hemocompatible), murah dan
cairan). terjangkau, bisa dipakai ulang dan tidak
2.2.4 Komponen Hemodialisa mengandung racun. Syarat dialyzer yang
1) Mesin Hemodialisa baik adalah bisa membersihkan sisa
metabolisme dengan ukuran molekul

6
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
rendah dan sedang, asam amino dan bagian pompa, sensor vena, air leak
protein tidak ikut terbuang saat proses detector (penangkap udara), karet tempat
hemodialisis, volume dialyzer kecil, tidak injeksi, klem vena dan arteri dan bagian
mengakibatkan alergi atau untuk heparin (Misra, 2005). Fungsi dari
biocompatibility tinggi, bisa dipakai ulang BL adalah menghubungkan dan
dan murah harganya (Levy, dkk., 2004) mengalirkan darah pasien ke dialyzer
3) Dialysate selama proses hemodialisis
Dialysate adalah cairan elektrolit yang 5) Fistula Needles
mempunyai komposisi seperti cairan Fistula Needles atau jarum fistula sering
plasma yang digunakan pada proses disebut sebagai Arteri Vena Fistula (AV
hemodialisis (Hoenich & Ronco, 2007). Fistula) merupakan jarum yang ditusukkan
Cairan dialysate terdiri dari dua jenis yaitu ke tubuh pasien PGK yang akan menjalani
cairan acetat yang bersifat asam dan hemodialisa. Jarum fistula mempunyai dua
bicarbonate yang bersifat basa. Kandungan warna yaitu warna merah untuk bagian
dialysate dalam proses hemodialisis arteri dan biru untuk bagian vena
menurut Reddy & Cheung ( 2009 ) 2.2.5 Komplikasi saat Hemodialisis
Tabel .2.1. Kandungan dialysate Komplikasi yang sering terjadi pada penderita
Elektrolit / Zat konsentrasi yang lain yang menjalani HD adalah gangguan
Sodium 135 – 145 mmol/l hemodinamik. Tekanan darah umumnya
Potasium 0 – 4 mmol/l menurun dengan dilakukannya UF atau
Calsium 1.5 mmol/l penarikan cairan saat HD. Hipotensi
Magnesium 0.25 – 0.5 mmol/l intradialitik terjadi pada 5-40% penderita
Chlorida 102 – 106 mmol/l yang menjalani HD reguler. Namun sekitar 5-
Bicarbonat 30 – 39 mmol/l 15% dari pasien HD tekanan darahnya justru
Dextrose 11 mmol/l meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi
Acetat 2.0 – 4.0 mmol/l intradialitik atau intradialytic hypertension
4) Blood Line (BL) atau Saluran Darah (HID) (Agarwal dan Light, 2010).
Blood line untuk proses hemodialisa terdiri Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi
dari dua bagian yaitu bagian arteri komplikasi akut dan komplikasi kronik
berwarna merah dan bagian vena berwarna (Daurgirdas et al., 2007).
biru. BL yang baik harus mempunyai

7
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
1) Komplikasi Akut. 2) Komplikasi Kronik
Komplikasi akut adalah komplikasi yang Adalah komplikasi yang terjadi pada
terjadi selama hemodialisis berlangsung. pasien dengan hemodialisis kronik.
Komplikasi yang sering terjadi adalah: Komplikasi kronik yang sering terjadi
hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit dapat dilihat pada Tabel 2.4 di bawah
kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, ini. (Bieber dan Himmelfarb, 2013).
demam, dan menggigil (Daurgirdas et al., Tabel 2.4 Komplikasi kronik hemodialisis
2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013). (Bieber dan Himmelfarb, 2013)

Tabel 2.3 Komplikasi Akut Hemodialisis (Bieber Penyakit jantung


Malnutrisi
dan Himmelfarb, 2013)
Hipertensi / volume excess
Komplikasi Penyebab
Hipotensi Penarikan cairan yang Anemia
berlebihan, terapi
antihipertensi, Renal osteodystrophy
infark jantung, tamponade, Neurophaty
reaksi anafilaksis
Hipertensi Kelebihan natrium dan air, Disfungsi reproduksi
ultrafiltrasi yang tidak
adekuat Komplikasi pada akses
Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, Gangguan perdarahan
tabung, heparin, besi,
lateks Infeksi
Aritmia Gangguan elektrolit,
perpindahan cairan yang Amiloidosis
terlalu cepat, obat Acquired cystic kidney disease
antiaritmia yang terdialisis
Kram Otot Ultrafiltrasi terlalu cepat,
gangguan elektrolit 2.2.6 Akses Vaskuler
Emboli Udara Udara memasuki sirkuit
darah American Journal of Kidney Diseases
Dialysis disequilibirium Perpindahan osmosis
antara intrasel dan (AJKD) merekomendasikan bahwa pasien
ekstrasel menyebabkan sel
menjadi bengkak, edema PGK stadium 4 dan 5 sudah harus dipasang
cerebral, penurunan
konsentrasi urea plasma akses vaskuler untuk persiapan tindakan
yang terlalu cepat
Masalah pada dialisat / kualitas air hemodialisis yang berupa kateter subklavia
Chlorine Hemolisis oleh karena
menurunnya kolom atau Arteriovenous shunt (AJKD, 2006).
charcoal
Kontaminasi Fluoride Gatal, gangguan Pembuatan akses vaskuler untuk proses
gastrointestinal, sinkop,
tetanus, gejala hemodialisis bertujuan untuk mendapatkan
neurologi, arritmia
Kontaminasi bakteri / Demam, mengigil, aliran darah yang optimal. agar proses
endotoksin hipotensi oleh karena
kontaminasi dari hemodialisis bisa berjalan dengan baik
dialisat maupun sirkuITair
(Reddy & Cheung, 2009). Akses vaskuler
yang disarankan adalah AV Shunt atau

8
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
cimino, double lumen dan arteriovenosa Target dosis hemodialisis disamping dengan
grafts (AVG) (NKF DOQI, 2006). AV Kt/V dapat juga dihitung berdasarkan URR.
Shunt merupakan akses vaskuler yang Program dialisis dikatakan berhasil, jika :
paling aman saat ini tetapi bila saat insersi - Pasien mencapai BB kering.
tidak menggunakan tehnik yang benar akan - Pasien makan dengan diit normal.
mengakibatkan kerusakan - Kadar Hb ≥ 10 g/dl.
2.2.7 Dosis Hemodialisis - Tekanan darah normal
Dosis waktu hemodialisis untuk 3 kali seminggu
adalah 12 jam sampai dengan 15 jam atau 5 jam BAB III
setiap kali tindakan. Sedangkan target Kt/V yang ASUHAN KEPERAWATAN
harus dicapai adalah 1,2 dengan rasio reduksi 3.1.Pengkajian
ureum 65% (NKF DOQI, 2006). Rekomendasi Keluhan
dari PERNEFRI (2003) target Kt/V adalah 1,2 Klien dengan hemodialisis biasanya
untuk hemodialisis 3 kali seminggu selama 4 jam mengeluhkan: Lemas, pusing, gatal,
setiap hemodialisis dan Kt/V 1,8 untuk bengkak-bengkak, sesak, kram, buang air
hemodialisis 5 jam setiap hemodialisis. URR kecil tidak lancar, mual, muntah, tidak
yang ideal adalah diatas 65% setiap kali tindakan nafsu makan, susah tidur, berdebar, diare,
hemodialisis (PERNEFRI, 2003). Dosis susah buang air besar, penglihatan tidak
hemodialisis yang berdasarkan target Kt/V bisa jelas, sakit kepala, nyeri dada, nyeri
dihitung dengan rumus generasi kedua dari punggung, susah berkonsentrasi, kulit
rumus Daugirdas yaitu : kering, pandangan gelap, nyeri otot, nyeri
Kt/V = -Ln( R - 0,008 x t ) + ( 4 – 3,5 x R ) x UF/W pada penusukkan jarum, rembes pada
Keterangan : akses darah, keringat dingin, batuk
a. Ln adalah logaritma natural berdahak/tidak
b. R adalah BUN setelah hemodialisis dibagi Riwayat Penyakit Dahulu
BUN sebelum hemodialisis Menanyakan adanya riwayat infeksi
c. t adalah lama waktu hemodialisis saluran kemih, infeksi organ lain, riwayat
d. UF adalah jumlah ultrafiltrasi dalam liter kencing batu/obstruksi, riwayat konsumsi
e. W adalah berat badan pasien setelah obat-obatan, jamu, riwayat trauma ginjal,
hemodialisis riwayat penyakit endokrin, riwayat
penyakit kardiovaskuler, riwayat darah

9
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
tinggi, riwayat kehamilan, riwayat - LVH
dehidrasi, riwayat trauma, atau jika - Uremia
pasien regular hemodialisis ditanyakan - Asidosis metabolic
jadwal dialysis terakhir. - Reaksi transfusi
Riwayat Kesehatan Keluarga - Demam (sepsis-dehidrasi)
Menanyakan riwayat polikistik, diabetes, - Infeksi berulang
hipertensi, riwayat penyakit ginjal yang 3) Brain ( B 3 )
lain. Cantumkan genogram minimal tiga - Sakit kepala, penglihatan kabur,
generasi. pusing
Pemeriksaan Fisik - Penurunan kesadaran sampai
1) Breath (B 1) dengan koma
- Pernapasan kusmaul, Napas - Kejang-kejang
pendek-cepat - Letih, insomnia
- Ronchi akibat adanya edema - Komplikasi stroke
pulmonum 4) Bladder ( B 4 )
- Pernafasan cuping hidung - Poliuri pada awal gangguan ginjal,
2) Blood ( B 2) olguri dan anuri pada fase lanjut
- Hipertensi, distensi vena jugularis - Disuria, kaji warna urin
- Palpitasi, angina, nyeri dada - Riwayat batu pada saluran kencing
- Disritmia - Gangguan fungsi sexual
- Pallor - Penurunan libido
- Hipotensi/hipertensi, nadi - Haid (-), amenore
lemah/halus - Gangguan fungsi ereksi
- Edema periorbital-pretibial - Produksi testoteron dan sperma
- Anemia menurun
- Hiperlipidemia - Infertile
- Hiperparatiroid 5) Bowel ( ( B 5 )
- Trombositopeni - Kelebihan cairan
- Pericarditis - Mual, muntah, anorexia, nyeri
ulu hati
- Aterosklerosis
- Distensi abdomen, Asites
- CHF
- Rasa haus

10
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
- Gastritis ulserasi, stomatitis dan post, kreatinin pre dan post,
- Malnutrisi, penurunan Berat badan protein total, albumin, globulin,
kering. SGOT-SGPT, bilirubin, gama gt,
- Ascites, meteorismus, diare, alkali fosfatase, kalsium, fosfor,
konstipasi
kalium, natrium, klorida, gula darah,
6) Bone ( B 6 ) SI, TIBC, saturasi transferin, feritin
- Tonus otot menurun, ROM serum, pth, vit D, kolesterol total,
berkurang HDL, LDL, trigliserida, asam urat,
- Lelah, lemah atau malaise Hbs Ag, antiHCV, anti HIV, CRP,
- Edema extermitas, peningkatan astrup:pH/P02/pC02/HCO3
BB, penurunan BB - Biasanya dapat ditemukan adanya:
- Turgor kulit jelek, pruritus, kulit anemia,hiperkalemia,hiperfosfatemi
kering, gatal gatal, iritasi kulit. a,hipokalsemi, ureumikum, kreatinin
- Osteoporosis akibat dampak dari meningkat, pH darah rendah, GD
mineral bone desease hingga klien DM menurun
fraktur tulang Radiologi
- Kram otot, kesemutan , mati rasa, - Rontgen : kemungkinan
baal, nyeri punggung ditemukan adanya gambaran
- Lemak subkutan menurun pembesaran jantung, edema
- Nyeri punggung pulmonum, effuse pleura,
Pengkajian Psikososial - USG : adanya batu saluran
- Integritas ego kencing/ginjal, ukuran korteks,
- Interaksi social gambaran keadaan ginjal,
- Tingkat pengetahuan tentang adanya pembesaran ukuran
penyakit dan penatalaksanaannya ginjal, vaskularisasi ginjal.
- Stress emosional - ECHO : penurunan ejection
- Konsep diri fraction (EF), terdapat LVH
Laboratorium dsb.
- Urine lengkap
- Darah lengkap meliputi: Hb,Hct,
WBC, Trombosit, LED, Ureum pre

11
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
EKG
Dapat dilihat adanya pembesaran
jantung, gangguan irama, hiperkalemi,
hipoksia miokard.
Biopsi
Mendeteksi adanya keganasan pada
jaringan ginjal
3.2. Diagnoasa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien
dengan penyakit ginjal kronik yang
menjalani HD disusun berdasarkan
Evidence base practice serta masalah
yang muncul sebelum (di rumah), saat
dan sesudah proses dialysis serta
berdasarkan skala prioritas.
Adapun diagnosa keperawatan yang
lazim muncul adalah
1) Kelebihan Volume cairan
2) Gangguan pertukaran gas
3) Gangguan sirkulasi spontan
4) Resiko ketidak seimbangan elektrolit
(hiperkalemia)
5) Hipertermia
6) Penurunan curah jantung
7) Nyeri akut
8) Resiko infeksi
9) Resiko Jatuh
10) Resiko defisit nutrisi
3.3. Nursing Intervention Classification (NIC)

12
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
13
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
Diagnosa Keperawatan (NANDA,SDKI) Nursing Outcome Criteria (NOC) Nursing Intervention Classification (NIC)

Kelebihan Volume cairan Keseimbangan cairan dengan kriteia Tindakan mandiri :


: 1) Monitor intake dan output
Batasan karakteristik :
 Tercapai berat badan kering
 Adanya keluhan sesak nafas, nafas terasa 2) Timbang BB sebelum dan sesudah HD
 Intra Dialytic Weight Gain 3) Monitor perubahan BB pasien sebelum dan sesudah
berat.
(IDWG) tidak melebihi 2 Kg
 Edema (anasarka/perifer) dialysis
 Tidak terdapat edema perifer 4) Monitor tanda dan gejala, odem ektermitas, asites
 Berat badan meningkat dalam waktu
maupun pulmonum ataupun odem pulmonum
singkat (IDWG>2 kg)
Status pernafassan : 5) Monitor status hemodinamik meliputi TD, nadi,
 Terdengar suara nafas tambahan
 Frekwensi pernafasan 10- respiration rate selama proses dialysis
 Oligouria/anuria
20x/mnt Tindakan Kolaborasi
 Intake lebih banyak dari output
 Tidak ada suara nafas 1) Terapi Hemodialisa
 Gambaran X-ray : Oedema paru/kongesti - Jelaskan prosedur hemodislisis dan
tambahan
paru tujuannya
 Irama pernafasan reguler
 Asites - Catat tanda vital : berat badan, suhu, denyut
Pengetahuan :
Factor yang berhubungan: nadi, pernafasan, dan tekanan darah
 Klien mematuhi diit yang
 Gangguan mekanisme regulasi - Lakukan hemodialisis sesuai peresepan
dianjurkan
 Kelebihan asupan cairan (prescription)
 Klien mengetahui jadwal HD
 Kelebihan asupan natrium - Monitor vital sign selama dialysis
yang akan datang
berlangsung
- Kolaborasi terkait komplikasi dialysis

14
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
- Hentikan tindakan hemodialisis sesuai
indikasi
Tindakan Edukasi
1) Jadwal HD yang akan datang jika ada
2) Edukasi tentang diet rendah garam dan
pembatasan cairan untuk menghndari
penumpukan cairan secara berlebihan dalam
tubuh
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga mengikuti
tindakan rumah sakit untuk mengatasi
kelebihan cairan
4) Jaga kateter dialysis
Gangguan pertukaran gas Keseimbangan asam dan basa : Independen
1) Pertahankan kepatenan jalan nafas
Batasan karakteristik :  serum pH dalam batas : 7,35-
2) Berikan Terapi Oksigen sesuai yang dianjurkan
 Klien mengeluh sesak, Nyeri kepala, 7,45
3) Monitor adanya kemungkinan penyebab sebelum
gelisah, kelemahan, disorientasi,  Serum bicarbonate HCO3:
mencoba mengatasi ketidakseimbangan asam basa
penurunan kemampuan berpikir 22-26mEq/L
( lebih efektif mengatasi etiologi daripada
 Pernafasan kusmaul  Serum karbon dioksida: 35-45 mengelola ketidak seimbangan )
 Hasil laboratorium pH urin < 6, nilai mmHg 4) Monitor ketidak seimbangan elektrolit yang
HCO3 <22 MEq/L, pH plasma <7.35,  kadar PaO2 :80-100mmHg berhubungan dengan asidosis metabolic misalnya
BE ≤ -2 MEq/L, hiperkalemia, hyponatremia, hiperkalemia, atau hipokalemia,
kekurangan CO2 hipokalsium, hiofosfatemia dan hypomagnesemia

15
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
 Pada asidosis metabolic yang berat dapat Status pernafasan : 5) Monitor manifestasi yang terjadi pada system
terjadi : hipotensi, hipoksia, aritmia dan  Frekwensi pernafasan 10- kardio pulmonary sebagai akibat memburuknya
pernafasan kusmaul 20x/mnt asidosis metabolic seperti hipotensi, hipoksia,

 Anoreksia, mual dan muntah.  Irama pernafasan regular aritmia dan pernafasan kusmaul
Tindakan Kolaborasi
 Kejang dan koma  Tidak ada suara nafas
1) Manajemen Asidosis Metabolik : pemberian
 PCO2 meningkat, PO2 Menurun tambahan
HCO3 oral atau parenteral
 Takikardi Status hemodinamik :
2) Terapi Hemodialisa
 Bunyi nafas tambahan  Frekwensi nadi 60-100x/menit
- Persiapan dialysis : persiapan kateter untuk
 pH arteri meningkat/menurun  Kesadaran komposmentis
dialysis sesuai kebutuhan
 Diaphoresis Pengetahuan :
- Jelaskan prosedur hemodialisis dan
 kesadaran menurun  Klien mematuhi diit yang tujuannya
Factor yang berhubungan : dianjurkan - Lakukan hemodialisis sesuai peresepan
 Ketidakseimbangan asam basa (Asidosis  Klien mengetahui jadwal HD (prescription)
metabolic) yang akan datang - Monitor vital sign selama dialysis
 Ketidak seimbangan ventilasi perfusi berlangsung

 Perubahan membran alveolus kapiler - Kolaborasi terkait komplikasi dialysis


- Hentikan tindakan hemodialisis sesuai
indikasi
Tindakan Edukasi
1) Jadwal HD yang akan datang jika ada

16
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
2) Edukasi tentang diet rendah karbohidrat untuk
menurunkan CO2, Nutrisi adequate pada pasien
yang mengalami asidosis metabolic kronik
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga mengikuti
tindakan rumah sakit untuk mengatasi asidosis
metabolik
4) Jaga kateter dialysis
Gangguan sirkulasi spontan Status sirkulasi : Tindakan Mandiri
Batasan karakteristik :  Tekanan darah systole dan 1) Berikan Terapi Oksigen sesuai yang dianjurkan
 Klien tidak berespon, mengeluh kepala diastole : tidak turun ≥20 mmHg 2) Pertahankan kepatenan jalan nafas
pusing, mual kadang muntah  Saturasi oksigen 95-100% 3) Posisi Trendelenburg untuk meningkatkan
 Frekuensi nadi < 50 /menit atau > 150  Frekwensi nadi 60-100x/menit perfusi darah ke otak dan mencegah aspirasi
/menit  Irama jantung regular 4) Monitor status Hemodinamik
 Tekanan darah sistolik < 60 mmHg atau  Akral hangat, kering, merah Tindakan Kolaborasi
>200 mmHg  CRT : < 2 detik 1) Terapi untuk pasien

 Frekuensi nafas < 6 X/menit atau > Status kesadaran : a. Pemberian cairan salin isotonik (bolus 100-
250 ml)
30X/mmenit  Komposmentis
 Kesadaran menurun/tidak sadar b. Pemberian cairan koloid (albumin, jika
Status pernafasan :
 pasien hipoalbumin)
Suhu < 34,5⸰C  Respiration rate : 10 -20
c. Penggunaan obat vasopressor (dopamin atau
 Saturasi oksigen <85% x/menit
norepinefrin) terutama untuk pasien yang
 Gambaran ECG menunjukkan aritmia  Irama nafas : Reguler
sakit berat atau di rawat di rumah sakit
letal ( misal Ventrikular Tachicardi(VT),

17
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
Ventrikular Fibrilation (VF), Asystole, d. Pemberian midodrine, 5-10 mg
pulseless Electrical Activity (PEA), atau e. Pemberian sertraline, vasopressin, antagonis
menunjukkan aritmia mayor (misal AV adenosin, atau carnitine
Blok derajat 2 type 2, AV Block total, 2) Tindakan HD
takiaritmia/bradiaritmia, Supra a. Menurunkan laju UF sampai <1,5 L/jam
Ventrikular Tachicardia (SVT), atau menghentikannya (mengurangi atau
Ventricular Extrasystole (VES), menghentikan UF dapat menyebabkan
symptomatic) pasien masih mengalami kelebihan cairan
Factor yang berhubungan diakhir HD)
 Abnormalitas kelistrikan jantung b. Menurunkan Laju Aliran Darah (QB; Blood
 Abnormalitas struktur jantung Flow) tetapi sebagian besar sumber literatur
 Penurunan fungsi ventrikel menyatakan bahwa menurunkan QB tidak

 Prosedur tindakan HD banyak membawa manfaat dan justru dapat


menurunkan klirens / adekuasi HD
c. Meningkatkan konsentrasi Natrium dalam
dialisat (sampai dengan 148 meq/L)
kemudian diturunkan sampai 135 meq/L
d. Mengatur moda (profiling) Natrium-
ultrafiltrasi selama HD
e. Menurunkan suhu dialisat sampai 35.5 C
(dianjurkan untuk menurunkan bertahap
sebesar 0.5°C tiap kali)

18
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
f. Menghentikan HD bila tekanan darah sitolik
<70 mmHg, atau jika timbul gejala iskemia
otak atau jantung, atau jika tekanan darah
tidak membaik, serta mengirim pasien ke
unit rawat darurat
Tindakan Edukasi
1) Jika pasien setiap sesi HD selalu mengalami
hipotensi, maka pasien dianjurkan beralih ke
dialisis peritoneal (CAPD)
2) Kepatuhan diit
3) Manajemen obat ( pantau kepatuhan mengenai
regimen obat)

Resiko ketidak seimbangan elektrolit Keseimbangan elektrolit (kalium) Tindakan Mandiri


1) Berikan Terapi Oksigen sesuai yang dianjurkan
(hiperkalemia)  Serum kalium 3,5-5,0 mEq/L
2) Monitor kadar kalium sebelum dan sesudah
Batasan karakteristik : Status jantung:
dialisis
 Mual, sesak, gelisah, kelemahan otot,  Gambaran ECG dalam batas
3) Monitor akibat hiperkalemia terhadap jantung
 Gambaran ECG adanya gelombang T normal
(misalnya, penurunan jantung, blok jantung,
yang tinggi, interval PR memanjang, Status Hemodinamik :
puncak gelombang T, fibrilasi atau Asistole)
depresi ST, QRS melebar, kehilangan  Nadi regular
4) Catat intake/asupan kalium yang tidak
gelombang p, akhirnya qRS melebar dan  Frekwensi 60-100x/menit
disengaja
 Akral hangat, kering, merah
Tindakan Kolaborasi

19
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
akhirnya terjadi henti jantung attau 1) Manajemen hiperkalemia : pemberian deuritik,
asystole. pemberian obat yang dapat menggeser kalium
 Hasil laboratorium Kalium ≥ 5 mEq/L, ke dalam sel misalnya 50% dextrose dan
asidosis metabolic insulin, natrium bicarbonate, calcium clorida,
 Pucat, sianosis, CRT > 3 detik dan calcium glukonat, natrium polistiren
 Nadi irregular. (kayexalate)

 Akral teraba dingin 2) Terapi Hemodialisa

 Warna kulit pucat - Jelaskan prosedur hemodislisis dan

Factor yang berhubungan : tujuannya

 Disfungsi ginjal - Catat tanda vital : berat badan, suhu, denyut

 Kelebuhan volume cairan nadi, pernafasan, dan tekanan darah


- Lakukan hemodialisis sesuai peresepan
 Gangguan mekanisme regulasi
(prescription)
 Muntah
- Monitor vital sign selama dialysis
 Diare
berlangsung
 Asupan kalium yang berlebihan ( buah
- Kolaborasi terkait komplikasi dialysis
dan sayur mentah, pemberian kalium oral
- Hentikan tindakan hemodialisis sesuai
maupun Intravena)
indikasi
Tindakan Edukasi
1) Jadwal HD yang akan datang
2) Edukasi tentang kepatuhan terhadap diet
misalnya menghindari makanan tinggi kalium,

20
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
memenuhi kebutuhan makanan dengan
pengganti garam dan makanan rendah kalium)
3) Hindari deuritik hemat kalium misalnya
spironalakton (aldakton), dan triamterene
(dyrenium)
4) Jelaskan pada pasien dan keluarga pada langkah
langkah sesuai protocol untuk mengobati
hiperkalemia.
5) Jaga Akses vaskuler
Hipertermia Termoregulasi : Tindakan mandiri :
1) Observasi suhu dan tanda vital lainnya
Batasan karakteristik - Suhu 36 – 37C
2) Monitor warna kulit dan suhu
 Suhu tubuh >37 ◦C Tanda vital
3) Kompres hangat (berikan untuk pasien
 Takikardi - TD dalam batas toleransi pasien
dengan suhu yang sangat tinggi, tidak
 Kulit merah - Nadi : 60-100x/menit
memberikannya selama fase dingin, dan
 Kulit terasa hangat - Respirasi 10-20x/mnt
hindari agar pasien tidak menggigil)
 Takipnea Reaksi tranfusi teratasi :
4) Beri selimut atau pakaian ringan sesuai
 Menggigil - Tranfusi dihentikan
dengan fase demam ( memberi selimut
Factor yang berhubungan :
hangat untuk fase dingin, menyediakan linen
 Proses infeksi (berhubungan dengan
ringan untuk demam dan fase
tindakan invasive seperti terpasang
bergejolak/flush)
CVC (central venous catheter)
5) Beri oksigen jika diperlukan
 Dehidrasi

21
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
 Respon trauma 6) Hentikan transfusi jika penyebabnya diduga
 Reaksi tranfusi dari tanfusi
Tindakan Kolaborasi
1) Pemberian Antipiretik
2) Pemeriksaan laborotarium : Darah lengkap,
Kultur darah dsb
3) Pemberian Antibiotik
4) Evaluasi CVC (lama terpasang, kondisi
selang, tanda infeksi )
5) Tindakan Hemodialisis
- Mengecilkan Qb
- Menurunkan/menaikkan Suhu dialisat
- Profiling mesin

22
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
RANGKUMAN DAFTAR PUSTAKA
Standar asuhan keperawatan merupakan hal Agency for Healthcare Research and
yang penting dalam melaksanakan setiap Quality.(2012). Chronic Kidney
Disease Stages 1–3: Screening,
tindakan keperawatan di rumah sakit.
Monitoring, and Treatment.
Standar asuhan keperawatan adalah dasar Rockville: AHRQ Publication. No.
keilmuan untuk menentukkan setiap rencana 11(12)- EHC075-EF January Ahmed,
S., & Lowder, G. (2012) Severity and
dan tindakan keperawatan agar bisa
Stages of Chronic Kidney Disease.In
memberikan asuhan yang aman dan benar. Goőz ,M. (Ed.), Chronic Kidney
Standar asuhan keperawatan pada pasien Disease. Rijeka, Croatia: InTech
Janeza
PGK dengan hemodialisis bertujuan untuk
American Nephrology Nurse’s Association.
mempertahankan kondisi hemodinamik (2005). Nephrology nursing
yang stabil dan menjaga agar kualitas hidup standards of practice and guideline
pasien baik. Asuhan yang berkualitas akan for care. Pitman, NJ: Anthony J.
Janneti
mengurangi resiko yang tidak diinginkan dan Armiyati, Y. (2009). Hipotensi dan
mengurangi waktu rawat inap asien PGK Hipertensi Intradialisis pada Pasien
dengan hemodialisis. Chronic Kidney Disease (CKD) saat
Menjalani Hemodialisis di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta. LPPM
Unimus 2012 , 126-135.
Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., &
Dochterman, J. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC).
St. Louis Missouri: Elsiver.
Curtis, J., Roshto, B., & Roshto, B. (2008).
Principles Of Dialysis. Dalam Core
Curriculum For The Dialysis
Technician (hal.77-80). Medison:
Medical Education Institute inc
Han, D,S. (2009). Acceptance into the
Chronic Dialysis. Dalam Lai, K, N.
(Ed.), Apractical Manual Of Renal
Medicine. Hong Kong: Stallion Press
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2014).
NANDA International Nursing
Diagnoses Definitions and

23
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim
Classification 2015-2017. Oxford: Persatuan Perawat Nasional
Wiley Blackwell. Indonesia

Himmelfarb, J., & Ikizler, T. A. (2010).


Medical Progress Hemodialysis.
Engl J Med ,363 (suppl, 1833) 45
Hoenich, N,A.,& Ronco, C. (2007).
Haemodialysis Fluid: Composition
and Clinical Importance. Blood
Purif, 25 : 62-68.
Kovacic, V.,Roguljic, L., &Kovacic, V.
(2003). Metabolic Acidosis of
chronically hemodialyzed patients.
American Journal of Nephrology,
23(3), 158-164
Levy, J., Morgan, J., & Brown, E. (2004).
Oxford Handbook of Dialysis
Second Edition. Oxford: Oxford
University Press
NANDA. (2018). Nursing Diagnoses :
Definitions and Clacification 2018-
2020. Philadelphia USA : NANDA
International
NKF DOQI Kidney Disease : Improving
Global Outcomes (KDIGO) CKD
Work Group. (2013) KDIGO
clinical practice guideline for the
evaluation and management of
chronic kidney disease. Kidney Int
Suppl. ; 3:1-150.
Nursing Intervention Classification (NIC),
6th edition (2016), Gloria
Bulechek, Howard butcher, Joanne
Dotcherman and Cheryl Wagner.
Singapore : Elsevier
Persatuan Nefrologi Indonesia / PERNEFRI.
(2003). Konsensus Pernefri. Jakarta
SDKI. (2016), Standar Diagnosis
Keperawatan Indonesia: Definisi
dan indikator Diagnostik, edisi 1,

24
Dibawakan Pada Acara PITDA 9 IPDI Jatim

Anda mungkin juga menyukai