Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN AKHIR

TUTORIAL 2
BLOK PELAYANAN SEDIAAN FARMASI
FARMAKOTERAPI SISTEM ENDOKRIN, KARDIOVASKULAR DAN RENAL

Disusun oleh:
KELAS C

Dhea Laraswati 2208020138


Vadhel Alfenanda Primadhiani Gunawan 2208020139
Maulana Vikri 2208020140
Wina Annisa 2208020141
Wahyu Alamsyah 2208020142
Dewi Kartika 2208020143
Nur Diandra Jahja 2208020144
Fina Erfiana 2208020145
Rania 2208020146
Nofa Fitriyani 2208020147_Ketua
Fathia Nurrizka Utami 2208020148_ Sekretaris

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER ANGKATAN 38


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Topik Pembelajaran
Topik pembelajaran pada tutorial ini adalah Farmakoterapi pada Penyakit Gagal
Ginjal Kronis.
B. Skenario
Tn. MS datang ke IGD RS dengan keluhan sesak nafas dan kondisi umum lemah,
CM dan gizi kurang. Keluhan ini dirasakan 8 jam sebelum masuk RS. Pasien rutin
melaksanakan Hemodialisa seminggu sekali dan besok adalah jadwal Hemodialis
Rutin.
1. Identitas Pasien

Nama Pasien Tn. MS

Umur/Jenis kelamin 40 tahun /laki-laki

No. RM 60-X-X-8

Status perkawinan Menikah Peserta BPJS

Pekerjaan Wiraswasta

Berat badan 80 kg

Tinggi badan 165 cm

Tanggal masuk RS 27 Januari 2023

Diagnosa Gagal Ginjal Kronis

2. Riwayat Pasien

Riwayat Obat - Metformin sehari dua kali 1 tablet 500 mg


- Valsartan sehari sekali 1 tablet 80 mg

Riwayat Penyakit Hipertensi

Riwayat Alergi -

Riwayat Keluarga Diabetes mellitus pada keluarga pasien.

Riwayat Sosial Merokok


Pekerjaan Wiraswasta

3. Data Pemeriksaan

C. Terminologi Medis
No. Istilah Penting Penjelasan
1 Hemodialisa Hemodialisa merupakan terapi pengganti fungsi ginjal pada
penyakit gagal ginjal kronis stage V menggunakan mesin
dialyzer. Di dalam mesin tersebut, darah pasien dibersihkan
dari sisa sia metabolisme yang menumpuk dalam darah
setelah dibersihkan darah pasien dialirkan kembali ke tubuh
pasien Prosedur ini dilakukan untuk mengambil alih fungsi
ginjal dengan hemodialisis pada pasien GGK Stage V atau
stage akhir yang biasanya dilakukan dalam waktu 12-15 jam
untuk setiap minggunya, atau paling sedikit 3-4 jam per
terapi (Lin Fatimah, 2020; Maris, 2013; dan Wiliyanarti,
2019).
2 Gagal ginjal kronis Gagal ginjal kronis atau disingkat dengan GGK merupakan
gangguan penurunan fungsi renal yang progresif dan
irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan
elektrolit, serta teriadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG)
kurang dari 50 ml/menit, yang ditandai dengan adanya
peningkatan kadar BUN dan kreatinin (Husna, 2010).
3 CM CM atau Compos Mentis berarti keadaan seseorang sadar
penuh dan dapat menjawab pertanyaan tentang dirinya dan
keadaan sekelilingnya (Singhal, 2014).
4 Gizi kurang Gizi kurang merupakan suatu keadaan dimana tubuh tidak
dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dalam jangka waktu
tertentu sehingga tubuh akan memecah cadangan makanan
yang berada di bawah lapisan lemak dan lapisan organ tubuh
(Adiningsih, 2010).
5 BUN BUN atau Blood Ureum Nitrogen adalah kondisi ketika
ginjal tidak mampu untuk menyaring cairan dalam jumlah
banyak sehingga kadar ureum dan kreatinin dalam darah
meningkat, BUN termasuk dalam sebuah indikator
pemeriksaan dalam pasien gagal ginjal. Biasanya terjadi
peningkatan pada BUN dan kreatinin serum dimana ekskresi
ureum dalam tubuh kira-kira 25 mg/hari dengan kadar
normalnya 20-35 mg/dL (Dwi Afrian, 2015).
6 ClCr ClCr atau kliren kreatinin adalah suatu metode spesifik dan
sensitif untuk mengetahui fungsi ginjal. ClCr menandakan
jumlah kreatinin darah yang disaring oleh ginjal yang
dijadikan parameter untuk mengetahui GFR ginjal dimana
adanya gangguan filtrasi di glomerulus dan reabsorpsi di
tubulus. Parameter ini digunakan untuk mengikuti kemajuan
status ginjal pasien. Namun, jika penilaian fungsi ginjal
hanya dinilai dengan ClCr kurang dapat menggambarkan
fungsi ginjal karena ClCr dalam tubuh dapat dipengaruhi
usia, jenis kelamin, dan BMI (Fahmi, 2021; Ganong, 2016;
Hardjono, dkk, 2007; dan Aziz M, dkk, 2008).
7 2JPP Glukosa 2 jam Post Prandial adalah salah satu pemeriksaan
untuk mendeteksi adanya diabetes atau hiperglikemia yang
dilakukan setelah 2 jam setelah makan. Dengan parameter
normal 2JPP adalah <140 mg/dL, pra diabetes 140-199
mg/dL, diabetes >199 mg/dL (Langgang, 2021).
8 Transfusi PRC PRC atau Packed Red Cell merupakan salah satu sel darah
merah yang dikemas yang digunakan sebagai pengganti sel
darah merah pada saat transfusi darah. PRC mengandung
hemoglobin (whole blood), memiliki nilai hematokrit
sebesar 80%, yang biasanya digunakan untuk pasien
mengalami anemia. Transfusi PRC diberikan sampai gejala-
gejala oksigen need biasanya sampai Hb 8-10 g/Dl,
kecepatan pemberian tranfusi adalah 1 cc/kgBB per jam
(Arsiyanti, 2018; Astuti, 2013; dan Tjokroprawiro, 2015).
9 GFR GFR atau Glomeroulus Filtration Rate (Laju Filtrasi
Glomerulus) adalah laju penyaringan darah dalam
glomerulus. GFR merupakan cara terbaik untuk menentukan
tingkat fungsi ginjal serta menentukan tingkat keparahan
bagi penderita penyakit ginjal. Untuk pasien laki-laki, GFR
didapatkan dari perhitungan (140-usia)x kg BB/72 X SCr
atau serum kreatinin. Untuk pasien perempuan, (140-usia)x
kg BB/72 X SCr x 0,85 (Hartono, 2019).

D. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana patofisiologi dari penyakit GGK dengan DM, Hipertensi, Anemia?
2. Apa saja tanda dan gejala pada pasien GGK?
3. Apa saja faktor resiko pada pasien GGK?
4. Bagaimana interpretasi hasil data lab dan klinik sehingga pasien GGK?
5. Bagaimana klasifikasi dari penyakit GGK?
6. Bagaimana tujuan dan strategi terapi dari pasien GGK?
7. Bagaimana ketepatan pengobatan atau ada tidaknya DRP dari kasus pasien
GGK?
8. Bagaimana terapi farmakologi dan non-farmakologi untuk pasien GGK?
9. Bagaimana algoritma terapi dari pasien GGK?
10. Bagaimana monitoring dan evaluasi pada kasus GGK?
11. Bagaimana konseling pada pasien GGK?
BAB II
PENJELASAN DAN PEMBAHASAN KASUS

A. Patofisiologi penyakit GGK


Adanya penyakit diabetes melitus (yang didukung dengan penyakit riwayat
keluarga) pada pasien, kemudian pasien mengalami gagal ginjal kronis. Penyakit DM
akan meningkatkan albumin, lalu gula tinggi dalam darah akan bereaksi dengan
protein sehingga menyebabkan struktur dan fungsi sel tubuh berubah termasuk
memaran basal glomerulus dan menyebabkan penghalang rusak dan terjadi kebocoran
protein ke urin (mikroalbuminuria). Mikroalbuminuria akan berkembang menjadi
proteinurea dan berkembang menajdi penurunan LFG, penurunan LFG yang
berlangsung 3 bulan lebih secara progresif akan menyebabkan gagal ginjal. Pada
pasien DM yang menjalani atau mendapatkan terapi ginjal dengan disertai
peningkatan tekanan darah juga dapat menurunkan LFG sehingga akhirnya
menyebabkan gagal ginjal tahap akhir. Peningkatan tekanan darah tersebut terjadi
karena adanya penebalan pembuluh darah yang menyebabkan penyempitan lumen
kapsul bowman di glomerulus sehingga aliran darah ke ginjal (nefron) berkurang.
Gagal ginjal kronis juga menyebabkan terjadinya anemia yang disebabkan
oleh defisiensi EPO stimulating factors. 90% eritropoetin diproduksi oleh ginjal
sehingga ginjal tidak memproduksi EPO dengan seimbang. Selain itu, hemodialisis
dapat menyebabkan defisiensi hormon EPO, sehingga terjadi penurunan hemoglobin
pada pasien tersebut (Dipiro et al, 2021).

B. Tanda dan Gejala penyakit Gagal Ginjal Kronis


a. Tanda dan gejala pada pasien yang terkena gagal ginjal kronis sesuai kasus
- Sesak nafas
- Kondisi umum lemah
- Gizi kurang
b. Tanda dan gejala pasien yang terkena gagal ginjal kronis berdasarkan
literatur
- Sindrom uremia: nyeri dada (perikarditis), pendarahan abnormal seperti
ekimosis dan pendarahan saluran cerna, serta penurunan kesadaran
(ensefalopati uremikum)
- Malaise, pruritus, mual dan muntah
- Anemia, pucat dan mudah lelah
- Kelebihan cairan: edema pada ekstremitas
- Palpitasi (aritmia)
(Liwang, 2020)

C. Faktor resiko penyakit GGK


1. Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin berkurang juga fungsi dari ginjal
2. Obesitas
Obesitas dikaitkan dengan peningkatan risiko berkembangnya penyakit gagal
ginjal kronik karena aliran plasma di ginjal, aktivitas sistem renin-angiotensin-
aldosteron, dan tekanan intraglomerular masing-masing meningkat pada pasien
obesitas dan dapat menyebabkan kerusakan ginjal.
3. Kebiasaan merokok
Ketergantungan terhadap rokok meningkatkan paparan zat-zat kimia dalam
tubuh. Penelitian yang dilakukan oleh Speeckaert, dkk (2013) menyebutkan
bahwa merokok berpengaruh terhadap kejadian gagal ginjal kronik. Asap rokok
yang terdiri dari beberapa bahan kimia berupa partikel/gas dengan hidrofilik,
lipofilik dan ambifilik alam dapat menyebabkan efek nefrotoksik (Speeckaert,
2013).
4. Hipertensi sebagai penyakit penyerta pasien memperburuk kualitas ginjal
sehingga pasien menderita Gagal Ginjal Kronis Stage V.
5. Diabetes Mellitus (riwayat keluarga)
(Dipiro, 2021)

D. Interpretasi Data Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Hasil Interpretasi

Hemoglobin 8,8 Rendah

Hematokrit 27,4 Rendah

Albumin 3,19 Rendah

BUN 98 Tinggi
Creatinin 14,12 Tinggi

Kalium 5,82 Tinggi

Asam Urat 8,6 Tinggi

Glukosa 184 Tinggi

2JPP 202 Tinggi

ClCr 7,3 Tinggi

Tekanan darah 200/100 Tinggi

E. Klasifikasi dari penyakit GGK


Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik berdasarkan GFR (glomerular filtration rate) atau
LFG (laju filtrasi glomerulus) (Sumber: Clinical Practice Guideline for the Evaluation
and Management of Chronic Kidney Disease)

(KDIGO, 2013)

F. Tujuan dan Strategi Terapi


a. Tujuan
1. Mengurangi gejala dan menurunkan progresivitas dari gagal ginjal
2. Mencegah adanya komplikasi
3. Mengurangi mortalitas pada pasien tersebut
b. Strategi
1. Melakukan pemeriksaan 3 bulan sekali serta memantau tekanan darah
2. Melakukan terapi hemodialisis
3. Melakukan monitoring obat dan kepatuhan pasien
(KDIGO, 2013)

G. DRP

No. Jenis DRP Ya Tidak Alasan Tindak Lanjut

1. Ada indikasi 
tidak ada
obat

2. Penggunaan 

obat tanpa

indikasi /
Tidak

diperlukan

obat

3. Obat tidak  ACEI dan ARB Memilih salah satu,


dipakai bersamaan yaitu Valsartan
tepat karena
farmakokinetik
valsartan tidak
berhubungan
dengan ginjal
(Liwang, 2020)

4.. Dosis terlalu 

rendah

5. Dosis terlalu 

tinggi

6. Efek 
Samping
7. Interaksi  Diltiazem dan Penghentian
Obat bisoprolol diltiazem atau
meningkatkan pemberian
toksisitas satu alternatif obat
sama lain dan (Liwang, 2020)
menyebabkan
bradikardi

8. Pasien tidak 
menggunak
an obat
karena
alasan
kepatuhan,
ekonomi,
dan
availabilitas

H. Terapi farmakologi dan non-farmakologi


1. Terapi Farmakologi
Golongan Obat Nama Obat Bentuk sediaan Dosis & Aturan Pakai
ARB Valsartan Tablet 1×160 mg di pagi hari
CCB dhp Amlodipin Tablet 1×5 mg di malam hari
sebelum tidur
Diuretik Lasix Tablet 2×20 mg per 12 jam
Beta blocker Bisoprolol Tablet 1×2,5 mg di malam
hari sebelum tidur
Suplemen Asam folat Tablet 3×1 mg per 8 jam
sekali
CaCO3 Tablet 2×1 mg di pagi dan
malam hari setelah
makan malam
Pertimbangan Klinis Pemberian Terapi
 Pemilihan golongan ARB (valsartan) karena obat tersebut tidak
menimbulkan efek nefrotoksik, walaupun ACEI dan ARB sama-sama first
line therapy, namun kami memilih golongan ARB. Berdasarkan Kapita
Selekta Kedokteran, farmakokinetik valsartan tidak berhubungan dengan
ginjal, dan dosis awalnya yaitu 80-160 mg jadi masih masuk rentang
(Liwang, 2020).
 Penggunaan asam folat untuk pasien gagal ginjal kronik dengan anemia
disarankan karena dengan adanya asam folat dapat mengobati rendahnya
kadar asam folat. Jika hemoglobin pasien turun terlalu rendah, dapat juga
diberikan transfusi sel darah merah atau PRC (Packed Red Cell) (National
Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases, 2017).
 Penggantian obat diltiazem dilakukan karena diltiazem tidak
direkomendasikan pada pasien dengan terapi B-blocker sehingga diganti
dengan amlodipin (Dipiro et al, 2021).

2. Terapi Non Farmakologi


a. Berhenti merokok
b. Perbanyak makan sayuran dan buah seperti:
- terutama jus jambu merah, untuk meningkatkan Hb setelah cuci darah
- kacang hijau untuk meningkatkan hemoglobin
c. Diet rendah garam
d. Hemodialisis
e. Pengaturan diet tinggi kalori dan rendah protein
(Dipiro, 2021)
I. Algoritma Terapi

(Dipiro et al., 2015)


J. Monitoring dan Evaluasi
Efektivitas Efek Samping
Valsartan Parameter subjektif: Tidak ada Monitoring nilai
keluhan pusing karena tensi tinggi tekanan darah
Parameter objektif: Tekanan darah Monitoring kadar
mencapai 140/90 serum potassium
Amlodipin Parameter subjektif: Tidak ada Monitoring nilai
keluhan pusing karena tensi tinggi tekanan darah
Parameter objektif: Tekanan darah
mencapai 140/90
Furosemide Parameter subjektif: Pasien sering Monitoring kadar
berkemih asam urat sampai 2,5-
Parameter objektif: berapa kali dia 8,5 mg/dL, kalium
berkemih atau berapa ml urinnya 3,5-5,1 mmol/L.
Monitoring kadar
serum potassium
Bisoprolol Parameter subjektif: Tidak ada Monitoring nilai
keluhan pusing karena tensi tinggi tekanan darah
Parameter objektif: Tekanan darah Monitoring kadar
mencapai 140/90 serum potassium
Asam folat Parameter subjektif: Tidak ada Monitoring nilai Hb
keluhan pusing dan lemas karena
anemia.
Parameter objektif: Hb meningkat
CaCO3 Pemeliharaan ginjal -
- Monitoring parameter terapi CKD, terutama klirens ginjal karena kemungkinan ada
interaksi minor antara Lasix + asam folat
- Monitoring komplikasi CKD
- Monitoring kepatuhan hemodialisa rutin
- Keseimbangan Cairan Dijaga (Input=Output)
- Keseimbangan Elektrolit:
– Koreksi Hiperkalemia dg Insulin+Dextrose, Ca-Polistiren sulfonat p.o. Ato Ca-
Glukonas i.v.
– Koreksi Hiper/Hipo-natremia
- Keseimbangan Asam-Basa – Koreksi Asidosis dengan Na Bikarbonat
- Merekomendasikan membuat target nutrisi yang diatur oleh Ahli Gizi

K. KIE Pengobatan
a. Menjelaskan keberhasilan terapi kepada pasien
b. Menjelaskan tujuan dan strategi dari pengobatan yang dilakukan
c. Menjelaskan informasi obat (Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi
khusus, rute dan metode pemberian, aturan pakai, efek samping, interaksi,
farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, stabilitas,
ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain).
d. Menjelaskan terapi non farmakologi
e. Edukasi kepatuhan pasien tentang penggunaan obat dan kerutinan hemodialisa
untuk meningkatkan kualitas hidup
L. Analisa Kasus

M. Tujuan Pembelajaran
1. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi, tanda dan gejala, serta faktor
resiko dari penyakit GGK
2. Mahasiswa mampu menginterpretasi hasil data lab pasien GGK
3. Mahasiswa mampu mengetahui terapi farmakologi dan non-farmakologi serta
menilai ketepatan pengobatan pasien GGK
4. Mahasiswa mampu mengetahui monitoring dan evaluasi pada pasien GGK
5. Mahasiswa mampu memberikan konseling untuk pasien GGK
BAB III
KESIMPULAN

Penyakit DM akan meningkatkan albumin, lalu gula tinggi dalam darah akan bereaksi
dengan protein sehingga menyebabkan struktur dan fungsi sel tubuh berubah sehingga terjadi
penurunan LFG yang berlangsung 3 bulan lebih secara progresif akan menyebabkan gagal
ginjal. Adanya penyakit penyerta hipertensi juga memperparah penurunan LFG pada ginjal
sehingga memperparah kondisi Gagal Ginjal Kronis hingga tahap akhir sehingga pengobatan
pada pasien ini harus hati-hati dan dilakukan monitoring serta evaluasi terapi yang diberikan
pada pasien agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.
DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih, S. 2010. Waspada Gizi Balita Anda. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo
Afrian Nian, N. 2015. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Gangguan. Gastrointestinal.
Jakarta: TIM.
Arsiyanti. (2015). Faktor Resiko Anemia pada Remaja Putri di Kecamatan Botoramba
(online) (http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/feebe11a479a99942311ee7f12801140.
pdf) diakses tanggal 28 Februari 2021
Astuti dan Laksono. 2013. Keamanan Darah di Indonesia. Surabaya. Health Advocacy
Aziz, M. F., Witjaksono, J., & Rasjidi, I. (2008). Panduan Pelayanan Medik : Model
Interdisiplin Penatalaksanaan Kanker Serviks dengan Gangguan Ginjal. Jakarta: EGC.
Dwiafriyani, Reza. 2022. Gambaran Kadar Bun pada Pasien HT yang menjalani GGK di
RSUD M. Yunus prov. Bengkulu tahun 2022 : Bengkulu
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2015, Pharmacotherapy
Handbook, 9th Edit., McGraw-Hill Education Companies, Inggris
DiPiro J.T., Wells B.G., Schwinghammer T.L. and DiPiro C. V., 2021, Pharmacotherapy
Handbook, 12th Edit., McGraw-Hill Education Companies, Inggris
Fahmi A. 2021. Kimia Klinik Dasar  (Pemahaman Apa dan Hal-Hal yang Berkaitan dengan
Kimia Klinik). 1st ed. Bandung: Penerbit Media Sains Indonesia
Ganong, William F. 2008. Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Hardjono. 2007. Clinical Practice Guideline for Chronic Kidney Disease Evaluation
Evaluation, Clasification & Stratification Am. J. Kidney Dis
Hartono, Budi, dkk. 2019. Nilai Estimasi Glomerulus Filtration Rate (GFR) menggunakan
Persamaan Cockcroft and Gault pada Masyarakat Terpajan Merkuri di Area
Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) Desa Lebaksitu Kabupaten Lebak Banten.
Forum Ilmiah. Vol. 16 (2)
Husna, Cut. 2010. Gagal Ginjal Kronis dan Penanganannya: Literatur Review. Jurnal
Keperawatan. Vol. 3 (2)
Langgang. 2021. Hubungan Kadar 2JPP dengan Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus
Tipe 2 di RSUD Karanganyar: UMS
Lin Patimah, S. (2020). Konsep Relaksasi Zikri danIimplikasinya Terhadap Penderita Gagal
Ginjal Kronis ( Kajian Teoritik dan Praktik). Jawa Barat: CV. Adabu Abimat
Liwang, Ferry, dkk. (editor). (2020). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi ke-5 (Edisi ke-
5). Depok: Media Aesculapius Fak. Kedokteran UI.
Maris. 2013. Gambaran Makna Hidup Pasien GGK yang Menjalani HD : Jakarta
National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. 2017. Epidemiology of
Kidney Disease in The Unite States. United States Renal Data System.
NKF-KDIGO. KDIGO 2012 clinical practice guideline for the evaluation and management of
chronic kidney disease. ISN. 2012; 3(1):1–163
Rasjidi, Imam. (2008). Panduan Pelayanan Medik Model Interdisiplin Penatalaksanaan.
Jakarta: EGC
Singhal NS, Josephson SA. (2014) A practical approach to neurologic evaluation in the
intensive care unit. J Crit Care; 29(4): 627-33
Speeckaert, M.M., Dalanghe, J.R., Vanholder, R.C. 2013. Chronic Nicotine Exposureand
Acute Kidney Injury: New Concepts and Experimental Evidence.Oxford journal
volume 28 (6) : 1329-1331
Tjokroprawiro, Askandar. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Fakultas Kedokteran
Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo
Surabaya (Ed.2). Surabaya: Airlangga University Press.
Wiliyanarti, P. F., & Muhith, A. (2019). Life experience of chronic kidney diseases
undergoing hemodialysis therapy. NurseLine Journal, 4(1). doi:
https://doi.org/10.19184/nlj.v4i1.9701
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai