Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga
tim penyusun dapat menyelesaikan Panduan Pelayanan Makanan Rumah Sakit
Mitra Husada dengan tepat waktu.
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB V LOGISTIK 16
BAB IX PENUTUP 35
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jumlah kasus Penyakit Ginjal Kronik (PGK) saat ini bertambah dengan
cepat, terutama di negara berkembang. Pada tahapan tertentu progresivitas
penyakit PGK cepat berubah menjadi PGK tahap akhir. Penyakit PGK tahap
akhir ini menjadi masalah kesehatan yang utama karena akan memperburuk
kondisi kesehatan seseorang dan meningkatkan biaya perawatan.
Ada beberapa alternatif terapi pengganti ginjal salah satunya
Hemodialisis selain CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) dan
Transplantasi Ginjal. Hemodialisis dilakukan 10-12 jam seminggu atau 2 kali
seminggu selama 4-5 jam .Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal
yang banyak dipilih.
Berdasarkan estimasi WHO secara global lebih dari 5 juta orang
mengalami penyakit PGK,sekitar 1,5 juta orang harus bergantung hidupnya
pada Hemodialisis.Jumlah pasien PGK tahap akhir yang belum melakukan
Hemodialisis dari tahun 2002 sampai dengan 2006 adalah
2077,2039,2594,3556 dan 4344 pasien. Sedangkan jumlah pasien yang sudah
menjalani Hemodialisis antara tahun 2002 sampai dengan 2006 adalah
1425,1656,1908,2525 dan 3079 pasien. Dari data tersebut tampak jelas
peningkatan jumlah penderita PGK tahap akhir dari tahun ke tahun.
Di Indonesia , berdasarkan Pusat Data & Informasi Perhimpunan Rumah
Sakit Indonesia, jumlah pasien PGK diperkirakan sekitar 50 orang per satu
juta penduduk, 60% nya adalah usia dewasa dan usia lanjut.Menurut Depkes
RI tahun 2009, terdapat sekitar 70 ribu pasien PGK yang memerlukan
penanganan Hemodialisis.
Beberapa penelitian menyimpulkan presentase penyebab terjadinya PGK
yaitu Glomerulonefritis (36,4%), penyakit ginjal obstruktif dan infeksi ginjal
(24,4%),penyakit ginjal diabetes (19,9%), Hipertensi (9,1%),penyebab lainnya
(5,2%), penyebab yang tidak diketahui (3,8%) dan penyakit ginjal polikistik
(1,2%).
Dengan meningkatnya prevalensi penyakit PGK tahap akhir, Rumah
Sakit harus berupaya menyediakan pelayanan Hemodialisis untuk mengurangi
mortalitas penderita PGK tahap akhir.Hemodialisis menjadi terapi pengganti
ginjal yang rutin bagi penderita PGK tahap akhir.
Buku pedoman pelayanan ini disusun dengan harapan dapat menjadi
pedoman bagi instalasi terkait dalam melaksanakan manajemen pelayanan,
khususnya pada Instalasi Hemodialisis RS Mitra Husada.
Sesuai perkembangan IPTEK dan dinamika tuntutan pelanggan, tentunya
kedepannya pedoman pelayanan ini secara periodik perlu dilakukan evaluasi
dan revisi guna penyempurnaan materinya. Untuk hal tersebut diharapkan
adanya saran yang konstruktif dari semua instalasi kerja / pihak yang terkait.
B. Tujuan Pedoman
Tujuan Umum :
Meningkatkan kualitas pelayanan pasien gagal ginjal melalui pedoman
pelayanan hemodialisis yang berorientasi pada keselamatan dan keamanan
pasien.
Tujuan Khusus :
1 Memberi acuan regulasi pelayanan Hemodialisis
2 Memberi acuan manajemen pelayanan Hemodialisis
3 Memberi acuan kualifikasi dan pengaturan pelayanan
4 Memberi acuan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelayanan
Hemodialisis
5 Memberi acuan sistem/pola pembiayaan yang berkaitan dengan pelayanan
Hemodialisis
C. Ruang Lingkup
1. Pengertian
Instalasi Hemodialisis adalah instalasi pelayanan cuci darah yang
terdiri dari minimal 4 mesin Hemodialisis, yang disupervisi oleh seorang
nefrolog (dokter spesialis penyakit dalam konsulen ginjal hipertensi) dan
seorang dokter spesialis penyakit dalam yang sudah menjalani pelatihan
Hemodialisis sebagai penanggung jawab serta dokter umum pelaksana
Hemodialisis dan perawat pelaksana yang juga sudah mendapatkan
pelatihan Hemodialisis sesuai standar Pernefri.
Hemodialisis adalah proses pembersihan darah dari akumulasi
sampah buangan yaitu zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat beracun
lainnya dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi
membran selektif-permeabel.
2 Tujuan Pelayanan
a. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita
penurunan fungsi ginjal agar tetap aktif dan produktif selain usaha
untuk memperpanjang hidup.
b. Memberikan pengetahuan mengenai perlunya cuci darah dan usaha
meningkatkan kualitas hidup kepada pasien dan keluarga.
3 Standar Klasifikasi Pelayanan
RS Mitra Husada merupakan rumah sakit umum daerah non pendidikan.
D. Batasan Operasional
1 Kriteria pasien yang ditangani:
a. Pasien yang mengalami penyakit ginjal kronik yaitu pasien yang
sudah mengalami penurunan fungsi ginjal selama lebih dari 3 bulan.
b. Pasien yang mengalami gagal ginjal akut yaitu pasien yang
mengalami penurunan fungsi ginjal akut dimana sebelumnya fungsi
ginjal diketahui masih baik dalam kurun waktu kurang dari 3 bulan
terakhir.
c. Pasien dengan indikasi segera yaitu pasien PGK atau GGA yang
disertai kondisi berikut :
1) Hiperkalemia yaitu kadar kalium darah > 6mEq/L
2) Asidosis Metabolik Berat
3) Kegagalan terapi konservatif : gagal terapi medikamentosa
4) Kadar ureum/kreatinin yang tinggi dalam darah
5) Perikarditis: radang lapisan luar dan dalam jantung
6) Gangguan konfusi berat yaitu gangguan kognisi,perhatian,
memori dan orientasi dengan sumber yang tidak diketahui
7) Hipercalsemia
8) Hipertensi emergency
2. Instalasi Hemodialisis RS Mitra Husada dilaksanakan dalam 2 shift yaitu
pagi dan sore , masing-masing shift terdiri dari 7 jam diluar cito
3. Sesuai dengan persyaratan Pernefri Instalasi Hemodialisis RS Mitra
Husada telah memiliki ketenagaan sebagai berikut :
a. Satu orang nefrolog ( dokter spesialis penyakit dalam konsulen ginjal
hipertensi)
b. Satu orang dokter spesialis penyakit dalam yang sudah pelatihan
Hemodialisis
c. Perawat yang bertugas di instalasi Hemodialisis ada yang sudah
pelatihan dan ada yang belum pelatihan Hemodialisis.
E. Landasan Hukum
Dalam pelayanan Hemodialisis di RS Mitra Husada memiliki landasan hukum
sebagai berikut :
1. UU no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
2. UU no. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
3. UU no. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
4. UU no. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Propinsi
5. UU no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
6. UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
7. PP no. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
8. Kepmenkes no.812 tahun 2010 ttg Pelayanan Dialisis pada Fasilitas
Kesehatan
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Kebutuhan
Kualifikasi
No Jabatan Kebutuhan
Pendidikan Pelatihan
1 Supervisor HD Nefrolog 1
2 Penanggung jawab HD Dr sp PD HD 1
3 Dokter pelaksana HD Dokter Umum ACLS/HD 1
PPGD / BLS /
4 Perawat Pembimbing (CI) D3 Keperawatan BTLS / 1
BCLS/HD
PPGD / BLS /
5 Kepala Ruangan HD S1-Keperawatan BTLS / 1
BCLS/HD
B. Distribusi Ketenagaan
Ketenagaan pelayanan hemodialisis terdiri dari:
1. Tenaga medis: Kepala Instalasi Hemodialisis, Dokter SpPD Konsulta
Ginjal Hipertensi, Dokter SpPD yang bersertifikat HD.
2. Perawat mahir HD
3. Teknisi mesin
4. Tenaga administrasi dan tenaga pendukung lainnya
Kompetensi :
1. Kepala Instalasi Hemodialisis adalah Dokter SpPD-KGH.
2. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) hemodialisis adalah Dokter
SpPD-KGH dan/atau Dokter SpPD yang telah mempunyai sertifikat
pelatihan HD di pusat pendidikan yang terakreditasi dan disahkan oleh PB
PERNEFRI.
3. Perawat mahir HD adalah Perawat yang bersertifikat pelatihan HD di
pusat pendidikan yang terakreditasi dan disahkan oleh PB PERNEFRI.
C. Pengaturan Jaga
Pengaturan Jaga Perawat instalasi HD (UHD)
1 Pengaturan jadwal dinas perawat UHD dibuat dan dipertanggung
jawabkan oleh kepala ruangan. Jadwal dinas dibuat utuk jangka waktu
satu bulan dan direalisasikan ke perawat pelaksana UHD setiap satu
bulan
2 Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari
tertentu, maka perawat tersebut dapat mengajukan permintaan dinas
pada buku permintaan. Permintaan akan disesuaikan dengan kebutuhan
tenaga yang ada (apabila tenaga cukup dan berimbang serta tidak
mengganggu pelayanan, maka permintaan disetujui)
3 Setiap tugas jaga/shift harus ada perawat penanggung jawab shift (PJ
Shift) dengan syarat pendidikan minimal D III keperawatan dan masa
kerja minimal 2 tahun, serta memiliki sertifikat Pelatihan Ginjal
Intensif/Pelatihan Teknik Dialisis.
4 Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi dan dinas siang.
5 Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak
dapat sesuai jadwal yang telah ditetapkan (terencana), maka perawat
yang bersangkutan harus memberi tahu kepala ruangan sebelum jam
dinasnya. Sebelum memberi tahu kepala ruangan HD, diharapkan
perawat yang bersangkutan sudah mencari perawat pengganti, apabila
perawat yang bersangkutan tidak mendapatkan perawat pengganti,
maka kepala ruangan HD akan mencari tenaga perawat pengganti yaitu
perawat yang hari itu libur
6 Apabila ada tenaga perawat tiba-tiba tidak dapat jaga sesuai jadwal
yang telah ditetapkan (tidak terencana), maka kepala ruangan HD akan
mengambil alih jadwal tersebut.
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANGAN
toilet
water
treatmen
4
4
3 4
6
1 2
9 8
Keterangan :
1. Pintu
2. Meja
3. Wastafel
4. Wc
5. Water treatment
6. Mesin HD
7. Bad/ tempat tidur
8. Kursi
9. Tv
10. Lemari
B. STANDAR FASILITAS
A. Alur Pelayanan
1. Pasien Baru
a. Masuk dari IGD:
Pasien mendaftar di registrasi IGD untuk mendapatkan nomor rekam
medis, setelah diperiksa dan ditangani oleh dokter jaga IGD serta
dikonsulkan ke internist diputuskan untuk dilakukan
Hemodialisis,.keluarga dan pasien harus diberikan informed consent
lebih dahulu, bila setuju pemeriksaan skrining untuk HbsAg, Anti HCV
serta anti HIV harus dilakukan. Selanjutnya setelah ada hasil
laboratorium, petugas IGD/petugas di ruangan rawat inap menghubungi
Ruangan Hemodialisis untuk mendapatkan jadwal HD. Sementara
menunggu bisa dilakukan pemasangan Catheter Double Lumen untuk
akses sementara Hemodialisis di ruang rawat inap.
b. Masuk dari Poliklinik Penyakit Dalam:
Pasien mendaftar di registrasi Rawat Jalan untuk mendapatkan nomor
Rekam Medis, setelah diperiksa dan ditangani oleh dokter spesialis
penyakit dalam dan diputuskan untuk cuci darah, bila pasien setuju
setelah informed consent,dilakukan pemeriksaan skrining lanjutan yaitu
Anti HCV, Anti HIV dan HbsAg. Bila pasien dirawat inap, petugas
rawat inap yang menghubungi ruangan HD untuk mendapatkan
jadwal,apabila pasien rawat jalan, petugas poliklinik yang menghubungi
ruangan HD.
c. Pasien pindahan dari pusat Hemodialisis lain:
Alur pasien sama dengan (a) dan (b) dengan menunjukkan surat
Travelling Dialysis.
2. Pasien Lama
a. Rutin
Pasien menunjukkan Kartu Berobat Pasien ke petugas registrasi rawat
Lantai 1, petugas menghubungi perawat HD dan menginformasikan
bahwa pasien bisa HD setelah diverifikasi oleh petugas kasir lantai .
b. Masuk dari IGD:
Setelah mendaftar dan dikonsultasikan ke dr.spesialis penyakit dalam
Hemodialisis dan perlu rawat inap, petugas ruangan rawat inap yang
menghubungi petugas HD untuk melaporkan pasien rutin itu dirawat di
ruangan tersebut dan bila tidak sesuai jadwal maka akan dijadwalkan
ulang.
3. Masuk dari Poliklinik Penyakit Dalam:
Pasien rutin yang setelah diperiksa oleh dr.spesialis penyakit dalam
memerlukan rawat inap, petugas rawat inap yang menghubungi petugas di
ruangan HD seperti tertuang di butir (b).
B. Informed Consent
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang
efektif antara dokter dengan pasien dan bertemunya pikiran tentang apa yang
akan dan apa yang tidak akan dilakukan tehadap pasien. Definisi
operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu
pasien,keluarga atau walinya) yang isinya berupa ijin atau persetujuan kepada
dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut
diberi informasi secukupnya.
BAB V
LOGISTIK
A. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi: assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
5. terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.
A. Keselamatan Kerja
Pengendalian Bahaya di Rumah Sakit
Risiko bahaya yang terjadi di rumah sakit adalah akibat faktor-faktor
lingkungan kerja yang bersumber dari bahan-bahan yang dipergunakan dalam
suatu proses produksi, hasil produksi, sisa produksi serta peralatan dan sarana
dalam melakukan pekerjaan serta keadaan cuaca ditempat kerja.
Faktor-faktor lingkungan kerja di RS Mitra Husada Makassar terdiri
dari faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor psikologi dan faktor
ergonomik. Faktor-faktor lingkungan kerja yang nilainya melampaui Nilai
Ambang Batas (NAB), maka kemungkinan dapat mengakibatkan gangguan
kenyamanan kerja, gangguan kesehatan bahkan dapat mengakibatkan penyakit
akibat kerja.
1. Faktor Fisik di lingkungan Rumah Sakit
Faktor-faktor fisik yang biasanya terjadi di lingkungan kerja rumah sakit
adalah;
1) Iklim kerja
Iklim Kerja, adalah keadaan lingkungan kerja yang merupakan
perpaduan antara parameter-parameter suhu udara, kelembaban udara,
suhu radiasi, kecepatan gerakan udara dan panas metabolisme sebagai
hasil aktivitas dari seseorang. Bila melampaui Nilai Ambang Batas
(NAB) sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor. KEP -
51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan Keputusan Dirjen PPM &
PLP No.HK.00.06.64.44, maka akan mengakibatkan berbagai
kelainan fisik dan fisiologis.
Pengendalian bahaya fisik akibat iklim kerja dilakukan
sebagai berikut:
a) Terhadap lingkungan kerja
3) Getaran
Secara garis besar agent - agent biologi dapat digolongkan sebagai berikut:
2. APD yang mempunyai masa kerja tertentu seperti kanister, filter dan
cartridge;
2. Limbah infeksius
Cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang terkontaminasi berat oleh
darah, bila dalam jumlah kecil, dan bila mungkin diencerkan, sehingga
dapat dibuang ke dalam sistem saluran pengolahan air limbah.
4. Limbah citotoksik
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada proses
akhir dimusnahkan dengan incenerator.
6. Limbah plastic