Anda di halaman 1dari 41

PEDOMAN PELAYANAN UNIT HEMODIALISIS

Jl. Gunung Merapi No. 220


Telp: (0411) 3624267, 3619066, Fax: (0411) 3621693
e-mail: rsmitrahusada@yahoo.com
Makassar
90114
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga
tim penyusun dapat menyelesaikan Panduan Pelayanan Makanan Rumah Sakit
Mitra Husada dengan tepat waktu.

Panduan ini disusun agar dapat dijadikan acuan dalam pelayanan


Hemodialisis guna memenuhi standar keselamatan dan mutu pelayanan serta
peningkatan kualitas pelayanan Rumah Sakit Mitra Husada.
Kami menyadari dalam penyusunan pedoman ini masih banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran terkait Pedoman
Pelayanan Unit Hemodialisis ini untuk kemajuan dan perbaikan di edisi
berikutnya.
Kami juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak terkait yang
telah membantu kami dalam penyusunan pedoman ini. Semoga Pedoman
Pelayanan Unit Hemodialisis ini bermanfaat dan dapat dijadikan acuan di Rumah
Sakit Mitra Husada, sehingga dapat meningkatkan kualitas dan mutu pelayanan di
Rumah Sakit Mitra Husada.

Makassar, 24 Januari 2019

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II STANDAR KETENAGAAN 5

BAB III STANDAR FASILITAS 9

BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN 14

BAB V LOGISTIK 16

BAB VI KESELAMATAN PASIEN 19

BAB VII KESELAMATAN KERJA 21

BAB VIII PENGENDALIAN MUTU 33

BAB IX PENUTUP 35
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jumlah kasus Penyakit Ginjal Kronik (PGK) saat ini bertambah dengan
cepat, terutama di negara berkembang. Pada tahapan tertentu progresivitas
penyakit PGK cepat berubah menjadi PGK tahap akhir. Penyakit PGK tahap
akhir ini menjadi masalah kesehatan yang utama karena akan memperburuk
kondisi kesehatan seseorang dan meningkatkan biaya perawatan.
Ada beberapa alternatif terapi pengganti ginjal salah satunya
Hemodialisis selain CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis) dan
Transplantasi Ginjal. Hemodialisis dilakukan 10-12 jam seminggu atau 2 kali
seminggu selama 4-5 jam .Hemodialisis merupakan terapi pengganti ginjal
yang banyak dipilih.
Berdasarkan estimasi WHO secara global lebih dari 5 juta orang
mengalami penyakit PGK,sekitar 1,5 juta orang harus bergantung hidupnya
pada Hemodialisis.Jumlah pasien PGK tahap akhir yang belum melakukan
Hemodialisis dari tahun 2002 sampai dengan 2006 adalah
2077,2039,2594,3556 dan 4344 pasien. Sedangkan jumlah pasien yang sudah
menjalani Hemodialisis antara tahun 2002 sampai dengan 2006 adalah
1425,1656,1908,2525 dan 3079 pasien. Dari data tersebut tampak jelas
peningkatan jumlah penderita PGK tahap akhir dari tahun ke tahun.
Di Indonesia , berdasarkan Pusat Data & Informasi Perhimpunan Rumah
Sakit Indonesia, jumlah pasien PGK diperkirakan sekitar 50 orang per satu
juta penduduk, 60% nya adalah usia dewasa dan usia lanjut.Menurut Depkes
RI tahun 2009, terdapat sekitar 70 ribu pasien PGK yang memerlukan
penanganan Hemodialisis.
Beberapa penelitian menyimpulkan presentase penyebab terjadinya PGK
yaitu Glomerulonefritis (36,4%), penyakit ginjal obstruktif dan infeksi ginjal
(24,4%),penyakit ginjal diabetes (19,9%), Hipertensi (9,1%),penyebab lainnya
(5,2%), penyebab yang tidak diketahui (3,8%) dan penyakit ginjal polikistik
(1,2%).
Dengan meningkatnya prevalensi penyakit PGK tahap akhir, Rumah
Sakit harus berupaya menyediakan pelayanan Hemodialisis untuk mengurangi
mortalitas penderita PGK tahap akhir.Hemodialisis menjadi terapi pengganti
ginjal yang rutin bagi penderita PGK tahap akhir.
Buku pedoman pelayanan ini disusun dengan harapan dapat menjadi
pedoman bagi instalasi terkait dalam melaksanakan manajemen pelayanan,
khususnya pada Instalasi Hemodialisis RS Mitra Husada.
Sesuai perkembangan IPTEK dan dinamika tuntutan pelanggan, tentunya
kedepannya pedoman pelayanan ini secara periodik perlu dilakukan evaluasi
dan revisi guna penyempurnaan materinya. Untuk hal tersebut diharapkan
adanya saran yang konstruktif dari semua instalasi kerja / pihak yang terkait.

B. Tujuan Pedoman
Tujuan Umum :
Meningkatkan kualitas pelayanan pasien gagal ginjal melalui pedoman
pelayanan hemodialisis yang berorientasi pada keselamatan dan keamanan
pasien.
Tujuan Khusus :
1 Memberi acuan regulasi pelayanan Hemodialisis
2 Memberi acuan manajemen pelayanan Hemodialisis
3 Memberi acuan kualifikasi dan pengaturan pelayanan
4 Memberi acuan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam pelayanan
Hemodialisis
5 Memberi acuan sistem/pola pembiayaan yang berkaitan dengan pelayanan
Hemodialisis

C. Ruang Lingkup
1. Pengertian
Instalasi Hemodialisis adalah instalasi pelayanan cuci darah yang
terdiri dari minimal 4 mesin Hemodialisis, yang disupervisi oleh seorang
nefrolog (dokter spesialis penyakit dalam konsulen ginjal hipertensi) dan
seorang dokter spesialis penyakit dalam yang sudah menjalani pelatihan
Hemodialisis sebagai penanggung jawab serta dokter umum pelaksana
Hemodialisis dan perawat pelaksana yang juga sudah mendapatkan
pelatihan Hemodialisis sesuai standar Pernefri.
Hemodialisis adalah proses pembersihan darah dari akumulasi
sampah buangan yaitu zat sisa metabolisme seperti ureum dan zat beracun
lainnya dengan mengalirkan darah lewat alat dializer yang berisi
membran selektif-permeabel.
2 Tujuan Pelayanan
a. Memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita
penurunan fungsi ginjal agar tetap aktif dan produktif selain usaha
untuk memperpanjang hidup.
b. Memberikan pengetahuan mengenai perlunya cuci darah dan usaha
meningkatkan kualitas hidup kepada pasien dan keluarga.
3 Standar Klasifikasi Pelayanan
RS Mitra Husada merupakan rumah sakit umum daerah non pendidikan.

D. Batasan Operasional
1 Kriteria pasien yang ditangani:
a. Pasien yang mengalami penyakit ginjal kronik yaitu pasien yang
sudah mengalami penurunan fungsi ginjal selama lebih dari 3 bulan.
b. Pasien yang mengalami gagal ginjal akut yaitu pasien yang
mengalami penurunan fungsi ginjal akut dimana sebelumnya fungsi
ginjal diketahui masih baik dalam kurun waktu kurang dari 3 bulan
terakhir.
c. Pasien dengan indikasi segera yaitu pasien PGK atau GGA yang
disertai kondisi berikut :
1) Hiperkalemia yaitu kadar kalium darah > 6mEq/L
2) Asidosis Metabolik Berat
3) Kegagalan terapi konservatif : gagal terapi medikamentosa
4) Kadar ureum/kreatinin yang tinggi dalam darah
5) Perikarditis: radang lapisan luar dan dalam jantung
6) Gangguan konfusi berat yaitu gangguan kognisi,perhatian,
memori dan orientasi dengan sumber yang tidak diketahui
7) Hipercalsemia
8) Hipertensi emergency
2. Instalasi Hemodialisis RS Mitra Husada dilaksanakan dalam 2 shift yaitu
pagi dan sore , masing-masing shift terdiri dari 7 jam diluar cito
3. Sesuai dengan persyaratan Pernefri Instalasi Hemodialisis RS Mitra
Husada telah memiliki ketenagaan sebagai berikut :
a. Satu orang nefrolog ( dokter spesialis penyakit dalam konsulen ginjal
hipertensi)
b. Satu orang dokter spesialis penyakit dalam yang sudah pelatihan
Hemodialisis
c. Perawat yang bertugas di instalasi Hemodialisis ada yang sudah
pelatihan dan ada yang belum pelatihan Hemodialisis.

E. Landasan Hukum
Dalam pelayanan Hemodialisis di RS Mitra Husada memiliki landasan hukum
sebagai berikut :
1. UU no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
2. UU no. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
3. UU no. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
4. UU no. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Propinsi
5. UU no. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
6. UU no. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
7. PP no. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
8. Kepmenkes no.812 tahun 2010 ttg Pelayanan Dialisis pada Fasilitas
Kesehatan
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Klasifikasi Sumber Daya Manusia


1. Kepala Instalasi
Seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi
(Dokter SpPD-KGH) yang diakui oleh PERNEFRI, bertugas sebagai
Kepala Instalasi sekaligus Supervisor. Disamping itu juga dapat bertugas
sebagai Dokter Penanggung jawab Instalasi Dialisis dan/atau Dokter
Pelaksana Instalasi Hemodialisis.
2. Penanggung jawab
Seorang Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Ginjal Hipertensi
(Dokter SpPD-KGH) dan/atau Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Dokter
SpPD) yang telah mempunyai sertifikat pelatihan HD di pusat pendidikan
yang terakreditasi dan disahkan oleh PB PERNEFRI. Disamping itu juga
dapat bertugas sebagai Dokter Pelaksana Instalasi Hemodialisis.
3. Perawat Mahir
Perawat yang telah menempuh pendidikan khusus dialisis dan perawat
ginjal intensif di pusat pelatihan dialisis yang diakui PERNEFRI.
4. Teknisi
Petugas teknik khusus mesin HD yang disediakan oleh provider. Bertugas
untuk menyiapkan mesin dan perlengkapannya, menjalankan dan merawat
mesin dialisis dan pengolah air.

Tabel daftar klasifikasi ketenagaan instalasi Hemodialisis Rs. Mitra Husada.


KUALIFIKASI
N NAMA
PENGALAMAN KEBUTUHAN
O JABATAN PENDIDIKAN SERTIFIKASI
KERJA
Supervisor Konsultan >5 tahun sebagai
1. 1
instalasi HD Ginjal dr.sp PD KGH
Hipertensi
Kepala < 5 tahun sbg
BLS, Pelatihan
2. Ruangan Ners kepala ruangan 1
HD
HD HD
Perawat <5 tahun sbg
BLS, Pelatihan
3a. pelaksana D3-keperawatan perawat pelaksana 2
HD
HD HD
Perawat <1 tahun sbg
BLS,Belum
3b. pelaksana D3-keperawatan perawat pelaksana 2
pelatihn HD
HD HD

Daftar ketenagaan di instalasi Hemodialisis Rs. Mitra Husada


No Nama Jabtan
1 Prof. Dr .dr.Haerani R. kepala instalasi/ dokter spesialis
SpPD.KGH.FINASIM. Sp. GK
2 Ririn Lestari Kepala ruangan HD
3 Rahmatul Hidayah Perawat pelaksana
3 Hudistira Perawat pelaksana
4 Sri Wahyuni Perawat pelaksana
5 Husnaeni Ramli Perawat pelaksana

Kebutuhan
Kualifikasi
No Jabatan Kebutuhan
Pendidikan Pelatihan
1 Supervisor HD Nefrolog 1
2 Penanggung jawab HD Dr sp PD HD 1
3 Dokter pelaksana HD Dokter Umum ACLS/HD 1
PPGD / BLS /
4 Perawat Pembimbing (CI) D3 Keperawatan BTLS / 1
BCLS/HD
PPGD / BLS /
5 Kepala Ruangan HD S1-Keperawatan BTLS / 1
BCLS/HD

Kondisi saat ini


Kualifikasi
No Jabatan Kebutuhan
Pendidikan Pelatihan
1 Supervisor HD Nefrolog 1
2 Penanggung jawab HD Dr sp PD HD 1
3 Dokter pelaksana HD Dokter Umum ACLS/HD 0
PPGD / BLS /
4 Perawat Pembimbing (CI) D3 Keperawatan BTLS / 0
BCLS/HD
5 Kepala Ruangan HD S1-Keperawatan BLS/HD 1

B. Distribusi Ketenagaan
Ketenagaan pelayanan hemodialisis terdiri dari:
1. Tenaga medis: Kepala Instalasi Hemodialisis, Dokter SpPD Konsulta
Ginjal Hipertensi, Dokter SpPD yang bersertifikat HD.
2. Perawat mahir HD
3. Teknisi mesin
4. Tenaga administrasi dan tenaga pendukung lainnya
Kompetensi :
1. Kepala Instalasi Hemodialisis adalah Dokter SpPD-KGH.
2. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) hemodialisis adalah Dokter
SpPD-KGH dan/atau Dokter SpPD yang telah mempunyai sertifikat
pelatihan HD di pusat pendidikan yang terakreditasi dan disahkan oleh PB
PERNEFRI.
3. Perawat mahir HD adalah Perawat yang bersertifikat pelatihan HD di
pusat pendidikan yang terakreditasi dan disahkan oleh PB PERNEFRI.
C. Pengaturan Jaga
Pengaturan Jaga Perawat instalasi HD (UHD)
1 Pengaturan jadwal dinas perawat UHD dibuat dan dipertanggung
jawabkan oleh kepala ruangan. Jadwal dinas dibuat utuk jangka waktu
satu bulan dan direalisasikan ke perawat pelaksana UHD setiap satu
bulan
2 Untuk tenaga perawat yang memiliki keperluan penting pada hari
tertentu, maka perawat tersebut dapat mengajukan permintaan dinas
pada buku permintaan. Permintaan akan disesuaikan dengan kebutuhan
tenaga yang ada (apabila tenaga cukup dan berimbang serta tidak
mengganggu pelayanan, maka permintaan disetujui)
3 Setiap tugas jaga/shift harus ada perawat penanggung jawab shift (PJ
Shift) dengan syarat pendidikan minimal D III keperawatan dan masa
kerja minimal 2 tahun, serta memiliki sertifikat Pelatihan Ginjal
Intensif/Pelatihan Teknik Dialisis.
4 Jadwal dinas terbagi atas dinas pagi dan dinas siang.
5 Apabila ada tenaga perawat jaga karena sesuatu hal sehingga tidak
dapat sesuai jadwal yang telah ditetapkan (terencana), maka perawat
yang bersangkutan harus memberi tahu kepala ruangan sebelum jam
dinasnya. Sebelum memberi tahu kepala ruangan HD, diharapkan
perawat yang bersangkutan sudah mencari perawat pengganti, apabila
perawat yang bersangkutan tidak mendapatkan perawat pengganti,
maka kepala ruangan HD akan mencari tenaga perawat pengganti yaitu
perawat yang hari itu libur
6 Apabila ada tenaga perawat tiba-tiba tidak dapat jaga sesuai jadwal
yang telah ditetapkan (tidak terencana), maka kepala ruangan HD akan
mengambil alih jadwal tersebut.
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANGAN

toilet

water
treatmen
4
4
3 4
6

Ruang HD ruang konsul 10

1 2

9 8

Keterangan :
1. Pintu
2. Meja
3. Wastafel
4. Wc
5. Water treatment
6. Mesin HD
7. Bad/ tempat tidur
8. Kursi
9. Tv
10. Lemari

B. STANDAR FASILITAS

Instalasi hemodialisis mempunyai bangunan dan prasarana yang sekurang


kurangnya terdiri dari:
a. Ruangan hemodialisis:
1) Ruangan hemodialisis sekurang-kurangnya mempunyai kapasitas
untuk 4 mesin hemodialisis.
2) Rasio mesin hemodialisis dengan luas ruangan sekurang-kurangnya
sebesar 1:8 m2.
b. Ruangan penunjang
1) Ruangan pemeriksaan/konsultasi
2) Ruangan dokter
3) Ruangan perawat (nurse station)
4) Ruangan pengolahan air (water treatment)
5) Ruangan sterilisasi alat
6) Ruangan penyimpanan obat
7) Ruangan pimpinan
8) Ruangan administrasi
9) Ruangan pendaftaran/penerimaan pasien dan rekam medik
10) Ruang penunjang non medik yang sekurang-kurangnya terdiri dari
pantry, gudang peralatan, tempat cuci.
11) Ruang tunggu keluarga pasien
12) Toilet yang masing-masing terdiri dari toilet untuk petugas, toilet
untuk pasien, dan toilet untuk penunggu pasien.
c. Spoelhok
Seluruh ruangan harus memenuhi persyaratan minimal untuk
kebersihan, ventilasi, penerangan, dan mempunyai sistem keselamatan
kerja dan kebakaran.
d. Mesin hemodialisis yang digunakan dalam pelayanan harus dikalibrasi
secara berkala sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
e. Mempunyai fasilitas listrik dan penyediaan air bersih (water treatment)
yang memenuhi persyaratan kesehatan.
f. Mempunyai sarana untuk mengolah limbah dan pembuangan sampah
sesuai peraturan yang berlaku (septic tank besar/rujukan limbah padat
infeksius).
g. Dianjurkan memiliki fasilitas akses internet agar dapat mengirim
laporan berkala ke manajemen rumah sakit dan PERNEFRI Pusat
(Indonesian Renal Registry).

Kebutuhan Ruang,Fungsi dan Luasan Ruang serta Kebutuhan Fasilitas


Luas Kebutuhan
No Nama Ruangan Fungsi Ruangan
Ruangan fasilitas
1. Ruang Untuk 3-5 Meja,kursi,lema
Administrasi & Menyelenggarakan m2/petugas ri,arsip,
Rekam Medis kegiatan Administrai telepon/interco
berupa registrasi, m,komputer/pri
pendataan dan nter dan ATK
penyimpanan berkas lainnya
medik pasien
2. Ruang Tunggu Ruang dimana keluarga
atau pengantar pasien
menunggu, dengan
jumlah kursi sesuai
dengan aktivitas
pelayanan
3. Ruang Ruang dimana pasien Min 7,2 Tempat tidur
Hemodialisis mendapatkan tindakan m2 per pasien,mesin
hemodialisis (cuci darah) tempat HD
tidur
4. Ruang Nurse Ruang untuk melakukan Sesuai Meja,kursi,lema
Station perencanaan, kebutuhan ri arsip,lemari
pengorganisasian asuhan obat,
dan pelayanan telepon/interco
keperawatan,pengaturan m, komputer,
jadwal,dokumentasi troley
sampai dengan evaluasi emergency
pasien. (defibrilator,alat
resusitasi,obat2
penyelamatan
hidup),tensimet
er, termometer ,
,stetoskop dll
6. Ruang Ruang untuk melakukan Sesuai Meja,kursi,sofa,
Konsultasi konsultasi oleh dokter kebutuhan telepon/interco
spesialis penyakit dalam/ m,ATK lainnya
subspesialis ginjal kpd
pasien dan keluarganya

7. Ruang Reverse Ruang tempat 1 mesin Mesin RO dan


Osmosis (RO) meletakkan mesin RO RO punya lampu UV
dan sterilisasi dan Filter UV sebelum dimensi
UV air ditampung dalam 1,5mx 0,6
tangki air harian. m
8. Ruang Tangki Ruang tempat Tergantung Tangki air dan
Air Harian meletakkan tangki yang kapasitas pompa
menampung air yang tangki air
telah disterilisasi untuk
dapat digunakan pada
mesin Hemodialisis atau
mesin pembersih dialiser.
9. Gudang Ruang penyimpanan alat- Sesuai Lemari atau rak
alat Hemodialisis kebutuhan
10 Ruang Kepala Ruang tempat kepala Sesuai Kursi,meja,
Instalasi HD ruang Instalasi kebutuhan komputer,
Hemodialisis bekerja dan printer dan ATK
melakukan kegiatan lainnya
perencanaan dan
manajemen
11. Ruang Utilitas Fasilitas untuk 4-6 m2 Kloset leher
Kotor dan membuang kotoran bekas angsa,keran air
tempat cuci pelayanan pasien bersih (Zinc),
khususnya yang berupa keterangan:
cairan,Spoolhoek berupa tinggi bibir
bak atau kloset yang kloset 80-100
dilengkapi denan leher cm dari
angsa permukaan
lantai
12 Toilet Kamar mandi/Kloset Pria/wanita Kloset,wastafel,
Petugas/pasien masing2, bak air
luas 2-3m2
BAB IV
TATALAKSANA PELAYANAN

A. Alur Pelayanan
1. Pasien Baru
a. Masuk dari IGD:
Pasien mendaftar di registrasi IGD untuk mendapatkan nomor rekam
medis, setelah diperiksa dan ditangani oleh dokter jaga IGD serta
dikonsulkan ke internist diputuskan untuk dilakukan
Hemodialisis,.keluarga dan pasien harus diberikan informed consent
lebih dahulu, bila setuju pemeriksaan skrining untuk HbsAg, Anti HCV
serta anti HIV harus dilakukan. Selanjutnya setelah ada hasil
laboratorium, petugas IGD/petugas di ruangan rawat inap menghubungi
Ruangan Hemodialisis untuk mendapatkan jadwal HD. Sementara
menunggu bisa dilakukan pemasangan Catheter Double Lumen untuk
akses sementara Hemodialisis di ruang rawat inap.
b. Masuk dari Poliklinik Penyakit Dalam:
Pasien mendaftar di registrasi Rawat Jalan untuk mendapatkan nomor
Rekam Medis, setelah diperiksa dan ditangani oleh dokter spesialis
penyakit dalam dan diputuskan untuk cuci darah, bila pasien setuju
setelah informed consent,dilakukan pemeriksaan skrining lanjutan yaitu
Anti HCV, Anti HIV dan HbsAg. Bila pasien dirawat inap, petugas
rawat inap yang menghubungi ruangan HD untuk mendapatkan
jadwal,apabila pasien rawat jalan, petugas poliklinik yang menghubungi
ruangan HD.
c. Pasien pindahan dari pusat Hemodialisis lain:
Alur pasien sama dengan (a) dan (b) dengan menunjukkan surat
Travelling Dialysis.
2. Pasien Lama
a. Rutin
Pasien menunjukkan Kartu Berobat Pasien ke petugas registrasi rawat
Lantai 1, petugas menghubungi perawat HD dan menginformasikan
bahwa pasien bisa HD setelah diverifikasi oleh petugas kasir lantai .
b. Masuk dari IGD:
Setelah mendaftar dan dikonsultasikan ke dr.spesialis penyakit dalam
Hemodialisis dan perlu rawat inap, petugas ruangan rawat inap yang
menghubungi petugas HD untuk melaporkan pasien rutin itu dirawat di
ruangan tersebut dan bila tidak sesuai jadwal maka akan dijadwalkan
ulang.
3. Masuk dari Poliklinik Penyakit Dalam:
Pasien rutin yang setelah diperiksa oleh dr.spesialis penyakit dalam
memerlukan rawat inap, petugas rawat inap yang menghubungi petugas di
ruangan HD seperti tertuang di butir (b).

B. Informed Consent
Informed consent adalah suatu proses yang menunjukkan komunikasi yang
efektif antara dokter dengan pasien dan bertemunya pikiran tentang apa yang
akan dan apa yang tidak akan dilakukan tehadap pasien. Definisi
operasionalnya adalah suatu pernyataan sepihak dari orang yang berhak (yaitu
pasien,keluarga atau walinya) yang isinya berupa ijin atau persetujuan kepada
dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah orang yang berhak tersebut
diberi informasi secukupnya.
BAB V
LOGISTIK

Keperluan logistik di instalasi Hemodialisis meliputi bahan habis pakai


diperoleh dari intalasi farmasi. Alat rumah tangga atau alat tulis kantor dan linen
diperoleh dari bagian pengadaan. Pengelolahan logistic meliputi:
1. Pengadaan Bahan Habis Pakai ( BHP )
a. Petugas instalasi Hemodialisis mendata kebutuhan BHP yang akan
digunakan untuk melakukan tindakan, petugas Hemodialisis mencatat
dibuku permintaan, kemudian petugas melakukan penginputan order
mutasi ke instalasi farmasi.
b. Petugas instalasi farmasi menerima order mutasi dari petugas
Hemodialisis kemudian petugas instalasi farmasi memberikan BHP
sesuai permintaan.
c. Penggunaan BHP dengn memperhatikan waktu kadaluarsa. Barang
yang memiliki waktu kadaluarsa paling pendek digunakan terlebih
dahulu.
d. Pencatatan dan pelaporan dilakukan setiap mengajukan permintaan
barang dan pelaporan ditulis pada buku pelaporan.
e. Permintaan BHP dibuat pada saat stok BHP sudah sedikit dan bias juga
dilakukan sewaktu-waktu sesuai kebutuhan apabila kebutuhan
mendesak.
Persyaratan Minimal Obat dan Alat Kesehatan Habis Pakai

No. Nama Obat Satuan Kekuatan


1 Adrenalin HCL Ampul 1 mg
2 Dexamethason Flacon 10 mg
3 Dopamine Ampul 50 mg dan 200 mg
4 Dobutamin Ampul 250 mg
5 KCl 1 Meq/ml Flacon 25 ml
6 Heparin 5.000 IU Vial 5.000 IU/ml
7 Protamin Sulfat Ampul 50 mg/ml
8 Bikarbonat Natrikus 8,4% Flacon 25 ml dan 100 ml
9 Anti Histamin Ampul
10 Clonidin Ampul 0,15 mg
11 Dextrose 40% Flacon 25 ml
12 Diazepam Ampul 10 mg
13 Lidocain HCl 2% Ampul 20 mg/ml
14 NaCl 0,9% Kolf 500 ml
15 Dextrose 5% dan 10% Kolf 500 ml
16 Nicardipin Ampul 10 mg, 20 mg
17 Nitrogliserin Ampul 5 ml, 10 ml
18 Nifedipin Tablet 5 mg
19 Captopril Tablet 12,5 mg
20 Isosorbid Dinitrate Tablet 5 mg
21 Paracetamol Tablet 500 mg
22 H2O2 Larutan 3%
23 Iodine Povidone Larutan 10%
24 Antiseptic (Salvon, Larutan
Hibiscrub, dll)
25 Alkohol 70% Larutan

2. Alat Rumah Tangga dan tulis kantor


a. Instalasi HD mendata ATK sesuai dengan kebutuhan.
b. Mencatat pada lembar disposisi kemudian menyerahkan kebagian
Pengadaan.
c. Petugas bagian pengadan akan menginformasikan ke instalasi HD
untuk pengambilan yang dipesan apabila sudah ada.
d. Penyimpanan dilakukan diruangan HD untuk pemakaian 1 bulan.
3. Linen
a. Petugs HD mengumpulkan linen yang sudah dipakai setelah pasien
pulang.
b. Petugas HD menghitung dan melakukan pencatatan pada buku
laporan.
c. Linen diserahkan kepada petugas laundry.
d. Petugas laundry menyerahkan linen yang bersih kepada petugas HD.
e. Petugas HD melakukan pencatatan linen yang bersih pada buku
laporan.
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian
Keselamatan pasien (patient safety) rumah sakit adalah suatu sistem
dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi: assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan
dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan
timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan dapat mencegah terjadinya
cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.

B. Tujuan
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
2. Meningkatnya akutanbilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat
3. Menurunnya kejadian tidak diharapkan di rumah sakit
4. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak
5. terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan.

C. Tata Laksana Keselamatan Pasien


Program keselamatan pasien (patient safety) dikelola oleh Panitia
KPRS (Keselamatan Pasien Rumah Sakit). Sesuai sistematika program yang
telah ditetapkan oleh panitia KPRS, maka tatalaksana bidang Keselamatan
Pasien mengacu pada hal tersebut dengan metode dan uraian sebagai berikut :
1. 7 (Tujuh) Standar Keselamatan Pasien yaitu :
a. Hak pasien
b. Mendidik pasien dan keluarga
c. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
d. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien
e. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
f. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
g. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.
2. 7 (Tujuh) Langkah menuju Keselamatan Pasien yaitu :
a. Bangun kesadaran akan Nilai Keselamatan pasien
b. Pimpin dan dukung seluruh Karyawan
c. Integrasikan aktivitas pengelolaan Risisko
d. Kembangkan sistem pelaporan
e. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien
f. Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien
g. Cegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien
Sedangkan aplikasi program ”Patient Safety” pada pelayanan di
Instalasi Hemodialisis meliputi 9 (sembilan) solusi Keselamatan Pasien
Rumah Sakit, yaitu :
1. Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip ( Look-alike, Sound-alike
medication names);
2. Pastikan identifikasi pasien;
3. Komunikasi secara benar saat serah terima pasien;
4. Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar;
5. Kendalikan cairan elektrolit pekat;
6. Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan;
7. Hindari salah kateter dan salah sambung slang;
8. Gunakan alat injeksi sekali pakai;
9. Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Pengelolaan sistem Keselamatan Kerja di Instalasi Hemodialisis RS Mitra


Husada mengacu pada buku “Pedoman Umum Keselamatan Kerja, Kebakaran,
dan Kewaspadaan Bencana“ yang disusun oleh K3 (Keselamatan Kerja
Karyawan) RS Mitra Husada sedangkan uraian hal dimaksud adalah sebagai
berikut :
Pedoman Pelaksanaan Keselamatan Kerja
Di dalam Pedoman Pelaksanaan Keselamatan Kerja ini dicakup pedoman
pelaksanaan tentang Keselamatan Kerja itu sendiri, Keselamatan Kerja dan
Keselamatan Rumah Sakit.

A. Keselamatan Kerja
Pengendalian Bahaya di Rumah Sakit
Risiko bahaya yang terjadi di rumah sakit adalah akibat faktor-faktor
lingkungan kerja yang bersumber dari bahan-bahan yang dipergunakan dalam
suatu proses produksi, hasil produksi, sisa produksi serta peralatan dan sarana
dalam melakukan pekerjaan serta keadaan cuaca ditempat kerja.
Faktor-faktor lingkungan kerja di RS Mitra Husada Makassar terdiri
dari faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor psikologi dan faktor
ergonomik. Faktor-faktor lingkungan kerja yang nilainya melampaui Nilai
Ambang Batas (NAB), maka kemungkinan dapat mengakibatkan gangguan
kenyamanan kerja, gangguan kesehatan bahkan dapat mengakibatkan penyakit
akibat kerja.
1. Faktor Fisik di lingkungan Rumah Sakit
Faktor-faktor fisik yang biasanya terjadi di lingkungan kerja rumah sakit
adalah;
1) Iklim kerja
Iklim Kerja, adalah keadaan lingkungan kerja yang merupakan
perpaduan antara parameter-parameter suhu udara, kelembaban udara,
suhu radiasi, kecepatan gerakan udara dan panas metabolisme sebagai
hasil aktivitas dari seseorang. Bila melampaui Nilai Ambang Batas
(NAB) sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor. KEP -
51/MEN/1999 tanggal 16 April 1999 dan Keputusan Dirjen PPM &
PLP No.HK.00.06.64.44, maka akan mengakibatkan berbagai
kelainan fisik dan fisiologis.
Pengendalian bahaya fisik akibat iklim kerja dilakukan
sebagai berikut:
a) Terhadap lingkungan kerja

(1) Menyempurnakan sistem ventilasi


(2) Terhadap permukaan yang mempunyai suhu permukaan tinggi
memperkecil panas radiasi
(3) Menyediakan tempat istirahat yang cukup
(4) Memberikan warna yang cerah pada peralatan yang
memberikan sumber panas
(5) Memasang shielding (penyekat) antara sumber panas dan
tenaga kerja
b) Terhadap tenaga kerja
(1) Memberikan air minum dekat tempat kerja yang memenuhi
syarat artinya cukup dan mudah dicapai dari lokasi kerja
(2) Pada lingkungan kerja yang mempunyai suhu radiasi rendah
dianjurkan dengan pakaian kerja ringan, sedang untuk radiasi
tinggi dianjurkan dengan pakaian kerja dengan tertutup seluruh
permukaan kulit dan berwarna putih
(3) Dihindari bagi tenaga kerja yang harus bekerja dilingkungan
panas apabila berbadan gemuk sekali dan menderita penyakit
cardio-vasculer
c) Terhadap lingkungan kerja yang bersuhu dingin
(1) Disediakan intermediate room dengan perubahan suhu yang
tidak terlalu besar sebelum masuk ke tempat kerja bersuhu
dingin
(2) Mencegah pengeluaran panas dari tubuh dengan pakaian
pelindung
(3) Memperbesar E req dengan menaikan metabolisme melalui
pem-berian makanan tambahan dan dalam hal-hal tertentu
meningkatkan aktivitas
2) Pencahayaan

Intensitas pencahayaan yang cukup dan distribusinya merata


serta tidak menimbulkan kesilauan, dapat terlaksana kalau
perencanaan atau design dari pemasangan lampu ruangan kerja.
Intensitas cahaya dinyatakan dalam satuan “Lux” yaitu satuan
penerangan atau pencahayaan per m2 nya jatuh arus cahaya sebesar
satu lumen. Standart intensitas pencahayaan di tempat kerja diatur
dalam Peraturan Menteri Perburuan (PMP No.7 th 1964) tentang
syarat-syarat kebersihan di tempat kerja dan intensitas pencahayaan
dan Keputusan Dirjen PPM & PLP No.HK.00.06.64.44.

Penerangan yang buruk dapat mengakibatkan :

a) Kelelahan mata dengan akibat berkurangnya daya dan efisiensi


kerja
b) Keluhan pegal-pegal didaerah mata dan sakit kepala disekitar mata
c) Kerusakan indra mata
d) Meningkatnya terjadinya kecelakaan

3) Getaran

Getaran adalah merupakan salah satu faktor fisik dan biasanya


terjadi karena mesin-mesin atau alat-alat mekanis lainnya yang
dijalankan dengan suatu motor dapat menghasilkan suatu getaran yang
akan diteruskan ke tubuh tenaga kerja yang mengoperasikannya.

Nilai Ambang Batas (NAB) intensitas getaran telah ditetapkan


dengan keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51 /MEN/1999,
Keputusan Dirjen PPM & PLP No. HK.00.06.64.44 dan menurut
Internasional Standar Organisation (ISO,1979) batas aman bagi
kesehatan, yaitu getaran paling kecil yang dapat mengganggu
kesehatan adalah 14 mm/detik.

Pengaruh dari getaran adalah:


a) Menggangu kenyamanan kerja
b) Mempercepat terjadinya kelelahan
c) Membahayakan kesehatan
2. Faktor Kimia di lingkungan Rumah sakit
Pada dasarnya bahan kimia berpotensi untuk menimbulkan
kecelakaan atau penyakit. Bahan kimia penyebab kecelakaan pada
umumnya bersifat mudah terbakar (flammable); atau mudah meledak
(eksplosive); atau cepat bereaksi dengan bahan lain (reaktif); atau berupa
senyawa asam yang kuat dan pekat (korosif) atau senyawa basa kuat
(kaustik); atau bisa juga berupa “gas asphyxiant” yaitu gas yang sangat
banyak memenuhi suatu ruangan membuat kadar oksigen menjadi sangat
rendah (kurang dari 9 %) sehingga orang sulit bernapas dan lemas.

Bahan kimia yang dapat menimbulkan penyakit umumnya bersifat


irritant terhadap kulit/mata dan sistem pernapasan; atau menyebabkan
radang/ infeksi; atau menimbulkan efek sistemik yaitu tidak menimbulkan
efek lansung pada bagian tubuh yang terpapar(kulit,mata atau saluran
pernapasan) melainkan memberi efek pada organ-organ yang berada di
dalam tubuh, seperti system syaraf pusat (SSP), ginjal, alveoli, darah, janin
dll. Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Kimia di udara Lingkungan Kerja
telah diatur dengan Surat Edaran Menteri Tenaga Nomor : SE – 01
/MEN/1997 tanggal 16 Oktober 1997. Faktor kimia dilingkungan kerja
rumah sakit terdapat banyak diruang ruang seperti :

1) Laboratorium (bahan kimia, gas untuk pemeriksaan)


2) Ruang Operasi (Gas Anastesi,cairan pencuci hama dll)
3) Ruang Intensive Care (Cairan anti septic, Gas dll)
4) Bagian Pemeliharaan Sarana (Cat, Gas untuk mengelas, Cairan
pembersih alat)
5) Bagian Farmasi (bahan kimia, obat dll)
6) Ruang Sterilisasi (Gas, Cairan anti septic dll)
7) Ruang Pencucian (Bahan kimia untuk mencuci)
Pengendalian bahaya kimia
1) Mengetahui Material Safety Data Sheets (MSDS) dari setiap material
atau bahan.
2) Tempat penyimpanan bahan-bahan kimia harus dikelompokan dan
disimpan dengan baik. Ruang penyimpanan sebaiknya terbuat dari
bahan tahan api, mempunyai ventilasi yang cukup baik untuk mencegah
terjadinya akumulasi gas-gas yang berbahaya. Suhu ruang penyimpanan
juga harus disesuaikan, setiap kali harus diamati apakah kondisi ruang
penyimpanan selalu bersih, tidak ada bocoran atau tumpahan zat kimia.
3) Material Handling yang baik yaitu membawa atau memindahkan bahan
kimia dari suatu tempat ke tempat lain harus dilakukan dengan hati-hati,
karena dapat menimbulkan bahaya bila sampai terjatuh atau tumpah.
4) Ruang tempat kerja harus mempunyai sistem ventilasi yang cukup
dimana aliran udara masuk dan keluar cukup bersih. Penerangan dan
suhu ruang kerja juga harus diperhatikan.
5) Pemantauan secara berkala konsentrasi gas di ruangan yang dapat
memapar pekerja
6) Sebelum bekerja dengan bahan-bahan kimia, terlebih dahulu para
pekerja harus diberikan pelatihan yang memadai agar dapat bekerja
sesuai dengan Standart Operating Prosedur (SOP) yang berlaku.
7) Penggunaan alat pelindung diri
8) Pemeriksaan pra kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus
terhadap pekerja
3. Faktor-faktor Biologis di lingkungan Rumah sakit

Dalam lingkungan rumah sakit terdapat berbagai macam penyakit


yang di sebabkan oleh agent biologi atau Mikroorganisme.

Secara garis besar agent - agent biologi dapat digolongkan sebagai berikut:

1) Kelompok Bakteri, misalnya: Streptococcus, Salmonella,


Staphylococcus
2) Kelompok Virus, misalnya: HIV, HBV
3) Kelompok Jamur, misalnya: Blastomycetes, Actinomycetes
4) Kelompok Parasit, misalnya: Ancylostoma, Ascaris
5) Kelompok Ricketsia dan Chlamydia, misalnya: LGV, Psittacosis
Cara penularan penyakit dari seseorang kepada orang lain dapat
terjadi dengan berbagai cara, misalnya:
1) Melalui saluran pernapasan
2) Melalui kontak kulit
3) Melalui saluran pencernaan
4) Melalui peredaran darah
Bagian-bagian tubuh penderita yang dapat menjadi sumber
penularan antara lain adalah : Urine, Tinja, Keringat, dan Sputum.
Hal-hal pokok yang penting dalam penanggulangan Kecelakaan
Kerja :

Tindakan-tindakan yang penting adalah:


1. Tidak boleh panik;
2. Memperhatikan nafas korban;
3. Bila pernafasan berhenti, segera dilakukan pernafasan buatan (dari
mulut ke mulut);
4. Memperhatikan perdarahan.
5. Dilakukan dengan menekan tempat pendarahan kuat-kuat dengan
tangan, dengan menggunakan sapu tangan atau kain yang bersih
6. Memperhatikan tanda-tanda “Shock”.
7. Jangan memindahkan korban secara terburu-buru, harus diatasi dulu
keadaan-keadaan yang membahayakan korban, seperti: perdarahan,
patah tulang, nafas hilang, denyut jantung berhenti, dan lain
sebagainya.
Pencegahan Kecelakaan Kerja dengan pemakaian Alat Pelindung Diri

Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang mempunyai kemampuan


untuk melindungi seseorang dalam pekerjaan, yang fungsinya mengisolasi
tenaga kerja dari bahaya di tempat kerja. APD dipakai setelah usaha
rekayasa (engineering) dan cara kerja yang aman (work practice) telah
maksimum. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua usaha
tersebut.

Sebagai usaha terakhir dalam usaha melindungi tenaga kerja, APD


haruslah enak dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan
perlindungan yang efektif terhadap bahaya.

Kelemahan penggunaan APD

Kemampuan perlindungan yang tidak sempurna karena:

1. Memakai APD yang tak tepat;


2. Cara pemakaian APD yang salah;
3. APD tidak memenuhi persyaratan yang diperlukan;
Sering APD tak dipakai karena tidak enak/kurang nyaman, karena itu
adalah penting dalam pemeliharaan dan kontrol terhadap APD, sehingga
fungsi APD tetap baik, misalnya ;
1. APD yang sangat sensitif terhadap perubahan tertentu;

2. APD yang mempunyai masa kerja tertentu seperti kanister, filter dan
cartridge;

3. APD dapat menularkan penyakit, bila digunakan bergantian;

Pencatatan dan Pelaporan Kecelakaan Kerja di lingkungan Rumah


Sakit
Kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit memuat
komitmen dan tekad dalam melaksanakan keselamatan dan kesehatan
kerja, dengan kerangka dan program kerja yang mencakup kegiatan secara
menyeluruh yang bersifat umum dan operasional. Kebijakan tersebut
dibuat, disosialisasikan kepada semua pekerja agar prinsip-prinsip
keselamatan dan kesehatan kerja dilaksanakan secara efektif dan menjadi
bagian dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Keterkaitan dalam upaya
pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit selain
pengendalian teknis juga perlu memperhatikan pengendalian administratif,
dimana salah satu hal yang perlu mendapat perhatian adalah sistem
pencatatan dan pelaporan kecelakaan kerja, yaitu:Pencatatan peristiwa
kecelakaan kerja
1) Pelaporan peristiwa kecelakaan kerja
2) Penyelidikan peristiwa kecelakaan kerja ; dan
3) Penanggulangan peristiwa kecelakaan kerja

Pengisian formulir tersebut harus berdasarkan fakta yang sebenar-


benarnya agar tidak terjadi kesalahan dalam upaya penyelidikan dan cara
penanggulangannya.

Penanganan Limbah dan Bahan Berbahaya

Rumah sakit dengan berbagai kegiatannya yang menggunakan bahan


berba-haya dan menghasilkan limbah yang saat ini mulai disadari dapat
menimbulkan gangguan kesehatan akibat bahan yang terkandung di
dalamnya dan menjadi mata rantai penyebaran penyakit, selain itu juga
dapat menjadi sumber pencemaran lingkungan udara, air dan tanah.

Sampah rumah sakit dapat digolongkan berdasarkan jenis instalasi


penghasil dan jenis pengelolaannya, secara garis besar limbah padat rumah
sakit digolongkan menjadi sampah medis dan sampah non medis.
1. Limbah padat medis biasanya dihasilkan oleh Ruang Pasien, Ruang
Tindakan/ Pengobatan, Ruang Bedah, Ruang Perawatan termasuk
dressing kotor, verband, kateter, swab, plaster, dll.
2. Limbah padat non medis dihasilkan oleh Ruang Administrasi, Ruang
Gizi, Ruang Diklat, dll.
Penggolongan tersebut di atas bertujuan:
1. Memudahkan bagi penghasil untuk pembuangan sampah (sesuai jenis
warna kantong)
2. Mencegah terkontaminasinya limbah padat non medis dari limbah padat
medis
3. Memudahkan pengelola sampah dalam mengenali sampah didalamnya
tergolong medis atau bukan
4. Memperkecil biaya operasional pengelolaan limbah padat
Limbah Berbahaya dan Sejenisnya
1. Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah limbah yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau atau menusuk
kulit.
Limbah benda tajam mempunyai potensi dan dapat menyebabkan
cidera melalui sobekan atau tusukan. Limbah benda tajam mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi dan beracun,
bahan citotoksik atau radioaktif.

Secara umum, jarum disposible tidak dipisahkan dari syringe atau


perlengkapan lain setelah digunakan. Cliping, bending atau breaking
jarum-jarum untuk membuatnya tidak bisa digunakan sangat disarankan
karena akan menyebabkan accidental inoculation. Prosedur tersebut dalam
beberapa hal perlu diperhatikan kemungkinan dihasilkannya aerosol.
Menutup jarum dengan kap dalam keadaan tertentu barangkali bisa
diterima, misalnya dalam penggunaan bahan radioaktif dan untuk
pengumpulan gas darah.
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kontainer yang tahan
tusukan dan diberi label dengan benar untuk menghindari kemungkinan
cidera saat proses pengumpulan dan pengangkutan limbah tersebut. Dan
pada proses akhir dimusnahkan dengan incinerator.

2. Limbah infeksius

Limbah infeksius memiliki pengertian ;


a) Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi
penyakit menular (perawatan insentif)
b) Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi
dari poliklinik dan ruang perawatan / isolasi penyakit menular.
Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada
proses akhir dimusnahkan dengan incinerator.
3. Limbah jaringan tubuh

Cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang terkontaminasi berat oleh
darah, bila dalam jumlah kecil, dan bila mungkin diencerkan, sehingga
dapat dibuang ke dalam sistem saluran pengolahan air limbah.

4. Limbah citotoksik

Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin


terkontami-nasi dengan obat citotoksik selama peracikan, pengangkutan
atau tindakan terapi citotoksik.

Untuk menghapus tumpahan yang tidak disengaja, perlu disediakan


absorben yang tepat. Bahan pembersih hendaknya selalu tersedia dalam
ruang peracikan terapi citotoksik, bahan yang cocok untuk itu, antara lain:
sawdust, granula absorpsi, atau pembersih lainnya.

Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada proses
akhir dimusnahkan dengan incenerator.

Sedangkan limbah dengan kandungan obat citotoksik rendah, seperti ;


tinja, urine dan muntahan, dapat dibuang secara aman ke dalam saluran air
kotor. Namun harus hati-hati dalam menangani limbah tersebut dan harus
diencer-kan dengan benar.

5. Limbah bahan kimia

Limbah dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam tindakan medis,


vete-rinari, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Pembuangan limbah
kimia ke dalam saluran air kotor dapat menimbulkan korosi atau berupa
ledakan. Reklamasi dan daur ulang bahan kimia berbahaya dan beracun
(B3) dapat diupayakan bila secar teknis dan ekonomis memungkinkan.
Disarankan untuk berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk
mendapat petunjuk lebih lanjut.

Mercuri banyak digunakan dalam penyerapan restorasi amalgam. Limbah


mercuri amalgam tidak boleh dibakar dengan incenerator karena akan
menghasilkan emisi yang beracun. Terlepas dari produksi limbah kimia,
prosedur pengamanan adalah yang terpenting (good housekeeping).
Disarankan untuk berkonsultasi dengan instansi berwenang untuk
mendapat petunjuk lebih lanjut.

6. Limbah plastic

Masalah yang ditimbulkan oleh limbah plastik adalah terutama karena


jumlah penggunaan yang meningkat secara cepat seiring dengan
penggunaan barang medis disposable seperti syringe dan selang.
Penggunaan plasik lain seperti pada tempat makanan, kantong obat,
peralatan dll juga memberi kontribusi meningkatnya jumlah limbah
plastik. Terhadap limbah ini barangkali perlu dilakukan tindakan tertentu
sesuai dengan salah satu golongan limbah di atas jika terkontaminasi
bahan berbahaya.

Apabila pemisahan dilakukan dengan baik, bahan plastik terkontaminasi


dapat dibuang melalui pelayanan pengangkutan sampah kota/umum.

Dalam pembuangan limbah plastik hendaknya memperhatikan aspek


berikut:
a) Pembakaran beberapa jenis plastik akan menghasilkan emisi udara yang
berbahaya. Misalnya pembakaran plastik yang mengandung PVC (Poly
Vynil Chlorida) akan menghasilkan hidrogen chlorida, sementara itu
pembakaran plastik yang mengandung nitrogen seperti plastik
formaldehida urea akan menghasilkan oksida nitrogen.

b) Keseimbangan campuran antara limbah plastik dan non plastik untuk


pembakaran dengan incinerator akan membantu pencapaian
pembakaran sempurna dan mengurangi biaya operasi incenerator

c) Pembakaran terbuka sejumlah besar limbah plastik tidak diperbolehkan


karena akan menghasilkan pemaparan pada operator dan masyarakat
umum.

d) Komposisi kimia limbah beracun sesuai dengan kemajuan tehnologi


sehingga produk racun potensial dari pembakaran mungkin juga
berubah. Karena itu perlu dilakukan updating dan peninjauan kembali
strategi penanganan limbah plastik ini

e) Tampaknya limbah plastik yang dihasilkan dari instalasi pelayanan


kesehatan akan meningkat. Volume yang begitu besar memerlukan
pertimbangan dalam pemisahan sampah dan untuk sampah plastik
setelah aman sebaiknya diupayakan daur ulang.
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU

Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan,


maka fungsi pelayanan kesehatan termasuk pelayanan dalam rumah sakit secara
bertahap perlu terus ditingkatkan agar menjadi efektif dan efisien serta memberi
kepuasan terhadap pasien, keluarga maupun masyarakat. Dengan latar belakang
diatas, maka program pengendalian / peningkatan mutu pelayanan merupakan
prioritas utama di semua rumah sakit.
Instalasi Hemodialisis RS Mitra Husada, maka program pengendalian/
peningkatan mutu pelayanan disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut :
1. Penetapan alur pelayanan teknis dan alur pelayanan administratif
2. Penetapan sistem pengadaan logistik dan fasilitas penunjang terkait
3. Penetapan Standar Pelayanan Medis dan Penunjang Medis (Penerapan Standar
Pelayanan Minimal, Indikator Mutu, dan penyusunan SPO)
4. Penetapan sistem rekruitmen dan pengembangan ketenagaan
5. Penetapan media monitoring layanan beserta standar layanan, meliputi :
a. Morning Report
b. Ronde Pelayanan Medis
c. Case Presentation
d. Rapat Rabuan / Kamisan
e. Rapat Bulanan
6. Pelaksanaan program MONEV (monitoring dan evaluasi) serta perumusan
langkah perbaikan / peningkatan mutu
7. Secara periodik perlu dilakukan studi banding untuk melihat layanan
Hemodialisis rumah sakit lain, baik rumah sakit pemerintah / PEMDA
maupun swasta.
Kegiatan “Bench Marking” diatas diperlukan untuk memperluas wawasan
staf IGD dalam pengelolaan instalasi layanan terkait
Dalam sistem ”Pengendalian Mutu” Ruang Hemodialisis RS Mitra Husada
secara sistematis melalui berbagai tahapan sebagai berikut :
1. Pembuatan atau penetapan standar, indikator mutu dan SPO (alur kerja) yang
relevan atau terkait
2. Sosialisasi standar mutu
3. Menetapkan sistem Monitoring dan Evaluasi (MONEV)
4. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan MONEV dirumuskan ACTION PLAN
terkait
Sedangkan uraian sistematika program ”Pengendalian Mutu” diatas adalah
sebagai berikut :
1. Pembuatan atau Penetapan Standar Mutu, meliputi :
a. Penetapan Standar Pelayanan Medik; khususnya pembuatan pada 10
kasus penyakit terbanyak dan kasus kegawatdaruratan medik secara
umum
b. Penetapan Standar Asuhan Keperawatan
c. Pembuatan atau penetapan SPO tindakan medis dan tindakan
keperawatan
d. Pembuatan atau penetapan SPO manajerial dan alur pelayanan
2. Sosialisasi Standar Mutu
Dalam langkah sosialisasi dimaksud menggunakan media, yaitu : surat, rapat
rutin, ”morning report”
3. Menetapkan atau melaksanakan sistem Monitoring dan Evaluasi (MONEV)
Kegiatan ini bertujuan untuk memonitor dan mengevaluasi sejauh mana
standar mutu yang telah ditetapkan diatas terlaksana / dilaksanakan oleh
petugas di lapangan. Aplikasi kegiatan MONEV ini meliputi :
a. Supervisi rutin; dilaksanakan oleh Dokter penanggung jawan HD dan
supervisi instalasi terkait
b. Morning report (harian)
c. Rapat manajerial Rabuan dan Kamisan
d. Rapat rutin bulanan
Ditetapkan ACTION PLAN terkait tindaklanjut dari kegiatan MONEV.
Penetapan dengan ”ACTION PLAN” ditentukan oleh temuan teknis dalam
kegiatan Monitoring dan Evaluasi. Dalam penerapan “ACTION PLAN” tersebut
diharapkan mampu memfasilitasi percepatan pencapaian standar mutu yang telah
ditetapkan.
BAB IX
PENUTUP

Buku Pedoman Pelayanan Instalasi Hemodialisis ini disusun dalam rangka


memberikan acuan bagi tenaga kesehatan yang bekerja di instalasi pelayanan
Hemodialisis RS Mitra Husada agar dapat menyelenggarakan pelayanan
Hemodialisis yang bermutu, aman, efektif dan efisien dengan mengutamakan
keselamatan pasien. Apabila di kemudian hari diperlukan adanya perubahan,
maka Buku Pedoman Pelayanan Instalasi Hemodialisis ini akan disempurnakan.

Anda mungkin juga menyukai