Anda di halaman 1dari 17

Dasar Dasar Ilmu Tanah

Bahan Kuliah Online Fakultas Pertanian, Univ. Sriwijaya Oleh: Dr.Ir.Abdul Madjid,MS

Sabtu, 30 Mei 2009

BAKTERI PELARUT FOSFAT SEBAGAI AGENTS PUPUK HAYATI (Bagian 1)

Bakteri Pelarut Fosfat sebagai Agents Pupuk Hayati*

Oleh: Nursanti** dan Madjid***

(Bagian 1 dari 5 Tulisan)

Keterangan:

* Makalah Mata Kuliah Teknologi Pupuk Hayati pada Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister
(S2), Program Pasca Sarjana, Universitas Sriwijaya, Bukit Besar, Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia.

** Program Studi Ilmu Tanaman, Program Pasca Sarjana, Universitas Sriwijaya, Bukit Besar, Palembang,
Sumatera Selatan, Indonesia.

*** Dosen Pengasuh Mata Kuliah Teknologi Pupuk Hayati, Program Studi Ilmu Tanaman, Program
Magister (S2), Program Pasca Sarjana, Universitas Sriwijaya, Bukit Besar, Palembang, Sumatera Selatan,
Indonesia.

(Bagian 1 dari 5 Tulisan)

I. PENDAHULUAN

1.1. Pupuk Hayati


Sejalan dengan perkembangan peningkatan sumberdaya manusia dan kesadaran akan kerusakan
lingkungan dan munculnya berbagai penyakit yang disebabkan penggunaan bahan kimia secara
berlebihan pada makanan, pertanian organik muncul sebagai sebuah alternative yang menjadi pilihan
bagi banyak orang. Pertanian organik dapat dikatakan sebagai suatu system bertani selaras alam,
mengembalikan siklus ekologi dalam suatu areal pertanian membentuk suatu aliran yang siklik dan
seimbang.

Secara perlahan tapi pasti system pertanian organik mulai berkembang di berbagai belahan bumi, baik
di Negara maju maupun Negara berkembang. Masyarakat mulai melihat berbagai manfaat yang dapat
diperoleh dengan system pertanian organik , seperti lingkungan yang tetap terjaga kelestariannya dapat
mengkonsumsi produk pertanian yang relative lebih sehat karena bebas dari bahan kimia yang dapat
menimbulkan dampak negative bagi kesehatan .

Sutanto (2002) menjelaskan bahwa pertanian organik dapat didefenisikan sebagai system pengelolaan
produksi pertanian yang holistik yang mendorong dan meningkatkan kesehatan agro-ekosistem,
termasuk biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah, dengan menekankan pada penggunaan
input dari dalam dan menggunakan cara-cara mekanis, biologis dan cultural. Dalam system pertanian
organic masukan atau input dari luar (eksternal) akan dikurangi dengan cara tidak menggunakan pupuk
kimia buatan, pestisida dan bahan-bahan sintetis lainnya. Dalam system pertanian organic kekuatan
hokum alam yang harmonis dan lestari akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas
hasil pertanian sekaligus meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit.

Beberapa lembaga penelitian dan pihak perguruan tinggi juga turut memberikan andil dalam
pengembangan pertanian organik melalui penelitian-penelitian dan juga penyampaian informasi
teknologi budidaya yang dapat diterapkan pada system pertanian organik. Upaya yang mulai dilakukan
adalah memperkenalkan bioteknologi dalam system pertanian organik yaitu dengan memanfaatkan
beberapa mikroorganisme yang dapat membantu penyediaan hara dan pengendalian penyakit.

Pada dasarnya kesuburan tanah lokal merupakan kunci keberhasilan system pertanian organik, baik
kesuburan fisik, kimia maupun biologi. Bila kesuburan tanah telah baik maka akan tercipta lingkungan
pertanaman terutama untuk perakaran yang diinginkan, ketersediaan hara makro dan mikro terpenuhi
dan aktivitas mikroorganisme tanah utnuk membantu kesuburan tanah juga terjaga.
Pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah dalam system
pertanian organik sangat penting. Peran mikroba di dalam tanah antara lain adalah daur ulang hara,
penyimpanan sementara dan pelepasan untuk dimanfaatkan tanaman.

Keberhasilan pemanfaatan mikroba untuk tujuan meningkatkan kesuburan tanah memerlukan


pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu secara terpadu. Pakar mikrobiologi tanah mengawali dengan
mempelajari dan mengidentifikasikasi ekologi mikroorganisme yang akan digunkan sebagai biofertilizer
(pupuk hayati). Selanjutnya mokorganisme hasil isolasi dari tanah dikembangbiakkan pada kondisi
laboratorium menggunakan media buatan. Setelah mikroorganisme tersebut berhasil dibiakkan, maka
harus diperoleh galur yang dikehendaki, karena tidak semua spesies dari suatu populasi bersifat efektif.
Selanjunya galur yang efektif diisolasi dan dilakukan pengujian di lapangan apakah hasil inokulasi dapat
meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Mikroorganisme yang diinokulasi harus sesuai
dengan kondisi lingkungan tertentu, harus mampu menyesuaikan dengan fluktuasi kondisi lingungan
dan tidak kalah bersaing atau dimangsa mikroorganisme asli (Yuwono,2006)

Apabila mikroorganisme yang diinokulasi cukup efektif dalam meningkatkan hasil tanaman, maka tugas
selanjutnya adalah mengembangkan metode untuk memperbanyak dengan skala besar. Pada umumnya
mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang melalui proses fermentasi. Apabila populasi
mikroorganisme mencapai ukuran tertentu, kemudian tahap berikutnya adalah memanen dan
mengemas untuk tujuan komersil. Tugas selanjutnya adalah membuat formula cara kerja inokulan,
termasuk cara memanfaatkan inokulan di lapangan (disemprotkan ke tanah atau dicampurkan dengan
biji), termasuk memecahkan semua masalah yang mungkin dihadapi dalam mempertahankan inokulan
tetap efektif. Terutama yang berhubungan dengan pengiriman, kemasan , penyimpanan dan
pemanfaatan (Sutanto, 2002).

Dalam bidang pertanian mikrobia tanah dapat dikelompokkan menjadi mikrobia merugikan (mencakup
virus, jamur, bakteri dan nematode pengganggu tanaman yang bertindak sebagai hama dan penyakit)
dan mikrobia yang bermanfaat yaitu sejumlah jamur dan bakteri yang karena kemampuannya
melaksanakan fungsi metabolisme menguntungkan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman. Mikrobia
tanah yang menguntungkan ini dapat dikategorikan sebagai biofertilizer atau pupuk hayati.

Secara garis besar fungsi menguntungkan tersebut dapat dibagi menjadi beberapa sebagai berikut
( Gunalan, 1996):

1. Penyedia hara

2. Peningkat ketersediaan hara


3. Pengontrol organisme pengganggu tanaman

4. Pengurai bahan organik dan pembentuk humus

5. Pemantap agregat tanah

6. Perombak persenyawaan agrokimia

1.2. Bakteri Pelarut Fosfat (BPF)

Mikroba yang berperanan dalam pelarutan fospat adalah bakteri, jamur dan aktinomisetes. Dari
golongan bakteri antara lain: Bacillus firmus, B. subtilis, B. cereus, B. licheniformis, B. polymixa, B.
megatherium, Arthrobacter, Pseudomonas, Achromobacter, Flavobacterium, Micrococus dan
Mycobacterium. Pseudomonas merupakan salah satu genus dari Famili Pseudomonadaceae.

Bakteri ini adalah bakteri aerob khemoorganotrof ,berbentuk batang lurus atau lengkung, ukuran tiap
sel bakteri 0.5-0.1 1μm x 1.5- 4.0 μm, tidak membentuk spora dan bereaksi negatif terhadap pewarnaan
Gram.Di dalam tanah jumlahnya 3-15% dari populasi bakteri. Pseudomonas terbagi atas grup,
diantaranya adalah sub-grup berpendarfluor (Fluorescent) yang dapat mengeluarkan pigmen phenazine.
Kebolehan menghasilkan pigmen phenazine juga dijumpai pada kelompok tak berpendarfluor yang
disebut sebagai spesies Pseudomonas multivorans. Sehubungan itu maka ada empat spesies dalam
kelompok Fluorescent yaitu Pseudomonas aeruginosa, P. fluorescent, P. putida, dan P. multivorans
(Hasanudin,2003).

Bakteri pelarut fospat merupakan bakteri decomposer yang mengkonsumsi senyawa carbon sederhana,
seperti eksudat akar dan sisa tanaman. Melalui proses ini bakteri mengkonversi energi dalam bahan
organik tanah menjadi bentuk yang bermanfaat untuk organisme tanah lain dalam rantai makanan
tanah. Bakteri ini dapat merombak pemcemar tanah, dapat menahan unsur hara di dalam selnya.

Aktivitas bakteri pelarut posfat akan tinggi pada suhu 30oC – 40oC (bakteri mesophiles) , kadar garam
tanah <>Struktur Tambahan Bakteri :
1. Kapsul atau lapisan lendir adalah lapisan di luar dinding sel pada jenis bakteri tertentu, bila lapisannya
tebal disebut kapsul dan bila lapisannya tipis disebut lapisan lendir. Kapsul dan lapisan lendir tersusun
atas polisakarida dan air.

2. Flagelum atau bulu cambuk adalah struktur berbentuk batang atau spiral yang menonjol dari dinding
sel.

3. Pilus dan fimbria adalah struktur berbentuk seperti rambut halus yang menonjol dari dinding sel, pilus
mirip dengan flagelum tetapi lebih pendek, kaku dan berdiameter lebih kecil dan tersusun dari protein
dan hanya terdapat pada bakteri gram negatif. Fimbria adalah struktur sejenis pilus tetapi lebih pendek
daripada pilus.

4. Klorosom adalah struktur yang berada tepat dibawah membran plasma dan mengandung pigmen
klorofil dan pigmen lainnya untuk proses fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang
melakukan fotosintesis.

5. Vakuola gas terdapat pada bakteri yang hidup di air dan berfotosintesis.

6. Endospora adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri gram positif dan terbentuk
didalam sel bakteri jika kondisi tidak menguntungkan bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung
sedikit sitoplasma, materi genetik, dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan
menyebabkan endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tinggi dan zat kimia. Jika
kondisi lingkungan menguntungkan endospora akan tumbuh menjadi sel bakteri baru.

1.3 Senyawa Fosfat Tanah

Fosfor di dalam tanah dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu P-organik dan P-
anorganik.Kandungannya sangat bervariasi tergantung pada jenis tanah, tetapi pada umumnya rendah ,
Gambar 20 menunjukkan bagian dunia yang kekuranagn P (Handayanto dan Hairiyah,2007)
Posfor organik di dalam tanah terdapat sekitar 50% dari P total tanah dan bervariasi sekitar 15-80% pada
kebanyakan tanah. Bentuk-bentuk fospat ini berasal dari sisa tanaman, hewan dan mikrobia. Di sini
terdapat sebagai senyawa ester dari asam orthofospat yaitu inositol , fosfolipid, asam nukleat,
nukleotida, dan gula posfat. Tiga senyawa yaitu inositol fospolopid dan asam nukleat amat dominan
dalam tanah.

Inositol fospat dapat mempunyai satu sampai enam atom P setiap unitnya, dan senyawa ini dapat
ditemukan dalam tanah atau organisme hidup (bakteri) yang dibentuk secara enzimatik. Asam nukleat
sebagai DNA dan RNA menyusun 1-10% P-organik total (Elfiati,2005). Sel-sel mikrobia (bakteri) sangat
kaya dengan asam nukleat. Jika organisme tersebut mati maka asam nukleatnya siap untuk
dimineralisasi.

Ketersediaan P-organik bagi tanaman sangat tergantung pada aktivitas mikrobia untuk
memineralisasikannya. Namun seringkali hasil mineralisasi ini segera bersenyawa dengan bagian-bagian
anorganik untuk membentuk senyawa yang relatif sukar larut. Enzim fostafase berperan utama dalam
melepaskan P dari ikatan P-organik. Enzim ini banyak dihasilkan dari mikrobia tanah,terutama yang
bersifat heterotrof. Aktivitas fosfatase dalam tanah meningkat dengan meningkatnya C-organik,tetapi
juga dipengaruhi oleh pH , kelembaban temperatur dan faktor lain.

Dalam kebanyakan tanah total P-organik sangat berkorelasi dengan C-organik tanah, sehingga
mineralisasi P meningkat dengan meningkatnya C-organik. Semakin tinggi C-organik dan semakin rendah
P-organik semakin meningkat immobilisasi P. Fosfat anorganik dapat diimmobilisasi menjadi P-organik
oleh mikrobia dengan jumlah yang bervariasi antara 25-100%.

Bentuk P-anorganik dapat dibedakan menjadi P aktif yang meliputi Ca-P, Al-P, Fe-P dan P tidak aktif,
yang meliputi occhided-P , reductant-P , dan mineral P primer.Fospor anorganik di dalam tanah pada
umumnya berasal dari mineral fluor apatit. Dalam proses hancuran iklim dihasilkan berbagai mineral P
sekunder seperti hidroksi apatit, karbonat apatit, klor apatit dan lainnya sesuai dengan lingkungannya.
Selain itu ion-ion fospat dengan mudah dapat bereaksi ion Fe3+,Al3+,Mn2+ dan Ca2+, ataupun terjerap
pada permukaan oksida-oksida hidrat besi, aluminium dan hidrat.
P-anorganik berupa senyawa 3Ca(PO4)CaF Fluor apatit, 3Ca3(PO4)2CaCO3 Carbonat apatit,
3Ca2(PO4)2Ca(HO)2 Hidroksi apatit, 3Ca3(PO4)2CaO Oksi apatit, Ca(PO4)2CaCO3 Tri kalsium Phosfat,
Ca3(PO4)2 Dikalsium phosfat, AlPO42H2O Variscit, FePO42H2O Strengit.

1.4 Peranan Fosfat pada Tanaman

Fospor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman
memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari tanah atau dari pemupukan serta hasil dekomposisi dan
mineralisasi bahan organik. Jumlah P total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi
tanaman jumlahnya rendah hanya 0,01 – 0,2 mg/kg tanah (Handayanto dan Hairiyah,2007).

Fospor yang diserap tanaman tidak direduksi, melainkan berada di dalam senyawa organik dan organik
dalam bentuk teroksidasi. Fospor organik banyak terdapat di dalam cairan sel sebagai komponen sistim
penyangga tanaman. Dalam bentuk anorganik, P terdapat sebagai fosfolipid yang merupakan komponen
membran sitoplasma dan kloroplas. Fitin merupakan simpanan fospat dalam biji, gula fospat merupakan
senyawa antara dalam berbagai proses metabolisme tanaman. Nukleoprotein merupakan komponen
utama DNA dan RNA inti sel. ATP, ADP dan AMP merupakan senyawa berenergi tinggi untuk
metabolisme.

Peranan P pada tanaman penting untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar,
memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah rebah,pembentukan bunga , buah dan biji serta
memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Tanaman jagung menghisap unsur P dalam bentuk ion
sebanyak 17 kg/ha untuk menghasilkan berat basah tanaman 4200 kg/ha (Premono,2002).

Kekurangan P pada tanaman akan mengakibatkan berbagai hambatan metabolisme, diantaranya dalam
proses sintesis protein, yang menyebabkan terjadinya akumulasi karbohidrat dan ikatan-ikatan nitrogen.
Kekurangan P tanaman dapat diamati secaa visual, yaitu daun-daun yang lebih tua akan berwarna
kekuningan atau kemerahan karena terbentuknya pigmen antisianin. Pigmen ini terbentuk karena
akumulasi gula di dalam daun sebagai akibat terhambatnya sintesa protein. Gejala lain adalah nekrotis
atau kematian jaringan pada pinggir atau helai daun diikuti melemahnya batang dan akar terhambat
pertumbuhannya.
Buntan (1992) menjelaskan fosfor merupakan bahan makanan utama yang digunakan oleh semua
organisme untuk energi dan pertumbuhan. Secara geokimia, fosfor merupakan 11 unsur yang sangat
melimpah di kerak bumi. Seperti halnya nitrogen, fosfor merupakan unsur utama di dalam proses
fotosintesis. Fosfor biasanya berasal dari pupuk buatan yang kandungannya berdasarkan rasio N-P-K.
Sebagai contoh 15-30-15, mengindikasikan bahwa berat persen fostor dalam pupuk buatan adalah 30%
fosfor oksida (P2O5). Fosfor yang dapat dikonsumsi oleh tanaman adalah dalam bentuk fosfat, seperti
diamonium fosfat ((NH4)2HPO4) atau kalsium fosfat dihidrogen(Ca(H2PO4)2).

Fosfat merupakan salah satu bahan galian yang sangat berguna untuk pembuatan pupuk. Sekitar 90%
konsumsi fosfat dunia dipergunakan untuk pembuatan pupuk, sedangkan sisanya dipakai oleh industri
ditergen dan makanan ternak. Mineral-mineral fosfat adalah batuan dengan kandungan fosfor yang
ekonomis. Kandungan fosfor pada batuan dinyatakan dengan BPL (bone phosphate of lime) atau TPL
(triphosphate of lime) yang didasarkan atas kandungan P2O5. Sebagian besar fosfat komersial yang
berasal dari mineral apatit {Ca5 (PO4)3 (F,Cl,OH)} adalah kalsium fluo-fosfat dan kloro-fosfat dan
sebagian kecil wavelit (fosfat aluminium hidros). Sumber lainnya berasal dari jenis slag, guano, krandalit
(CaAl3(PO4)2(OH)5 .H2O), dan milisit {(Na,K) CaAl6 (PO4)4 (OH)9 3H2O}.

Apatit memiliki struktur kristal heksagonal dan biasanya dalam bentuk kristal panjang prismatik. Sifat
fisik yang dimilikinya: warna putih atau putih kehijauan, hijau, kilap kaca sampai lemak, berat jenis 3,15
3,20, dan kekerasan 5. Apatit merupakan mineral asesori dari semua jenis batuan.beku, sedimen, dan
metamorf. Ini juga ditemukan pada pegmatit dan urat-urat hidrotermal. Selain sebagai bahan pupuk,
mineral apatit yang transparan dan berwarna bagus biasanya digunakan untuk batu permata.

Reservoir fosfor berupa lapisan batuan yang mengandung fosfor dan endapan fosfor anorganik dan
organik. Fosfat biasanya tidak atau sulit terlarut dalam air, sehingga pada kasus ini tidak dapat
dimanfaatkan oleh tanaman. Kehadiran mikroorganisme dapat memicu percepatan degradasi fosfat.
Sumber fosfor organik dalah perbukitan guano. Di dunia, cadangan fosfat berjumlah 12 milyar ton
dengan cadangan dasar sebesar 34 milyar ton. Cadangan fosfat yang ada di Indonesia adalah sekitar 2,5
juta ton endapan guano (0,17 - 43% P2O5) dan diperkirakan sekitar 9,6 juta ton fosfat marin dengan
kadar 20 - 40% P2O5. Masuknya fosfor ke laut sebesar 3,3 x 1011 mol P th. Jika aktivitas manusia
(anthropogenic), seperti perusakan hutan dan penggunaan pupuk dimasukkan, maka jumlah fosfor yang
masuk ke laut akan meningkat sebesar 3 kali lipat, yaitu 7,4 - 15,6 x 1011 mol P th . Siklus P pada
Gambar 21 (Buntan, 1992).

Bersambung ke bagian 2 yang dapat dilihat pada pustaka dibawah:


Pustaka:

Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online. Fakultas Pertanian Unsri & Prodi Ilmu
Tanaman, Program S2, Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Propinsi Sumatera Selatan.
Indonesia. Http://dasar2ilmutanah.blogspot.com.

Dr. Ir. Abdul Madjid, MS at 22.22

Dasar Dasar Ilmu Tanah

Bahan Kuliah Online Fakultas Pertanian, Univ. Sriwijaya Oleh: Dr.Ir.Abdul Madjid,MS

Sabtu, 30 Mei 2009

BAKTERI PELARUT FOSFAT SEBAGAI AGENTS PUPUK HAYATI (Bagian 2)

Bakteri Pelarut Fosfat sebagai Agents Pupuk Hayati*

Oleh: Nursanti** dan Madjid***

(Bagian 2 dari 5 Tulisan)

Keterangan:

* Makalah Mata Kuliah Teknologi Pupuk Hayati pada Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister
(S2), Program Pasca Sarjana, Universitas Sriwijaya, Bukit Besar, Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia.

** Program Studi Ilmu Tanaman, Program Pasca Sarjana, Universitas Sriwijaya, Bukit Besar, Palembang,
Sumatera Selatan, Indonesia.

*** Dosen Pengasuh Mata Kuliah Teknologi Pupuk Hayati, Program Studi Ilmu Tanaman, Program
Magister (S2), Program Pasca Sarjana, Universitas Sriwijaya, Bukit Besar, Palembang, Sumatera Selatan,
Indonesia.
(Bagian 2 dari 5 Tulisan)

II. PEMANFAATAN BAKTERI PELARUT FOSFAT

2.1. Bakteri Pelarut Fosfat dan Ketersediaan P

Reaksi yang terjadi selama proses pelarutan P dari bentuk tak tersedia adalah reaksi khelasi antara ion
logam dalam mineral tanah dengan asam-asam organik. Khelasi adalah reaksi keseimbangan antara ion
logam dengan agen pengikat, yang dicirikan dengan terbentuknya lebih dari satu ikatan antara logam
tersebut dengan molekul agen pengikat, yang menyebabkan terbentuknya struktur cincin yang
mengelilingi logam tersebut. Mekanisme pengikatan Al+++ dan Fe++ oleh gugus fungsi dari komponen
organik adalah karena adanya satu gugus karboksil dan satu gugus fenolik, atau dua gugus karboksil
yang berdekatan bereaksi dengan ion logam.Besarnya P yang terlarut memiliki korelasi dengan Ca dan
Mg yang dilepaskan, hal ini membuktikan bahwa P tersebut semula terikat oleh Ca dan Mg. Pelarutan P
dalam tanah dapat ditingkatkan pada suasana pH rendah .

Fospor relatif tidak mudah tercuci, tetapi karena pengaruh lingkungan maka statusnya dapat berubah
dari P yang tersedia bagi tanaman menjadi tidak tersedia, yaitu dalam bentuk Ca-P, Mg-P, Al-P, Fe-P atau
occluded-P.

Menurut Buntan (1992) dalam aktivitasnya bakteri pelarut P akan menghasilkan asam-asam organik
diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat, fumarat, tartarat dan alfa
ketobutirat. Meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya diikuti dengan penurunan pH,
sehingga mengakibatkan pelarutan P yang terikat oleh Ca.Penurunan pH juga disebabkan terbebasnya
asam sitrat dan nitrat pada oksidasi kemoautotropik sulfur dan amonium berturut-turut oleh bakteri
Thiobacillus dan Nitrosomonas. Reaksi pelarutan atau pelepasan P oleh penurunan pH dan terdapatnya
gugus karboksilat secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut :

Ca10(PO4)6(OH)2 + 14H+ --> 10 Ca2+ + 6H2O + 6H2PO4-

OH OH

M- OH + R-COO- ---> M OH + H2PO4-


H2PO4 - OC-R

M = Al3+ atau Fe3+

Reaksi pengikatan P sebagai berikut :

Al + H2PO4 + 2 H2O --> Al(OH)2H2PO4 + 2 H+

Al(OH)3 + H2PO4 --> AL(OH)2H2PO4 + OH-

Ca(H2PO4) + CaCO3 --> Ca3(PO4)2 + 2CO2 +2H2O

Asam organik yang dihasilkan bakteri pelarut posfat mampu meningkatkan ketersediaan P di dalam
tanah melalui beberapa mekanisme, diantara adalah : (a) anion organik bersaing dengan orthofosfat
pada permukaan tapak jerapan koloid yang bermuatan positif ; (b) pelepasan orthofosfat dari ikatan
logam P melalui pembentukan komplek logam organik ; (c) modifikasi muatan tapak jerapan oleh ligan
organik (Elfianti,2005)

Asam sitrat dan oksalat digolongkan sangat efektif dalam menurunkan retensi P dari kaolinit dan gipsit,
sedangkan asam malonat, tartarat dan malat berefektivitas sedang, asam asetat dan suksinat
digolongkan kurang efektif. Pada tanah vulkanik yang kaya alovan asam-asam organik (benzoat, salisilat
dan ptalat) tidak mampu menurunkan retensi P. Havlin et al dalam Elfianti(2005) menjelaskan juga
bahwa tanpa anion organik maka Fe menjerap P dalam jumlah yang sangat banyak. Asam sitrat
menjerap Fe jauh lebih banyak dibanding tartarat, demikian pula dalam hal mengurangi P terjerap.
Tetapi jumlah Al yang diikat kedua asam tersebut tidak berbeda. Asam asetat tidak efektif dalam
menurunkan retensi, karena asetat kurang kuat dalam membentuk komplek dengan Al maupun Fe.

Disamping meningkatkan P tersedia, beberapa asam organik berbobot molekul rendah ini juga dapat
mengurangi daya racun Al yang dapat dipertukarkan (Al-dd). Kemampuan detoksifikasi asam organik
terhadap Al-dd dalam tiga kelompok yaitu kuat (sitrat, oksalat, tartarat); sedang (malat, malonat,
salisilat); dan lemah (suksinat,laktat, asetat dan ptalat). Hasil penelitian Pramono et al.(1992)
menunjukkan bahwa bakteri pelarut posfat secara nyata mampu mengurangi Fe, Mn dan Cu yang
terserap oleh tanaman jagung yang ditanam pada tanah masam, sehingga berada pada tingkat
kandungan yang normal.
Terdapatnya asam-asam organik sitrat, oksalat, malat, tartarat dan malonat di dalam tanah sangat
penting artinya dalam mengurangi pengikatan P oleh unsur-unsur penjerapnya dan mengurangi daya
racun aluminium pada tanah masam.

Asam-asam organik yang mempunyai berat molekul rendah meliputi: asam alifatik sederhana, asam
amino dan asam fenolik. Asam alifatik terdapat pada tanaman yang banyak mengandung selulosa, asam
amino dihasilkan dari tanaman yang banyak mengandung N (misalnya legum), sedang asam fenolik
dihasilkan dari tanaman golongan herba (berbatang basah seperti bayam). Asam-asam organik tersebut
antara lain: laktat, glikolat, suksinat, alfa ketoglutarat, asetat, sitrat, malat, glukonat, oksalat, butirat dan
malonat akan terbentuk selama proses perombakan bahan organik oleh mikrobia, merupakan bentuk
antara (transisi). Meskipun jumlahnya sangat kecil yaitu sekitar 10 mM, namun karena terus menerus
terbentuk maka peranannya menjadi penting. Sebagian besar asam tersebut merupakan asam lemah.
Konsentrasi yang agak besar dapat ditemukan pada mintakat (zone) tempat aktivitas mikrobia tinggi
seperti rhizosphere atau pada longgokan seresah tanaman yang sedang mengalami proses perombakan.
Lokasi keberadaan bakteri di daerah perakaran. Jumlah bakteri yang terdapat di daerah perakaran dan
tanah pada Tabel 1, dan jumlah mikrobia yang terbanyak di daerah perakaran adalah bakteri pada Tabel
2 (Vega, 2007).

Tabel 1. Jumlah Bakteri CFU x 106 g-1 tanah

-----------------------------------------------------------------

Plant Species Rhizoplane Rhizosphere Bulk Soil R/S Ratio

-----------------------------------------------------------------

Red Clover 3844 3255 134 24

Oats 3588 1090 184 6

Flax 2450 1015 184 5

Wheat 4119 710 120 6

Maize 4500 614 184 3

Barley 3216 505 140 3

-----------------------------------------------------------------

Sumber: Rouat dan Katznelson, 1961.


Tabel 2 Jumlah Mikrobia di Daerah Perakaran

----------------------------------------------------------

Microorganisms Rhizosphere Soil Bulk Soil R/S Ratio

----------------------------------------------------------

Bacteria 1,2 x 10^9 5,3 x 10^7 23

Actinomycetes 4,6 x 10^7 7,0 x 10^6 7

Fungi 1,2 x 10^6 1,0 x 10^5 12

Protozoa 2,4 x 10^3 1,0 x 10^3 2

Algae 5,0 x 10^3 2,7 x 10^4 0,2

Ammonifiers 5,0 x 10^8 4,0 x 10^5 125

Denitrifiers 1,26 x 10^8 1,0 x 10^5 1260

----------------------------------------------------------

Sumber: Hasil modifikasi dari Gray dan Williams, 1971.

Urutan kemampuan asam organik dalam melarutkan fosfat adalah: asam sitrat > asam oksalat = asam
tartrat= asam malat > asam laktat = asam format = asam asetat. Asam organik yang membentuk
komplek yang lebih mantap dengan kation logam akan lebih efektif dalam melepas Ca, Al dan Fe mineral
tanah sehingga akan melepas P yang lebih besar. Demikian juga asam aromatik dapat melepas P lebih
besar dibandingkan asam alifatik.

Menurut Yuwono (2006) bahwa kecepatan pelarutan P dari mineral P oleh asam organik ditentukan:

(1) kecepatan difusi asam organik dari larutan tanah,

(2) waktu kontak antara asam organik dan permukaan mineral,

(3) tingkat dissosiasi asam organik,

(4) tipe dan letak gugus fungsi asam organik,

(5) affinitas kimia agen pengkhelat terhadap logam dan


(6) kadar asam organik dalam larutan tanah.

Menurut Alexander (1986) mikrobia dapat ditumbuhkan dalam media yang mengandung Ca3(PO4)2,
FePO4, AlPO4, apatit, batuan P dan komponen P-anorganik lainnya sebagai sumber P. Sastro (2001)
menunjukkan bahwa jamur Aspergilus niger dapat dipeletkan bersama dengan serbuk batuan fosfat dan
bahan organik membentuk pupuk batuan fosfat yang telah mengandung jasad pelarut fosfat. Aspergillus
niger tersebut dapat bertahan hidup setelah masa simpan 90 hari dalam bentuk pelet.

Elfianti (2005) menggunakan fosfobakteri galur fosfo 24, Bacillus substilis, Bacterium mycoides dan
Bacterium mesenterricus untuk melarutkan P organik (glisero fosfat, lesitin, tepung tulang) dan P
anorganik (Ca-p, Fe-P) yang dilakukan secara in vitro. Hasilnya menunjukkan bahwa bakteri tersebut
mampu melarutkan FePO4, Ca3(PO4)2, gliserofosfat, lesitin dan tepung tulang berturut-turut sebayak
4,5 , 6, 8, 13 dan 14%. Banin (1982) memanfaatkan Bacillus sp dan dua galur Bacillus firmus, yang
menunjukkan bahwa ketiga bakteri tersebut masing-masing hanya mampu melarutkan berturut-turut
0,3, 0,9 dan 0,3% dari senyawa Ca3(PO4)2 yang diberikan dan tidak mampu melarutkan ALPO4 dan
FePO4.

Supadi (1962) mengidentifikasikan beberapa bakteri pelarut P dari lapisan perakaran tanaman jagung,
mikrobia tersebut adalah Bacillus megaterium, Bacillus sp, Escherechia freundii dan Escherechia
intermedia. Bakteri tersebut dapat meningkatkan P tersedia sebanyak 0,8 – 3,7 ppm pada tanah sterl
dan 0,1 – 3,6 ppm pada tanah steril.

Premono et al (1991) yang menggunakan Pseudomonas putida, Citrobacter intermedium dan Serratia
mesenteroides, mendapatkan bahwa bakteri tersebut mampu meningkatkan P larut yang ada dalam
medium ALPO4 dan batuan fospat sebanyak 6-19 kali lipat, tetapi tidak mampu melarutkan FePO4 .
Selanjutnya Premono (1994) menunjukkan bahwa Pseudomonas fluorescens dan P. Puptida mampu
meningkatkan P terekstrak pada tanah masam sampai 50%, sedangkan pada tanah bereaksi basa P .
puptida mampu meningkatkan P yang terekstrak sebesar 10%. Penelitian Buntan (1992)
memperlihatkan bahwa bakteri pelarut P (Pseudomonas puptida dan Enterobacter gergoviae) mampu
meningkatkan kelarutan P pada tanah ultisol. Hasil penelitian Setiawati (1998) menunjukkan bahwa
Pseudomonas fluorescens yang digunakan mampu meningkatkan kelarutan P dari fospat alam dari 16,4
ppm menjadi 59,9 ppm, meningkatkan kelarutan P dari ALPO4 dari 28,5 ppm menjadi 30,6 ppm dan
meningkatkan P tersedia tanah dari 17,7 ppm menjadi 34,8 ppm.
Ada beberapa metode uji untuk memilih mikroba pelarut fosfat sebagai bahan aktif biofertilizer. Uji
pertama yang sering dilakukan adalah mengukur indek pelarutan fosfat dan kemudian dilanjutkan
dengan uji invitro. Bagian Pertama ini akan mejelaskan tentang indek pelarutan fosfat.

Indek pelarutan fosfat ini berdasarkan pada metode yang dijelaskan oleh Premono, Moawad, dan Vlek
(1996). Secara aseptis 1 ose (untuk bakteri) atau satu cuplikan kecil dengan diameter 8 mm untuk fungi
diinokulasikan ke atas media Pikovskaya. Setiap perlakuan dilakukan dengan beberapa ulangan, minimal
duplo. Isolat diinkubasi selama beberapa hari. Indeks pelarutan fosfat adalah perbandingan antara
diameter zona jernih dibagi dengan diameter koloni.

Indek pelarutan fosfat sesuai digunakan untuk screening awal mikroba pelarut fosfat. Metode ini mudah
dan murah untuk dilakukan. Tetapi jika tidak hati-hati metode ini bisa menimbulkan bias. Variasi indek
pelarutan fosfat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain:

(1) Konsentrasi fosfat. AlPO4 tidak larut dalam air; untuk menuang medium ini ke dalam cawan petri
perlu digoyang-goyang terlebih dahulu. Ada kemungkinan bahwa konsentrasi AlPO4 tidak seragam,
sehingga zona jernihnya juga terpengaruh

(2) Ketebalan agar. Ketebalan agar di dalam cawan juga akan mempengaruhi zona jernih. AlPO4 di agar
yang lebih tebal tentunya lebih sulit untuk dilarutkan daripada di agar yang tipis.

(3) Kecepatan pertumbuhan mikroba. Ada mikroba yang tumbuh dengan cepat dan ada mikroba yang
tumbuh lambat. Misalnya, Penicillium sp umumnya memiliki diamater koloni yang lebih kecil daripada
Aspergillus sp. Indek Penicillium sp lebih besar dari Aspergillus sp, tetapi kemampuannya melarutkan
fosfat in vitro Penicillium sp lebih kecil daripada Aspergillus sp.

(4) Sesuai untuk membadingkan satu kelompok mikroba. Indek pelarutan fosfat kurang sesuai untuk
membandingkan antar kelompok mikroba, misalnya: fungi, bakteri, dan aktinomicetes.

Data-data indek pelarutan fosfat umumnya di analisis dengan metode statistik. Statistik tidak bisa
memisahkan variabel-variabel ini. Beberapa hal di atas akan sangat mempengaruhi hasil analisa statistik
oleh karena itu harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh agar tidak salah dalam mengambil
kesimpulan.

2.2. Bakteri Pelarut Fosfat dan Tanaman


Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa perlakuan pemberian bakteri pelarut fosfat
(BPF) sebagai pupuk hayati peningkat ketersediann P dalam tanah mampu meningkatkan pertumbuhan
tanaman jagung pada tanah masam, yang tampak pada parameter tinggi tanaman 10 dan 45 HST, berat
basah trubus, berat kering trubus, berat basah akar, berat kering akar, luas daun serta kadar P trubus.

Pada tanaman jagung, Citrobacter intermedium dan Pseudomonas putida (Premono et al, 1991) mampu
meningkatkan serapan P dan bobot kering tanaman sampai 30%. Pada percobaan yang lain P. Putida
mampu meningkatkan bobot kering tanaman jagung sampai 20% dan mikrobia ini stabil sampai lebih
dari 14 bulan pada media pembawa zeolit, tanpa kehilangan kemampuan genetisnya dalam melarutkan
batuan posfat. Inokulasi dengan Enterobacter gergoviae pada tanaman jagung dapt meningkatkan bobot
kering tanaman jagung sebesar 29%. Sedangkan Lestari (1994) menguji Aspergillus niger menunjukkan
bahwa mikrobia tersebut sangat baik dalam memperbaiki penampilan pertumbuhan tanaman jagung
sampai 8 minggu pertama.

Berdasarkan hasil penelitian Hasanuddin (2002) menunjukkan bahwa perlakuan inokulasi Bakteri pelarut
posfat 15 ml per inokulum tanaman dapat meningkatkan ketersediaan P 62,21% dan meningkatkan
berat kering tanaman Kedelai.

Pada Tanaman Tebu penggunaan bakteri pelarut P (Pseudomonas puptida dan Pseudomonas
fluorescens) dapat meningkatkan bobot kering tanaman sampai 40% dan meningkatkan efisiensi
penggunaan pupuk TSP sebesar 60-135% (Elfiati,2005).

Beberapa peneliti mengemukakan bahwa efektifnya bakteri pelarut P tidak hanya disebabkan oleh
kemampuannya dalam meningkatkan ketersediaan P tetapi juga disebabkan karena kemampuannya
dalam menghasilkan ZPT, terutama pada Bakteri yang hidup di permukaan akar seperti Pseudomonas
fluorescens, P putida dan P. Striata. Bakteri tersebut dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti
asam indol asetat (IAA) dan asam giberelin (GA3).

Beberapa bakteri pelarut posfat juga dapat berperan sebagai biokontrol yang dapat meningkatkan
kesehatan akar dan pertumbuhan tanaman melalui proteksinya terhadap penyakit. Strain tertentu dari
Pseudomonas sp dapat mencegah tanaman dari patogen fungi yang berasal dari tanah. Pseudomonas
fluorescens dapat mengontrol perkembangan penyakit dumping-off tanaman. Kemampuan bakteri ini
terutama karena menghasilkan 2,4-diacethylphloroglucinol yang dapat menghalangi pertumbuhan
cendawan dumping-off Phytium ultium (Hadiyanto,2007).
Bersambung ke bagian 3 yang dapat dilihat pada pustaka dibawah:

Pustaka:

Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online. Fakultas Pertanian Unsri & Prodi Ilmu
Tanaman, Program S2. Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Propinsi Sumatera Selatan.
Indonesia. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com.

Dr. Ir. Abdul Madjid, MS at 22.16

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

About Me

Dr. Ir. Abdul Madjid, MS

Dosen Jurusan Tanah, Fak. Pertanian, Univ. Sriwijaya. Kampus Unsri Indralaya, Propinsi Sumatera
Selatan

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai