Membangun Kesadaran
Tatra kho bhagavā bhikkhū āmantesi, Ketika itu Beliau bersabda kepada para
‘Bhikkhavo’ ti. ‘Bhaddante’ ti te bhikkhū Bhikkhu: “O Bhikkhu,” dan mereka
bhagavato paccassosuṃ. Bhagavā etadavoca : menjawab, “Yang Mulia!”, kemudian Sang
Bhagava bersabda:
Ekāyano ayaṃ, bhikkhave, maggo sattānaṃ Terdapat jalan untuk membuat manusia
visuddhiyā, sokaparidevānaṃ samatikkamāya, menjadi suci; terbebas dari kesedihan, duka-
dukkhadomanassānaṃ atthaṅgamāya, ñāyassa cita dan melenyapkan penderitaan dan
adhigamāya, nibbānassa sacchikiriyāya, yadidaṃ kesengsaraan dengan menempuh jalan yang
cattāro satipaṭṭhānā. benar sehingga dapat merealisasi Nibbana.
Jalan ini dengan melaksanakan EMPAT
PERHATIAN BENAR.
Katame cattāro? Idha, bhikkhave, bhikkhu kāye Apakah yang dinamakan empat perhatian
kāyānupassī viharati ātāpī sampajāno satimā, benar itu? Dalam hal ini seorang Bhikkhu
vineyya loke abhijjhādomanassaṃ. harus melakukan perenungan terhadap
TUBUH (kayanupassana), dengan tekun,
selalu sadar dan penuh perhatian
mengamat-amati ketamakan dan kesedihan
dalam dirinya.
Citte cittānupassī viharati ātāpī sampajāno satimā, Ia harus melakukan perenungan terhadap
vineyya loke abhijjhādomanassaṃ. KESADARAN (Cittanupassana), dengan
tekun, selalu sadar dan penuh perhatian
mengamat-amati ketamakan dan kesedihan
dalam dirinya.
Dhammesu dhammānupassī viharati ātāpī Ia harus melakukan perenungan terhadap
sampajāno satimā, vineyya loke BENTUK-BENTUK PIKIRAN
abhijjhādomanassaṃ. (Dhammanupassana), dengan tekun, selalu
sadar dan penuh perhatian mengamat-amati
ketamakan dan kesedihan dalam dirinya.
Kathaṃ ca, bhikkhave, bhikkhu kāye kāyānupassī O Bhikkhu, bagaimana caranya seorang
viharati? Bhikkhu merenung tentang tubuhnya
sendiri?
Dīghaṃ vā assasanto ‘dīghaṃ assasāmī’ ti pajānāti, Dengan penuh kesadaran ia menarik napas
Dīghaṃ vā passasanto ‘dīghaṃ passasāmī’ ti panjang, ia tahu: ‘Aku menarik napas
pajānāti. panjang.’
Apabila ia mengeluarkan napas panjang, ia
tahu: ‘Aku mengeluarkan napas panjang.’
Rassaṃ vā assasanto ‘rassaṃ assasāmī’ ti pajānāti, Apabila ia menarik napas pendek, ia tahu:
Rassaṃ vā passasanto ‘rassaṃ passasāmī’ ti ‘Aku menarik napas pendek.’
pajānāti. Apabila ia mengeluarkan napas pendek, ia
tahu: ‘Aku mengeluarkan napas pendek.”
Evameva kho, bhikkhave, bhikkhu dīghaṃ vā Hal yang sama harus dilakukan oleh
assasanto ‘dīghaṃ assasāmī’ ti pajānāti, seorang Bhikkhu bila menarik napas
dīghaṃ vā passasanto ‘dīghaṃ passasāmī’ ti panjang, ia mengetahui dengan jelas: ‘Aku
pajānāti, menarik napas panjang’;
Apabila ia mengeluarkan napas panjang, ia
tahu: ‘Aku mengeluarkan napas panjang.’
Rassaṃ vā assasanto ‘rassaṃ assasāmī’ ti pajānāti, Apabila ia menarik napas pendek, ia tahu:
Rassaṃ vā passasanto ‘rassaṃ passasāmī’ ti ‘Aku menarik napas pendek.’
pajānāti. Apabila ia mengeluarkan napas pendek, ia
tahu: ‘Aku mengeluarkan napas pendek.’
Iti ajjhattaṃ vā kāye kāyānupassī viharati, Dengan cara demikian ia merenung dengan
bahiddhā vā kāye kāyānupassī viharati, melihat ke dalam tubuhnya sendiri, melihat
Ajjhattabahiddhā vā kāye kāyānupassī viharati, tubuhnya dari luar dan melihat ke dalam
tubuhnya sendiri lalu melihat tubuhnya dari
luar secara bergantian.
‘Atthi kāyo’ ti vā panassa sati paccupaṭṭhitā hoti. Atau ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh’,
yāvadeva ñāṇamattāya paṭissatimattāya anissito ca dan perhatiannya itu diberikan hanya
viharati, na ca kiñci loke upādiyati. sampai pada tingkat menyadari, hanya
sebagai pengenalan belaka; dan ia
meneruskan perenungannya dengan tidak
menggantungkan diri atau melekat kepada
tubuhnya itu.
Evaṃ pi, bhikkhave, bhikkhu kāye kāyānupassī Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
viharati. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
Iti ajjhattaṃ vā kāye kāyānupassī viharati, Dengan cara demikian ia merenung tentang
bahiddhā vā kāye kāyānupassī viharati, tubuhnya dengan melihat ke dalam, melihat
Ajjhattabahiddhā vā kāye kāyānupassī viharati, dari luar dan melihat dari sudut kedua-
duanya secara bergantian.
‘Atthi kāyo’ ti vā panassa sati paccupaṭṭhitā hoti. Atau ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh’,
yāvadeva ñāṇamattāya paṭissatimattāya anissito ca dan perhatiannya itu diberikan hanya
viharati, na ca kiñci loke upādiyati. sampai pada tingkat menyadari, hanya
sebagai pengenalan belaka; dan ia
meneruskan perenungannya dengan tidak
menggantungkan diri atau melekat kepada
tubuhnya itu.
Evaṃ pi, bhikkhave, bhikkhu kāye kāyānupassī Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
viharati. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar tentang tubuhnya.
Puna caparaṃ, bhikkhave, bhikkhu abhikkante Kemudian, O Bhikkhu, Bhikkhu itu harus
paṭikkante sampajānakārī hoti, mengetahui dengan jelas, apabila ia
bergerak maju atau bergerak mundur;
ālokite vilokite sampajānakārī hoti, apabila ia melihat ke depan atau menoleh ke
kiri dan ke kanan, ia mengetahuinya,
asite pīte khāyite sāyite sampajānakārī hoti, apabila ia sedang makan, minum,
mengunyah, menelan, ia mengetahuinya,
gate ṭhite nisinne sutte jāgarite bhāsite tuṇhībhāve apabila ia berjalan, berdiri, duduk,
sampajānakārī hoti. berbaring, bangun dari tidur, berbicara,
diam; semua itu harus diketahuinya dengan
jelas.
Iti ajjhattaṃ vā kāye kāyānupassī viharati, bahiddhā Dengan demikian ia merenung tentang
vā kāye kāyānupassī viharati, tubuhnya dengan melihatnya ke dalam,
ajjhattabahiddhā vā kāye kāyānupassī viharati, melihatnya dari luar dan melihatnya dari
sudut kedua-duanya secara bergantian.
‘Atthi kāyo’ ti vā panassa sati paccupaṭṭhitā hoti. Dan ia berpikir: ‘Ini adalah tubuh’, dan
yāvadeva ñāṇamattāya paṭissatimattāya anissito ca perhatiannya itu diberikan hanya sampai
viharati, na ca kiñci loke upādiyati. pada tingkat menyadari, hanya sebagai
pengenalan belaka; dan ia meneruskan
perenungannya dengan tidak
menggantungkan diri atau melekat kepada
tubuhnya itu.
Evaṃ pi, bhikkhave, bhikkhu kāye kāyānupassī Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
viharati. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
Puna caparaṃ, bhikkhave, bhikkhu imameva ‘Kemudian, O Bhikkhu, Bhikkhu itu harus
kāyaṃ, uddhaṃ pādatalā adho kesamatthakā, mengamat-amati tubuhnya sendiri yang
tacapariyantaṃ pūraṃ nānappakārassa asucino terdiri dari berbagai macam unsur yang
paccavekkhati: ‘Atthi imasmiṃ kāye kesā lomā kotor dibungkus oleh kulit; dari telapak kaki
nakhā dantā taco maṃsaṃ nhāru aṭṭhi aṭṭhimiñjaṃ ke atas dan dari pucuk rambut ke bawah;
vakkaṃ hadayaṃ yakanaṃ kilomakaṃ pihakaṃ ‘Tubuh ini yang terdiri dari rambut di
papphāsaṃ antaṃ antaguṇaṃ udariyaṃ karīsaṃ kepala, rambut di badan, kuku, gigi, kulit,
mataluṇaṃ pittaṃ semhaṃ pubbo lohitaṃ sedo daging, urat-urat, tulang-belulang, sumsum,
medo assu vasā kheḷo siṅghāṇikā lasikā muttaṃ’ ti. ginjal, jantung, hati, selaput, limpa, paru-
paru, lendir, nanah, darah, keringat, lemak,
air mata, ludah, cairan tubuh, air seni.’
Seyyathāpi, bhikkhave, ubhatomukhā putoḷi pūrā O Bhikkhu, seperti juga sebuah karung
nānāvihitassa dhaññassa, seyyathidaṃ sālīnaṃ dengan dua lobang yang diisi dengan
vīhīnaṃ muggānaṃ māsānaṃ tilānaṃ taṇḍulānaṃ. berbagai macam padi-padian seperti gabah,
Tamenaṃ cakkhumā puriso muñcitvā padi, ketan, kacang, jemawut, beras; dan
paccavekkheyya: ‘Ime sālī ime vīhī, ime muggā, seorang yang mempunyai penglihatan tajam
ime māsā, ime tilā, ime taṇḍulā’ ti; menuang karung itu dan segera dapat
mengenal benda-benda yang keluar dari
karung: ‘Ini gabah, ini padi, ini ketan, ini
kacang, ini jemawut dan ini beras.’
Evameva kho, bhikkhave, bhikkhu imameva Demikian pula halnya dengan seorang
kāyaṃ, uddhaṃ pādatalā adho kesamatthakā, Bhikkhu yang mengamat-amati tubuhnya
tacapariyantaṃ pūraṃ nānappakārassa asucino sendiri yang terdiri dari berbagai macam
paccavekkhati: ‘Atthi imasmiṃ kāye kesā lomā unsur yang kotor yang dibungkus oleh kulit;
nakhā dantā taco maṃsaṃ nhāru aṭṭhi aṭṭhimiñjaṃ dari telapak kaki ke atas dan dari pucuk
vakkaṃ hadayaṃ yakanaṃ kilomakaṃ pihakaṃ rambut ke bawah; ‘tubuh ini yang terdiri
papphāsaṃ antaṃ antaguṇaṃ udariyaṃ karīsaṃ dari rambut di kepala, rambut di badan,
mataluṇaṃ pittaṃ semhaṃ pubbo lohitaṃ sedo kuku, gigi, kulit, daging, urat-urat, tulang-
medo assu vasā kheḷo siṅghāṇikā lasikā muttaṃ’ ti. belulang, sumsum, ginjal, jantung, hati,
selaput, limpa, paru-paru, lendir, nanah,
darah, keringat, lemak, air mata, ludah,
cairan tubuh, air seni.’
Iti ajjhattaṃ vā kāye kāyānupassī viharati, bahiddhā Dengan demikian ia merenung tentang
vā kāye kāyānupassī viharati, ajjhattabahiddhā vā tubuhnya dengan melihatnya ke dalam,
kāye kāyānupassī viharati, melihatnya dari luar dan melihatnya dari
sudut kedua-duanya secara bergantian.
‘Atthi kāyo’ ti vā panassa sati paccupaṭṭhitā hoti. Dan ia berpikir: ‘Ini adalah tubuh’, dan
yāvadeva ñāṇamattāya paṭissatimattāya anissito ca perhatiannya itu diberikan hanya sampai
viharati, na ca kiñci loke upādiyati. pada tingkat menyadari, hanya sebagai
pengenalan belaka; dan ia meneruskan
perenungannya dengan tidak
menggantungkan diri atau melekat kepada
tubuhnya itu.
Evaṃ pi, bhikkhave, bhikkhu kāye kāyānupassī Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
viharati. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
Puna caparaṃ, bhikkhave, bhikkhu imameva kāyaṃ Kemudian, O Bhikkhu, Bhikkhu itu harus
yathāṭhitaṃ yathāpaṇihitaṃ dhātuso paccavekkhati: mengetahui dengan jelas susunan tubuhnya
‘Atthi imasmiṃ kāye pathavīdhātu āpodhātu mengenai unsur-unsur yang menjadikannya
tejodhātu vāyodhātū’ ti. dengan berpikir: ‘Tubuh ini terdiri dari
unsur padat, unsur cair, unsur panas dan
unsur angin (gerak).’
Iti ajjhattaṃ vā kāye kāyānupassī viharati, bahiddhā Dengan demikian ia merenung tentang
vā kāye kāyānupassī viharati, ajjhattabahiddhā vā tubuhnya dengan melihatnya ke dalam,
kāye kāyānupassī viharati, melihatnya dari luar dan melihatnya dari
sudut kedua-duanya secara bergantian.
Evaṃ pi, bhikkhave, bhikkhu kāye kāyānupassī Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
viharati. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
Puna caparaṃ, bhikkhave, bhikkhu seyyathāpi Setelah itu, O Bhikkhu, ia mungkin melihat
passeyya sarīraṃ sivathikāya chaḍḍitaṃ mayat di kuburan, meninggal satu hari
ekāhamataṃ vā dvīhamataṃ vā tīhamataṃ vā berselang, dua hari atau tiga hari berselang;
uddhumātakaṃ vinīlakaṃ vipubbakajātaṃ. So sudah membengkak, berwarna kebiru-
imameva kāyaṃ upasaṃharati: ‘ayaṃ pi kho kāyo biruan dan mulai membusuk. Kemudian ia
evaṃdhammo evaṃbhāvī etaṃanatīto’ ti. mengamat-amati tubuhnya sendiri sambil
merenung: ‘Tubuh ini pun sifat dan
kondisinya sama dan tidak dapat terhindar
dari hal yang serupa.”
Iti ajjhattaṃ vā kāye kāyānupassī viharati, bahiddhā Dengan demikian ia merenung tentang
vā kāye kāyānupassī viharati, ajjhattabahiddhā vā tubuhnya dengan melihatnya ke dalam,
kāye kāyānupassī viharati, melihatnya dari luar dan melihatnya dari
sudut kedua-duanya secara bergantian.
‘Atthi kāyo’ ti vā panassa sati paccupaṭṭhitā hoti. Dan ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh’,
yāvadeva ñāṇamattāya paṭissatimattāya anissito ca dan perhatiannya itu diberikan hanya
viharati, na ca kiñci loke upādiyati. sampai pada tingkat menyadari, hanya
sebagai pengenalan belaka; dan ia
meneruskan perenungannya dengan tidak
menggantungkan diri atau melekat kepada
tubuhnya itu.
Evaṃ pi, bhikkhave, bhikkhu kāye kāyānupassī Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
viharati. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
Puna caparaṃ, bhikkhave, bhikkhu seyyathāpi Setelah itu, O Bhikkhu, ia mungkin melihat
passeyya sarīraṃ sivathikāya chaḍḍitaṃ kākehi vā mayat di sebuah kuburan, dicabik-cabik dan
khajjamānaṃ kulalehi vā khajjamānaṃ gijjhehi vā dilahap oleh burung-burung pemakan
khajjamānaṃ supanehi vā khajjamānaṃ sigālehi vā bangkai, anjing hutan atau oleh belatung-
khajjamānaṃ vividhehi vā pāṇakajātehi belatung. Kemudian ia mengamat-amati
khajjamānaṃ. So imameva kāyaṃ upasaṃharati: tubuhnya sendiri sambil merenung:
‘ayaṃ pi kho kāyo evaṃdhammo evaṃbhāvī etaṃ ‘Tubuh ini pun sifat dan kondisinya sama
anatīto’ ti. dan tidak dapat terhindar dari hal yang
serupa.
Iti ajjhattaṃ vā kāye kāyānupassī viharati, bahiddhā Dengan demikian ia merenung tentang
vā kāye kāyānupassī viharati, ajjhattabahiddhā vā tubuhnya dengan melihatnya ke dalam,
kāye kāyānupassī viharati, melihatnya dari luar dan melihatnya dari
sudut kedua-duanya secara bergantian.
‘Atthi kāyo’ ti vā panassa sati paccupaṭṭhitā hoti. Dan ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh’,
yāvadeva ñāṇamattāya paṭissatimattāya anissito ca dan perhatiannya itu diberikan hanya
viharati, na ca kiñci loke upādiyati. sampai pada tingkat menyadari, hanya
sebagai pengenalan belaka; dan ia
meneruskan perenungannya dengan tidak
menggantungkan diri atau melekat kepada
tubuhnya itu.
Evaṃ pi, bhikkhave, bhikkhu kāye kāyānupassī Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
viharati. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
Iti ajjhattaṃ vā kāye kāyānupassī viharati, bahiddhā Dengan demikian ia merenung tentang
vā kāye kāyānupassī viharati, ajjhattabahiddhā vā tubuhnya dengan melihatnya ke dalam,
kāye kāyānupassī viharati, melihatnya dari luar dan melihatnya dari
sudut kedua-duanya secara bergantian.
‘Atthi kāyo’ ti vā panassa sati paccupaṭṭhitā hoti. Dan ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh’,
yāvadeva ñāṇamattāya paṭissatimattāya anissito ca dan perhatiannya itu diberikan hanya
viharati, na ca kiñci loke upādiyati. sampai pada tingkat menyadari, hanya
sebagai pengenalan belaka; dan ia
meneruskan perenungannya dengan tidak
menggantungkan diri atau melekat kepada
tubuhnya itu.
Evaṃ pi, bhikkhave, bhikkhu kāye kāyānupassī Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
viharati. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
Iti ajjhattaṃ vā kāye kāyānupassī viharati, bahiddhā Dengan demikian ia merenung tentang
vā kāye kāyānupassī viharati, ajjhattabahiddhā vā tubuhnya dengan melihatnya ke dalam,
kāye kāyānupassī viharati, melihatnya dari luar dan melihatnya dari
sudut kedua-duanya secara bergantian.
‘Atthi kāyo’ ti vā panassa sati paccupaṭṭhitā hoti. Dan ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh’,
yāvadeva ñāṇamattāya paṭissatimattāya anissito ca dan perhatiannya itu diberikan hanya
viharati, na ca kiñci loke upādiyati. sampai pada tingkat menyadari, hanya
sebagai pengenalan belaka; dan ia
meneruskan perenungannya dengan tidak
menggantungkan diri atau melekat kepada
tubuhnya itu.
Evaṃ pi, bhikkhave, bhikkhu kāye kāyānupassī Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
viharati. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
Iti ajjhattaṃ vā kāye kāyānupassī viharati, bahiddhā Dengan demikian ia merenung tentang
vā kāye kāyānupassī viharati, ajjhattabahiddhā vā tubuhnya dengan melihatnya ke dalam,
kāye kāyānupassī viharati, melihatnya dari luar dan melihatnya dari
sudut kedua-duanya secara bergantian.
‘Atthi kāyo’ ti vā panassa sati paccupaṭṭhitā hoti. Dan ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh’,
yāvadeva ñāṇamattāya paṭissatimattāya anissito ca dan perhatiannya itu diberikan hanya
viharati, na ca kiñci loke upādiyati. sampai pada tingkat menyadari, hanya
sebagai pengenalan belaka; dan ia
meneruskan perenungannya dengan tidak
menggantungkan diri atau melekat kepada
tubuhnya itu.
Evaṃ pi, bhikkhave, bhikkhu kāye kāyānupassī Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
viharati. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
Iti ajjhattaṃ vā kāye kāyānupassī viharati, bahiddhā Dengan demikian ia merenung tentang
vā kāye kāyānupassī viharati, ajjhattabahiddhā vā tubuhnya dengan melihatnya ke dalam,
kāye kāyānupassī viharati, melihatnya dari luar dan melihatnya dari
sudut kedua-duanya secara bergantian.
‘Atthi kāyo’ ti vā panassa sati paccupaṭṭhitā hoti. Dan ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh’,
yāvadeva ñāṇamattāya paṭissatimattāya anissito ca dan perhatiannya itu diberikan hanya
viharati, na ca kiñci loke upādiyati. sampai pada tingkat menyadari, hanya
sebagai pengenalan belaka; dan ia
meneruskan perenungannya dengan tidak
menggantungkan diri atau melekat kepada
tubuhnya itu.
Evaṃ pi, bhikkhave, bhikkhu kāye kāyānupassī Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
viharati. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
Puna caparaṃ, bhikkhave, bhikkhu seyyathāpi Setelah itu, O Bhikkhu, ia mungkin melihat
passeyya sarīraṃ sivathikāya chaḍḍitaṃ aṭṭhikāni mayat di kuburan, tulang belulang yang
setāni saṅkhavaṇṇupanibhāni. So imameva kāyaṃ berwarna abu-abu. Kemudian ia mengamat-
upasaṃharati: ‘ayaṃ pi kho kāyo evaṃdhammo amati tubuhnya sendiri sambil merenung:
evaṃbhāvī etaṃanatīto’ ti. ‘Tubuh ini pun sifat dan kondisinya sama
dan tidak dapat terhindar dari hal yang
serupa.”
Iti ajjhattaṃ vā kāye kāyānupassī viharati, bahiddhā Dengan demikian ia merenung tentang
vā kāye kāyānupassī viharati, ajjhattabahiddhā vā tubuhnya dengan melihatnya ke dalam,
kāye kāyānupassī viharati, melihatnya dari luar dan melihatnya dari
sudut kedua-duanya secara bergantian.
‘Atthi kāyo’ ti vā panassa sati paccupaṭṭhitā hoti. Dan ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh’,
yāvadeva ñāṇamattāya paṭissatimattāya anissito ca dan perhatiannya itu diberikan hanya
viharati, na ca kiñci loke upādiyati. sampai pada tingkat menyadari, hanya
sebagai pengenalan belaka; dan ia
meneruskan perenungannya dengan tidak
menggantungkan diri atau melekat kepada
tubuhnya itu.
Evaṃ pi, bhikkhave, bhikkhu kāye kāyānupassī Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
viharati. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
Iti ajjhattaṃ vā kāye kāyānupassī viharati, bahiddhā Dengan demikian ia merenung tentang
vā kāye kāyānupassī viharati, ajjhattabahiddhā vā tubuhnya dengan melihatnya ke dalam,
kāye kāyānupassī viharati, melihatnya dari luar dan melihatnya dari
sudut kedua-duanya secara bergantian.
Samudayadhammānupassī vā kāyasmiṃ viharati, Atau ia berdiam dalam perenungan tentang
vayadhammānupassī vā kāyasmiṃ viharati, apa yang dapat menimbulkan tubuh ini, atau
samudayavayadhammānupassī vā kāyasmiṃ ia berdiam dalam perenungan tentang
viharati, hancurnya tubuh ini, atau ia berdiam dalam
perenungan tentang timbulnya dan
lenyapnya kembali tubuh ini secara
bergantian.
‘Atthi kāyo’ ti vā panassa sati paccupaṭṭhitā hoti. Dan ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh’,
Yāvadeva ñāṇamattāya paṭissatimattāya anissito ca dan perhatiannya itu diberikan hanya
viharati, na ca kiñci loke upādiyati. sampai pada tingkat menyadari, hanya
sebagai pengenalan belaka; dan ia
meneruskan perenungannya dengan tidak
menggantungkan diri atau melekat kepada
tubuhnya itu.
Evaṃ pi, bhikkhave, bhikkhu kāye kāyānupassī Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
viharati. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
Iti ajjhattaṃ vā kāye kāyānupassī viharati, bahiddhā Dengan demikian ia merenung tentang
vā kāye kāyānupassī viharati, ajjhattabahiddhā vā tubuhnya dengan melihatnya ke dalam,
kāye kāyānupassī viharati, melihatnya dari luar dan melihatnya dari
sudut kedua-duanya secara bergantian.
‘Atthi kāyo’ ti vā panassa sati paccupaṭṭhitā hoti. Dan ia berpikir: ‘Ini adalah sebuah tubuh’,
yāvadeva ñāṇamattāya paṭissatimattāya anissito ca dan perhatiannya itu diberikan hanya
viharati, na ca kiñci loke upādiyati. sampai pada tingkat menyadari, hanya
sebagai pengenalan belaka; dan ia
meneruskan perenungannya dengan tidak
menggantungkan diri atau melekat kepada
tubuhnya itu.
Evaṃ pi, bhikkhave, bhikkhu kāye kāyānupassī Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
viharati. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar terhadap tubuhnya.
‘Atthi vedanā’ ti vā panassa sati paccupaṭṭhitā hoti. Atau ia berpikir: ‘Ini adalah perasaan’, dan
yāvadeva ñāṇamattāya paṭissatimattāya anissito ca perhatiannya ia berikan hanya sampai pada
viharati, na ca kiñci loke upādiyati. tingkat menyadari, hanya sebagian
pengenalan belaka; dan ia meneruskan
perenungannya dengan tidak
menggantungkan diri atau melekat kepada
perasaan itu.
Evaṃ kho, bhikkhave, bhikkhu vedanāsu Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
vedanānupassī viharati. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar terhadap
perasaannya.
Idha, bhikkhave, bhikkhu sarāgaṃ vā cittaṃ Di sini, O Bhikkhu, Bhikkhu itu secara
‘sarāgaṃ cittaṃ’ ti pajānāti, vītarāgaṃ vā cittaṃ intuisi dapat menyadari adanya keserakahan
‘vītarāgaṃ cittaṃ’ ti pajānāti, (lobha) sebagai kesadaran yang diliputi
keserakahan atau dapat menyadari tidak
adanya keserakahan (alobha) sebagai
kesadaran yang tidak diliputi keserakahan.
Sadosaṃ vā cittaṃ ‘sadosaṃ cittaṃ’ ti pajānāti, Secara intuisi Bhikkhu itu dapat menyadari
vītadosaṃ vā cittaṃ ‘vītadosaṃ cittaṃ’ ti pajānāti, adanya kebencian (dosa) sebagai kesadaran
yang diliputi kebencian atau dapat
menyadari tidak adanya kebencian sebagai
kesadaran yang tidak diliputi kebencian
(adosa).
Samohaṃ vā cittaṃ ‘samohaṃ cittaṃ’ ti pajānāti, Secara intuisi Bhikkhu itu dapat menyadari
vītamohaṃ vā cittaṃ ‘vītamohaṃ cittaṃ’ ti adanya kegelapan batin (moha) sebagai
pajānāti, kesadaran yang diliputi kegelapan batin
atau dapat menyadari tidak adanya
kegelapan batin sebagai kesadaran yang
tidak diliputi oleh kegelapan batin (amoha).
Saṅkhittaṃ vā cittaṃ ‘saṅkhittaṃ cittaṃ’ ti Secara intuisi Bhikkhu itu dapat menyadari
pajānāti, vikkhittaṃ vā cittaṃ ‘vikkhittaṃ cittaṃ’ ti adanya kebingungan sebagai kesadaran
pajānāti, yang diliputi kebingungan atau dapat
menyadari adanya kemalasan sebagai
kesadaran yang diliputi kemalasan.
Mahaggataṃ vā cittaṃ ‘mahaggataṃ cittaṃ’ ti Secara intuisi Bhikkhu itu dapat menyadari
pajānāti, amahaggataṃ vā cittaṃ adanya cita-cita besar sebagai kesadaran
‘amahaggataṃ cittaṃ’ ti pajānāti, yang diliputi cita-cita besar atau dapat
menyadari tidak adanya cita-cita besar
sebagai kesadaran yang tidak diliputi cita-
cita besar.
sa-uttaraṃ vā cittaṃ ‘sa-uttaraṃ cittaṃ’ ti pajānāti, Secara intuisi Bhikkhu itu dapat menyadari
anuttaraṃ vā cittaṃ ‘anuttaraṃ cittaṃ’ ti pajānāti, adanya cita-cita yang kadang-kadang tinggi
dan kadang-kadang rendah sebagai
kesadaran yang kadang-kadang diliputi cita-
cita tinggi dan kadang-kadang diliputi cita-
cita rendah.
samāhitaṃ vā cittaṃ ‘samāhitaṃ cittaṃ’ ti pajānāti, Secara intuisi Bhikkhu itu dapat menyadari
asamāhitaṃ vā cittaṃ ‘asamāhitaṃ cittaṃ’ ti adanya ketenangan sebagai kesadaran yang
pajānāti, diliputi ketenangan atau dapat menyadari
adanya ketidaktenangan sebagai kesadaran
yang diliputi ketidaktenangan.
vimuttaṃ vā cittaṃ ‘vimuttaṃ cittaṃ’ ti pajānāti, Secara intuisi Bhikkhu itu dapat menyadari
avimuttaṃ vā cittaṃ ‘avimuttaṃ cittaṃ’ ti pajānāti. adanya kebebasan sebagai kesadaran yang
diliputi kebebasan atau dapat menyadari
adanya ketidakbebasan sebagai kesadaran
yang diliputi ketidakbebasan.
Iti ajjhattaṃ vā citte cittānupassī viharati, bahiddhā Dengan demikian ia merenung tentang
vā citte cittānupassī viharati, ajjhattabahiddhā vā kesadaran dengan melihatnya ke dalam dan
citte cittānupassī viharati, samudayadhammānupassī melihatnya dari luar dan melihatnya dari
vā cittasmiṃ viharati, vayadhammānupassī vā sudut kedua-duanya secara bergantian. Atau
cittasmiṃ viharati, samudayavayadhammānupassī ia berdiam dalam perenungan tentang apa
vā cittasmiṃ viharati, yang dapat menimbulkan kesadaran itu;
atau ia merenung tentang lenyapnya
kembali kesadaran itu; atau ia berdiam
dalam perenungan tentang timbulnya dan
lenyapnya kembali kesadaran itu secara
bergantian.
‘Atthi cittaṃ’ ti vā panassa sati paccupaṭṭhitā hoti. Atau ia berpikir: ‘Ini adalah kesadaran’, dan
yāvadeva ñāṇamattāya paṭissatimattāya anissito ca perhatiannya ia berikan hanya sampai pada
viharati, na ca kiñci loke upādiyati. tingkat mengetahui, hanya sebagai
pengenalan belaka; dan ia meneruskan
perenungannya dengan tidak
menggantungkan diri atau melekat kepada
kesadaran itu.
Evaṃ kho, bhikkhave, bhikkhu citte cittānupassī Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
viharati. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar terhadap kesadaran.
Kathaṃ ca, bhikkhave, bhikkhu dhammesu Bagaimana caranya, Bhikkhu itu melakukan
dhammānupassī viharati - pañcasu nīvaraṇesu? perhatian benar terhadap bentuk-bentuk
pikiran yang ada hubungannya dengan
Lima Rintangan (Nivarana).
Idha, bhikkhave, bhikkhu santaṃ vā ajjhattaṃ Apabila terdapat nafsu keinginan dalam
kāmacchandaṃ ‘atthi me ajjhattaṃ kāmacchando’ ti dirinya (kamacchanda), Bhikkhu itu harus
pajānāti, mengetahui dengan jelas bahwa dalam
asantaṃ vā ajjhattaṃ kāmacchandaṃ ‘natthi me dirinya terdapat nafsu keinginan;
ajjhattaṃ kāmacchando’ ti pajānāti, Atau apabila dalam dirinya tidak terdapat
nafsu keinginan, ia pun mengetahui dengan
jelas bahwa dalam dirinya tidak terdapat
nafsu keinginan.
Yathā ca anuppannassa kāmacchandassa uppādo Apabila nafsu keinginan yang belum ada
hoti taṃ ca pajānāti, dalam dirinya timbul, Bhikkhu itu juga
yathā ca uppannassa kāmacchandassa pahānaṃ hoti mengetahuinya dengan jelas.
taṃ ca pajānāti, Demikian pula apabila suatu nafsu
yathā ca pahīnassa kāmacchandassa āyatiṃ keinginan lenyap dari dirinya, hal inipun
anuppādo hoti taṃ ca pajānāti. diketahui dengan jelas oleh Bhikkhu
tersebut.
Begitu pula apabila suatu nafsu keinginan di
kemudian hari tidak akan timbul kembali ia
pun dapat mengetahuinya dengan jelas.
Santaṃ vā ajjhattaṃ byāpādaṃ ‘atthi me ajjhattaṃ Apabila suatu keinginan tidak baik
byāpādo’ ti pajānāti, (vyapada) ada dalam dirinya, ia mengetahui
asantaṃ vā ajjhattaṃ byāpādaṃ ‘natthi me dengan jelas bahwa keinginan tidak baik
ajjhattaṃ byāpādo’ ti pajānāti, ada dalam dirinya, Atau apabila dalam
dirinya tidak terdapat keinginan tidak baik,
ia pun mengetahui dengan jelas bahwa
dalam dirinya tidak terdapat keinginan tidak
baik.
Yathā ca anuppannassa byāpādassa uppādo hoti taṃ Apabila keinginan tidak baik yang belum
ca pajānāti, ada dalam dirinya timbul, Bhikkhu itu juga
yathā ca uppannassa byāpādassa pahānaṃ hoti taṃ mengetahuinya dengan jelas.
ca pajānāti, Demikian pula apabila keinginan tidak baik
yathā ca pahīnassa byāpādassa āyatiṃ anuppādo lenyap dari dirinya, hal inipun diketahui
hoti taṃ ca pajānāti. dengan jelas oleh Bhikkhu tersebut.
Begitu pula apabila keinginan tidak baik di
kemudian hari tidak akan timbul kembali ia
pun dapat mengetahuinya dengan jelas.
Yathā ca anuppannassa thinamiddhassa uppādo hoti Apabila kemalasan dan kelesuan yang
taṃ ca pajānāti, belum ada dalam dirinya timbul, Bhikkhu
yathā ca uppannassa thinamiddhassa pahānaṃ hoti itu juga mengetahuinya dengan jelas.
taṃ ca pajānāti, Demikian pula apabila kemalasan dan
yathā ca pahīnassa thinamiddhassa āyatiṃ kelesuan lenyap dari dirinya, hal inipun
anuppādo hoti taṃ ca pajānāti. diketahui dengan jelas oleh Bhikkhu
tersebut.
Begitu pula apabila kemalasan dan kelesuan
di kemudian hari tidak akan timbul kembali
ia pun dapat mengetahuinya dengan jelas.
Santaṃ vā ajjhattaṃ vicikicchaṃ ‘atthi me Atau apabila keragu-raguan (vicikiccha)
ajjhattaṃ vicikicchā’ ti pajānāti, adadalam dirinya, ia mengetahuinya dengan
asantaṃ vā ajjhattaṃ vicikicchaṃ ‘natthi me jelas. Dan apabila keragu-raguan tidak ada
ajjhattaṃ vicikicchā’ ti pajānāti, dalam dirinya, ia mengetahuinya dengan
jelas.
Yathā ca anuppannāya vicikicchāya uppādo hoti Demikian pula apabila suatu keragu-raguan
taṃ ca pajānāti, timbul dalam dirinya, yang sebelumnya
yathā ca uppannāya vicikicchāya pahānaṃ hoti taṃ tidak pernah ada, hal inipun diketahuinya
ca pajānāti, dengan jelas.
yathā ca pahīnāya vicikicchāya āyatiṃ anuppādo Begitu pula dengan lenyapnya keragu-
hoti taṃ ca pajānāti. raguan dalam dirinya ia mengetahuinya
dengan jelas.
Selanjutnya bahwa di kemudian hari tidak
lagi akan muncul keragu-raguan, inipun
dapat ia ketahui dengan jelas.
‘Atthi dhammā’ ti vā panassa sati paccupaṭṭhitā Atau ia berpikir: ‘Ini adalah bentuk-bentuk
hoti. yāvadeva ñāṇamattāya paṭissatimattāya pikiran’, dan perhatiannya hanya sampai
anissito ca viharati, na ca kiñci loke upādiyati. pada tingkat menyadari, hanya sebagai
pengenalan belaka; dan ia meneruskan
perenungannya dengan tidak
menggantungkan diri atau melekat kepada
bentuk pikiran itu.
Evaṃ kho, bhikkhave, bhikkhu dhammesu Itulah yang harus dilakukan oleh seorang
dhammānupassī viharati pañcasu nīvaraṇesu. Bhikkhu yang berdiam dalam perenungan
dengan perhatian benar terhadap bentuk-
bentuk pikiran yang ada hubungannya
dengan Lima Rintangan.
Puna caparaṃ, bhikkhave, bhikkhu dhammesu Dan beginilah seorang Bhikkhu melakukan
dhammānupassī viharati pañcasu perhatian benar terhadap bentuk-bentuk
upādānakkhandhesu. pikiran yang ada hubungannya dengan
Lima Khanda (Lima Kelompok
Kegemaran).
Idha, bhikkhave, bhikkhu, ‘iti rūpaṃ, iti rūpassa Di sini Bhikkhu itu berpikir: ‘Beginilah
samudayo, iti rūpassa atthaṅgamo; benda-benda yang berbentuk (rupa);
beginilah benda itu timbul dan beginilah
benda itu lenyap kembali.
Iti vedanā, iti vedanāya samudayo, iti vedanāya Beginilah perasaan (vedana); beginilah
atthaṅgamo; perasaan itu timbul dan beginilah perasaan
itu lenyap kembali.
Iti saññā, iti saññāya samudayo, iti saññāya Beginilah pencerapan (sanna); beginilah
atthaṅgamo; pencerapan itu timbul dan beginilah
pencerapan itu lenyap kembali.
Iti saṅkhārā, iti saṅkhārānaṃ samudayo, iti Beginilah pikiran (sankhara); beginilah
saṅkhārānaṃ atthaṅgamo; pikiran itu timbul dan beginilah pikiran itu
lenyap kembali.
Iti viññāṇaṃ, iti viññāṇassa samudayo, iti Beginilah kesadaran (vinnana); beginilah
viññāṇassa atthaṅgamo’ kesadaran itu timbul dan beginilah
kesadaran itu lenyap kembali.
Yo hi koci, bhikkhave, ime cattāro satipaṭṭhāne O Bhikkhu, siapa saja yang melaksanakan
evaṃ bhāveyya sattavassāni, tassa dvinnaṃ perenungan Empat Perhatian Benar ini
phalānaṃ aññataraṃ phalaṃ pāṭikaṅkhaṃ: selama tujuh tahun, dapat mengharapkan
diṭṭheva dhamme aññā, sati vā upādisese anāgāmitā. akan memperoleh salah satu dari dua hasil
ini: Ia akan memperoleh Penerangan
Sempurna sekarang juga atau, apabila masih
terdapat sisa keinginan untuk terlahir di
alam dewa yang tinggi, ia akan mencapai
tingkat kesucian Anagami (Orang suci yang
tak akan terlahir lagi sebagai manusia di
dunia ini).
‘Ekāyano ayaṃ, bhikkhave, maggo sattānaṃ Apa yang diuraikan di atas ada
visuddhiyā, sokaparidevānaṃ samatikkamāya, hubungannya dengan sabda-Ku: ‘Ini adalah
dukkhadomanassānaṃ atthaṅgamāya, ñāyassa satu-satunya Jalan untuk memperoleh
adhigamāya, nibbānassa sacchikiriyāya yadidaṃ Kehidupan Suci dan melenyapkan
cattāro satipaṭṭhānā. Iti yaṃ taṃ vuttaṃ, idametaṃ kesedihan dan ratap-tangis, penderitaan dan
paṭicca vuttaṃ ti. kesengsaraan; Jalan yang benar untuk
merealisasikan Nibbana. Yang dimaksud
adalah pelaksanaan dari Empat Perhatian
Benar.’