Pak Heri berusia 50 tahun dibawa keluarga ke UGD dengan keluhan nyeri dada kiri
sejak 10 jam yang lalu. Pak Heri memiliki riwayat penyakit hipertensi tidak
terkontrol dan perokok berat. Keadaan umum tampak pucat dan sesak, TD: 80/30
mmHg, nadi 120x/menit, RR: 32x/menit, akral dingin dan capillary refill time 3 detik,
Sp O2 86%. Auskultasi jantung didapatkan bunyi S3 gallop (+), auskultasi pulmo
ronchi (+) seluruh lapang paru. Hasil pemeriksaan EKG saat masuk RS didapatkan
gambaran ST elevasi di lead V1,V2,V3,V4,V5,V6,I,aVL. Dokter kemudian
melakukan konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam dan dilakukan pemeriksaan
penunjang tambahan. Hasil lab menunjukkan kadar CKMB 110 U/L. Dokter
kemudian memberikan oksigen masker 15L/menit, Infus NaCL, dopamin 5
mcg/kg/menit. Istri dan anak-anak Pak Heri merasa khawatir dan takut kalau Pak Heri
meninggal dunia, Pak Heri merupakan kepala keluarga dan tulang punggung
keluarga.
1. Ronchi : jenis suara yang bersifat kontiniu, pitch rendah, mirip seperti wheeze.
Tetapi dalam ronchi jalan udara lebih besar, atau sering disebut coarse ratling
sound. Suara ini menunjukan halangan pada saluran udara yang lebih besar oleh
sekresi. Kondisi yang berhubungan dengan terjadinya ronchi yaitu: pneumonia,
asthma, bronchitis, bronkopasme.
2. CRT : Capillary refill time adalah tes yang dilakukan cepat pada daerah dasar
kuku untukmemonitor dehidrasi dan jumlah aliran darah ke jaringan (perfusi)
3. Elevasi Segmen ST : gambaran elektrokardiogram dimana segmen ST berada
diatas garis isoelektric
4. Hipertensi : tingginya tekanan darah yang persifat persisten.
5. CKMB : Creatinin Kinase Myocardial Band enzim jantung yang apabila
meningkat mengindikasikan adanya serangan jantung terdapat pada miokardium
6. S3 gallop : bunyi jantung yang terdengar mengeras pada penderita penyakit
jantung yang ditandai dengan perubahan patologis dalam pengisian ventrikel.
Bunyi yang terdengar pada fase awal diastolik, yaitu sekitar 0.12-0.18 setelah S2.
7. Dopamin : Produk intermediet dalam sintesa norepinefrin, dan bekerja sebagai
neurotransmitter di system saraf pusat.bentuk garam hidrokloridnya digunakan
untuk memperbaiki keseimbangan hermodinamik dalam pengobatan syok dan
juga digunakan sebagai stimulan jantung.
8. SPO2 : Saturasi oksigen perifer adalah estimasi dari tingkat kejenuhan oksigen
yang biasanya diukur dengan oksimeter pulsa
a) Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan atau nyeri substernal yang
menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan terutama lebih sering
ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke epigasterium, leher, rahang, lidah,
gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri dada substernal.
- Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) : Serangan nyeri dada khas yang
timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya beberapa menit dan menghilang dengan
nitrogliserin atau istirahat. Nyeri dada dapat timbul setelah makan, pada udara yang
dingin, reaksi simfatis yang berlebihan atau gangguan emosi.
- Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) : Jenis Angina ini
dicurigai bila penderita telah sering berulang kali mengeluh rasa nyeri di dada yang
timbul waktu istirahat atau saat kerja ringan dan berlangsung lebih lama.
- Infark miokard : Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat
menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama, menjalar ke bahu
kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris, timbulnya nyeri dada tidak
ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan bila tidak diobati berlangsung dalam
beberapa jam. Disamping itu juga penderita mengeluh dispea, palpitasi dan
berkeringat. Diagnosa ditegakan berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym
jantung.
b) Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau substernal
yang dapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur akhir sistolik dan
mid sistolik-click dengan gambaran echokardiogram dapat membantu menegakan
diagnosa.
c) Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga dapat
menimbulkan nyeri dada iskemik.
Menurut literatur, kadar CKMB normal adalah <24 U/L, apabila kadar CKMB
> 24 U/L maka merupakan suatu tanda bahwa telah terjadi cidera pada miokard.
Kadar serum CKMB merupakan indikator penting nekrosis miokard, namun CKMB
ini tidak spesifik untuk mendeteksi kerusakan pada otot jantung. Enxim CKMB
dalam serum dapat meningkat pada trauma otot, hipotiroid,penyakit ginjal. Enzim
CKMB ini tidak sensitif untuk mendeteksi adanya IMA 0-4 jam setelah nyeri dada
dan tidak bisa mendeteksi jelas pada pasien IMA dengan onset yang lama, serta tidak
bisa mendeteksi cidera yang kecil pada miokard yang beresiko tinggi untuk IMA dan
serangan jantung mendadak.
Kemungkinan diagnosis pada Pak Heri yaitu Pak Heri mengalami STEMI (ST-
Eelevasi Miokard Infark). Penyakit infark miokard merupakan gangguan aliran darah
ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah
terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral
dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak
mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat
mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Guyton, 2007).
Faktor risiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah yaitu usia, jenis
kelamin, ras, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik, antara lain
kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa, dan diet yang
tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori (Santoso, 2005). Infark miokard akut
dengan elevasi segmen ST (ST Elevation Myocardial Infarct) merupakan bagian dari
spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil,
IMA tanpa elevasi ST, dan IMA dengan elevasi ST. Infark miokard akut dengan
elevasi ST (STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Trombus
arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vaskuler, dimana injuri ini
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid
(Sudoyo, 2010).
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan anamnesis
nyeri dada yang khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal pada 2
sandapan prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan ekstremitas.
Pemeriksaan enzim jantung terutama troponin T yang meningkat akan memperkuat.
Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak keringat merupakan
kecurigaan kuat adanya STEMI (Sudoyo, 2010).
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi :
a. Umur
b. Jenis kelamin
c. Riwayat Penyakit Keluarga
d. Faktor yang dapat dimodifikasi :
e. Hipertensi
f. Hiperlipidemia
g. Hiperurisemia
h. Merokok
i. Obesitas
j. Kolesterol
k. Diabetes mellitus
l. Stress
6. Bagaimana penanganan awal kasus pada pasien?
Cairan intravena / infus dapat bertujuan untuk resusitasi, rumatan,
maupun penggantian dan redistribusi cairan. Dalam hal ini, dokter
memberikan pasien infus sebagai resusitasi, karena pasien mengalami tekanan
darah sistolik< 90 mmHg dan diastolic <60 mmHg, Capiller refill time >2
detik, akral dingin, takikardi, dan RR>20 kali permenit sehingga tubuh pasien
kehilangan cairan yang cukup untuk memicu mekanisme dekompensasi tubuh.
Resusitasi bertujuan untuk mengembalikan volume intravascular sehingga
mengembalikan perfusi ke jaringan perifer. Cairan kristaloid yang diberikan
untuk resusitasi adalah cairan yang mengandung natrium 130-154 mmol/L
sebanyak 500 mL dan diberikan kurang dari 15 menit.
Dopamin, sebagai inotropic dan vasopressor sehingga menjadi pilihan
tatalaksanaa syok kardiogenik dan syok sepsis. Dopamine pada syok
kardiogenik digunakan untuk TDS 70-100 mmHg dengan tanda / gejala syok
dan diberikan dengan dosis 5-15 mcg/kgBB/menit.
Masker oksigen digunakan pada pasien dengan hipoksia (kekurangan
oksigen). Tanda hipoksia antara lain, takikardi, hipotensi, dan sesak napas.
Indikasi pemasangan oksigen antara lain, hipoksemia akut(SpO2 < 95%),
respiratory distress (RR>24 kali permenit), dan hipotensi (sistolik<100
mmHg). Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama.
STEP 4 : SKEMA
E
N
A
R
P
K
O
Y
T
A
S
A
T
I
G
E
D O
A
I
I
D
R
A
T
K
O
P
E
C
I
.
S
K
A
N
L
O
A
U
L
E
I
K
G
S
O
L
N
I
M
E
T
S
A
A
KE
G
O
R
S
I
F
N
A
I
G
R
I
S
2. PATOFISIOLOGI
Syok kardiogenik di tandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri, yang
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen ke
jaringan. Nekrosis fokal diduga merupakan akibat dari ketidakseimbangan yang
terusmenerus antara kebutuhan suplai oksigen miokardium. Pembuluh coroner yang
terserang juga tidak mampu meningkatkan aliran darah secara memadai sebagai
respons terhadap peningkatan beban kerja dan kebutuhan oksigen jantung oleh
aktivitas respons kompensatorik seperti perangsang simpatik. Kontraktilitas ventrikel
kiri dan kinerjanya menjadi sangat terganggu akibat dari proses infark. Pertahanan
perfusi jaringan menjadi tidak memadai, karena ventrikel kiri gagal bekerja sebagai
pompa dan tidak mampu menyediakan curah jantung dengan baik. Maka dimulailah
siklus yang terus berulang. Siklus dimulai saat terjadinya infark yang berkelanjut
dengan gangguan fungsi miokardium. Kerusakan miokardium baik iskemia dan
infark pada miokardium mengakibatkan perubahan metabolism dan terjadi asidosis
metabolic pada miokardium yang berlanjut pada gangguan kontraktilitas miokardium
yang berakibat pada penurunan volume sekuncup yang di keluarkan oleh ventrikel.
Penurunan curah jantung dan hipotensi arteria disebabkan karena adanya
gangguan fungsi miokardium yang berat. Akibat menurunnya perfusi coroner yang
lebih lanjut akan mengakibatkan hipoksia miokardium yang bersiklus ulang pada
iskemia dan kerusakan miokardium ulang. Dari siklus ini dapat di telusuri bahwa
siklus syok kardiogenik ini harus di putus sedini mungkin untuk menyelamatkan
miokardium ventrikel kiri dan mencegah perkembangan menuju tahap irreversible
dimana perkembangan kondisi bertahap akan menuju pada aritmia dan kematian.
Infark miokard akut dapat terjadi apabila daerah yang mengalami iskemia
miokard menyebabkan terbentuknya suatu area nekrosis. Hampir seluruh kasus IMA
disebabkan oleh proses aterosklerosis yang berhubungan dengan thrombosis pada
arteri koroner. Aterosklerosis merupakan proses terbentuknya plak yang melibatkan
tunika intima pada arteri yang berukuran sedang sampai besar (Kumar dan Cannon,
2009). Plak aterosklerosis terdiri dari inti lemak (lipid core), fibrous cap, dan infiltrasi
sel-sel inflamasi (makrofag dan sel limfosit T) (Michowitz, 2005). Proses ini
berlanjut seiring dengan bertambahnya usia sampai seseorang mengalami suatu
serangan iskemik. Disfungsi endotel akan menyebabkan berkurangnya biovailabilitas
endotel terhadap nitric oxide dan meningkatnya produksi endotelin-1 sehingga
hemostasis vaskuler terganggu dan terjadi peningkatan ekspresi molekul adhesi dan
trombogenesitas.
Kerusakan miokardium baik iskemia dan infark pada miokardium
mengakibatkan perubahan metabolism dan terjadi asidosis metabolic pada
miokardium yang berlanjut pada gangguan kontraktilitas miokardium yang berakibat
pada penurunan volume sekuncup yang di keluarkan oleh ventrikel. Penurunan curah
jantung dan hipotensi arteria disebabkan karena adanya gangguan fungsi miokardium
yang berat. Akibat menurunnya perfusi coroner yang lebih lanjut akan mengakibatkan
hipoksia miokardium yang bersiklus ulang pada iskemia dan kerusakan miokardium
ulang. Dari siklus ini dapat di telusuri bahwa siklus syok kardiogenik ini harus di
putus sedini mungkin untuk menyelamatkan miokardium ventrikel kiri dan mencegah
perkembangan menuju tahap irreversible dimana perkembangan kondisi bertahap
akan menuju pada aritmia dan kematian.
Menurut buku Aspiani 2015 timbulnya syok kardiogenik dengan infark
miokard akut dapat dikategorikan dalam beberapa tanda dan gejala berikut:
1. Timbulnya tiba-tiba dalam waktu 4-6 jam setlah infark akibat gangguan
miokard miokard atau rupture dinding bebas ventrikel kiri.
2. Timbulnya secara perlahan dalam beberapa hari sebagai akibat infark
berulang.
3. Timbulnya tiba-tiba 2 hingga 10 hari setelah infark miokard disertai
timbulnya bising mitral sistolik, ruptur septum atau disosiasi elektro mekanik.
Episode ini disertai atau tanpa nyeri dada, tetapi sering disertai dengan sesak
napas akut
Pemeriksaan Penunjang :
• Pemeriksaan Creatin Kinase(CK) dan isoenzimnya CKMB.
CK adalah enzim yang dilepaskan saat terjadi cedera otot dan memiliki 3
fraksi isoenzim yaitu CKMM, CKBB< dan CKMB. CKBB paling banyak terdapat
pada jaringan otak dan biasanya tidak terdapat dalam serum. CKMM dijumpai dalam
otot skelet dan merupakan enzim CK yang paling banyak terdapat dalam sirkulasi.
CKMB adalah enzim CK yang paling banyak terdapat pada miokardium dan sedikit
terdapat pda otot skelet. Peningkatan dan penurunan CK dan CKMB merupakan
penanda cedera otot yang paling spesifik seperti infark miokardium.
CKMB meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-24 jam dan kembali normal 2-4 hari.
CK meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10-36 jam dan kembali normal 3-4 hari.
• Pemeriksaan troponin jantung spesifik (cTn)
Merupakan petunjuk adanya cedera miokardium dan terdapat dalam 2 jenis yaitu
cTnI dan cTnT. Troponin troponin ini adalah protein regulator yang mengendalikan
hubungan aktin myosin yang diperantai kalsium. Enzi mini akan meningkat setelah 2
jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak 10-24 jam dan cTn T masih dapat
dideteksi setelah 5-14 hari sedangkan cTnI setelah 5-10 hari.
• Mioglobin
Dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.
• Lactic dehydrogenase (LDH)
Meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak 3-6 hari
dan kembali normal 8-14 hari.
Diagnosis banding STEMI
a. Angina prinzmetal
b. Nyeri dada yang dipicu oleh bagian kecil arteri koroner utama yang tiba-tiba
mengalami kejang, dan menghentikan aliran darah ke otot jantung yang
disediakan oleh arteri tersebut sementara waktu. Pada tahap ini,
electrocardiogram (ECG) menunjukkan peningkatan dramatis pada ST segment,
perubahan ECG yang umum terjadi pada serangan jantung.
c. Aneurisma
d. Pembengkakan atau tonjolan abnormal pada dinding pembuluh darah utama
(aorta), yang membawa darah dari jantung ke seluruh tubuh. Penyakit ini
disebabkan oleh berbagai hal yang melemahkan dinding aorta.
e. Perikarditis
f. Iritasi dan peradangan pada lapisan tipis berbentuk kantong yang melapisi
jantung (perikardium). beberapa gejalanya adalah Nyeri dada, seperti tertusuk
Sesak napas,Lemas,cepat lelah, Jantung berdebar.
g. Brugada
h. Gangguan irama jantung akibat kelainan genetik. Sindrom Brugada sering kali
tidak memunculkan gejala, tetapi dapat membuat penderitanya mengalami henti
jantung mendadak.
4. TATALAKSANA
Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik, setelah tercapainya preload yang optimal, sering kali dibutuhkan
inotropic untuk memperbaiki kontraktilitas dan obat lain untuk menurunkan
afeterload adalah :
a. Katekolamin
Hormone yang termasuk dalam kelompok ini yaitu adrenalin (epinefrin), noradrenalin
(norepinephrine), isoproterenol, dopamine dan dobutamine. Golongan obat ini akan
menaikkan tekanan arteri, perfusi coroner, kontraktilitas dan kenaikkan denyut
jantung, serta vasontriksi perifer. Kenaikan tekanan arteri akan meningkatkan
konsumsi oksigen, serta kerja yang tidak diinginkan berpotensi mengakibatkan
aritmia.
b. Adrenalin, noradrenalin dan isoproterenol
Hormone ini memiliki aktivitas stimulasi alfa yang kuat. Ketiga obat tersevut
memiliki aktivitas kronotropik. Stimulasi alfa yang kuat menyebabkan vasokontriksi
yang kuat, sehingga 12 meningkatkan tekanan dinding miokard yang dapat
mengganggu aktivitas inotropic. Isoproterenol merupakan vasodilator kuat, serta
cenderung menurunkan aliran darah dan tekanan perfusi coroner.
c. Dopamine
Dopamine mempengaruhi stimulasi reseptor beta 1 pada dosis 5- 10µg/kgBB/menit,
sehingga terdapat peningkatan kontraktilitas dan denyut jantung, sedangkan pada
dosis > 10µg/kgBB/menit, reseptor alfa 1 yang menyebabkan peningkatkan tekanan
arteri sistemik dan tekanan darah akan distimulasi oleh dopamine. Dopamine adalah
prekusor endogen noradrenalin, yang menstimulasi reseptor beta, alfa, dan
dopaminergic. Takikardia merupakan efek samping dari dopamine.
d. Dobutamine
Dobutamine merupakan katekolamin inotropic standart yang digunakan sebagai
pembanding. Efek dobutamine terbatas pada tekanan darah. Dobutamine juga
meningkatkan curah jantung tanpa pengaruh bermakna pada tekanan darah. Oleh
karena itu, tahanan vaskulat sistemik, tekanan vena dan denyut jantung menurun,
sehingga umumnya menandakan adanya hipovolemia. Dobutamin terutama bekerja
pada reseptor beta dengan rentan dosis 2-40 mcg/kgBB/menit. Pada dosis tersebut,
dobutamin akan meningkatkan kontraktilitas dengan sedikit efek kronotropik tanpa
vasokontriksi.
Stemi
6. AIK
Merokok
- Rokok dianggap haram hukumnya, karena mengandung banyak mudharat. Allah
sejatinya hanya membolehkan untuk umatnya berbagai hal yang baik (thayyib), baik
berupa makanan, minuman, dan lainnya, dan mengharamkan berbagai hal yang
buruk.
Allah berfirman di dalam Al-Quran,
“Mereka menanyakan kepadamu, ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka?’
Katakanlah, ‘Dihalalkan bagimu yang baik-baik.” (QS. Al-Maidah ayat 4)
Kematian
“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di
dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (QS. An Nisa’: 78).
Dalam hadits dari ‘Aisyah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Barangsiapa suka berjumpa dengan Allah, Allah juga mencintai perjumpaan
dengannya. Sebaliknya barangsiapa membenci perjumpaan dengan Allah, Allah juga
membenci perjumpaan dengannya.” Kontan ‘Aisyah berkata, “Apakah yang
dimaksud benci akan kematian, wahai Nabi Allah? Tentu kami semua takut akan
kematian.” Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam– lantas bersabda, “Bukan begitu
maksudnya. Namun maksud yang benar, seorang mukmin jika diberi kabar gembira
dengan rahmat, keridhoan serta surga-Nya, ia suka bertemu Allah, maka Allah pun
suka berjumpa dengan-Nya. Sedangkan orang kafir, jika diberi kabar dengan siksa
dan murka Allah, ia pun khawatir berjumpa dengan Allah, lantas Allah pun tidak
suka berjumpa dengan-Nya.” (HR. Muslim no. 2685).
DAFTAR PUSTAKA
Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6.
Jakarta: Interna Publishing; 2014.
Faqih DM, Paranadipa M, et al. Buku Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Edisi 1. Jakarta: IDI; 2013.
Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: 1880-1883.
Sherwood Lauralee. 2011. Fisiologi Jantung, dalam fisiologi manusia. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC : 327-355
Dorland W.A.Newman. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta:
EGC.