Pengampu:
Dr. Ending Solehudin, MA
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas dari
mata kuliah Tafsir dan Hadits Ekonomi yang membahas tentang Ayat-ayat dan
hadits tentang utang-piutang dan gadai (al-Baqarah: 282-283).
Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan
baik itu dalam penulisan maupun terkait kelengkapan pembahasannya. Maka dari
itu segala kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan ucapan
terimakasih demi perbaikan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, manusia adalah makhluk yang
senantiasa bergantung dan terikat serta saling membutuhkan kepada yang lain.
Secara naluriah, manusia saling tolong menolong demi tercapainya sebuah
cita-cita yang diharapkan bersama. Hubungan individu dengan lainnya, seperti
pembahasan masalah hak dan kewajiban, harta, jual beli, kerja sama dalam
berbagai bidang, pinjam meminjam, sewa menyewa, penggunaan jasa dan
kegiatan-kegiatan lainnya yang sangat diperlukan manusia dalam kehidupan
sehari-hari, diatur dalam fiqih muamalah1.
Dakam muamalah ada yang namanya jual beli kadang kala berjumpa
dengan yang namanya utang piutang. Seringkali dalam prosesnya selalu ada
suatu hal yang dianggap sepele oleh masyarakat. Padahal kegiatan
bermuamalah khususnya utang piutang sudah ada dalil ayat dan hadits yang
mengatur tentang hal tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian utang piutang dan gadai?
2. Apa yang menjadi dasar hukum utang piutang dan gadai?
3. Apa rukun dan syarat utang piutang beserta gadai?
4. Bagaimana Tafsir Al-Baqarah ayat 282-283 ?
1
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2003),
C. Tujuan
Tujuan dalam makalah ini untuk mempelajari tentang pengertian utang
piutang, dasar hukum, syarat, juga tafsir Al-quran surah Al Baqarah 282-283
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2
Poerwadarminto, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka,2003), h.1136
3
Munawir A. Fattah dan Adib Bishri, Kamus Indonesia Arab, Arab-Indonesia al-Bis}ri, cet.I,
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1999), hlm. 214.
3
2. Pengertian Gadai
Menurut bahasa, gadai (rahn) berarti al-tsubut dan al-habs yaitu tetap,
kekalatau penahanan.4 Sedangkan gadai atau Rahn menurut syariah
adalah penyerahan harta benda sebagai jaminan hutang, yang hak
kepemilikannya dapat diambil alih ketika sulit untuk menebusnya.5
Di dalam Islam, pegadaian itu tidak dilarang, namun harus sesuai dengan
syariát islam, seperti tidak memungut bunga dalam praktik yang dijalankan.
Selanjutnya dalam makalah ini akan dijelaskan gadai menurut pandangan
islam, yang meliputi pengertian gadai yang ditinjau menurut syariah islam,
landasan hukum gadai, rukun dan syarat gadai, memanfaatkan barang yang
sedang digadaikan, implementasi gadai dalam perbankan, riba dalam gadai,
serta penyelesaian gadai.
Utang piutang dalam hukum Islam dapat didasarkan pada perintah dan anjuran
agama supaya manusia hidup saling tolong menolong serta bekerjasama dalam
hal kebaikan. Transaksi hutang piutang terdapat dalam nilai luhur dan cita-cita
sosial yang sangat tinggi yaitu tolong menolong dalam kebaikan. Dengan
demikian pada dasarnya pemberian hutang pada seseorang harus didasari niat
tulus sebagai usaha untuk menolong sesama dalam kebaikan.
4
Wahbah zuhaili, Fiqih Imam Syafi’i Mengupas Masalah Fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur’an Dan
Hadits, (Jakarta: Almahira, 2012, Cet.2, Vol.2) hal.73
5
Ibid., 73
4
Ayat ini berarti juga bahwa pemberian hutang harus didasarkan pada
pengambilan manfaat dari suatu pekerjaan dianjurkan oleh agama atau tidak
ada larangannya dalam melakukannya.6
Sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Qasas ayat 77 :
ّٰللاُ اِلَ ۡيكَ َو َۡل َ َۡص ۡيبَكَ مِ نَ الد ُّۡنيَا َواَحۡ س ِۡن َك َم ۤا اَح
سنَ ه ِ سن ٰ ۡ َّار
َ اۡلخِ َرةَ َو َۡل ت َۡن َو ۡابت َِغ ف ِۡي َم ۤا ٰا ٰتٮكَ ه
َ ّٰللاُ الد
َّٰللا َۡل يُحِ بُّ ۡال ُم ۡف ِسد ِۡين
َ ض ا َِّن ه َ ۡ سادَ فِى
ِ اۡل ۡر َ َت َۡب ِغ ۡالـف
Artinya: Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat
kerusakan.
Berdasarkan nash tersebut sudah jelas bahwa manusia memiliki hak untuk
melakukan berbagai cara sesuai dengan aturan yang berlaku, begitupun dengan
hal utang piutang.
6
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Bogor:Kencana, 2003), h.222.
5
“Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia
memperoleh manfaat dan menanggung resikonya.” (HR. Al-Hakim, al-Daraquthni
dan Ibnu Majah).
c. Nabi bersabda :
َّ س َّل َم ال
َولَ َب ُن الد َِّر,ظ ْه ُر يُرْ َكبُ ِبنَفَقَ ِت ِه ِإذَا كَانَ َمرْ هُونًا َ ع َل ْي ِه َو ُ َّ ص َّلى
َ ّٰللا َ ِ َّأَ ِبي ه َُري َْرةَ قَا َل َرسُو ِل ّٰللا عن
ُعلَى الَّ ِذي يَرْ َكبُ َويَ ْش َربُ النَّفَقَة َ َو,يُ ْش َربُ بِنَفَقَتِ ِه إِذَا كَا َن َمرْ هُونًا
“Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung
biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan
menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu
wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan”. (shahih muslim)
7
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000)
8
Chairuman Pasaribu Dan Suharwadi K. Lubis, Op. Cit., h.136.
6
Dengan demikian utang piutang dianggap telah terjadi apabila sudah
terpenuhi rukun dan syarat dari hutang piutang itu.
9
H. Nasrun Haroen MA, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), h.240.
7
Jika ditarik kesimpulan dari kaidah diatas, maka secara tidak langsung
ditemukan kesamaan hukum diantara kedua akad yang berbeda tersebut, yakni
harus sama-sama menggunakan wazan sighat, yakni Ijab dan Qabul antara
Rahin dan Murtahin.
b. Orang yang bertransaksi (Aqid)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi orang-orang yang bertransaksi gadai
yaitu Rahin (pemberi gadai) dan Murtahin (penerima gadai) adalah telah
dewasa, berakal sehat, dan atas keinginan sendiri.
c. Adanya barang yang digadaikan (Marhun)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk barang yang akan digadaikan oleh
Rahin (pemberi gadai) adalah dapat diserahterimakan, bermanfaat, milik Rahin
secara sah, jelas, tidak bersatu dengan harta lain, dikuasai oleh Rahin, dan harta
yang tetap atau dapat dipindahkan. Dengan demikian barang-barang yang tidak
dapat diperjual-belikan tidak dapat digadaikan.
d. Hutang (Marhun Bih)
Menurut ulama Syafiiyah syarat sebuah hutang yang dapat dijadikan alas hak
atas gadai adalah berupa hutang yang tetap dapat dimanfaatkan , hutang
tersebut harus lazim pada waktu akad, hutang harus jelas dan diketahui oleh
Rahin dan Murtahin10
10
Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshary al-Qurtuby, Al-Jami Li Ahkam al-Qur’an jilid 3 (
Dar Ihya al-Tratsi al-Araby, 1985) hal.412.or.879) hal.149
8
علَ ۡيكُ ۡم ُجنَا ٌح اَ َّۡل ت َۡكتُب ُۡوهَا َ َُواَ ۡش ِهد ُۡۤوا اِذَا تَبَايَعۡ ت ُ ۡم ۖ َو َۡل ي
َ ضا ٓ َّر كَاتِبٌ َّو َۡل تُد ِۡي ُر ۡونَ َها بَ ۡينَكُ ۡم فَلَ ۡي
َ س
ٌش ِه ۡيد َ عل ِۡي ٌم َ ٍّّٰللاُ ِبكُ ِل ش َۡىء
ّٰللاُ َو هّٰللا َويُ َع ِل ُمكُ ُم ه َ ؕ َوا ِۡن ت َۡف َعلُ ۡوا فَ ِانَّهٗ فُسُ ۡو ٌق ٌۢ ِبكُ ۡم َو اتَّقُوا ه
9
sangkutan tersebut (Bahrun Bakar Abu, 1993). Dengan demikian, apabila tiba
saat penagihan, maka mudah baginya (pemberi hutang) meminta kepada orang
yang dihutanginya berdasarkan catata-catatan yang ada.
Al-Maraghi menjelaskan bahwa dalam masalah penulisan hutang, tulisan
merupakan bukti yang dapat diterima apabila sudah memenuhi syarat dan
penulisan ini diwajibkan untuk urusan kecil dan besar. Tidak boleh
meremehkan hak sehingga tidak hilang, ini menjadi prinsip ekonomi di zaman
modern sekarang. Jadi, setiap muamalah dan pertukaran mempunyai daftar-
daftar khusus yang di dalamnya disebutkan waktu menunaikannya. Dalam hal
ini, pengadilan menganggap daftar-daftar itu sebagai bukti. Hukum ini lebih
baik dalam rangka menegakkan keadilan antara dua orang yang bersangkutan
di samping memperjelas kesaksian yang sebenarnya. Ayat ini juga mengandung
isyarat bahwa saksi diharuskan meminta dokumen perjanjian tertulis apabila
diperlukan, untuk mengingat kembali duduk perkara ketika perjanjian itu
terjadi. Semua cara-cara tersebutlebih baik dalam rangka menghilangkan
keraguan antar para pihak.
10
mudharat yang dapat dialami oleh saksi dan penulis adalah hilangnya
kesempatan memperoleh rezeki, karena itu tidak ada salahnya memberikan
mereka ganti biaya transport dan biaya administrasi sebagi imbalan atas jerih
payah dan penggunaan waktu mereka.11
11
Musadad, A. (2019). KONSEP HUTANG-PIUTANG DALAM Al- QUR ’ AN ( Studi perbandingan
Tafsir al-Maraghi Karya Ahmad Mustafa al-Maraghi dan Tafsir al-Misbah karya Muhammad
Quraish Shihab ). 6(2), 54–78.
12
Al-Mundziri, Ringkasan Sahih Muslim, (Bandung: Jabal, 2013, No.970, Cet.2) hal.372
11
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan, yang dimaksud dengan utang piutang, yaitu uang
yang dipinjamkan dari orang lain. Sedangkan piutang mempunyai arti uang
yang dipinjamkan (dapat ditagih dari orang lain). Gadai mempunyai
arti penyerahan harta benda sebagai jaminan hutang, yang hak kepemilikannya
dapat diambil alih ketika sulit untuk menebusnya.
Utang piutang dan Gadai memiliki rukun dan syarat yang harus dipenuhi
agar transaski nya syah menurrut Syariah.
Tafsir Al-Baqarah ayat 282-283 di jelaskan oleh 2 orang dalam penulisan
ini, yakni Al-Maraghi dan Quraish Shihab ada beberapa perbedaan dan
persamaan di dalamnya.
12
DAFTAR PUSTAKA
13