Anda di halaman 1dari 10

PEMBAHASAN

A. Al-Quran
1. Pengertian Al-Quran

‫ص لَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم ال ُْم ْع ِج ُز ال َْم ْتلُ ُّو ال ُْمَت َواتُِر ال ُْمَت َعبَّ ُد‬ ٍ ِ
َ ‫َكالَ ُم اهلل ال ُْمَن َّز ُل َعلَى ُم َح َّمد‬
‫بِتَالَ َوتِِه‬
Artinya:
“Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. yang menjadi mu’jizat,
yang dibaca, yang mutawatir dan menjadi ibadah membacanya.”
Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Musa a.s., kepada Nabi Isa a.s. tidak
disebut Al-Quran. Begitu pula Kalamullah yang disampaikan kepada nabi-nabi lainnya..
Secara etimologi Al-Quran adalah bentuk masdar dari kata qara’a, sewazan
dengan kata fu’lan artinya bacaan, berbicara tentang apa yang ditulis padanya, atau

melihat dan menelaah. Dalam pengertian ini, kata al-Quran berarti ٌ‫ َم ْق ُر ْوء‬yaitu isim maf’ul

(obejk) dari َ‫ َق َرأ‬.

Kata Quran digunakan dalam arti sebagai nama kitab suci yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad s.a.w. Bila dilafadzkan dengan menggunakan Alif lam, berarti untuk
keseluruhan Al-Quran apa yang dimaksud dengan Quran.
Al-Quran disebut juga Al-Kitab, sebagaimana dalam surat Al-Baqarah:

‫ْمت َِّق ْي َن‬ ِ َ ِ‫َذال‬


ِ ِ ‫ْكتَاب الَري‬
ُ ‫ب ف ْيه ُه ًدى لِّل‬
َ ْ َ ُ ‫ك ال‬
Artinya:
“Kitab Al-Quran itu tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang
bertaqwa.”
Arti Al-Quran secara terminologi dalam beberapa rumusan sebagai beriktut:
1) Menurut Sayaltut Al-Quran adalah lafadz Arabi yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad s.a.w., dinukilkan kepada kita secaa mutawatir.
2) Al-Syaukani mengartikan Al-Quran dengan “Kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad s.a.w. ditulis dalam mushaf, dinukilkan secara mutawatir.
3) Definisi Al-Quran yang dikemukakan Abu Zahrah ialah “Kitab yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad s.a.w.”
4) Munurut Al-Sarkisi Al-Quran adalah “Kitab yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad s.a.w. ditulis dalam mushaf, diturunkan dengan huruf yang masyhur dan
dinukilkan secara mutawatir.”
5) Al-Amidi memberikan ta’rif Al-Quran “Al-Kitab adalah Al-Quran yang diturunkan.”
6) Ibnu Subki mendefinsikan Al-Quran “lafadz yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad s.a.w., mengandung mukjizat setiap suratnya yang beribadah
membacanya.”
Dengan menganalisis unsur-unsur setiap definisi di atas dan membandingkannya
antara satu definisi dengan yang lainnya, dapat ditarik suatu rumusan mengenai definisi
Al-Quran yaitu “Lafadz berbahasa Arab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w.
yang diberikan secara mutawatir.”
Definisi ini mengandung beberapa unsur yang menjelaskan hakikat Al-Quran,
yaitu:
a. Al-Quran itu berbentuk lafadz. Ini mengandung arti bahwa apa yang disampaikan
melalui Jibril kepada Muhammad s.a.w. dalam bentuk makna dan dilafadzkan oleh
Nabi dengan ibaratnya sendiri tidaklah disebut Al-Quran, umpamanya hadits qudsi
atau hadits lainnya. Karenanya tidak ada ulama yang mengharuskan berwudlu jika
hendak membacanya.
b. Al-Quran itu adalah berbahasa Arab. Ini mengandung arti bahwa Al-Quran yang
dialih bahasakan kepada bahasa lain/yang diibaratkan dengan bahasa lain bukanlah
Al-Quran. Karenalah shalat yang menterjemahkan Al-Quran tidak sah.
c. Al-Quran itu diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Ini mengandung arti bahwa
wahyu Allah disampaikan kepada nabi-nabi terdahulu tidak lain disebut Al-Quran.
Tetapi apa yang dihikayatkan dalam Al-Quran tentang kehidupan dan syari’at yang
berlaku bagi umat terdahulu adalah Al-Quran.
.

2. Kedudukan Kehujjahan Al-Quran


‫الر ُس ْو َل َوأُولِى اْأل َْم ِر ِم ْن ُك ْم فَ ِإ ْن َتنَ َاز ْعتُ ْم فِى َش ْي ٍئ‬ ِ ‫َطيع وا اهلل وأ‬
َّ ‫َط ْيعُ ْوا‬ ِ
َ َ ْ ُ ْ ‫آمُن ْوا أ‬
ِ
َ ‫يَآأ َُّي َهالَّذيْ َن‬
)59 ‫ (النساء‬.‫س ْو ِل‬ ِ ‫َفردُّوهُ إِلَى‬
ُ ‫الر‬
َّ ‫اهلل َو‬ ْ ُ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan Ulil Amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah dia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (Sunah)” (an-Nisa:59).
Perintah mentaati Allah berarti perintah menjalankan hukum yang terdapat dalam
Al-Quran. Perintah mentaati Rasul berarti perintah mengamalkan apa yang disampaikan
Rasul dalam sunahnya. Perintah mentaati ulil amri berarti perintah mengamalkan hukum
yag ditemukan berdasarkan ijma’. Perintah mengembalikan sesuatu yang diperselisihkan
hukumnya kepada Allah dan Rasul berarti perintah mengamalkan hukum yang
ditemukan melalui qiyas.

3. Asa-asas Al-Quran
Secara garis besar, hukum yang terkandung dalam Al-Quran dapat
dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
a. Hukum I’tiqadiyah, hukum yang berkenaan dengan keyakinan dan kebenaran.
b. Hukum akhlaqiah, hukum yang berkaitan dengan tata aturan pergaulan manusia
dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan makhluk lainnya serta dengan
dirinya sendiri.
c. Hukum ‘amaliyah, hukum yang mengatur perkataan dan perbuatan manusia, baik
dalam hubungannya dengan Tuhan (ibadah), misalnya ibadah badaniyah dan ibadah
maliyyah, maupun hubungannya dengan sesama manusia (mu’amalat). Misalnya
ahwalu hukum keluarga, badaniyah, ahkamul Jinaiyyah, ahkamul murafaat, ahkamul
dusturiyyah, ahkamud dualiyyah dan ahkamul iqtishadiyyah maliyah.
Dalam menetapkan hukum, Al-Quran senantiasa konsisten dengan asas-asas
sebagai berikut:
a. Asas tidak menyulitkan, Allah menghendaki kemudahan.
b. Asa tidak banyak beban.
c. Berangsur-angsur dalam menetapkan hukum. Misalnya dalam menetapkan
keharaman minum khamar. Allah menetapkannya dalam tiga tahapan (terdapat dalam
surat al-Baqarah ayat 219, an-Nisa 43, dan al-Maidah 90)

B. As-Sunah
1. Pengertian As-Sunah
Menurut lughah, ialah perjalanan, pekerjaan, cara atau kebiasaan. Sabda Nabi
s.a.w.

‫ َو َم ْن َس َّن ُس نَّةً َس يِّئَةً َف َعلَْي ِه َو ْز ُر ُه ا َو ِو ْز ُر‬،‫َج َر َم ْن َع ِم َل بِ َه ا‬


ْ ‫َج ُرهُ َوأ‬
ْ ‫سنَةً َفلَهُ أ‬
َ ‫َم ْن َس َّن ُسنَّةً َح‬
.‫َم ْن َع ِم َل بِ َها‬
Artinya:
“Barang siapa yang melakukan perbuatan yang baik, maka baginya pahala dan pahala
orang yang melakukannya. Dan barang siapa membiasakan perbuatan yang buruk maka
untuknya dosa dan dosa orang yang mengerjakannya.”
Menurut ilmu fiqh ialah sesuatu perbuatan yang jika dikerjakan akan mendapat
pahala dan jika ditinggalkan tidak mendapat dosa (termasuk hukum taklifi).
Assunah yang berarti segala perbuatan yang tidak ada dasar hukumnya dalam hal
ini As-Sunah adalah bid’ah. Sabda Nabi s.a.w.:

ًَ ِ َ ‫َح َد‬
َ ‫ث فى َأً ْم ِرنَا َهـ َذا َمالَْي‬
.ٌّ‫س َف ُه َو َرد‬ ْ ‫َم ْن أ‬
Artinya:
“Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu urusanku yang tidak sesuai perintahku
adalah ditolak.
As-Sunah menurut istilah Ushul Fiqh:

ُ‫ال النَّبِ ِّي َوأَ ْف َعالُهُ َوَت ْق ِر ْي َراتُه‬


ُ ‫أَق َْو‬
Artinya: “Segala perkataan, perbuatan atau ketetapan Nabi s.a.w.”

2. Pembagian As-Sunah
a. Ditinjau dari sifat pembuatnya, as-Sunah terbagi 5, yaitu:
1) Sunah qauliyah, sunah berupa perkataan;
2) Sunah fi’liyah, sunah berupa perbuatan;
3) Sunah taqririyah, sunah berupa ketetapan;
4) Sunah hammiyah, sunah yang berupa keinginan atau kehendak Nabi s.a.w.
b. Ditinjau dari jumlah perawi, as-Sunah terbagi menjadi 2, yaitu:
1) Yang pasti benarnya, yaitu apa yang dikabarkan Allah Rasul-Nya dan khabar
mutawatir
2) Yang tidak pasti benarnya (dusta)
 Yang bertentangan dengan aksioma seperti berita tentang berkumpulnya dua
hal yang berlawanan, misalnya hidup dan mati dapat berkumpul.
 Yang bertentangan dengan sesuatu yang diketahui kebenarannya dengan
bukti akal pikiran seperti tentang baharunya alam. Apabila orang yang
mengatakan bahwa alam itu azali, maka perkataan tersebut tidak benar.
 Berita perseorangan tentang sesuatu peristiwa yang disaksiakn orang
banyak,s edang orang lainnya tidak ada yang memberitakan, seperti berita
tentang jatuhnya seorang khatib yang sedang berpidato di hadapan orang
banyak.
 Berita tentang adanya mukjizat bagi orang yang mengakui jadi utusan Allah.
 Berita berisi kebatalan yang tidak dapat ditakwilkan, termasuk dalam hal ini
ialah khabar ahad yang menyalahi khabar mutawatir.
c. Ditinjau dari sandarannya
1) Pekerjaan Nabi s.a.w. yang bersifat gerakan jiwa, hati, tubuh, gerakan berjalan.
Perbuatan itu tidak berasangkut paut dengan masalah hukum, dan tidak ada
hubungannya dengan tuntutan tauladan.
2) Perbuatan Nabi yang bersifat kebiasaan seperti cara makan, minum, dan
sebagainya. Perbuatan ini tidak ada hubungannya dengan tuntunan/teladan,
kecuali jika ada anjuran dari Rasulullah s.a.w.
3) Perbuatan yang khusus untuk beliau sendiri, sperti beristrikan labih dari empat
orang, meneruskan puasa sampai dua/tiga hari menerus tidak berbuka.
4) Perbuatan yang sifatnya menjelaskan dari ayat-ayat yang bersifat mujmal, seperti
hadits yang menerangkan cara-cara shalat, haji dan sebagainya.
Sabda Nabi s.a.w.

َ “Shalatlah kamu sebagaimana aku shalat.”


ِ
َ ‫صلُّ ْوا َك َما َرأ َْيتُ ُم ْون ْي أ‬
‫ُصلِّ ْي‬
ِ َ‫“ ُخ ْذ َعنِّي من‬Ambilah dariku hal-hal ibadah hajimu.”
‫اس َك ُك ْم‬ َ ْ

5) Pekerjaan yang menunjukkan kebolehan saja, seperti berwudlu satu, dua, atau
tiga kali saja.
d. Ditinjau dari segi nilainya:
1) Shahih, yaitu sunah yang diriwayatkan oleh rawi yang adil, cerdas, sanadnya
bersambung, tidak ber’illat dan tidak janggal.
2) Hasan, yaitu hasan yang pada sanadnya tidak terdapat orang yang tertuduh
berdusta, tidak janggal matannya dan tidak hanya diriwayatkan dari satu sumber
tetapi sampai pada derajat shahih.
3) Dla’if, yaitu sunah yang kehilangan satu atau lebih dari syarat-syarat sunah shahih
atau hasan.

3. Kedudukan dan Kehujjahan as-Sunah


Jumhur ulama sepakat, bahwa as-Sunah menduduki angka atau urutan kedua
setelah al-Quran. Kedudukan tersebut berdasarkan pada ayat al-Quran, al-Hadits dan
atsar para sahabat. Selain itu, melihat fungsi as-Sunah antara lain sebagai penguat
hukum-hukum al-Quran, sebagai penjelas, serta berfungsi menetapkan hukum-hukum
yang belum ditetapkan di dalam al-Quran. Wajar kiranya bila as-Sunah menempati
kedudukan kedua setelah al-Quran.
Keberadaan as-Sunah sebagai sumber hukum Islam kedua setelah al-Quran, selain
ketetapan Allah – yang dipahami dari ayat-ayatNya secara tersirat – juga merupakan
konsensus (ijma) seperti terlihat dalam prilaku sahabat. Misalnya, penjelasan Utsman bin
Affan mengenai etika makan dan cara duduk dalam salat, seperti yang dilakukan Nabi
saw. Begitu juga, Umar bin Khattab mencium Hajar Aswad karena mengikuti jejak
Rasul. Ketika berhadapan dengan Hajar Aswad, ia berkata, “Saya tahu engkau adalah
batu. Jika tidak melihat Rasul menciummu, aku tidak akan menciummu.” Janji Abu
Bakar untuk tidak meninggalkan atau melanggar perintah Rasul yang ia ikrarkan ketika
disumpah (bai’ahi) menjadi khlaifah.
Jumhur ulama sepakat tentang kehujjahan as-Sunah, menurut mereka as-Sunah
merupakan sumber hukum dan tempat mengistinbat hukum syara’. Dalil yang
menunjukkan kehujjahan as-Sunah adalah ayat al-Quran, ijma’ sahabat dan dalil aqli.
Hanya saja di antara mereka ada yang hanya menerima hadits muatawatir saja sebagai
hujjah, ada juga yang menerima hadits ahad dengan persyaratan tertentu.
C.    Pengertian Ijtihad
Dari segi bahasa Ijtihad adalah mengerjakan sesuatu dengan segala kesungguhan.
Sedangkan menurut istilah Ijtihad adalah mengerahkan segala potensi dan kemampuan untuk
menetapkan hukum-hukum syariat.

     Syarat-syarat Mujtahid


1.      Mengetahui segala ayat dan sunnah yang berhubungan dengan hukum.
2.      Mengetahui masalah-masalah yang telah di ijma’kan oleh para ahlinya
3.      Mengetahui Nasikh dan Mansukh.
4.      Mengetahui bahasa arab dan ilmu-ilmunya secara sempurna.
5.      Mengetahui ushul fiqh
6.      Mengetahui rahasia-rahasia tasyrie’ (Asrarusyayari’ah).
7.      Menghetahui kaidah-kaidah ushul fiqh
8.      Mengetahui seluk beluk qiyas.

     Macam-macam Ijtihad


1.      Ijma’
Ijma’ yaitu kesepakatan atau sependapat dengan suatu hal mengenai hukum syara’ dari
suatu peristiwa setelah wafatnya Rasul.
Macam-macam Ijma’
A.Dari segi cara terjadinya :
a.      Ijma’ bayani yaitu mujtahid menyatakan pendapatnya dengan jelas dan tegas, baik berupa
ucapan maupun tulisan
b.      Ijma’ Sukuti yaitu para mujtahid seluruh atau sebagian tidak menyatakan pendapat dengan
jelas dan tegas, tetapi mereka berdiam diri saja terhadap suatu kesatuan hukum yang telah
dikemukakan mujtahid,
B.Dari segi yakin atau tidaknya terjadi suatu ijma’ dibagi kepada :
a.      Ijma’ Qathi’ yaitu hukum yang dihasilkan ijma’. Diyakini benar terjadinya tidak ada
kemungkinan lain bahwa hukum dengan hasil ijm’a berbeda
b.      Ijma’ Dhanni yaitu hukum yang dihasilkan ijma’ itu masih ada kemungkinan lain.

C.Dari segi kitab fiqih


a.      Ijma’ sahabat yaitu ijma’ yang dilakukan oleh para sahabat.
b.      Ijma’ khulafaurrasyidin yaitu ijma’ yang dilakukan oleh khalifah.
c.      Ijma’ shaikhan yaitu ijma’ yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar bin Khattab
d.      Ijma’ ahli Madinah yaitu ijma’ yang dilakukan oleh ulama-ulama Madinah.
e.      Ijma’ ulama Kufah Ijma’ yang dilakukan oleh ulama-ulama Kufah

D.     Kemungkinan terjadi ijma’ pada masa sekarang


Dari hasil yang saya baca, dapat disimpulkan bahwa ijma’ pada masa sekarang masih
ada. Karenaijma’ pada masa sekarang itu diambil dari keputusan-keputusan ulama islam
contohnya MUI yang mewakili masyarakat umat islam dan mereka juga sampai sekarang masih
diberi hak untuk memfatwakan sesuatu dalam agama islam yang mengatur kepentingan rakyat.
Dan ditinjau dari objek pembahasannya ijma’ merupakan peristiwa yang tidak ada dasarnya
dalam al-qur’an dan hadist,peristiwa yang tidak langsung ditujukan kepada allah. Semuanya
urusan duniawi. Yang akan diluruskan oleh wakil-wakil umat islam
2.      Qiyas
Qias yaitu menyamakan,membandingkan atau menetapkan hukum suatu kejadian atau peristiwa
yang tidak ada dasar nashnya dengan yang telah ditetapkan hukunya berdasarkan nash. contoh
AllahSWTberfirman,
aljumuahayat9

‫اس َع ْوا إِلَى ِذ ْك ِر اللَّ ِه َوذَ ُروا الَْب ْي َع ذَلِ ُك ْم َخ ْي ٌر لَ ُك ْم إِ ْن ُك ْنتُ ْم َت ْعلَ ُمو‬ ِ ِ ِ ِ َّ ِ‫ودي ل‬
ِ ُ‫ي ا أ َُّيه ا الَّ ِذين آمنُ وا إِذَا ن‬
ْ َ‫ْج ُم َع ة ف‬
ُ ‫لص الة م ْن َي ْوم ال‬ َ َ َ َ َ

Artinya:
9. Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah
kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu
jika kamu mengetahui. (Al jumuah ayat 9)
3.      Istihsan
Istihsan yaitu meninggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu peristiwa atau kejadian
yang diteapkan berdasarkan dalil dan syara’ conto. Tentang penerima wakaf sebidang tanah
pertanian, maka menurut istihsan, hak-hak yang bersangkutan itu, seperti hak mengairi, hak
membuat saluran air dan sebagainya sudah tercakup dalam pengertian wakap secara langsung.
4.      Maslahah mursalah
Adalah suatu kemaslahatan. Contoh : pengesahan umar bin khathab ra mengenai pengesahan
talak tiga yang di ucapkan sekaligus, dengan maksud agar orang tidak mudah saja menjatuhkan
talak.
5.      Urf
Kebiasaan yang dikenal orang banyak dan menjadi tradisi. Contoh tahlilan
6.      Istishab
Menetapkan hukum terhadap sesuatu berdasar keadaan sebelumnya sehingga ada dalil yang
menyebut perubahan tersebut. Contoh : ahmad mengawini siti markonah secara sah. Kemudian
ahmad meninggalkan istrinya tanpa proses perceraian selam 10 tahun. Komar berhasrat hendak
mengawini siti markonah yang menurut realitanya tidak bersuami. Perkawinan komar dengan siti
markonah ini tentu tidak dapat di langsungkan, karena siti markonah menurut status hukumnya
adalah isteri ahmad.selama tidak ada bukti bahwa siti markonah telah di cerai secara sah oleh
ahmad, maka tetaplah siti markonah bersetatus hokum sebagai isteri bagi ahmad seperti semula.

    Macam-macam Ujtihad menurut tingkatannya


1.      Ijtihad Muthalaq
Dilakukan dengan cara menciptakan sendiri norma dan kaidah yang dipergunakan sebagai
sistem/metode bagi seorang mujtahid
2.      Ijtihad Muntasib
Dilakukan seorang mujtahid dengan cara mempergunakan norma dan kaidah istinbath imamnya
3.      Ijtihad Mazhab atau Fatwa
Yaitu Ijtihad yang dilakukan seorang mujtahid dalam lingkungan mazhab tertentu.
4.      Ijtihad dibidang tarjih
Yaitu ijtihad dengan cara mentarjih dari beberapa pendapat yang ada dalam satu lingkungan
mazhab tertentu maupun dari berbagai mazhab.
KESIMPULAN

Sebagai Kesimpulan dapat dimabil beberapa kesimpulan, sebagai berikut:


1. Al-Quran adalah sebagai hukum Islam pertama yang keberadaannya tidak dapat gangggu
gugat, dan kebenarannya bersifat qhat’i.
2. As-Sunah adalah sumber hukum Islam kedua setelah al-Quran. Berhubung as-Sunah
memiliki bagian-bagian, maka di antara para ulama ada yang hanya menerima hadits
muatawatir saja sebagai hujjah, ada juga yang menerima hadits ahad dengan persyaratan
tertentu.
3. Ijtihad adalah mengerjakan sesuatu dengan segala kesungguhan. Sedangkan menurut istilah
Ijtihad adalah mengerahkan segala potensi dan kemampuan untuk menetapkan hukum-
hukum syariat.

Anda mungkin juga menyukai