Anda di halaman 1dari 11

PEMIKIRAN EKONOMI IMAM AL-MAWARDI

Ainun Nurul Sya’diah, Amiludin


Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung
e-mail :
Ainunnsyadiah@gmail.com; amilDN30@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini menguraikan bahasan singkat pemikir kelasik Imam al-Mawardi


dalam pemikiran ekonomi islam sebagai cendikiawan muslim interdisipliner yang
hidup pada masa Bani Umayyah. Konsep-konsep ekonomi al-Mawardi tentang
investasi, perilaku ekonomi, keuangan publik, kepemilikan, peran negara dalam
zakat, ghanimah, fai, jizyah maupun berdasarkan ijtihad khalifah (kebijakan politik)
yang mendahului pemikiran barat pada saat itu. Pengembangan ekonomi modern
dan ekonomi Islam dewasa ini merupakan kesinambungan antara para pemikir
ekonomi island terdahulu yang kaya akan konsep-konsepnya. Dalam ajaran Islam,
perilaku ekonomi seorang muslim dibentuk oleh pola-pola tertentu yang didasarkan
pada syariat Islam. Melalui penggalian pemikiran ekonomi al-Mawardi akan
menjadi bukti bahwa ekonomi Islam dengan wawasan Syariah diharapkan akan
mampu memecahkan berbagai masalah yang terjadi di dunia khususnya di
Indonesia. Penelitian ini menunjukkan pemikiran Imam al-Mawardi dengan konsep
ekonomi Islam yang dibawanya.

Kata Kunci : Pemikir ekonomi Islam, Imam al-Mawardi, Ekonomi Islam


PENDAHULUAN
Pemikiran ekonomi seorang tokoh muslim klasik : Imam al-Mawardi,
merupakan seorang cendekiawan muslim yang hidup pada masa kekhilafahan Bani
Umayah, dan telah memberikan kontribusi nyata dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dalam berbagai bidang disiplin ilmu, salah satunya dalam
pengembangan konsep ekonomi islam. Imam al-Mawardi merupakan seorang tokoh
ulama dan pemikir dalam dunia keilmuan islam. Karya-karyanya selalu menjadi
rujukan bagi para pengkaji ilmu pengetahuan sejak dulu hingga sekarang, bukan
saja di daerah timur tetapi juga di daerah barat.
Pemikiran ekonomi imam al-Mawardi termuat dalam karya monumentalnya
yaitu dalam buku ‘al-Ahkam al-sulthoniyah’ : kitab ini banyak membahas tentang
investasi, sistem moneter, perilaku individu dalam bertindak ekonomi, konsep
kepemilikan harta, peran pemerintah dalam perekonomian, dan intervensinya
terhadap mekanisme pasar. Konsep sistem meneter atau keuangan publik, Imam al-
Mawardi berargumen bagaimana sumber penerimaan negara baik berdasarkan
wahyu, seperti ghanimah, zakat, jizyah, fai’, ataupun yang berdasarkan hasil ijtihad
yang sifatnya dinamis.
Disamping itu, kitab al-Ahkam al-Sulthoniyah salah satu kitab yang termasyhur
dan sudah tersebar luas, sebagai bukti kitab ini telah dicetak beberapa kali. Dalam
kitab ini juga membahas tentang berbagai persoalan politik dan tata negara dalam
pandangan Islam, antara lain tentang pengangkatan suatu pimpinan pemerintahan,
menteri, gubernur, pimpinan jihad, kepolisian, kehakiman, imam dalam solat,
petugas pemungut zakat, harta rampasan perang, jizyah, dan kharaj, sebuah hukum
atau kaidah dalam otonomi daerah, tanah dan ekpolorasi air, tanah yang dilindungi
pemerintah dan juga fasilitas umum, hukum iqta’, sistem administrasi negara, juga
tentang ketentuan-ketentuan kasus kriminalitas.
Berangkat dari pemahaman itu, dipandang perlu untuk menguraikan suatu
bahasan singkat dari para pemikir muslim kelasik dalam bidang ekonomi, maka
dalam sebuah karya sederhana ini, kami penyusun mencoba menyajikan suatu
bahasan dalam pokok-pokok pemikiran Imam al-Mawardi, yang semoga karya
sederhana ini, dapat menjadi referensi tambahan bagi para pembaca budian yang
selalu merasa haus dalam khazanah keilmuan islam.

Metodelogi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan
teknik yang dipilih adalah studi kepustakaan. Dalam penelitian studi pustaka ini
akan ada setidaknya 4 ciri di dalamnya, yang pertama peneliti akan melihat
langsung teks atau datanya namun bukan dengan pengetahuan lapangan. Kedua,
data pustaka akan bersifat langsung bisa digunakan oleh peneliti walaupun tidak
terjun ke lapangan, data pustaka umumnya adalah sumber sekunder yang dalam
hal ini peneliti mendapatkan nya atas penelitian sebelumnya, keempat bahwa
kondisi dari data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Jenis penelitian
melalui kepustakaan ini biasa disebut dengan library research atau penyelidikan
kepustakaan.

PEMBAHASAN

Biografi Imam al-Mawardi


Salah seorang tokoh pemikir ekonomi Islam yang begitu termashur dengan teori
politiknya, atau biasa para cendekiawan muslim menyebutnya dengan nama Imam
al-Mawardi, yang memiliki nama lengkap Abu al-Hasan Ali bin Muhamad bin
Habib al-Mawardi al-Bashri as-Syafii yang lahir di kota Bashrah, Irak tahun 364
Hijriah atau bertepatan pada tahun 974 masehi. 1 meninggal dunia di Baghdad pada
tahun 450 H. bertepatan dengan tahun 1058 M. dalam usia 86 tahun2
Setelah menyelasaikan pendidikan di kota kelahirannya, yaitu di kota Bashrah
dan Bagdad, Imam al-Mawardi mulai berkeliling ke negara-negara Islam untuk
menuntut ilmu. Beberapa guru Imam al-Almawardi antara lain : Hasan bin Ali bin
Muhamad al-Jabali, Muhamad bin Adi bin Zuhhar, Abu Qasim, Ja’far bin
Muhamad, Muhammad bin al-Maali, dan Ali abu al-Sifarani.
Imam al-Mawardi merupakan seorang pemikir islam yang termashur di
zamannya, yaitu zaman dimana ilmu pengetahuan yang dikembangkan umat islam
sedang dalam masa puncak kejayaannya. Beliau juga dikenali sebagai tokoh terkenal
yang bermadzhab Imam Syafi’I serta seorang pejabat tinggi yang besar pengaruhnya
pada masa dinasti abbasiyah. Beliau selain pintar sebagai pemikir islam, biliau juga
ahli dibidang fiqh, sastrawan, politikus, dan seorang penulis yang sangat produktif.
Hal tersebut bisa dilihat dari beberapa karya monumentalnya. Dan karya yang
paling termashur adalah kitab al-Ahkam al-Sulthaniyah wa al-Wilayah ad-Diniyah,
merupakan kitab yang paling banyak tersebar luas. Kitab ini berisikan mengenai
persoalan politik serta tata negara dalam bingkai islam. Salah satunya membahas
mengenai keuangan public serta kebijakan fiskal.
Karena dipandang mumpuni dalam bidang keilmuan yang relevan, Imam al-
Mawardi dipercaya memanku jabatan tinggi, yaitu sebagai hakim (Qadhi). Sehingga

1
M. Iqbal, Pemikiran Politik Ekonomi, (Jakarta : Kencana, 2010),hlm. 16
2
Al-Māwardī, Adab al-Dunyā wa al-Dīn, hal. 3
beliau diangkat menjadi Hakim Agung yang tejadi pada masa kepemimpinan al-
Qa’im bin Amriillah al-Abbasy.3
Meskipun al-Mawardi hidup dimasa disintegrasi, akan tetapi ia tetap
mendapatkan jabatan tinggi. Bahkan pemimpin bani Buwaihi yang terdapat
dibagdhdad mengangkat al-Mawardi sebagai mediator atau diplomasi terhadap
beberapa wilayah kekuasaan Islam yang saling bermusuhan. Kendatipun
memanggu jabatan tinggu, tidak menghalangi beliau untuk memberikan pengajaran
dan juga kegiatannya dalam menulis. Beberapa karya terbesarnya antara lain : Tafsir
al-Quran Karim, al-Amsal, al-Hawi, al-Iqna, Adab ad-Dunya wa Ad-Din, Siyasah al-
Maliki, Nasihat al-Muluk, al-Ahkam as-Sulthaniyah, an-Nukat, dan Siyasah al-Wazarat al-
Maliki. Dari beberapa karya-karyanya tersebut yang merupakan warisan Imam al-
Mawardi, kemudian ia wafat di kota Bagdad pada bulan Rabiul Awal 450 hijriah
atau bertepatan 1058 masehi.4
Al-Māwardi hidup di masa periode ketiga dan keempat Dinasti Abbasiah, di
saat tatanan politik mengalami disintegrasi negara dan kewibawaan khalifah
merosot tajam pada saat itu kekuasaan dinasti Abbasiah di bawah dominasi dan
bayang-bayang kekuatan dinasti Buwaihi yang beraliran Syiah dan kemudian
dinasti Saljuk yang beraliran Sunni. Pada masa itu, disintegrasi politik
mengakibatkan kecurangan-kecurangan dalam bidang administrasi negara, baik
pengangkatan para gubernur maupun pegawai penting di istana. Kolusi ini menjadi
sebuah tradisi dalam negara juga terjadi banyak kekacauan seperti perampokan dan
pencurian di masyarakat sehingga masyarakat mengalami kesusahan dan
penderitaan.5
Merosotnya kekuasaan khalifah Bani Abbas ini disebabkan karena para khalifah
hidup berfoya-foya di tengah kemewahan harta benda, nyanyian, tarian, minuman
keras dan berbagai kesenangan duniawi lainnya. Sehingga al-Mas’udi menuliskan
bahwa hanya khalifah-khalifah yang dilindungi Allah (ma’shum) saja yang
terhindar dari minuman keras dan nyanyian, serta wanita. 6 Al-Māwardi tergolong
sebagai penganut madzhab Syafi'i, namun dalam bidang teologi ia juga mempunyai
kecenderungan kepada pemikiran yang bersifat rasional. Hal tersebut sangat terlihat
dari pertanyaan Ibn al-Salah yang menyatakan bahwa dalam beberapa persoalan
tafsir yang dipertentangkan antara ahli as-Sunnah dan Mu'tazilah, al-Māwardi
ternyata lebih cenderung kepada Mu'tazilah

3
Boedi A, peradaban Pemikir Ekonomi Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2010), hlm. 192.
4
Ibid, hlm. 193.
5
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hal. 157
6
Muhammad Nu’man, Konsep Etika alMāwardi, (Jakarta: Pasacasarjana UIN Syarif
Hidayatullah, 2006), hal. 42.
Pemikiran Ekonomi dalam Karya-karya al-Mawardi
Pemikiran ekonomi yang bersumber dari al-Mawardi tercantum setidaknya dan
tiga karya besarnya seperti yang telah diuraikan di atas Berikut karya-karya Imam
al-Mawardi yang masih eksis saat ini :
1. Al-Ahkam as-Sulthaniyyah, buku atau kitab ini membahas tentang
pemeritahan.
2. Qawanin al-Wizarah, buku atau kitab ini membahas tentang ketentuan-
ketentuan kewaziran kementerian.
3. Siyasah al-Mulk, buku atau kitab ini membahas tentang strategi
kepemimpinan raja.
4. Adab ad-Dunya wa ad-Din, buku atau kitab ini membahas tentang tata
krama kehidupan politik, duniawi, dan agamawi.
5. Al-Hawai, buku atau kitab ini membahas tentang yang terhimpun.
6. Al-Iqna, buku atau kitab ini membahsa tentang keikhlasan.
Dari keenam kitab di atas, pemikiran-pemikiran tentang konsep ekonomi,
tertadap dalam tiga kitab, antara lain :
a. Adab ad-Dunyya wa ad-Din, dalam kitab ini imam al-Mawardi memberikan
pandangan tentang prilaku ekonomi seorang muslim serta empat jenis mata
pencaharian utama, yaitu pertanian, peternakan, perdagangan, dan industri.
Kitab Adab ad-Dunya wa ad-Din merupakan karya tasawuf tentang
budiluhur individu dalam perekonomian, melalui epat mata pencaharian
utama, antara lain :
1) Pertanian.
2) Perternakan.
3) Perdagangan.
4) Industri.
Selain itu juga membahas hal yang dapat meruusak budi luhur, yaitu :
ketamakan dalam bentuk penimbutan kekayaan, maupun menuntut
kekuasaan.
b. Kitab al-Hawi, di dalam salah satu bagian kitab ini, ia secara khusus
membahas tentang mudharabah dalam pandangan berbagai mazdhab. Al-
Hawi al-Mudharabah merupakan studi perbandingan berbagai aliran
hukum Islam tenang mudharabah (bagi hasil).
c. Al-Ahkam as-Sulthaniyyah, dalam kitab ini, ia banyak menguraikan tentag
sistem pemerintahan dan administerasi negara Islam, seperti hak dan
kewajibab pemimpin terhadap yang dipimpinnya, jenis-jenis lembaga
pemerintahan, input dan ouput atau penerimaan dan pengeluaran
pemerintah, institusi atau lembaga hisbah. 7 Dalam kitab al-Ahkam as-
Sulthaniyah tentang pemerintahan dan administrasi yang berisi : 1)
Kewajiban penguasa, 2) Penerimaan dan pengeluaran publik, 3) Tanah
publik, 4) Tanah umum (cammon), 5) Preogratif negara untuk menghibahkan
tanah, 6) Preogratif negara untuk mengawasi pasar, dan 7) Tugas dan fungsi
muhtasib, yaitu, Mengawasi pasar, Menjamin kebenaran timbangan dan
ukuran, dan Mencegah penyimpangan transaksi transaksi dagang dan
pengrajin dari ketentuan syariah.
Dari ketiga karya tulis tersebut, para peneliti ekonomi Islam sepakat
menyatakan bahwa al-Ahkam as-Sulthhaniyah merupakan kitab paling
konprehensif dalam mempresentasikan pokok-pokok pemikiran ekonomi al-
Mawardi.

Pemikiran al-Mawardi Mengenai Keuangan Publik dan Kebijakan Fiskal


1. Keuangan publik
Dalam teori keuangan publik terdapat peran nyata sebuah negara dalam
kegaiatan perekonomiannya. Kehadiran negara sangat dibutuhkan dalam
memenuhi kebutuhan yang sifatnya sangan kolektif. Dalam pandangan al-Mawardi
dibutuhkan suatu peran aktif pemeriantah atau negara demi tewujudnya suatu
tujuan baik yang sifatnya material maupun spiritual. Menjadi sebuah kewajiban
moral bagi pemeritah untuk selalu berorientasi pada kebaikan bersama, yakti
terpeliharanya berbagai kepentingan masyarakat juga dalam mempertahankan
stabilitas dan pertumbuhan ekonomi secara nyata. Olehnya itu al-Mawardi
berpendapat bahwa, Islam memandang dalam pemenuhan kebutuhan dasar bagia
setiap masyarakat tidak hanya menjadi kewajiban pemerintah saja, akan tetapi
tuntutan kewajiban moral dan agama. Tidak cukup sampai disitu pemerintah juga
harus menyedian sarana dan prasarana atau infrastruktur yang memadai dan

7
Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2015),
hlm. 301.
dibutuhkan untuk perkembangan perekonomian dan kesehtraan masyarakat secara
umum.
Keuangan publik dalam perspektif Imam al-Mawardi dalam kitabnya al-Ahkam
as-Silthaniyah wa al-Wilayah ad-Diniyah mengemukakan bagaimana sumber
penerimaan suatu negara. Keuangan publik membahas kegiatan pemerintah
didalam mencari sumber-sumber dana (sources of fund) dan kemudian bagaimana
dana-dana tersebut digunakan (uses of fund) untuk mencapai berbagai tujuan
pemerintah. Terdapat dua aspek yang dibahas dalam keuangan publik menurut
pandangan Imam al-Mawardi dalam kibatnya al-Ahkam as-Sulthaniyah wa al-
Wilayah ad-Diniyyah yaitu fungsi dari bait al-Mal dan kebijakan fiskal. Al-Mawardi
juga menekankan pemerintah wajib mengakonodasi biaya pembelajaan pada sistem
layanan publik, karena hal ini merupakan fardu Kiffayah (kewajiban sosial).
2. Kebijakan Fiskal
Dalam pandangan Imam al-Mawardi kebijakan fiskal memiliki peranan penting
jika dibandingkan dengan kebijakan moneter. Hal tersebut dapat dilihat dari
kewajiban muslim dalam membayar zakat serta adanya larangan riba. Dengan
begitu, kebijakan fiskal dalam konteks ekonomi islam bertujuan untuk
memaksimalkan kesejahteraan masyarakat luas yang didasarkan oleh distribusi
kekayaan berimbang dengan cara menempatkan nilai-nilai materil serta spiritual
pada tingkatan yang sama. Hal tersebut kembali dijelaskan oleh Imam al-Mawardi
bahwa pendapatan agregat yang besar itu bukan sebagai patokan kesuksesan
keuagan jika dalam pengumpulannya terdapat kedzaliman dan begitu pulan jika
mendapatkannya dengan cara curang.8
Kebijakan fiskal adalah salah satu perangkat kebijakan ekonomi makro dan
merupakan kebijakan utama pemerintah yang diiplementasikan melalui APBN.
Kebijakan fiskal dalam sistem ekonomi Islam memegang peranan penting
dibandingkan kebijakan moneter, Hal ini terlihat dengan adanya kewajiban zakat
dan larangan riba. Ini mengindikasikan bahwa kebijakan fiskal dalam konsep
ekonomi Islam bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan seluruh masyarakat
yang didasarkan atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan
nilainilai materil dan spiritual pada tingkat yang sama9
Hal ini ditegaskan oleh al-Māwardī bahwa pendapatan agregat (aggregate
income) yang besar bukan menunjukan kesuksesan keuangan jika dalam
pengumpulanya terdapat kezaliman begitu juga jika dalam mendapatkanya dengan

8
Al-Mawardi, adab ad-Dunya wa ad-Din, trj. Ibrahim su’aib, Etika Agama dan Dunia, (Bandung :
Pustaka Setia, 2002), hlm. 100-101.
9
Nasution, Mustafa, Edwin. (2012). Pengenalan Eklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
kecurangan. Dari sini kita pahami bahwa tujuan fiskal Islam tidak semata untuk
mendapatkan kesejahteraan yang diukur dengan kekayaan material yang
didapatkan pada setiap tahun dan bisa diukur dengan statistik pendapatan nasional
seperti pada keuangan konvensional. Tetapi lebih dari itu, keuangan Islam bertujuan
mengantarkan manusia kepada real welfare kesejahteraan rohani di dunia dan
akherat 10
Kebijakan fiskal berkaitan erat dengan penerimaan dan pengeluaran suatu
negara. Peneriamaan dan pengeluaran negara dalam perspektif Imam al-Mawardi
sebagai berikut :
a. Penerimaan yang bersumber dari pendapatan tidak resmi, seperti : zakat,
ghanimah, dan fai’. Sedangkan pengeluaran dari sumber pendapatan ini
adalah sebaggai amanah untuk tujuan khusus yang telah ditetapkan
sesuai dengan syariat. Misalnya untuk kebutuhan masyarakat dalam hal
perdagangan.
b. Penerimaan yang bersumber dari pendapatan resmi, sepert : jizyah,
kharaj, ushr (bea cukai), kekayaan alam (SDA), pendapatan lainnya
semisal : hibah, wakaf, harta yang illegal, harta waris yang tidak ada alhi
warisnya, dan lain sebagainya. Sedang pengeluaran dari sumber
pendapatan ini adalah 1) diperuntukan untuk gaji para tentara, guru,
imam, serta perbiayaan oprasional pertahanan. Dan 2) pengeluaran
untuk kemaslahatan dan pembangunan sarana prasana.
c. Penerimaan yang bersumber dari utang. Sedangkan pengeluaran dari
sumber penerimaan utang ini diperuntukan guna menutupi deficit
anggaran pada pengeluaran rutin.
d. Penerimaan yang bersumber dari pajak. Sedangkan pengeluaran dari
sumber penerimaan pajak ini adalah untuk menuttupi deficit anggaran
pada biaya pembangunan.

Peran Negara dalam Menciptakan Kesejahteraan Umum


Imam al-Mawardi memberikan pendapatnya bahwa negara harus hadir dan
senantiasa menyediakan infrastturktur yang diperlukan bagi perkembangan
ekonomi dan kesejahteraan umum. Menurutnya “jika hidup di kota menjadi tidak
mungkin karena tidak berfungsinya fasilitas sumber air minum atau rusaknya tembok kota,
maka negara harus bertanggung jawab untuk memperbaikinya, dan jika tidak memiliki dana
negara harus mencari jalan untuk memperolehnya”. Al-Mawardi menegaskan, bahwa
negara wajib mengatur dan membiayai pembelanjaan yang dibutuhkan oleh
10
Rahmawati, Lilik. (2008). Kebijakan Fiskal dalam Islam, Jurnal al-Qānūn.
layanan publik, karena setiap individu tidak mungkin membiayai jenis layanan
semacam itu, dengan demikian layanan publik merupakan kewajiban sosial dan
harus bersandar kepada kepentingan umum. 11 Pernyataan al-Mawardi ini semakin
mempertegas pendapat para pemikir muslim sebelunya yang menyatakan bahwa
untuk mengadakan proyek dalam kerangkan pemenuhan kepentingan umum
negara dapat mengguanakan dana baitul mal atau membebankan kepada individu-
individu yang memiliki sumber keuangan yang memadai, lebih jauh ia
menyebutkan tugas-tugas negara dalam pemenuhan kebutuhan dasar setiap warga
negaranya adalam sebagai berikut :
1. Melindungi agama.
2. Menegakan hukum dan stabilitas politik.
3. Memelihara batas negara Islam.
4. Menyediakan dan menjaga iklim ekonomi yang kondusif.
5. Menyediakan sistem administrasi umum, lembaga peradilan, dan
pelaksanaan penegakan hukum Islam.
6. Mengumpulkan sumber pendapatan negara dari berbagai sumber yang
tersedia serta menaikan dengan menerapkan pajak baru yang disesuaikan
pada situasi dan kondisi yang mendukung.
7. Memberanjakan dana Baitul mal untuk berbagai tujuan yang telah menjadi
kewajibannya.12
Dari ketujuh aspek diatas, maka negara bertanggung jawab untuk memenuhi
kebutuhan dasar setiap warga negaranya serta merealisasikan kesejahteraan dan
perkembangan ekonomi secara umum. Sebagai konskuwensinya negara harus
memiliki sumber-sumber keuangan yang dapat membiayaan pelaksanaan tanggung
jawabnya tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, Imam al-Mawardi manyatakan
bahwa kebutuhan negara terhadap kebutuhan kartor lembaga keuangan negara
secara permanen muncul pada saat terjadi transfer sejumlah dana negara dari
berbagai daerah lalu dikirimkan ke pusat. Sepertinya pendapat ulama terdahulu
bahwa sumber peneimaan negara diperoleh dari, zakat, ghanimah, fai, uhrs, dan
lain sebagainay, terkait dengan pengumpulan harta zakat al-Mawardi membedakan
antara kekayaan yang tampak dengan kekayaan yang tidak tampak. Pengumpulan
zakat dengan harta yang tampak seperti hewan, pertanian dan lain sebagainya,
harus dilakukan secara langsung oleh negara, sedangkan kekayaan atas harta yang
tidak tampak seperi emas, perdagangan dan lain sebagainya diserahkan kepada
kebijakan kaum muslimin. Sedangkan kewajiban dari lembaga keuangan atau baitul
mal, antara lain :
11
Al-Mawardi, al-Ahkam as-Sulthaniyah, (Beirut : Dar al-Fikri, ), hlm, 5.
12
Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, hlm. 304.
1) Tanggung jawab terhadap harta benda yang disimpan sebagai amanah
untuk didistribusikan kepada mereka yang berhak, atau suatu tanggung
jawab yang timbul sebagai suatu pengganti dari sebuah nilai yang telah
diterima (badal), semisal harta untuk membayar gaji para perajurit tentara
dan perlengkapan senjatanya. Dari adanya tanggung jawab ini
mengakibatkan timbulnya biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah,
dengan besaran yang tidak dapat ditentukan,
2) Tanggung jawab yang timbul seiring degan adanya pendapat yang menjadi
aset kekayaan baitul mal itu sendiri. Atau suatu tanggung jawab yang
timbul dari bantuan dan kepentingan public. Imam al-Mawardi menjelaskan
jenis tanggung jawab ini erat kaitannya dengan ketesediaan dana yang ada
dibaitul mal. Jiak tersedia cukup anggaran yang ada di baitul mal, maka
tanggung jawab pemerintah terhadap kepentingan publik harus senantiasa
terpenuhi. Sebaliknya jika hal tersebut, yaitu anggaran yang cukup di baitul
maal tidak tesedia, maka hal itu menjadi tanggung jawab sosial (fardu
kifayah) seluruh lapisan masyarakat.13
Lebih lanjut, Imam al-Mawardi menyatakan pendapat bahwa jika dalam hal
sumber pendapatan negara tersebut tidak mempun memenuhi kebutuhan anggaran
negara atau terjadi deficit anggaran, maka negara diperolehkan untuk menetapkan
pajak baru atau melakukan pinjaman kepada publik. Al-Mawardi menekankan
suatu pinjaman publik diiperbolahkan hanya pada aspek kewajiban pemerintah
yang sifatnya mandatory fuctions.
Dalam hal keadilan pemungutan pajak, Imam al-Mawardi menekankan keadilan
perpajakan akan terwujud jika para petugas pemungut pajak mempertimbangkan
empat faktor dalam melakukan suatu penilaian. Seperti objek kharaj, dalam
penetapan kharaj dapat menggunakan tiga metode, antara lain : 1) metode misahah,
yaitu suatu cara yang mendasarkan ada ukuran tanah, 2) metode penetapan kharaj,
yaitu suatu cara pemungutan kharaj dengan mendasarkan pada ukuran tanah yang
ditanami, dan 3) metode musaqah, yaitu suatu cara dalam pemungutan kharaj
dengan mendasarkan pada presentase hasil produksi.
Oleh karena itu al-Mawardi menjelaskan pembelanjaan publik, semisal pajak,
yang merupakan suatu alat atau metode yang sangat efektif untuk meningkatkan
sumber-sumber ekonomi, juga secara teori umum dinyatakan bahwa pembelanjaan
public dapat meningkatkan pendapatan masayarakat secara agregat.

13
Boedi A, peradaban Pemikir Ekonomi Islam, hlm. 200.
SIMPULAN
Pada dasarnya, konsep pemikiran ekonomi Islam al-Mawardi berlandaskan
syariah dan sesuai dengan zamannya, meliputi sosial, ekonomi, dan dasar-dasar
yang kuat terhadap ekonomi itu sendiri. Dengan karya yang sangat termashur
meliputi 3 kitab yang juga masih eksis sampai sekarang berisikan mengenai
persoalan politik serta tata negara dalam bingkai islam yaitu kitab al-Ahkam al-
Sulthaniyah wa al-Wilayah ad-Diniyah, menunjukan keseriusannya dalam
pembahasan persoalan politik serta tata negara dalam bingkai islam yang salah
satunya membahas mengenai keuangan public serta kebijakan fiskal.

Konsep-konsep tersebut kaya akan teori pengembangan ekonomi Islam syariah


khususnya di Indonesia yang tentunya telah mengalami modifikasi dan
kontekstualisasi.

DAFTAR PUSTAKA

A, Boedi. peradaban Pemikir Ekonomi Islam. Bandung : Pustaka Setia, 2010.


Al-Mawardi. adab ad-Dunya wa ad-Din, trj. Ibrahim su’aib, Etika Agama dan Dunia.
Bandung : Pustaka Setia, 2002.
Al-Mawardi, al-Ahkam as-Sulthaniyah. Beirut : Dar al-Fikri.

Iqbal, M. Pemikiran Politik Ekonomi. Jakarta : Kencana, 2010.


Karim, Adiwarman A. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2015.
Māwardī, Abū Ḥ asan al-. (1985). Adab alDunyā wa al-Dīn, Beirut: Dār Iqra’
Nasution, Mustafa, Edwin. (2012). Pengenalan Eklusif Ekonomi Islam. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Nu’man, Muhammad. (2006). Konsep Etika al-Māwardi, Jakarta: Pasacasarjana UIN
Syarif Hidayatullah.
Rahmawati, Lilik. (2008). Kebijakan Fiskal dalam Islam, Jurnal al-Qānūn.
Yatim, Badri. (1994). Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai