Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH ILMU KALAM

JALALUDIN AL-AFGHANI DAN RASYID RIDHO

Disusun Oleh :
1. Siti Wuryani (232111369)
2. Erland Isnan Khusuma (232111370)
3. Muhamad Rafi Armiasa (232111371)

Fakultas/Semester
Syariah/01
Dosen Pengampu
Isfaroh, M.Ag
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
2023
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Berdasarkan pelajaran sejarah tercatat bahwa umat islam sejak abad XVII berada
dalam masa kemunduran. Dimasa ini kekuatan militer dan politik umat islam
menurun. Perdagangan dan ekonomi umat islam menurun sangat derastis karena
monopili dagang antara timur dan barat hilang dari genggaman mereka. Tarekat-
tarekat diliputi oleh suasana khurafat dan bid'ah. Umat islam dalam keadaan mundur
dan statis. Disamping itu, para penguasa di negara-negara islam dalam menjalankan
roda pemerintahannya cenderung absolutisme " king never does wrong", mereka
memerintah sesuai kehendak hati, korup dan sangat membenci demokrasi. Situasi
demikian diperburuk oleh penetrasi Barat, terutama Inggris dan Prancis yang masuk
ke dunia islam. Cengkraman dan campur tangan barat terhadap negara-negara Islam
kian hari kian bertambah kuat.
Setelah memasuki abad XIX, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern
telah memasuki dunia islam, oleh karena itu dalam sejarah islam dipandang sebagai
fase permulaan periode modern. Periode modern (1800 M-dan seterusnya) merupakan
zaman kebangkitan islam. jatuhnya Mesir ke tangan Barat menginsafkan dunia islam
akan kelemahannya dan menyadarkan umat islam bahwa di Barat telah timbul
peradaban baru yang lebih tinggi dan merupakan ancaman bagi islam. Raja-raja dan
pemuka islam mulai memikirkan bagaimana meningkatkan mutu dan kekuatan islam
kembali. pada periode ini lah timbul ide-ide pembaharuan dalam islam yang di
cetuskan oleh tokoh-tokoh modern islam di mesir, di antaranya adalah Syaikh
Jamaluddin Al-Afghany dan Muhamad Rasyid Ridha. kedua pemikiran tokoh
pembaharuan inilah yang akan kami uraikan dalam paper ini.
Dalam konteks ini, rumusan masalah dapat di uraikan dalam sejarah biografi
Syaikh Jamaluddin Al-Afghany dan sejarah biografi Muhamad Rasyid Ridha.
Untuk mencapai solusi yang sesuai dengan ajaran islam untuk mengatasi
tantangan modern dan menjaga agama islam dari terlantar. Mereka mendesak
pentingnya mengembangkan pendidikan,politik dan teologi yang sesuai dengan ajaran
islam dan mengadaptasi metode pembelajaran untuk menghadapi tantangan modern.

1
B. PEMBAHASAN
1. Biografi Jamaluddin al-Afghani
Nama asli Jamaluddin al- Afghani adalah Sayyid Mumahad bin Safdar al-
Husyain. Ia adalah putra dari Sayyid Syafdar yang lahir pada tahun 1838 dan wafat
pada tahun 1897. Jamaluddin al-Afghani lahir di Asadabad, Afghanistan. Tetapi
sebagian peneliti sejarah meyakini bahwa ia lahir di Asadabad, Iran. Terlepas dari
perbedaan asal usulnya, ia adalah pemegang peranan penting dalam gerakan politik
islam modern. Ia dikenal luas di dunia islam sunni dan syiah. Serta memiliki pengaruh
besar karena perhatiannya terhadap kolonialisme bangsa-bangsa barat dan
absolutisme penguasa-penguasa muslim.
Sejak kecil ia menekuni berbagai cabang ilmu keislaman seperti :
tafrir,hadist,tasawuf, dan filsafat islam, serta belajar bahasa arab dan persia. Dan
ketika remaja ia mulai belajar filsafat dan ilmu eksakta menurut sistem pembelajaran
eropa modern dari tokoh-tokoh ulama seperti : Syekh Murtadha Anshari, Mulla
Husein al-Hamadi,Sayyid Ahmad Teherani dan Sayyid Habbubi. Kemudian ketika ia
menginjak usia 18 tahun, ia mulai bertolak ke india lalu ke makkah dan kembali ke
Afghanistan. Pada masa pemerintahan Muhamad Azham Khan, ia diangkat sebagai
perdana mentri.
Namun hal itu tidak berlangsung lama karena campur tangan inggris dalam urusan
politik di Afghanistan, akhirnya jamaluddin memilih bertolak kembali ke india dan
mekkah pada tahun 1869. Demi menghindari pengaruh buruk yang mungkin
menimpanya. Perjalanan kedua kalinya ke makkah ini akan menjadi awal dari
keterlibatannya dalam kegiatan politik islam internasional.1
Pemikiran Jamaluddin al-Afghani
Pemikiran kalam yang berhubungan dengan sufisme yang menjadi sorotanAl-
Afghani ialah paham fana dan baqa. Sebagian dari kaum sufi memahami hal itu
dengan melenyapkan diri, meniadakan diri sendiri, menyatu dengan Tuhan, yang ada
sebenarnya hanya Tuhan. pemahaman seperti itu membuat orang meninggalkan
kehidupan duniawi, mengasingkan diri dari keramaian masyarakat, mengkhususkan

1 Iqbal,Muhamad dan Amin Husein Nasution. (2007). Pemikiran Politik Islam Dari Masa Kemasa
Hingga Indonesia Kontemporer,Jakarta:Kencana.

2
diri semata beribadah kepada Allah. Hal itu dilakukan dalam rangka mencapai fana
dan baqa.
Al-Afghani berkesimpulan bahwa pemahaman seperti itu bukan dari ajaran Islam
dan menimbulkan kemunduran umat Islam. menurut Al-Afghani pengertian fana yang
sebenarnya ialah berjuang di tengah masyarakat untuk kepentingan masyarakat itu
sendiri dengan tidak menampakkan diri sendiri dan tidak merasa lebih adanya diri.
Fana adalah adanya hubungan dengan Allah dan hubungan dengan masyarakat. Diri
yang diperkuat oleh hubungan dengan Tuhan, maka ia akan mendapatkan nur ilahi
dan jiwa inilah yang dibawa ketengah masyarakat dan ditiadakan (fana) di tengah
masyarakat.
Setelah pergi ke makkah untuk kedua kalinya, jamaluddin mulai mencurahkan
perhatian dan pemikirannya pada pembebasan dunia islam dari penjajah barat. Ia
sering memikirkan masalah yang di anggap sangat vital. Yaitu mundurnya ummat
islam dan penetrasi barat ke tubuh ummat islam. Selain itu jamaluddin pergi ke
jantung negeri barat, seperti paris dan Amerika untuk melihat langsung sistem nilai
kehidupan mereka. 2
Maka dari pengembaraannya yang luas, wawasannya pun bertambah, sehingga ia
bisa menyimpulkan penyakit kronis yang menggerogoti ummat islam, diantaranya :
 Absolutisme dan despotisme penguasa muslim
 Sikap keras kepala dan keterbelakangan umat islam dalam sains dan peradaban.
 Menyebarnya pemikiran kurop dan merusak cara berfikir, seperti takhayul,bid’ah,
dan khurafat
 Kolonialisme dan imperialisme.
Ide-ide pembaharuan Jamaluddin al-Afghani Untuk mengobati penyakit-penyakit
tersebut, Jamaluddin mempunyai beberapa ide pembaharuan, di antaranya.
Menggerakkan rakyat supaya mengadakan revolusi Dalam pengalamannya
melakukan kunjungan ke berbagai negara Islam, Jamaluddin melihat kenyataan
bahwa dunia Islam didominasi oleh pemerintahan yang otokrasi dan absolut. Para
penguasa dunia Islam menjalankan kekuasaannya sebagaimana kehendak mereka
tanpa terikat pada konstitusi. Untuk membangun pemerintahan yang bersih, maka
rakyat harus mengadakan revolusi guna menentang kesewenang-wenangan penguasa
2 Muhammad Imarah , Al-Masyru al-hadhari al-Islami diterjemahkan oleh Muhammad Yasar, LC dan
Muhammad Hikam, LC dengan judul Mencari Format Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005)

3
mereka. Memperbaiki akidah umat Islam Jamaluddin berusaha memperbaiki akidah
umat yang telah terkontaminasi dengan mengembalikan mereka ke sistem
kepercayaan (akidah) Islam yang benar.
Menurutnya, penyimpangan dari akidah Islam membuat umat tidak mampu
menjadi manusia yang terhormat. Untuk mencapai pembaharuan ini, umat Islam harus
dibersihkan dari kepercayaan takhayul, rukun iman harus menjadi pandangan hidup,
memerangi hawa nafsu jahat dan menegakkan disiplin.
Pan Islamisme Salah satu ide pembaharuan Jamaluddin yang paling populer
adalah Pan Islamisme. Yang dimaksud Pan Islamisme yang digagas Jamaluddin
adalah sebuah gerakan untuk menyatukan umat muslim dan membangun dunia Islam
di bawah satu pemerintahan untuk melawan kekuatan asing (bangsa Barat).
Menurutnya, sumber kelemahan dunia Islam adalah lemahnya solidaritas. Apabila
umat Islam mau bersatu dan menghadapinya, bangsa Barat tidak lebih kuat dari
mereka. Di dalam wadah Pan Islamisme, tidak berarti bahwa negara-negara Islam
harus melebur ke dalam satu pemerintahan tunggal seperti khalifah. Pan Islamisme
lebih berbentuk solidaritas seluruh dunia Islam untuk merasakan senasib
sepenanggungan melawan penjajah. Dari aktivitas dan gagasannya, Jamaluddin dapat
dikatakan sebagai orang pertama dalam era modern Islam yang menyadari bahaya
penetrasi Barat dan perpecahan dunia Islam.
2. Biografi dan Ide Pembaharuan Muhamad Rasyid Ridha
Kelahiran Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha dilahirkan di Qalamun wilayah pemerintahan
Tarablus Syam pada tahun 1282 H/1865 M. Qalamun adalah sebuah desa yang
terletak di pantai Laut Tengah, sekitar tiga mil dari Kota Libanon. Saat itu Lebanon
merupakan bagian dari wilayah Kerajaan Turki Utsmani. Perlu dipahami saat itu pada
pertengahan abad ke 19, Turki Ustmani atau Ottoman merupakan Daulah Islamiyah
sekaligus masih merupakan salah satu negara adikuasa di Dunia. Nama lengkap
Rasyid Ridha adalah Muhammad Rasyid Ibn Ali Ridha Ibn Muhammad Syamsuddin
Ibn Muhammad Bahauddin Ibn Manla Ali Khalifah.3
Keluarganya dari keturunan terhormat berhijrah dari Baghdad dan menetap di
Qalamun. Kelahirannya tepat pada 27 Jumadil Tsani tahun 1282 H/18 Oktober tahun

3 Muhammad Imarah , Al-Masyru al-hadhari al-Islami diterjemahkan oleh Muhammad Yasar, LC dan
Muhammad Hikam, LC dengan judul Mencari Format Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005)

4
1865 M.Kota kelahirannya adalah daerah dengan tradisi kesalehan Sunni yang kuat,
tempat tarekat-tarekat memainkan peranan aktifnya. Melalui hal ini dapat terlihat
bahwa setting sosial daerah tarekat sangatlah kental terhadap dasar keagamaan
seorang Ridha.Ayah dan Ibu Sayyid Muhammad Rasyid Ridha berasal dari keturunan
al- Husayn putra Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah, Putri Rasulullah itu sebabnya
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha menyandang gelar al-sayyid di depan namanya dan
sering menyebut tokoh-tokoh ahl al-bayt seperti Ali ibn Abi Thalib, al-Husyan dan
Ja’far al-Shadiq dengan Jadduna (nenek moyang kami). Hal ini mungkin karena
ayahnya yang bernama al-Sayyid Ali-Ridha adalah seorang Sunni yang bermazhab
Syafi’i.4
Pemikiran Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
Sayyid Muhammad Rasyid Ridha sangat terpengaruh oleh Ihya Ulum ad Din
karya al-Gazali. Kitab Ihya Ulum ad-Din membantu membentuk pandangannya
bahwa umat muslim harus secara sadar menghayati (menginternalisasikan)
keimanannya, dan melampaui ketaatan-ketaatan lahiriyah belaka, serta harus selalu
menyadari implikasi etis dari tindakan-tindakannya. Kitab Ihya Ulum ad-Din
mendorong Sayyid Muhammad Rasyid Ridha muda untuk berkonsentrasi kepada
persiapan spiritual untuk kehidupan akhirat. Kitab tersebut tidak hanya menarik
minatnya untuk berulang kali membacanya, tetapi telah menjadi gurunya yang
pertama dalam membentuk kepribadiannya. Sewaktu dalam pengaruh al-Ghazali
itulah, kata Sayyid Muhammad Rasyid Ridha ia mengikuti tarekat Naqsyabandiyyah,
mengamalkan ajaran-ajarannya, dan melaksanakan latihan-latihan ‘uzlah yang sangat
berat. 5
Beberapa tahun kemudian setelah tekun menjalani kehidupan sufi dan
mengamalkan ajaran-ajaran tarekat, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha menyadari
banyakannya bidah dan khurafat yang terdapat dalam ajaran-ajaran tasawuf dan
tarekat tersebut. Karena itu, ajaran-ajaran tersebut ditinggalkannya. Bahkan, sikapnya

4 Muhammad Imarah , Al-Masyru al-hadhari al-Islami diterjemahkan oleh Muhammad Yasar, LC dan
Muhammad Hikam, LC dengan judul Mencari Format Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005)
5 Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan). Jakarta: PT Bulan
Bintang. 1975.
Nasution, Harun. Pembaruan Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996)

5
terhadap ajaran-ajaran tasawuf dan tarekat, tidak hanya sampai disitu, tetapi ia
membimbing masyarakatnya agar meninggalkan ajaran-ajaran yang telah bercampur
baur dengan bidah dan khurafat tersebut. Yaitu dengan membuka pengajian untuk
kaum pria dan pengajian untuk kaum wanita, menebang pohon- pohon yang dianggap
keramat dan membawa berkah, dan melarang masyarakat mencari berkah dari
kuburan-kuburan para wali atau bertawasul dengan para wali yang telah wafat.6
Perubahan sikap Sayyid Muhammad Rasyid Ridha terhadap ajaran tasawuf dan
tarekat muncul setelah ia mempelajari kitab-kitab hadits dengan tekun. Perubahan
sikapnya terhadap ajaran-ajaran tersebut semakin terlihat dengan jelas setelah ia
terpengaruh oleh ide-ide pembaharuan Syekh Jamal al-Din al-Afghani dan Syekh
Muhammad Abduh yang dimuat dalam majalah al-‘Urwah al-Wutsqa yang mereka
terbitkan di Paris, Prancis. Sayyid Muhammad Rasyid Ridha mulai membaca majalah
tersebut ketika ia masih belajar di Tripoli.
Melalui surat kabar ini, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha mengenal gagasan dua
tokoh pembaharu yang sangat dikaguminya, yaitu Jamaluddin Al- Afghani, seorang
pemimpin pembaharu dari Afghanistan, dan Muhammad Abduh, seorang pembaharu
dari Mesir. Ide-ide brilian yang dipublikasikan itu begitu berkesan dalam dirinya dan
menimbulkan keinginan kuat untuk bergabung dan berguru pada kedua tokoh itu.
Keinginan untuk bertemu dengan Al-Afghani ternyata belum tercapai, karena tokoh
ini lebih dahulu meninggal dunia. Namun, ketika Muhammad Abduh dibuang ke
Beirut pada akhir 1882, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha berkesempatan berdialog
serta saling bertukar ide dengan Abduh.
Pertemuan dan dialog dengan Muhammad Abduh semakin menumbuhkan
semangat juang dalam dirinya untuk melepaskan umat Islam dari belenggu
keterbelakangan dan Kebodohannya. Di Libanon, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha
mencoba menerapkan ide-ide pembaruan yang diperolehnya. Namun, upayanya ini
mendapat tentangan dan tekanan politik dari Kerajaan Turki Usmani yang tidak
menerima ide-ide pembaruan yang dilontarkannya. Akibat semakin besarnya
tentangan itu, akhirnya pada 1898 M, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha pindah ke
Mesir mengikuti gurunya, Muhammad Abduh, yang telah lama tinggal di sana.7

6 Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan). Jakarta: PT Bulan
Bintang. 1975.)
7 Nasution, Harun. Pembaruan Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996)

6
Di kota ini, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha langsung menemui Muhammad
Abduh dan menyatakan keinginannya untuk menjadi murid dan pengikut setia Abduh.
Rasyid Ridha tidak hanya menjadi murid yang paling dekat dan setia kepada Abduh
tetapi menjadi mitra, penerjemah, dan pengulas pemikiran-pemikirannya.
Sayyid Rashid Rida (juga dikenal sebagai Rasyid Ridha) adalah seorang pemikir
Islam yang lahir pada tahun 1865 di Lebanon dan meninggal pada tahun 1935 di
Mesir. Ia dikenal karena kontribusinya dalam bidang jurnalisme, pemikiran Islam, dan
gerakan reformasi. Berikut adalah beberapa poin kunci dari pemikiran Kalam Rasyid
Ridha:8
 Reformasi Islam:
Rasyid Ridha menganut pandangan reformis terhadap Islam. Ia percaya bahwa Islam
harus disesuaikan dengan tuntutan dan tantangan zaman modern tanpa mengorbankan
prinsip-prinsip inti agama. Reformasi ini melibatkan pemahaman kembali terhadap
ajaran Islam dan penyesuaian dengan kondisi kontemporer.
 Metode Ijtihad:
Ia mendorong penggunaan ijtihad (penalaran independen) dalam memahami dan
menafsirkan hukum Islam. Menurutnya, umat Islam perlu mengadopsi pendekatan
intelektual dan terbuka terhadap penafsiran baru agar dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan zaman modern.
 Hubungan Islam dengan Ilmu Pengetahuan:
Rasyid Ridha mendukung harmoni antara Islam dan ilmu pengetahuan. Ia melihat
bahwa agama Islam dan ilmu pengetahuan tidak saling bertentangan, tetapi
seharusnya saling melengkapi. Oleh karena itu, ia mendukung perkembangan ilmu
pengetahuan dalam masyarakat Muslim.
 Kritik terhadap Bid'ah dan Taklid Buta:
Rasyid Ridha menentang keras bid'ah (innovasi tidak sah dalam agama) dan taklid
buta (pengikutannya tanpa pemahaman). Ia berpendapat bahwa umat Islam harus
kembali kepada ajaran asli Islam yang terdapat dalam Al-Quran dan hadis, dan
menghindari praktik-praktik yang tidak didasarkan pada sumber-sumber tersebut.
 Peran Perempuan:

8 Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan). Jakarta: PT Bulan
Bintang. 1975.

7
Rasyid Ridha memiliki pandangan yang relatif progresif terkait peran perempuan
dalam masyarakat. Meskipun tetap memegang prinsip-prinsip Islam tradisional, ia
mendukung pendidikan bagi perempuan dan melihat bahwa mereka memiliki peran
penting dalam pembangunan masyarakat.
 Pengaruh Politik:
Rasyid Ridha terlibat dalam politik dan mendukung konsep khilafah (kepemimpinan
Islam). Namun, pendekatannya terhadap politik tidak terlepas dari pemahaman dan
interpretasi Islam yang moderat.9
Pemikiran Rasyid Ridha mencerminkan semangat reformasi dan adaptasi Islam
terhadap perubahan zaman. Meskipun ia dianggap sebagai seorang reformis,
pemikirannya memiliki pengaruh yang beragam dan terkadang kontroversial di dunia
Islam pada masanya dan setelahnya.

9 Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan Gerakan). Jakarta: PT Bulan
Bintang. 1975.
Nasution, Harun. Pembaruan Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996)

8
C. KESIMPULAN
Kesimpulan dari pemikiran Jamaluddin Al-Afghani adalah bahwa ia menjelaskan
konsep Pan-Islamisme dan mengajarkan agar seluruh umat Islam di seluruh dunia bersatu
untuk memerdekakan mereka dari perbudakan asing. Al-Afghani, yang lahir pada tahun
1838, adalah tokoh pembaharu yang paling cemerlang dan pionir dalam menjawab
tantangan Islam terhadap modernitas. Berikut adalah beberapa unsur penting dari
pemikiran Al-Afghani Pan-Islamisme. Al-Afghani menjelaskan Pan-Islamisme sebagai
gagasan pembaruan dalam bidang politik, yang menuntut umat Islam bersatu-padu dan
menentang bentuk apa pun dari penjajahan pihak luar. Kesatuan dunia Islam Al-Afghani
menginginkan agar dunia Islam dapat mengambil contoh yang positif dari kemajuan
Eropa dan menjelaskan peran umat Islam dalam mengambil alih isolasi asing.
Populisme Al-Afghani juga menjelaskan konsep populisme, yang menuntut kelompok
masyarakat untuk mengendalikan pemerintahan dan mengakses daya pada mereka
sendiri. Pemikiran rasional Al-Afghani menggunakan metode berpikir rasional untuk
mengembangkan ajaran Islam dan mencapai ketertinggalan dari Barat. Kesatuan budaya :
Al-Afghani menjelaskan kesatuan budaya untuk mencapai tujuan pembahagiaan dan
menghargai peran umat Islam dalam mengembangkan ajaran Islam. Dari pemikiran Al-
Afghani, beberapa pihak telah menyambut baik dan yakin dengan ide-ide yang
dikemukakan oleh Al-Afghani, seperti pergerakan, partai politik, dan sosial budaya. Al-
Afghani sendiri tidak pernah mengarahkan partai politik untuk memperluas
perjuangannya, tetapi urgensi dari Pan-Islamisme menjadi ide pembaruan yang
mempunyai pengaruh besar di dunia Islam.
Kesimpulan Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, umat Islam harus terbebas dari
penjajahan dan menjadi masyarakat yang progresif. Ia percaya bahwa umat Islam harus
kembali ke prinsip-prinsip dasar Islam dan menggunakan kecerdasan mereka untuk
menafsirkan Al-Qur'an dan Hadits tanpa meninggalkan prinsip-prinsip umum. Ia juga
meyakini bahwa umat Islam harus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
maju dan kemunduran umat Islam disebabkan oleh banyaknya inovasi dan takhayul yang
masuk ke dalam ajaran Islam. Ia pun meyakini bahwa kebahagiaan dunia dan akhirat bisa
didapat melalui hukum-hukum yang diciptakan Allah. Terakhir, ia berpendapat bahwa
sistem khilafah harus dihidupkan kembali, dan khalifah harus menjadi mujtahid yang
hebat dengan bantuan para ulama di bidang agama dan politik.

9
DAFTAR PUSTAKA
Hamka, Said Jamaluddin al-Afghany, cet. ke-2 ; Jakarta: Bulan Bintang, 1981
Iqbal, Muhammad dan Amin Husein Nasution. (2007). Pemikiran Politik Islam
Dari Masa Kemasa Hingga Indonesia Kontemporer,Jakarta:Kencana.
Muhammad Imarah , Al-Masyru al-hadhari al-Islami diterjemahkan oleh
Muhammad Yasar, LC dan Muhammad Hikam, LC dengan judul Mencari Format
Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam (Sejarah Pemikiran dan
Gerakan). Jakarta: PT Bulan Bintang. 1975.
Nasution, Harun. Pembaruan Dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1996.

10

Anda mungkin juga menyukai