Ahmad Zainul
Ara Nurly Ashila
Dzalfa Nurul
Neng Sri
Siti Nur
Yosi Febiola
Yulia Sophia Ardita
Jamaluddin Al- afhgani
Jamaluddin Al-Afghani dilahirkan di Asadabad, dekat Kanar di Distrik Kabul, Afghanistan, pada tahun 1838
M (1254 H). Al-Afghani menghabiskan masa kecilnya di Afghanistan, namun banyak berjuang di Mesir,
India bahkan Perancis. Dalam usia 18 tahun, Al-Afghani tidak hanya menguasai ilmu keagamaan tetapi juga
mendalami filsafah, hukum, sejarah, metafisika, kedokteran, sains, astronomi dan astrologi. Ayah Afghani,
adalah Sayyid Sand, dikenal dengan gelar Shadar AlHusaini. Oleh karena itu, pada nama depan Jamaluddin
Al-Afghani diberi tambahan Sayyid.
Biografi
Al-Afghani melanjutkan belajar ke India selama satu tahun. Sepulangnya ke Kabul Al-Afghani diminta
penguasa Afghanistan Pangeran Dost Muhammad Khan, untuk membantunya. Tahun 1864, Al-Afghani diangkat
menjadi penasehat Shir Ali Khan, dan beberapa tahun kemudian diangkat menjadi Perdana Menteri oleh
Muhammad A’zam Khan. Namun karena campur tangan Inggris, AlAfghani akhirnya meninggalkan Kabul ke
Mekkah. Inggris menilai Al-Afghani sebagai tokoh berbahaya karena ide-ide pembaruannya, oleh karenanya
pihak Inggris terus mengawasinya.
Pemikiran jamaluddin al-afghani
Nasionalisme
Nasionalisme adalah semangat atau perasaan kebangsaan (cinta terhadap bangsa dan tanah air). Secara luas,
nasionalisme diartikan sebagai ideologi (sikap politik dan sosial) suatu kelompok masyarakat yang memiliki
kesamaan budaya, bahasa, wilayah, serta cita-cita dan ditandai dengan adanya kesetiaan terhadap bangsanya.
Pemikiran Jamaluddin al- afghani
Pan-Islamisme
Jamaluddin al-Afghani merupakan salah seorang tokoh penting yang mendukung gagasan pan-Islamisme. Bekat
perannya dalam kehidupan politik dan keagamaan di banyak wilayah Islam (Turki, Mesir, India, Iran dan Asia
Tengah), pan-Islamisme benar-benar menemukan personifikasi dan juru bicara yang kuat dan tepat. Ia
menyadari bahwa umat muslim secara keseluruhan sedang terancam oleh kolonialisme dan karena itu persatuan
yang kuat di kalangan umat muslim harus digalakkan.
Ide pan-islamisme erat kaitannya dengan kondisi abad ke-19 yang merupakan abad kemunduran dunia Islam dan
dunia Barat sedang dalam kemajuan serta menguasai atau menjajah negeri-negeri Islam.[8] Ia menyadarkan
umat Islam untuk bangkit dan bersatu menciptakan satu kesatuan di dalam panji Pan-Islamisme
Pemikiran Jamaluddin al afghani
Ekonomi
Al-Afghani berpendapat bahwa umat Islam terbelakang karena kejumudan (kebekuan) dan ketundukan mereka
pada tradisi. Dalam kondisi ini, kejayaan umat Islam hanyalah cita-cita hampa. Dalam salah satu tulisannya, ia
menegaskan bahwa tindakan manusia bersumber dari pikiran. Tindakan ini memperkukuh dan melanggengkan
pikiran yang melandasinya. Kebekuan pikiran dan tindakan yang berlangsung terus-menerus akan menyebabkan
kemunduran dalam umat Islam.
Salah satu kemunduran umat Islam adalah situasi keuangan Mesir yang menurun dimasa Ismail ibn Ibrahim.[13]
Masa Ismail ibn Ibrahim ini dipenuhi penyimpangan besar-besaran. Di antara sisi negatif pemerintahan Ismail
adalah pemborosan keuangan dan penumpukanutang negara. Yaitu dalam proyek pembukaan Terusan Suez,
Mesir harus mengeluarkan uang jutaan pound sterling yang disambut antusias oleh raja-raja Eropa. Dan Mesir
berhutang kepadanya dengan bunga yang sangat tinggi dan menjual sahamnya di Tersan Suez kepada Inggris