Anda di halaman 1dari 8

JAMALUDDIN AL-AFGHANI

Makalah
Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam
Dosen Pengampu Bapak Prof. DR. H. Mujiyono Abdillah, MA.

Oleh :
Nama :

Ahmad Ridho Darmawan

NIM

132411147

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) WALISONGO SEMARANG
TAHUN 2015
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah
Abad ke 18 M. hingga awal abad ke 19 M. Dunia Islam berada dalam situasi
yang sangat kritis. Hampir seluruh negara atau wilayah Islam jatuh ke tangan para
penjajah Barat. Penjajahan yang dilakukan oleh Barat atas dunia Islam, menyadarkan
bangsa-bangsa muslim dari keterlenaan mereka terhadap pengaruh yang dibawa. Kaum
muslimin mulai menyadari kelemahan dan ketertinggalan umat Islam. Bangsa yang
pertama merasakan ketertinggalan itu adalah Turki Usmani. Itu disebabkan karena kerajaan
ini yang pertama dan yang utama menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu memaksa para
penguasa dan pejuang Turki Usmani untuk belajar dari kemajuan bangsa-bangsa Barat.
Pembaharuan yang dilakukan oleh kerajaan Turki Usmani pada masa itu, bukan dalam bidang
pemikiran, tetapi lebih diutamakan pada persoalan pranata sosial politik dan militer. Untuk
itu, kerajaan Turki Usmani mendatangkan seorang pelatih militer dari Perancis
bernama De Rochefort tahun 1717 M. Kemudian pada tahun 1729 M. Datang lagi seorang
perwira militer dari Perancis bernama Comte De Bonneval. Karena sering berkenalan dengan
para penguasa dan tentara Islam, ia kemudian memutuskan masuk Islam dan mengganti
namanya menjadi Humbaraci Pasha.
Kerja keras para penguasa dalam upaya memodernisasi kerajaan Turki Usmani
membawa dampak yang lebih baik bagi gerakan modern di negara-negara Islam
lainnya, seperti Mesir. Untuk menggapai lebih dari itu semua, maka umat Islam harus
lebih kreatif berpikir secara objektif dan realistis, bahwa Barat telah maju.
Oleh karena itu, perlu diadakan gerakan modernisasi dalam dunia Islam yang
harus diekplorasi secara menyeluruh. Kehadiran para tokoh modernis Islam itu pada
umumnya untuk membangkitkan kesadaran keagamaan dan intelektual umat Islam,
salah satu diantaranya adalah Jamaluddin Al-Afghani yang akan kita bedah dan kaji dalam
makalah ini mengenai biografi singkat dan prinsip pemikirannya seperti apa?

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari tulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Biografi Singkat Jamaluddin Al-Afghani
2. Bagaimana Prinsip pemikiran Jamaluddin Al-Afghani?
3. Karya-Karya Jamaluddin Al-Afghani ?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Singkat Jamaluddin Al-Afghani
Nama lengkapnya adalah Sayyid Jamaluddin al-Afghani. Ia lahir di Asadabad
dekat Kanar di Distrik Kabul, Afghanistan, pada tahun 1838 M (1254 H). 1 Masa
kecilnya ia habiskan untuk belajar alquran. Hingga Pada usia 8 tahun Jamaluddin alAfghani telah memperlihatkan kecerdasannya yang sangat luar biasa, ia sangat tekun
mempelajari bahasa Arab, sejarah, matematika, filsafat, dan ilmu ilmu keislaman.
Hingga akhirnya Jamaluddin al-Afghani dikenal karena kejeniusannya bak ensiklopedia.
Menurut Nikki R. Keddie 2 bahwa tak ada sumber yang mendukung bahwa
tempat lahir atau besarnya Jamaluddin al-Afghani adalah di Afgan, seperti yang biasa
diakuinya. Kini banyak sumber yang memperlihatkan bahwa dia tak mungkin orang Afghani,
tetapi lahir dan mendapat pendidikan Syiah di Iran. Sumber-sumber ini antara lain surat
untuk kemenakan Irannya, yang menulis satu-satunya biografi awal yang berdasar pada
masa lahir dan kanak-kanaknya yang sebenarnya. Berbagai buku dan risalah bertahun yang
ditemukan diantara tulisan-tulisan Afghani, memperlihatkan bahwa akibat dididik di
Iran, dan hampir pasti di kota-kota suci Syiah di Irak, dia piawai dalam filsafat Islam dan
juga dalam Syiah mazhab Syaikhi, yang merupakan ragam syiah yang sangat filosofis
pada abad kedelapan belas dan kesembilan belas.
Ketika Jamaluddin al-Afghani ke Istanbul, pada tahun1869-1870, dia mengajarkan
kepada murid-muridnya tentang rasionalisme serta mengajarkan kepada muridnya untuk
membedakan antara apa yang perlu diajarkan kepada elite intelektual (kebenaran
rasional), dan apa yang perlu disampaikan kepada massa (apa yang sesuai dengan
pemahaman dan emosi mereka).3
Karena itu, jika ingin mengetahui lebih dalam tentang riwayat hidupnya, perlu
mempelajari Jamaluddin al-Afghani dengan pikiran terbuka, dan membaca karyakaryanya yang berdasar pada sumber-sumber yang tak bergantung pada katakatanya dan
yang sezaman dengan hayatnya apalagi yang hanya bersifat mitos yang lebih lazim dikenal
dengan istilah hagiografi4 ketimbang sejarah akurat. Sekalipun metologi yang sering
1 Saiful Hadi, 125 Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah, Jakarta : Insan Cemerlang
2 Nikki R. Keddie, merupakan professor sejarah di UCLA. Ia juga telah menulis beberapa
buku, salah satu diantaranya adalah Sayyid Jamaluddin Al-Afghani: A Political
Biography ; An
Islamic Response to Imperialism; Roots of Revolution. Lihat juga Ali Rahnema, Para
Perintis
Zaman Baru Islam, (Cet.III. Bandung : Mizan, 1998)

3 Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Cet.III. Bandung : Mizan, 1998),
h. 20
4 Hagiografi adalah kisah tentang hayat dan legenda wali atau tokoh
3

mengelilinginya telah disingkirkan, Jamaluddin al-Afghani tetap merupakan tokoh


dengan gagasan-gagasan pentingnya, dan mempunyai pengaruh besar serta berkelanjutan.
Sejak tahun 1897, Jamaluddin al-Afghani merupakan salah satu tokoh yang pertama
kali menyatakan kembali tradisi Islam dengan cara yang sesuai dengan berbagai
problem penting yang muncul akibat westernisasi yang semakin mengusik dunia Timur
Tengah di abad kesembilan belas. Dengan menolak tradisionalisme murni yang
mempertahankan warisan Islam secara tidak kritis disatu pihak, dan peniruan membabi
buta terhadap budaya barat dilain pihak. Jamaluddinn al-Afghani menjadi perintis penafsiran
ulang terhadap Islam yang secara kualitas diperlukan di dunia modern, seperti penggunaan
akal, aktivisme politik, serta kekuatan militer.5
Sejak usia yang masih relatif muda, di umur 20an tahun ia sudah menjadi
pembantu Pangeran Dostn Muhammad Khan di Afganistan, dan tahun 1864 M.
Menjadi penasehat Sher Ali Khan, dan menjadi Perdana Menteri pada masa
pemerintahan Muhammad Azham Khan. Hal itu disebabkan karena kecerdasan dan
kepribadiannya yang menarik. Ia banyak memperoleh pengalaman dalam
pengembaraannya ke beberapa negara. Mula-mula ke India, lalu ke Mesir memberi kuliah
dihadapan kaum intelektual di Al-Azhar. Diantara muridnya yang paling terkenal adalah
Muhammad Abduh dan Saad Zaglul.6
Karena persoalan politik di Mesir, Jamaluddin Al-Afghani pergi ke Paris. Di kota ini
ia mendirikan sebuah organisasi bernama al-Urwatul Wutsqa yang beranggotakan
muslim militan dari India, Mesir, Syiria dan Afrika Utara, yang bertujuan memperkuat
persaudaraan Islam, membela dan mendorong umat Islam untuk mencapai kemajuan.
Dari organisasi tersebut ia menerbitkan koran dengan nama yang sama al-Urwatul
Wutsqa yang mendapat subsidi dari para pengagum, dan dibagikan gratis kepada tokoh
terkemuka di seluruh dunia muslim. Dalam koran tersebut, Jamaluddin al-Afghani
menyiratkan polemik anti Inggrisnya, khususnya menentang serbuan Inggris di Mesir dan
Sudan. Ia juga mengemukakan pentingnya persatuan umat Islam diseluruh dunia demi
membendung serangan-serangan asing lainnya.7
B. Prinsip Pemikiran dan Pandangan-pandangannya
Jamaluddin al-Afghani berpendapat bahwa kemunduran umat Islam disebabkan
antara lain karena umat Islam telah meninggalkan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya.
Ajaran-ajaran qada dan qadar telah berubah menjadi ajaran fatalisme yang menjadikan
umat menjadi statis. Sebab yang lain adalah perpecahan di kalangan umat Islam sendiri,
5 Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Cet.III. Bandung : Mizan, 1998),
h. 18
6 Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam untuk Kelas 3 MA, (Kurikulum 1994. Semarang
: Karya Toha Putra, 2003), h. 176

7 Ali Rahnema, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Cet.III. Bandung : Mizan, 1998),
h. 25
4

lemahnya persaudaraan antar umat Islam. Untuk mengatasi problem yang dihadapa
umat Islam menurut Jamaluddin al-Afghani adalah :
1. Umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang benar, mensucikan hati,
memuliakan akhlak, berkorban demi kepentingan umat serta memahami Islam
harus dengan rasionalitas akal, alquran dan hadis.
2. Corak pemerintahan otokrasi dan absolut harus diganti dengan pemerintahan
demokratis yang dilandasi dengan musyawarah mufakat.
3. Menghidupkan kembali Pan-Islamisme (Solidaritas Islam) yakni, Menghendaki
terjalinnya kerjasama antar negara-negara Islam serta mengingikan adanya
persatuan umat Islam baik yang sudah merdeka maupun yang masih terjajah.8
Ide pembebasan dari kendali bangsa Barat, merupakan tujuan perjuangan politik
Jamaluddin al-Afghani yang paling populer. Ucapan-ucapannya banyak dikutip oleh
kaum modernis Islam, nasionalis, maupun Islam kontemporer yang mendukung
kebebasan seperti itu. Jamaluddin al-Afghani bagi sebagian kalangan memiliki daya
pikat tersendiri karena kehidupan politiknya yang luar biasa, bukan hanya di dunia Islam,
dunia barat pun mengakui kehebatannya.
Kebesaran Jamaluddin al-Afghani terlihat dari cara pandangnya terhadap dunia,
ia ingin menunjukkan pandangan masa depan yang jauh dan daya baca zaman yang tajam
dan berkualitas. Ia telah membangkitkan kesadaran politik umat Islam menghadapi
Barat dan mencoba membuka jalan bagaimana menghadapi arus modernisme yang luar
biasa.9
Menurut L. Stoddard, Jamaluddin al-Afghani merupakan orang pertama yang
menyadari sepenuhnya akan dominasi Barat dan bahayanya. Oleh karena itu, dia
mengabdikan dirinya untuk memperingatkan dunia Islam akan hal itu dan melakukan
usaha-usaha yang teliti untuk pertahanan. 10 Demi kebangkitan dunia Islam, berkat itu
semua, akhirnya Jamaluddin al-Afghani dikenal sebagai bapak nasioanlisme dalam
Islam.11
C. Karya-Karya Jamaluddin Al-Afgahni

8 Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam untuk Kelas 3 MA, (Kurikulum 1994. Semarang
: Karya Toha Putra, 2003), h. 177

9 http://politik.kompasiana.com/2013/10/06/jamaluddin-al-afghani-sunni-dansyiah-pun -berebut -memilikinya. diakses tanggal 3 Maret 2015


10L. Stoddard, Dunia Baru Islam, (Jakarta : Tanpa Penerbit, 1966), h. 32-33
11 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Cet. 25, Jakarta : Rajawali Pers, 2014),
h. 185
5

Karya-karya Al-Afghani umumnya merupakan usaha mempertemukan imperatifimperatif rasio manusia dan imperatif-imperatif teks kitab suci, ajaran filsafat dan ajaran
Islam. Hubungan agama dengan filsafat, beliau mengatakan bahwa semua agama saling
menyerupai dan agama-agama pada derajat yang sama dan secara fundamental tidak cocok
dengan filsafat. Pada manusia agama memberikan iman dan kepercayaan, sementara filsafat
membebaskannya baik sebagian atau seluruhnya.12
Jamaluddin AL-Afghani lebih banyak terjun di bidang politik, moral, intelektual dan
social, mengajak umat Islam untuk kembali pada AL-Quran Hadits dan kehidupan salaf. Ia
membangkitkan semangat umat Islam untuk melawan penjajahan dan kekuasaan absolute,
mendorong umat Islam mempelajari sains dan teknologi Barat tanpa terbaratkan. Gagasan
besar Jamaludin Al-Afghani terkenal dengan PAN-ISLAMISME 13 ( Al-Jamiah AlIslamiyah ; persatuan dan kesatuan dunia Islam). Tujuan akhirnya adalah menyatukan negaranegara Islam dalam satu komando kepemimpinan (Khilafah ?), yang mampu menghalau
campur tangan Eropa dan mewujudkan kembaIi kejayaan Islam. Perjuangannya bertujuan
membangun sistem politik berdasarkan persaudaraan Islam (ukhuwah Islamiyah) yang telah
berantakan di tangan penjajah. Dialah orang yang pertama yang menyadari sepenuhnya akan
bahaya dominasi Barat.
Disamping mendirikan surat kabar AL-Urwatul Wustsqo, Al-Misr dan At-Tijarah juga
telah menyusun beberapa buku, diantaranya:

Tatimuta Al- Bayan (Cairo 1879, yang menguraikan tentang aspek Sejarah, Politik
dan Budaya Afghanistan)
Ar-raddu Ala ad-Dahriyyin (Menangkal kaum-kaum pemuja masa, materalistik,
membongkar teori Evolisi atau Darwinisme. Jamaluddin mengganggap teori Darwin
yang dipahami saat itu akan mengingkari adanya Tuhan)
Hakekat Madhabi Naysarifa bayani hali naysariyah ( India, tentang theology yang
menolak paham materialiasme, naturalisme )
Taliqot ala shr Al Dawanni lil aqoid al adudiyah ( Cairo , 1869)
Risalat Al waridat fi sirr at-tajaliyat ( Cairo, 1868, buku yang didiktekan kepada
muridnya Muhmamad Abduh )
Khatirot Jamlaudin AL-Afghaai AL-Husaini ( kompilasi atau beberapa kuliah di
forum diskusi dengan Jamaluddin)14

12

Abdul Aziz Sachedina.. The Islamic Roots of Democration, Pluralism. terjemah ( Satrio Wahono).
Kesataraan Kaum Beriman ; Akar Pluralisme Demokratis dalam Islam. ( Jakarta : Serambi. 2002), hlm.
163

13

Baca lebih lanjut mengenai sejarah dan setting social yang mengilhami lahirnya Pan Islamisme
dalam tulisan Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam, Op.Cit.,hlm. 42-81

14

Mukti Ali, Alam Pikiran Islam Modern Di Timur Tengah, ( Jakarta : Djambatan, 1995), hlm. 184

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan singkat diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa
Jamaluddin al-Afghani adalah salah seorang pemimpin pergerakan Islam pada akhir abad ke
19 M. Sayyid Sand adalah ayah Jamaluddin al-Afghani, yang dikenal dengan gelar
Shadar al-Husaini. Keluarganya tergolong bangsawan terhormat dan mempunyai
hubungan nasab dengan Husain bin Ali r.a. dari pihak Ali, At-Tirmidzi, seorang perawi hadis.
Oleh karena itu, di depan namanya diberi Sayyid.
Solidaritasnya yang kuat terhadap sesama muslim memiliki pengaruh yang
sangat besar terhadap kesadaran umat Islam untuk bangkit melawan tirani-tirani bangsa
Barat. Menurutnya, bahwa faktor kemunduran umat Islam sangat dipengaruhi oleh beberapa
hal penting:
1. Umat Islam tidak kreatif dan telah meninggalkan ajaran-ajarannya suci
sebagai pegangan di masa depan.
2. Umat Islam tidak solid, sehingga solidaritas umat Islam harus dihidupkan
kembali.
3. Umat Islam telah memisahkan Agama dengan politik.
7

Sehingga dari alasan tersebut, Jamaluddin al-Afghani bangkit dan menyegarkan


kembali rasionalitas umat Islam terhadap nilai-nilai perjuangan yang terkandung
didalamnya.

DAFTAR PUSTAKA
http://politik.kompasiana.com/2013/10/06/jamaluddin-al-afghani-sunni-dan-syiahpun
berebut -memilikinya.

L. Stoddard, Dunia Baru Islam, (Jakarta : Tanpa Penerbit, 1966).


Murodi, Sejarah Kebudayaan Islam untuk Kelas 3 MA, (Kurikulum 1994. Semarang
: Karya Toha Putra, 2003)
Rahnema, Ali, Para Perintis Zaman Baru Islam, (Cet.III. Bandung : Mizan, 1998)
Saiful Hadi, 125 Ilmuwan Muslim Pengukir Sejarah, Jakarta : Insan Cemerlang
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam, (Cet. 25, Jakarta : Rajawali Pers, 2014).

Anda mungkin juga menyukai