Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN INDIVIDU

BBDM MODUL 7.3


“Ilmu Penyakit Mulut”

Disusun oleh :

Milenda Edi Kusuma Asri

22010217130037

Dosen Tutor :

drg. Diah Ajeng Purbaningrum, M.DSc., Sp.KGA

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2020
KASUS BBDM 2

Ilmu Penyakit Mulut

Seorang pasien perempuan berusia 31 tahun datang ke poli gigi dengan keluhan sariawan
yang tidak kunjung sembuh sejak 1 bulan yang lalu dan semakin bertambah banyak. Sariawan
terasa sangat sakit dan perih sehingga pasien menjadi sulit untuk makan dan berbicara. Pasien
sudah mencoba mengobati sendiri penyakitnya dengan minum parasetamol dan berkumur
dengan larutan betadine kumur, namun tidak ada perbaikan.

Pasien tidak merasakan demam ataupun rasa tidak enak badan sebelum munculnya lesi,
namun saat ini pasien merasakan sedikit demam. Tidak ada lesi di bagian tubuh lain. Pasien
mempunyai riwayat sariawan berulang sejak masih sekolah SMP, satu atau dua kali dalam
setahun, dan biasanya sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 2 minggu. Lokasi sariawan
berpindah-pindah, paling sering muncul di mukosa labial dan bukal, lidah, palatum mole, dan
kadang di gingiva. Pasien tidak tahu apakah sariawan diawali lentingan, dan juga tidak
mengetahui apakah ada keluarganya yang juga mengalami sariawan berulang seperti dirinya.

Riwayat penyakit sistemik disangkal, namun belakangan ini pasien merasa mudah lelah
dan mengantuk walaupun tidur cukup, serta sering merasa pusing, pandangan berkunang-kunang
dan sulit berkonsentrasi. Pasien baru saja melahirkan dua bulan yang lalu dan menyusui sendiri
bayinya. Konsumsi obat jangka panjang, maupun alergi obat dan makanan disangkal.

Keadaan umum pasien terlihat lemah dan susah berbicara. Pada pemeriksaan ekstra oral,
kelenjar limfa submandibula kanan-kiri teraba lunak dan sakit, konjungtiva tampak pucat, bibir
kering dan deskuamasi. Pemeriksaan intra oral tampak lesi seperti terlihat pada gambar. Mukosa
mulut kering dan pucat, saliva kental dan berbuih. Higiene oral buruk dengan kalkulus sub dan
supra gingiva.

Pasien kemudian dirujuk untuk pemeriksaan hematologi lengkap, serta pemeriksaan


serologi IgG HSV-1. Hasil pemeriksaan darah lengkap menunjukkan hasil: Hb 10,6 g/dL;
hematocrit 33%; MCV 80fL; RDW10%; netrofil 84%; laju endap darah (LED) 81mm/jam,
sedangkan yang lainnya dalam batas normal. Pemeriksaan IgG dengan metoda ELISA
menujukkan hasil 12U/mL.
Gambar

Gambar 1: Foto Klinis I

Gambar 2: Foto Klinis II

A. TERMINOLOGI
1. Pemeriksaan hematologi: dilakukan untuk mengetahui keadaan darah dan komponen-
komponennya. Parameter yang diperiksa: hb, jumlah eritrosit, ht, indeks eritrosit, RDW,
jumlah leukosit, hitung jenis leukosit, jumlah trombosit.
2. Deskuamasi: pengelupasan lapisan paling luar dari jaringan contohnya kulit.
3. Pemeriksaan serologi: pemeriksaan untuk mengetahui antibodi dalam darah, biasanya
dilakukan ketika dalam pemeriksaan medis seseorang dicurigai mengidap penyakit yang
melibatkan imunitas atau system kekebalan tubuh.
4. Pemeriksaan IgG dengan metode ELISA: sampel serum darah direaksikan dengan reagen
khusus atau enzim untuk mengendapkan IgG dari serum sampel kemudian diobservasi
konsentrasinya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah diagnosis, DD, dan prognosis dari kasus tersebut?
2. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan hematologi dan serologi pasien? Kadar IgG
yang normal dalam metode ELISA seperti apa?
3. Faktor etiologi yang menyebabkan pasien mengeluh seperti di kasus?
4. Apa rencana perawatan sesuai skenario?

C. HIPOTESIS
1. Diagnosis: RAS (warna putih abu2, berbatas tegas, letak ulsur di mukosa bukal, lidah,
vestibulum, ulkus sakit dan pinggirannya eritematous)
DD: herpatic stomatitis (lokasi di attach gingiva, palatum)
2. Hb 10,6 g/dl (normal 12-15 g/dl)
Hematocrit 33% (normal 37-49%)
MCV 80 fl (normal 80-95 fl)
RDW 10% (normal 11,9 – 15,5 %)
Netrofil 84%
LED 81 mm/jam (normal 0-20 mm/jam)
3. Untuk etiologi sendiri belum diketahui. Untuk predisposisi: stress, menstruasi, defisiensi
nutrisi, hematologi trauma, genetik, kelainan imun, merokok, hormon, konsumsi obat
tertentu.
4. Tujuan pengobatannya: untuk meminimalkan gejala sementara dan mengurangi frekuensi
kekambuhan. Rencana perawatan: diedukasi, pemberian obat kumur, bisa diberi
multivitamin, drg mengeliminasi predisposisi dengan mengeliminasi bakteri dengan
scalling dan root planning serta pemberian antibiotic
D. PETA KONSEP

Deskripsi lesi berdasar


gambar

Pemeriksaan subyektif,
obyektif, interpretasi hasil lab

Cara diagnosis dan DD

rekuren apthous stomatitis

Faktor etiologi dan


predisposisi

Rencana perawatan dan


prognosis

Penatalaksanaan secara
farmakologis dan non
farmakologis

E. SASARAN BELAJAR

Mengetahui dan menjelaskan :

1. Deskripsi lesi berdasar gambar


2. Pemeriksaan subyektif, obyektif, interpretasi hasil lab
3. Cara diagnosis dan DD
4. Faktor etiologi dan predisposisi
5. Rencana perawatan dan prognosis
6. Penatalaksanaan secara farmakologis dan non farmakologis
F. BELAJAR MANDIRI
1. Deskripsi Lesi Berdasar Gambar

Berdasarkan skenario tersebut, pasien memiliki lesi yang muncul di mukosa labial, bukal,
lidah, palatum mole, dan kadang di gingiva, lesi tersebut sembuh dalam 1-2 minggu
kemudian muncul kembali satu atau dua kali dalam setahun. Keluhan lesi yang dialami
pada pasien tidak kunjung sembuh sejak 1 bulan yang lalu dan semakin bertambah
banyak. Berdasarkan gambaran klinis didapatkan lesi berbentuk irregular dengan batas
tegas, ulkus dalam, dikelilingi eritematour, bewarna kabu-abuan serta memiliki diameter
kira-kira 2-7 mm dan terdapat 17 lesi ulkus. Keterangan tersebut mendeskripsikan
karakteristik dari RAS Herpetifrom. Sehingga diagnosis sementara berdasarkan deskripsi
klinis lesi yaitu RAS tipe herpetiform.
2. Pemeriksaan Subjektif, Objektif dan Interpretasi Hasil Lab
a. Pemeriksaan Subjektif, dilakukan anamnesis kepada pasien yang meliputi identitas
pasien, keluhan utama, gejala umum, riwayat keluarga, riwayat perawatan gigi,
kondisi medis, riwayat obat-obatan,sosial ekonomi.
Berdasarkan hasil pemeriksaan subjektif pasien perempuan umur 31 tahun
mengeluh sariawan yang tidak kunjung sembuh selama 1 bulan, semakin bertambah
banyak, terasa sangat sakit dan perih sehingga susah makan dan berbicara, dengan
gejala umum demam, mudah lelah, mengantuk. pusing, berkunang-kunang, sulit
konsentrasi, memiliki riwayat penggunaan obat-obatan seperti paracetamol dan obat
kumur betadine, memiliki riwayat medis sariawan berulang sejak SMP 1 atau 2 kali
setahun pada mukosa labial selain itu, pasien mengalami fase perubahan hormonal
karena pasca melahirkan dan mengalami defisiensi nutrisi, khususnya zat besi karena
sedang menyusui, memiliki sariawan berulang sejak SMP 1 atau 2 kali setahun pada
mukosa labial dan bukal, lidah, palatum mole dan kadang gingiva.
b. Pemeriksaan objektif
Hal penting dalam pemeriksaan ulser oral antara lain; frekuensi, durasi, jumlah,
lokasi, bentuk dan ukuran, dikaitkan dengan kondisi medis, ulserasi genital, masalah
kulit, gangguan gastrointestinal, tepi ulser, dasar ulser, dan jaringan sekitar.
Pemeriksaan klinis termasuk inspeksi dan palpasi.
- Jumlah : 17 ulkus
- Lokasi : Di mukosa labial, bukal, lidah, palatum mole, dan kadang di gingiva
- Bentuk dan ukuran : Irreguler, 2-7 cm
- Tepi ulser : Eritema
- Dasar ulser :
- Jaringan sekitar :
- Mukosa mulut kering dan pucat
- Saliva kental dan berbuih
- Kalkulus sub dan supra gingiva (+)
c. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Lab
Berdasarkan hasil pemeriksaan hematologi dan serologi memiliki keterangan:
- Hemoglobin dibawah normal
Jumlah hemoglobin <12 g/dL menunjukkan anemia (defisiensi zat besi). Penurunan
nilai Hb dapat terjadi pada kondisi anemia (terutama anemia karena kekurangan zat
besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan cairan dan kehamilan
- Hematokrit dibawah normal
Nilai hematokrit akan terukur lebih rendah oleh karena sel mikrositik terkumpul pada
volume yang lebih kecil, walaupun jumlah sel darah merah terlihat normal.
Penurunan nilai hematokrit merupakan indikator anemia (karena berbagai sebab),
reaksi hemolitik, leukemia, sirosis, kehilangan banyak darah dan hipertiroid
- MCV (mean corpurcular volume) normal
MCV adalah indeks untuk menentukan ukuran sel darah merah yang meliputi
normositik, mikrositik, atau makrositik. Dari ketiga jenis sel darah merah tersebut,
dalam kasus ini ukuran sel darah merah yaitu normositik.
- RDW (Red Blood cell Distribution Width) kurang dari normal
RDW merupakan perhitungan untuk menggambarkan variasi ukuran sel. Semakin
tinggi nilai RDW maka semakin besar variasi ukuran sel. Hasil RDW yang
diinterpretasi bersama MCV dapat digunakan untuk menentukan penyebab terjadinya
anemia.
- Neutrophil lebih dari normal
Neutrofilia merupakan meningkatnya presentase dari neuotrofil yang berkaitan
dengan tingkat keganasan infeksi demam penyebabnya adalah bakteri dan parasit,
gangguan metabolit, perdarahan dan gangguan myeloproliferatif.
Peningkatan neutrofil pada kasus ini dapat terjadi karena infeksi bakteri pada oral,
dimana pasien memiliki kalkulus subgingiva dan supragingiva.
- LED lebih dari normal
LED adalah ukuran kecepatan endap eritrosit. Nilai LED meningkat pada kondisi
infeksi akut maupun kronis, serta pada kehamilan trimester II dan III. Peningkatan
LED >50 mm/jam harus diinvestigasi lebih lanjut dengan melakukan pemeriksaan
terkait infeksi akut maupun kronis, salah satunya pemeriksaan immunoglobulin.
- Pemeriksaan IgG dengan metoda ELISA menujukkan hasil 12U/mL. → Pemeriksaan
IgG dengan metoda ELISA menunjukkan hasil negatif, sehingga pasien tidak
menderita HSV-1
3. Cara Diagnosis dan DD (Differential Diagnosis)
- Cara Diagnosis
a. Pemeriksaan Subjektif
Dilakukan anamnesis kepada pasien yang meliputi identitas pasien, keluhan utama,
gejala umum, riwayat keluarga, riwayat perawatan gigi, kondisi medis, riwayat obat-
obatan,, social ekonomi.
b. Pemeriksaan Objektif
Hal penting dalam pemeriksaan ulser oral antara lain; frekuensi, durasi, jumlah,
lokasi, bentuk dan ukuran, dikaitkan dengan kondisi medis, ulserasi genital, masalah
kulit, gangguan GI, tepi ulser, dasar ulser, dan jaringan sekitar, Pemeriksaan klinis
termasuk inspeksi dan palpasi
c. Pemeriksaan Penunjang

- Berdasarkan hasil pemeriksaan subjektif, pasien mengeluh sariawan yang tak kunjung
sembuh, demam, mudah lelah serta sulit berkonsesntrasi. Pada pemeriksaan intra oral
didapatkan lesi berbentuk irregular dengan batas tegas, ulkus dalam dikelilingi
eritematous, bewarna kabu-abuan serta memiliki diameter kira-kira 2-7 mm dan
terdapat 17 lesi ulkus, sembuh kurang dari 1 bulan dan muncul di mukosa labial,
bukal, lidah, palatum mole, dan kadang di gingiva. Pada hasil pemeriksaan
hematologi, didapatkan Hb rendah, hematokrit rendah, MCV mendekati rendah serta
pasian gejala mudah lelah/malaise dan sulit berkonsentrasi. Pada pemeriksaan
serologi dengan metoda ELISA menunjukkan hasil negatif, sehingga pasien tidak
menderita HSV-1. Serta diagnosis pada kasus tersebut adalah Recurrent Aphtous
Stomatitis (RAS) Tipe Herpetiform dengan Anemia Defisiensi Besi.
- Diferensial Diagnosis
a. Herpes Simplex Virus
RAS paling sering disamakan dengan herpes, karena penampakan
klinisnya yang hampir sama. Secara klinis, sulit dibedakan antara lesi RAS dan
lesi herpes. Intervensi terapeutik mungkin tidak tepat, karena RAS adalah
mekanisme autoimun, sementara herpes adalah infeksi virus. Obat topikal yang
sering diberikan pada pasien RAS adalah kortikosteroid triamcinolone acetonide
1%. Kortikosteroid ini tidak tepat jika digunakan pada pasien herpes karena efek
sampingnya adalah penurunan imun tubuh. Jika triamcinolone acetonide 1%
diberikan pada pasien herpes, maka lesi yang terjadi dapat menjadi semakin
parah dan meluas. Untuk itu, diperlukan anamnesis dan pemeriksaan klinis yang
adekuat untuk menegakkan diagnosis RAS agar perawatan yang diberikan tepat
guna dan tepat sasaran. Perbedaan lesi ini dengan RAS adalah adanya vesikel
dan demam yang mendahului ulkus pada herpes.
b. Varicella Zoster Virusc
RAS dapat dibedakan dengan ulkus akibat infeksi Varicella Zoster melalui
penampakan klinisnya. Ulkus akibat infeksi Varicella Zoster memiliki
penampakan klinis unilateral baik di ekstraoral maupun intraoral karena
distribusi lesi Varicella Zoster mengikuti arah saraf trigeminus. Selain itu, pada
Varicella Zoster terdapat nyeri prodromal dan rasa seperti terbakar saat ulkus
muncul.
c. Eritema Multiformis
Eritema multiformis mirip dengan RAS karena rasa sakit yang
ditimbulkan relatif sama. Namun, eritema multiformis terjadi pada mukosa
bergerak dan tidak bergerak, muncul krusta pada bibir disertai dengan makula
dan papula.
d. Oral Lichen Planus
Dua pertiga pasien Oral Lichen Planus memiliki ulkus, terutama pada
bagian mukosa bukal, gingiva, dan palatum molle. Yang membedakan lesi ini
dengan RAS adalah bahwa pada Oral Lichen Planus seringkali tidak muncul
rasa sakit, padahal rasa sakit adalah chief complaint pada RAS.
e. Ulkus Traumatik
Ulkus traumatik memiliki tanda yang mirip dengan RAS. Namun biasanya
ulkus traumatik memiliki penampakan klinis yang lebih cekung jika
dibandingkan dengan RAS. Selain itu, penyebab ulkus traumatik jelas, yaitu
karena ada sebuah trauma yang mengenai mukosa rongga mulut. Sementara,
pada RAS tidak diketahui secara pasti penyebabnya.
4. Faktor Etiologi dan Predisposisi
a. Etiologi
Hingga saat ini etiologi masih tidak dapat diketahui dengan pasti
b. Faktor Predisposisi
- Genetik
RAS seringkali dihubungkan dengan kondisi genetik. Beberapa penelitian menyebutkan
bahwa lebih dari 42% pasien RAS memiliki riwayat RAS pada orang tuanya. Bahkan
angka lain menyebutkan jika kedua orang tua memiliki riwayat RAS, maka anaknya
memiliki kemungkinan hingga 90% untuk terkena RAS. Selain itu, juga dianggap adanya
hubungan antara HLA dengan RAS, yang mana hal ini berhubungan dengan asal ras dan
etnik.
- Tembakau
Pasien dengan RAS justru biasanya bukan perokok. Penjelasan yang diterima adalah
rokok akan membuat keratinisasi di mukosa rongga mulut, dimana RAS memiliki
prevalensi yang rendah pada jaringan yang berkeratin. Selain itu, kandungan nikotin pada
rokok dapat menghambat produksi TNF-α, IL-1 dan IL-6, dimana ketiga marker ini
merupakan marker yang paling sering ditemui pada tinjauan histologi RAS.
- Trauma
Pada banyak pasien, lesi RAS yang muncul seringkali terjadi sesaat setelah terjadi trauma
berulang pada area tersebut. Trauma yang terjadi diakibatkan oleh terkena sikat gigi, gigi
yang tajam, hingga faktor iatrogenik saat melakukan perawatan dental. Namun,
mekanisme yang terjadi dari trauma dapat menyebabkan RAS, hingga kini masih belum
diketahui secara pasti.
- Obat-Obatan
Terdapat beberapa obat-obatan yang dikaitkan dengan kejadian RAS, seperti Non-
Steroids Anti Inflammatory Drugs (NSAID), captopril, nicorandil,
phenindione, phenobarbital dan sodium hipoklorit.
- Anemia
Anemia defisiensi vitamin B12 dan besi merupakan faktor predisposisi yang sering
ditemukan pula pada lesi RAS. Anemia ini ditemukan pada 20% pasien dengan RAS.
- Alergi
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa alergi terhadap beberapa bahan makanan seperti
cokelat, susu sapi, kanji, bahan pengawet, bahan pewarna dan kacang-kacangan
merupakan faktor predisposisi yang kadang ditemukan pada pasien dengan RAS.
- Stres
Stres sering dianggap sebagai faktor RAS yang paling umum dijumpai. Namun ternyata
tidak ditemukan hubungan secara langsung antara RAS dengan stres. Hubungan yang
paling mungkin adalah stres dapat membuat pasien melakukan kebiasaan parafungsional
seperti menggigit-gigit bibir atau mukosa bukal, sehingga dapat membuat perlukaan pada
mukosa.
- Defisiensi Vitamin
Vitamin D dianggap memiliki hubungan dengan RAS karena perannya yang dapat
memodulasi sistem imun baik acquired atau innate melalui perannya dalam profil sitokin.
Hal ini membuat adanya potensi hubungan antara vitamin D dengan RAS, mengingat
RAS juga berhubungan dengan imunitas.
Dari beberapa penelitian kuantitatif, ditemukan bahwa pada pasien dengan RAS,
ditemukan angka serum vitamin D lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Namun
pada analisis kualitatif, tidak ditemukan signifikansi antara defisiensi vitamin D dengan
derajat keparahan RAS, seperti durasi, frekuensi, diameter dan waktu penyembuhan RAS.
5. Rencana Perawatan dan Prognosis
A. Rencana Perawatan
Tujuan dari perawatan RAS yaitu untuk mengurangi gejala, membantu penyembuhan,
mengurangi jumlah, frekuensi, dan ukuran ulser. Pendekatan perawatan ditentukan
berdasarkan rasa sakit, riwayat medis, frekuensi, dan kemampuan pasien menerima
medikasi. Beberpa pasien memilki episode RAS yang terjadi dalam beberapa hari dan
beberapa kali dalam setahun, memerlukan terapi paliatif untuk rasa sakit dan
mempertahankan oral hygiene yang baik.
- Edukasi pasien bahwa RAS dapat sembuh dalam 2 minggu
- Penggunaan obat kumur klorheksidin dan topical kortikosteroid efektif pada
ulser yang baru muncul.
- Kombinasi topical kortikosteroid, topical anastesi dan antiseptic bukal
direkomendasikan
- Kombinasi triamcinolone (0,1% 4x sehari), lidocaine topical (2% 8x sehari)
dan klorheksidin orofaringeal (0,12% 15 ml sebagai obat kumur 2x sehari)
dapat digunakan sebagai tambahan
- Pasien diinstruksikan menghindari makanan dan minuman asam dan pedas
- Apabila pasien didiagnosis memiliki defisiensi nutrisi, suplemen berupa zat
besi, asam folat, dan multivitamin diberikan.
- Evaluasi pasien RAS setiap 3-6 bulan sampai tidak ada rekurensi selama 1
tahun
B. Prognosis
Prognosis Recurrent Aphthous Stomatitis (RAS) umumnya baik, tergantung seberapa
dominan faktor predisposisi yang terjadi.
6. Penatalaksanaan secara Farmakologis dan Non Farmakologis
- Farmakologis
Tidak ada pengobatan farmakologis dapat menyembuhkan, meskipun beberapa obat
telah efektif dalam mengurangi nyeri dan eritema serta meningkatkan kecepatan
reepitelisasi lesi penyembuhan. Pilihan obat harus sesuai dengan tingkat keparahan
penyakit, biaya, dan efek samping. Pengobatan topical dan sistemik diperlukan
dengan tujuan mengurangi tingkat kekambuhan dan keparahan penyakit.
 Obat topical :
o Kortikosteroid topikal (deksametason, triamcinolone, fluocinonide,
dan clobetasol)
o Agen imunomodulator (retinoid, siklosporin, dan amlexanox)
o Antimikroba (tetrasiklin, klorheksidin glukonat, dan hidrogen
peroksida)
o Anestesi (lidokain topikal atau benzokain).
 Obat sistemik :
o Kortikosteroid sistemik (prednison dan deksametason)
o Agen imunomodulator (colchicine, azathioprine, dan thalidomide)
o Multivitamin yang mengandung vitamin B kompleks dan vitamin C
1x1
- Non Farmakologis
 Eliminasi Faktor Predisposisi
Seperti misalnya pada pasien RAS dengan faktor predisposisi stres,
seorang dokter gigi harus dapat melakukan manajemen stres kepada pasien
agar rekurensi RAS pada pasien tersebut dapat dikurangi
 Terapi Laser
Penggunaan laser (CO2, diode laser) dilaporkan dapat mengurangi
gejala RAS pada penderita. Selain itu, terapi laser juga merupakan pilihan
terapeutik terbaru dalam melakukan perawatan RAS.
 Modifikasi Diet
Mengkonsumsi makanan yang tinggi penyerapan atau pemanfaatannya
terhadap zat besi. Makanan non-vegetarian seperti daging hewan ternak,
unggas dan ikan sedangkan makanan non-animal seperti kacang-kacangan dan
sayuran hijau, makanan yang kaya akan vitamin A dan C, dan asam folat.
Daftar Pustaka

1. Chiang, C.P., et al. (2019). Recurrent aphtous stomatitis – Etiology, serum,


autoantibodies, anemia, hematinic deficiencies, and management. Journal of the
Formosan Med Assoc. 118: 1279-128
2. Mersil, S., & Pradono, S. A. (2017). Manifestasi Klinis Rongga Mulut Sebagai Penanda
Awal Penyakit Iron Deficiency Anemia (Ida). Jurnal Ilmiah Dan Teknologi Kedokteran
Gigi, 13(2), 1.
3. Preeti, L., Magesh, K. T., Rajkumar, K., & Karthik, R. (2011). Recurrent aphtous
stomatitis. Journal of Oral and Maxilla Path. 15(3): 252-256.
4. Rivera, C. (2019). Essentials of reccurent aphtous stomatitis (Review). Biomedical
Reports. 11(2):47-50.
5. Scully, C. (2008) Oral and maxillofacial medicine: the basis of diagnosis and treatment
2nd ed. Elsevier: Philadelphia.
6. Tarakji, B., Gazal, G., Al-Maweri, S. A., Azzeghaiby, S. N., & Alaizari, N. (2015).
Guideline for the Diagnosis and Treatment of Recurrent Aphtous Stomatitis for Dental
Practitioners. Journal of Int Oral Health. 7 (5): 74-80.
7. Umar, F., dkk. (2011). Pedoman Interpretasi Data Klinik. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. 1–83.

Anda mungkin juga menyukai