Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN BBDM MODUL 5.

3 SKENARIO 1

Dosen Tutor :
drg. Ira Anggar Kusuma, M.Si

Disusun oleh :

Natalia Prisca Ibrahim (22010217120008)

Ailuul Alma Adiwangsa (22010217120010)

Luthfia Nuraini (22010217120012)

Dhea Hayu Nabila (22010217120014)

Nabila Dyah Rifani (22010217120016)

Dhia Rista Ayu Ramadhani (22010217130030)

Farisa Dyah Permata Widhani (22010217130031)

‘Arfa Amali Putri (22010217130032)

Milenda Edi Kusuma Asri (22010217130037)

Audrey Anggun Unique (22010217130038)

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
Lembar Pengesahan

Laporan : Belajar Bertolak Dari masalah (BBDM)


Modul : 5.3
Skenario :1
Judul Skenario : Benjolan Ini Buatku Tidak Eksis di Sosmed
Tutor : drg. Ira Anggar Kusuma, M.Si

Anggota Kelompok :
Natalia Prisca Ibrahim (22010217120008)

Ailuul Alma Adiwangsa (22010217120010)

Luthfia Nuraini (22010217120012)

Dhea Hayu Nabila (22010217120014)

Nabila Dyah Rifani (22010217120016)

Dhia Rista Ayu Ramadhani (22010217130030)

Farisa Dyah Permata Widhani (22010217130031)

‘Arfa Amali Putri (22010217130032)

Milenda Edi Kusuma Asri (22010217130037)

Audrey Anggun Unique (22010217130038)

Tanda Tangan Tutor/ Dosen yang


Tanggal Pengesahan
Mengesahkan

(drg. Ira Anggar Kusuma, M.Si)


SKENARIO

Sistem Jaminan Kesehatan Nasional

Program pemerintah Indonesia di bidang kesehatan menetapkan bahwa di tahun 2019,


harus tercapai universal health coverage. Seluruh penduduk nantinya akan mendapat pelayanan
kesehatan primer di pelayanan pratama berupa dokter keluarga atau klinik pratama. Dokter gigi
menjadi bagian dari konsep pelayanan dokter keluarga seperti dalam sistem jaminan kesehatan
nasional yang dikelola oleh BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa kedokteran
gigi untuk mengetahui peran dokter gigi di pelayanan primer maupun sekunder.

I. TERMINOLOGI
 Universal health coverage : program yang memastikan masyarakat memiliki akses
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan tanpa harus menghadapi kesulitan
finansial, biasanya pelayanan yang diberikan berupa promotif, preventif, kuratif,
dan rehabilitatif. Cakupannya semesta.
 Klinik pratama : klinik yang menyelenggarakan pelayanan medis dasar.
 BPJS Kesehatan: suatu badan atau perusahaan asuransi yang menyelenggarakan
perlindungan kesehatan bagi para pesertanya, merupakan bagian dari sistem JKN.
 Pelayanan primer: upaya kesehatan dasar yang dibuat dan bisa dijangkau secara
universal oleh individu atau keluarga dalam masyarakat.
 Pelayanan sekunder: pelayanan lebih lanjut atau dirujuk dan dilayani oleh dokter
atau dokter gigi spesialis di rumah sakit.
 Sistem JKN: asuransi kesehatan sosial yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar masyarakat.
 Dokter keluarga: dokter yang bertugas melayani kesehatan tingkat primer yang
biasanya pertama kali dihubungi oleh keluarga.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Apa perbedaan dokter gigi keluarga dan dokter gigi umum?
2. Apa saja tindakan dokter gigi yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan primer dan
sekunder?
3. Siapa saja peserta BPJS?
4. Bagaimana konsep pelayanan dokter keluarga dalam sistem JKN?
5. Apa saja yang termasuk penyelenggara pelayanan kesehatan primer dan sekunder?
6. Apa kelebihan dan kekurangan dari BPJS terhadap tenaga kesehatan?
7. Apa saja macam-macam pelayanan kesehatan?
III. HIPOTESIS
1. Dokter gigi umum merupakan dokter gigi yang memeriksa sesuai kebutuhan, usahanya
kuratif. Apabila dokter keluarga itu berupaya dalam tindakan menyeluruh meliputi
promotif dan preventif.
2. Primer: administrasi pasien, pemeriksaan dan konsultasi, premedikasi, kegawatdaruratan
orodental, pencabutan gigi susu, pencabutan gigi permanen tanpa penyulit, obat pasca
ekstraksi, tumpat GIC/komposit, dan scaling.
Sekunder: berupa rujukan dari pelayanan primer, dilakukan oleh dokter gigi spesialis.
3. Peserta BPJS ada 3:
a) PBI fakir miskin dan tidak mampu
b) PBI bukan fakir miskin: PNS, TNI, POLRI, pejabat
c) Bukan PBI: WNI di luar negeri, dan rakyat yang mendaftarkan diri sesuai prosedur
pendaftaran.
4. Pelayanan dokter keluarga dalam sistem JKN meliputi:
a) Pelayanan yang holistik dan komprehensif
b) Pelayanan yang kontinyu
c) Pelayanan mengutamakan pencegahan
d) Pelayanan koordinatif dan kolaboratif
e) Pelayanan mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, lingkungan tempat tinggal,
dll.
5. Tempat penyelenggara:
a) Primer : puskesmas, posyandu, klinik pratama, praktik pribadi, poskesdas.
b) Sekunder : rumah sakit, praktik spesialis.
6. Kelebihan BPJS: bekerja sambil beramal, dokter gigi berfokus pada penyakit dalam
wilayah tersebut, melatih dokter untuk mendiagnosis secara hati-hati, karena jika salah
tidak diklaim BPJS.
Kekurangan BPJS: biaya yang masuk tidak sebanding dengan yang dikeluarkan, variasi
penyakit sedikit, sehingga kurang meningkatkan pengetahuan dokter, dapat menimbulkan
perselisihan.
7. Macam-macam pelayanan kesehatan:
a) Pelayanan primer: dilakukan oleh dokter atau dokter gigi umum
b) Pelayanan sekunder: dilakukan oleh dokter atau dokter gigi spesialis dan/atau
subspesialis
c) Pelayanan tersier: dilakukan oleh dokter atau dokter gigi subspesialis dengan pasien
rawat inap.
IV. PETA KONSEP

Yankes
primer
Yankes
UHC JKN BPJS
sekunder
Yankes
tersier

V. SASARAN BELAJAR
1. Mengetahui dan menjelaskan konsep Universal Health Coverage!
2. Mengetahui dan menjelaskan sistem jaminan kesehatan nasional di Indonesia!
3. Mengetahui dan menjelaskan tentang sistem BPJS Kesehatan!
4. Mengetahui dan menjelaskan konsep dokter keluarga!
5. Mengetahui dan menjelaskan peran posisi dokter gigi dalam pelayanan primer atau
pelayanan keluarga!
6. Mengetahui dan menjelaskan peran posisi dokter gigi dalam rujukan atau pelayanan
sekunder!
VI. BELAJAR MANDIRI
1. Konsep Universal Health Converage (UHC)
World Health Assembly (WHA) dalam sidangnya yang ke-58 pada tahun 2005 di
Jenewa, sepakat perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin
tersedianya akses masyarakat untuk memperoleh pembiayaan kesehatan yang
berkelanjutan melalui Universal Health Coverage (UHC). Caranya adalah melalui
mekanisme asuransi kesehatan sosial.
UHC adalah suatu konsep reformasi pelayanan kesehatan yang mencakup beberapa
aspek antara lain :
1). Aksesibilitas dan equitas pelayanan kesehatan,
2). Pelayanan kesehatan yang berkualitas dan komprehensif yang meliputi pelayanan
preventif, promotif, curatif sampai rehabilitatif dan
3). Mengurangi keterbatasan finansial dalam mendapatkan pelayanan kesehatan bagi setiap
penduduk.
Diharapkan pada tahun 2019 seluruh rakyat Indonesia sudah menjadi peserta JKN
(Universal Health Coverage).

Terdapat tiga dimensi pada UHC, yaitu :

1. Penerima manfaat pelayanan kesehatan-seluruh penduduk (beberapa referensi


menyebutkan suatu negara dikatakan tercapai jika lebih dari 80 persen penduduk
terlindungi oleh asuransi kesehatan)
2. Ketersediaan pelayanan esensial yang merata dan aksesibel, dan
3. Cakupan perlindungan kesehatan-mulai dari pelayanan sederhana sampai pelayanan
berbiaya mahal yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Dampak pada pasien
Dampak positif
1. Ketika pasien sakit dan memerlukan pengobatan yang biayanya sangat mahal, dana
yang sangat mahal tersebut dibayar melalui BPJS.
2. Pasien terhindar dari pemeriksaan-pemeriksaan dan obat-obatan yang tidak betul-betul
diperlukan untuk mengobati penyakitnya, sehingga biaya peleyanan kesehatan lebih
efektif dan efisien.

Dampak negatif

1. Pasien harus antri lama untuk mendapatkan pelayanan kesehatan


2. Pasien tidak bisa memilih dokter maupun rumah sakit yang dikehendaki untuk berobat.
Dampak pada rumah sakit
Dampak positif
1. Jumlah pasien rumah sakit meningkat tajam. Dengan jumlah pasien yang meningkat
diharapkan pendapatan rumah sakit juga akan meningkat
2. Pelayanan kesehatan di rumah sakit lebih efektif dan efisien.
3. Rumah sakit harus membentuk Tim Casemix yang solid sehingga dapat menjadi
penggerak perubahan pola pikir dan budaya fee for service menjadi INA CBGs untuk
mencapai UHC.

Dampak negatif

1. Pegawai rumah sakit harus bekerja lebih keras karena melayani pasien yang lebih
banyak, sedangkan fasilitas dan peralatan terbatas.
2. Pasien terpaksa dirujuk ke FKTP yang mempunyai spesialis dan peralatan yang
dubutuhkan pasien, apabila rumah sakit tidak tersedia dokter spesialis dan peralatan
yang dibutuhkan untuk pengobatan penyakitnya.

Dampak pada BPJS

Dampak positif

1. BPJS sebagai penyelenggara JKN dapat mengumpulkan dana dari iuran peserta BPJS
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dari dana tersebut
disalurkan untuk membayar kalim rumah sakit untuk biaya pelayanan kesehatan yang
telah dilaksanakan oleh rumah sakit.
2. Ada lapangan kerja baru sebagai pegawai BPJS dari peran leadership dan manajerial
sampai ke pegawai pelaksana. Pegawai BPJS mendapatkan kompensasi dari iuran
peserta BPJS juga.

Dampak negatif

1. Belum semua peserta sadar untuk membayar iuran tepat waktu, sehingga dana iuran
BPJS yang terakumulasi berkurang, padahal klaim pelayanan kesehatan peserta BPJS
terus berjalan.

2. Penyelenggaraan JKN sangat kompleks, semua pihak perlu belajar menghadapi


perubahan sistem JKN ini, termasuk BPJS, sehingga dapat meminimalisir konflik
antara pihak-pihak yang terkait (stakeholders).

3. Sebagian masyarakat ada yang tidak setuju dengan adanya JKN ditinjau dari hukum
halal dan haram menurut syariat Islam. Dengan demikian meraka tidak menjadi
anggota BPJS, sesuai dengan target Pemerintah tahun 2019 tercapai UHC di Indonesia.

4. BPJS menjadi pihak ketiga dalam SJKN, untuk asuransi swasta tidak ada pihak ketiga.
Hubungan antara peserta dan penyedia jasa asuransi langsung, yang memungkinkan
penghematan biaya. Jika ada pilihan maka masyarakat yang mampu akan lebih memilih
asuransi swasta.

Dampak pada dokter gigi

Dampak positif

Memberikan pelayanan berkualitas tinggi dengan diagnosis yang tepat dan


pengobatan/tindakan yang paling efektif, pelayanan promotif dan preventif untuk
mencegah insidens kesakitan sehingga utilisasi ke PPK rendah dan biaya pelayanan
kesehatan menjadi lebih kecil, pelayanan yang efisien.

Dampak negatif

PPK akan dengan mudah merujuk pasiennya ke spesialis, mempercepat waktu


pelayanan sehingga tersedia waktu lebih banyak untuk melayani pasien non asuransi yang
dinilai membayar lebih banyak, tidak memberikan pelayanan dengan baik (under utilisasi),
agar kunjugan pasien kapitasi tidak cukup banyak.

2. Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)


Pengertian JKN

• Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan
Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan.

• Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar
dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.

• Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di Indonesia merupakan


bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional
ini diselenggarakan melalui mekanisme Asuransi Kesehatan Sosial yang bersifat wajib
(mandatory) berdasarkan Undang-Undang No.40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional. Tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia terlindungi dalam
sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan dasar kesehatan
masyarakat yang layak.

Dasar Hukum JKN

 UUD 1945 pasal 28 H dan pasal 34.


 UU No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
 UU No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggarajaminan Sosial

Tujuan dan Manfaat JKN

Untuk memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan akan


pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan serta Pelayanan kesehatan perseorangan yang
komprehensif, mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, termasuk
obat dan bahan medis.

Prinsip-prinsip JKN

Prinsip Kegotongroyongan
Dalam SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta
yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi,
dan peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN
bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu.

Prinsip Nirlaba

Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah
nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama adalah
untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta.

Prinsip Portabilitas

Dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta


sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.

Prinsip Kepesertaan bersifat wajib

Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga


dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya
tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan
penyelenggaraan program.

Prinsip Dana Amanat

Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-
badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana
tersebut untuk kesejahteraan peserta. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial yaitu
dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar
kepentingan peserta.

Jenis Pelayanan

Ada 2 (dua) jenis pelayanan yang akan diperoleh oleh Peserta JKN, yaitu berupa
pelayanan kesehatan (manfaat medis) serta akomodasi dan ambulans (manfaat non
medis). Ambulans hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan
dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan.

3. Sistem BPJS Kesehatan


BPJS Kesehatan merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program jaminan sosial kesehatan.

Dasar Hukum:

 UU no.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.


 UU no.24 tahun 2011 tentang BPJS.

Tugas BPJS Kesehatan :

 Menerima pendaftaran peserta JKN.


 Mengumpulkan iuran JKN dari peserta pemberi kerja dan pemerintah.
 Mengelola dana.
 Membiayai pelayanan kesehatan dan membayarkan manfaat.
 Mengumpulkan dan mengelola data peserta JKN.
 Memberi informasi mengenai penyelenggaraan JKN.

Kewenangan BPJS Kesehatan :

 Menagih pembayaran iuran.


 Menempatkan dana jaminan sosial untuk investasi jangka pendek dan jangka
panjang dengan mempertimbangkan aspek likuiditas, solvabilitas, kehati-hatian,
keamanan dana, dan hasil yang memadai.
 Melakukan pengawasan dan pemeriksaan atas kepatuhan Peserta dan Pemberi
Kerja dalam memenuhi kewajibannya.
 Membuat kesepakatan dengan fasilitas kesehatan mengenai besar pembayaran
fasilitas kesehatan yang mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh
Pemerintah.

Pelayanan yang dijamin oleh BPJS :

A. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yaitu pelayanan kesehatan non-spesifikasi:


 Administrasi pelayanan.
 Pelayanan promitif dan preventif.
 Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis.
 Tindakan medis non-spesialistik baik operatif manupun non-operatif.
 Transfusi darah.
 Pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama, dan
 Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi.
B. Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjut yaitu pelayanan kesehatan yang mencakup:
 Pelayanan Rawat Jalan Tingkat Pertama.
 Pelayanan Rawat Jalan tingkat II (lanjutan).
 Pelayanan Rawat Inap di Rumah Sakit.
 Pelayanan Persalinan.
 Pelayanan Khusus.
 Emergensi.

Pelayanan yang tidak dijamin oleh BPJS Kesehatan

a. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam
peraturan yang berlaku.
b. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yang tidak bekerjasama
dengan BPJS Kesehatan (kecuali untuk kasus gawat darurat).
c. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja
terhadap penyakit atau cedera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja.
d. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas.
e. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri.
f. Pelayanan kesehatan untuk tujuan kosmetik dan/atau kosmetik.
g. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas (memperoleh keturunan).
h. Pelayanan ortodonsi (meratakan gigi).
i. Gangguan kesehatan akibat ketergantungan obat terlarang dan/atau alkohol.
j. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri atau akibat melakukan hobi
yang berbahaya.
k. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional.
l. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai eksperimentasi.
m. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi dan susu.
n. Perbekalan kesehatan rumah tangga.
o. Pelayanan kesehatan akibat bencana dan wabah.
4. Konsep dokter keluarga
Setiap keluarga atau orang per orang diwajibkan mengikatkan diri pada seorang
dokter keluarga. Pasien tidak perlu membayar karena dokter keluarga mendapat gaji dari
asuransi. Dokter keluarga itulah yang membimbing, mengasuh pasien beserta keluarganya,
termasuk mengirim sekaligus memandu rujukan yang diperlukan. Dokter spesialis yang
merawar wajob berkomunikasi aktif dengan dokter keluarga yang merujuk.
Konsep dokter keluarga (DK) di Indonesia pertama diajukan oleh IDI tahun 1980
sebagai hasil Muklamar ke 17 dengan latar belakang sebagai berikut:
a) DK sebagai alternatif pengembangan kariesr dokter disamping karir spesialis
b) DK untuk memenuhi tuntutan pelayanan kesehatan yang termaksud pada SKN waktu
itu. Masalah mutu waktu itu masih belum menjadi sorotan besar.
c) DK untuk mengatasi masalah pembiayaan kesehatan dengan menerapkan sistem
pelayanan terkendali.
d) DK untuk menahan dampak negatif spesialisasi.

Dalam Mukernya ke 18, IDI menetapkan definisi dokter keluarga sebagai berikut:
Dokter keluarga adalah dokter yang memberi pelayanan kesehatan yang berorientasi
komunitas dengan titik berat pada keluarga sehingga ia tidak hanya memandang penderita
sebagai individu yang sakit teteapi sebagai bagian dari unit keluarga dan tidak hanya
menanti secara pasif tapi bila perlu aktif mengunjungi penderita dan keluarganya.

Fungsi dokter keluarga :

 Memberi pelayanan kesehatan peripurna, efektif, dan efisien, sesuai ketentuan yang
berlaku.
 Meningkatkan peran serta keluarga dan masyarakat peserta agar berperilaku hidup
sehat.
 Menjalin kerjasama dnegan semua fasilitas kesehatan dalam rangka rujukan.
 Menjaga agar sumber daya yang terbatas digunakan seefisien mungkin.
 Menjaga hubungan baik dan terbuka dengan para pelaku jaminan pemeliharaaan
kesehatan masyarakat lainnya.

IDI mendefinisikan DK sebagai setiap dokter yang mengabdikan dirinya dalam


bidang profesi kedokteran maupun kesehatan yang memiliki pengetahuan dan
keterampilan melalui pendidikan khusus di bidang kedokteran keluarga yang mempunyai
wewenang untuk menjalani praktek dokter keluarga.

5. Peran posisi dokter gigi dalam pelayanan primer atau pelayanan keluarga
Peran dokter gigi dalam pelayanan primer:

Pelayanan kesehatan dasar dalam bidang kesehatan gigi dan mulut, bertujuan untuk
meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut pada tiap individu dalam keluarga.

 Syarat diagnosis penyakit yang masuk ke pelayanan primer:


1) Penyakit sering terjadi atau banyak terjadi
2) Penyakit yang memiliki resiko tinggi
3) Penyakit yang memerlukan biaya tinggi
4) Terdapat variasi dalam pengelolaan penyakit

 Kedokteran gigi dalam pelayanan primer merupakan:


1) Kontak pertama
2) Pelayanan secara menyeluruh
3) Paradigma sehat dengan masyarakat mandiri
4) Berkesinambungan jangka panjang
5) Koordinasi dan kolaborasi
6) Sebagai gate keeper pada pemberi pelayanan kesehatan gigi perseorangan primer
7) Diharapkan dapat lebih menertibkan sistem rujukan dalam sistem kesehatan
nasional
8) Diharapkan dapat mengefektifkan penggunaan sumber daya masyarakat yang
diperlukan kesehatan gigi
9) Menyelesaikan keluhan masyarakat akan kesehatan gigi yang termasuk dalam
kompetensi dan kewenangannya
10) Dapat lebih menyentuh dan mengutamakan aspek promotif dan preventif.

 Faskes tingkat pertama mencakup:


1) Dokter gigi puskesmas
2) Dokter gigi klinik
3) Dokter gigi praktik perorangan

 Cakupan pelayanan:
1) Administrasi pendaftaran, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke faskes
tingkat lanjutan
2) Pemeriksaan, diagnosis, pengobatan, dan konsultasi medis
3) Premedikasi
4) Kegawatdaruratan orodental
5) Pencabutan gigi sulung dengan topikal dan ilfiltrasi
6) Pencabutan gigi permanen tanpa penyulit
7) Obat pasca ekstraksi
8) Tumpatan komposit dan GIC
9) Scalling 1 kali setahun
10) Pemasangan protesa gigi

6. Peran posisi dokter gigi dalam rujukan atau pelayanan sekunder

Pelayanan kesehatan sekunder adalah pelayanan yang lebih bersifat spesialis dan
bahkan kadangkala pelayanan subspesialis, tetapi masih terbatas. Pelayanan sekunder
dilakukan dengan memenuhi sistem rujukan terlebih dahulu.

Definisi dan Ketentuan Umum Sistem Rujukan

a. Definisi
Sistem Rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan
secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh
peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan seluruh fasilitas
kesehatan.
b. Ketentuan Umum
 Pelayanan kesehatan perorangan terdiri dari 3 (tiga) tingkatan yaitu:
1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, merupakan pelayanan kesehatan
dasar yang diberikan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama;
2. Pelayanan kesehatan tingkat kedua, merupakan pelayanan kesehatan
spesialistik yang dilakukan oleh dokter spesialis atau dokter gigi spesialis
yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan spesialistik; dan
3. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga, merupakan pelayanan kesehatan
subspesialistik yang dilakukan oleh dokter subspesialis atau dokter gigi
subspesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan
subspesialistik.
 Dalam menjalankan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan tingkat pertama
dan tingkat lanjutan wajib melakukan sistem rujukan dengan mengacu pada
peraturan perundangundangan yang berlaku.
 Peserta yang ingin mendapatkan pelayanan yang tidak sesuai dengan sistem
rujukan dapat dimasukkan dalam kategori pelayanan yang tidak sesuai dengan
prosedur sehingga tidak dapat dibayarkan oleh BPJS Kesehatan.
 Fasilitas Kesehatan yang tidak menerapkan sistem rujukan maka BPJS
Kesehatan akan melakukan recredentialing terhadap kinerja fasilitas kesehatan
tersebut dan dapat berdampak pada kelanjutan kerjasama
 Pelayanan rujukan dapat dilakukan secara horizontal maupun vertikal.
 Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
dalam satu tingkatan apabila perujuk tidak dapat memberikan pelayanan
kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas,
peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya sementara atau menetap.
 Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar pelayanan kesehatan
yang berbeda tingkatan, dapat dilakukan dari tingkat pelayanan yang lebih
rendah ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi atau sebaliknya.
 Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih rendah ke tingkatan
pelayanan yang lebih tinggi dilakukan apabila:
1. Pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau subspesialistik;
2. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau
ketenagaan.
 Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan
pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila:
1. Permasalahan kesehatan pasien dapat ditangani oleh tingkatan pelayanan
kesehatan yang lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan
kewenangannya;
2. Kompetensi dan kewenangan pelayanan tingkat pertama atau kedua lebih
baik dalam menangani pasien tersebut;
3. Pasien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh
tingkatan pelayanan kesehatan yang lebih rendah dan untuk alasan
kemudahan, efisiensi dan pelayanan jangka panjang; dan/atau
4. Perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan
kebutuhan pasien karena keterbatasan sarana, prasarana, peralatan dan/atau
ketenagaan.

Dalam pengobatan, aspek utama dari kebijakan kesehatan baru-baru ini adalah
untuk mendorong penyediaan porsi perawatan yang lebih besar dalam pengaturan
masyarakat oleh dokter gigi umum dan dengan demikian mengurangi tingkat rujukan ke
perawatan sekunder. Pelayanan dokter gigi spesialis adalah sebagai berikut:

1. Special care dentistry


2. Oral surgery
3. Orthodontics
4. Pediatric dentistry
5. Restorative (endodontics, periodontics, prosthodontics, implant dentistry)
6. Oral medicine
7. Oral microbiology
8. Oral and maxillofacial pathology
9. Dental and maxillofacial radiology
10. Oral and maxillofacial surgery
VII. DAFTAR PUSTAKA
1. Undang-Undang No 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
2. TNP2K. Perjalanan Menuju Nasional Jaminan Kesehatan Kementrian Sekretariat Negara
RI.2015
3. Tim Penyusun Bahan Sosialisasi dan Advokasi JKN. Buku Pegangan Sosialisasi
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta :
Penanggung Jawab Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
4. Tim Penyusun. Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan. Jakarta : BPJS Kesehatan.
5. Tim Penyusun. Panduan Praktis Sistem Rujukan Berjenjang. Jakarta : BPJS Kesehatan.
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia NO. 39/MENKES/SK/I/2007 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Kedokteran Gigi Keluarga.
7. Dewanto, Iwan. 2014. Penetapan Dokter Gigi Layanan Primer di Indonesia. Maj Ked Gi
Indonesia: 21(2): 109-116

Anda mungkin juga menyukai