Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TRAUMA KEPALA

Disusun Oleh :
Kelompok IV
Faradila Tadorante 01808010078
Marwan Pontoh 01808010025
Vionita Dondo 01707010031

KEPERAWATAN A SEMSTER VI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


INSTITUT KESEHATAN DAN TEKNOLOGI GRAHA MEDIKA
KOTAMOBAGU T.A 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah Swt, yang telah melimpahkan Rahmat, taufik, serta
hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan dengan lancar. Makalah ini kami
susun untuk memenuhi tugas makalah yang membahas tentang Trauma Kepala.
Kami menyadari bahwa dalam penyelesaian makalah ini, kami banyak mendapatkan
bimbingan, nasihat serta bantuan dari berbagai pihak, kami menyadari bahwa makalah ini
tentu tidak lepas dari kekurangan untuk itu masukan dari para pembaca sangat kami
haparkan.

Kotamobagu, 12 Maret 2021

Kelompok IV
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................
DAFTAR ISI ...............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG .....................................................................................................
B. TUJUAN PENULISAN ..................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN ................................................................................................................
B. KLASIFIKASI ................................................................................................................
C. ETIOLOGI ......................................................................................................................
D. PATOFISIOLOGI ...........................................................................................................
E. MANIFESTASI KLINIK ................................................................................................
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ...................................................................................
G. PENATALAKSNAAN ...................................................................................................
H. KONSEP PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, TERSIER

BAB III PENUTUP


A. KESIMPULAN ...............................................................................................................
B. SARAN ...........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma kepala meliputi trauma kepala, tengkorak dan otak. Trauma kepala
paling sering terjadi dan merupakan penyakit neurologis yang serius diantara penyakit
neurlogis lainnya serta mempunyai proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan
raya. Lebih dari setengah dari semua pasien dengan trauma kepala berat mempunyai
signifikansi terhadap cedera bagian tubuh lainnya. Adanya shock hipovolemik pada
pasien trauma kepala biasanya karena adanya cedera bagian tubuh lainnya.
Sekitar 10% pasien dengan penurunan kesadaran yang dikirim ke Instalasi
Gawat Darurat akibat kecelakaan lalu lintas selalu menderita cedera servikal, baik
cedera pada tulang servikal, jaringan penunjang, maupun cedera pada cervical spine.
Trauma servikal sering terjadi pada pasien dengan riwayat kecelakaan kendaraan
bermotor dengan kecepatan tinggi, trauma pada wajah dan kepala, terdapat defisit
neurologis, nyeri pada leher, dan trauma multiple (Grundy, 2002; Weishaupt N.,
2010).
Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung
maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga
menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau
kematian (PERDOSSI, 2006).
Spinal cord injury( SCI) adalah trauma yang menyebabkan kerusakan pada
spinal cord sehingga menyebabkan menurunnya atau menghilangnya fungsi motorik
maupun sensoris. Di Amerika sekitar 8000 kasus spinal cord injury (SCI) didiagnosis
setiap tahunnya, dan lebih dari 80 % adalah laki – laki berusia sekitar 16 sampai 30
tahun. Trauma ini disebabkan oleh kecelakaan lalulintas 36 %, karena kekerasan 28,9
%, dan jatuh dari ketinggian 21,2 %, jumlah paraplegi lebih banyak dari pada
tetraplegi dan sekitar 450.000 penduduk di Amerika hidup dengan SCI (The National
Spinal Cord Injury, 2001).
Kemungkinan untuk bertahan dan sembuh pada kasus SCI, tergantung pada
lokasi serta derajat kerusakan akibat trauma, dan juga kecepatan mendapat perawatan
medis setelah trauma.Pada kasus trauma yang berat, kesembuhan tergantung pada
luasnya derajat kerusakan, prognosis akan semakin baik bila pasien mampu
melakukan gerakan yang disadari atau dapat merasakan sensasi dalam waktu yang
singkat.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan umum :
a. Untuk mengetahui gambaran konsep asuhan keperawatan trauma kepala dan trauma
tulang belakang.
2. Tujuan khusus :
a. Untuk mengetahui dan memahami tentang trauma kepala dantrauma tulang
belakang, proses penyakit dan penatalaksanaan yang diberikan.
b. Untuk mengetahui memahami mengenai asuhan keperawatan trauma kepala dan
trauma tulang belakang.
c. Mampu menerapkan proses asuhan keperawatan pada kasus dengan trauma tulang
belakang
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Trauma kepala adalah (terbuka dan tertutup) terdiri dari : fraktur tengkorak,
komusio (gegar) serebri, kontusio (memar)/laserasi dan perdarahan serebral
(subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang otak). (Doenges, 2000:
270)
Cedera kepala mengacu pada trauma kepala. Hal ini mungkin atau mungkin tidak
termasuk trauma pada otak. Namun, istilah cedera otak dan cedera kepala sering
digunakan secara bergantian dalam literatur kedokteran. (Wikipedia, 2009)
Cedera kepala dapat didefinisikan sebagai segala perubahan dalam fungsi mental
atau fisik yang berkaitan dengan pukulan ke kepala. (Medscape, 2009)

Gambar 1. Fraktur tengkorak pada trauma kepala

B. Klasifikasi
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan
morfologi cedera (Mansjoer, 2000: 3)
a. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter
1) Trauma Tumpul
Contohnya : Trauma akibat kecepatan tinggi (tabrakan mobil) dan
kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
2) Trauma Tembus
Contohnya : luka tembus peluru, dan cedera tembus lainnya
b. Keparahan Cedera : berdasarkan skala koma Glasgow (GCS)
1) Ringan : GCS 14-15
2) Sedang : GCS 9-13
3) Berat : GCS 3-8
c. Morfologi
1) Fraktur Tengkorak
a) Kranium : linear/stelatum; depresi/nondepresi; terbuka/tertutup.
b) Basis : dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal; dengan/tanpa
kelumpuhan nervus VII
2) Lesi Intrakranial
a) Fokal : epidural, subdural, intraserebral
b) Difus : konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus
Menurut Doenges (2000: 270) klasifikasi cedera kepala dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Trauma otak primer terjadi karena benturan langsung atau tak langsung
(akselerasi/deselerasi otak).
b. Trauma otak sekunder merupakan akibat dari trauma saraf (melalui akson)
yang meluas, hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipotensi
sistemik.
Sementara menurut Price (2003:1174) cedera kepala diklasifikasikan sebagai
berikut:
a. Hematoma Epidural
Hematoma epidural paling sering terjadi di daerah parietotemporal akibat
robekan arterial mengineal media. Tanda dan gejala tampak bervariasi,
penderita hematoepidural yang khas memiliki riwayat cedera kepala dengan
periode tidak sadar dalam jangka waktu pendek, diikuti periode lusid.

Gambar 3. Hematoma epidural dalam fosa temporalis (Price, 2006:1174)


b. Hematoma Subdural
Pada umumnya hematoma subdural berasal dari vena. Hematoma ini timbul
akibat ruptur vena yang terjadi dalam ruangan subdural. Hematoma subdural
dibagi lagi menjadi tipe akut, subakut dan kronik yang memiliki gejala dan
prognosis yang berbeda-beda.

Gambar 4. Hematoma subdural (Price, 2006: 1174)


1) Hematoma subdural akut
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik yang penting
dan serius dalam 24-48 jam setelah cedera. Hematoma subdural akut
terjadi pada pasien yang meminum obat antikoagulan terus menerus yang
tampaknya mengalami trauma kepala minor dan sering kali berkaitan
dengan cedera deselerasi akibat kecelakaan bermotor. Defisit neurologik
progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang
otak ke dalam foramen magnum yang selanjutnya menimbulkan tekanan.
Keadaan ini cepat menimbulkan henti nafas dan hilangnya kontrol atas
denyut nadi dan tekanan darah.
2) Hematoma subdural subakut
Hematoma subdural subakut menyebabkan defisit neurologik bermakna
dalam jangka waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah
cedera. Hematoma ini disebabkan oleh pendarahan vena kedalam ruang
subdural. Riwayat klinis yang khas pada penderita hemotoma subdural
subakut adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan
ketidakkesadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang
bertahap.
3) Hematoma subdural kronik
Trauma otak yang menjadi penyebab dapat sangat sepele atau terlupakan
dan sering kali akibat cedera ringan. Tanda dan gejala dari Hematoma
subdural kronik biasanya tidak spesifik, tidak terlokalisasi dan dapat
disebabkan oleh banyak proses penyakit lain.

Gambar 5. Brain Hematoma (Wikipedia, 2009)

C. Etiologi
Penyebab cedera kepala adalah tabrakan lalu lintas kendaraan bermotor, rumah
dan kecelakaan kerja, jatuh, dan serangan. Kecelakaan sepeda juga merupakan
penyebab umum cedera kepala yang berhubungan dengan kematian dan cacat,
terutama di kalangan anak-anak. (Wikipedia, 2009)
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama
pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi pada kecelakaan lalu
lintas. (Mansjoer, 2000:3)

D. Patofisiologi
Mekanisme cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan
berat ringannya trauma kepala yang terjadi. Ada 2 mekanisme cedera yang bisa
terjadi, yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan (deselerasi).
Cedera percepatan (aselerasi) terjadi ketika benda yang bergerak membentur kepala
yang diam. Sedangkan, cedera perlambatan (deselerasi) terjadi ketika kepala
membentur objek yang relatif tidak bergerak, misalnya tanah (Gallo, 1996:226).
Kombinasi mekanisme ini mengakibatkan terjadinya cedera pada jaringan otak
dan menimbulkan kerusakan pada sawar darah otak (Blood Brain Barrier). Cedera
jaringan tersebut mengakibatkan degranulasi sel-sel mast yang terdapat dalam
jaringan otak. Degranulasi ini memacu pelepasan histamin yang menimbulkan efek
vaskuler berupa peningkatan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler
(Price, 2005:62).
Peningkatan permeabilitas kapiler memicu terjadinya eksudasi cairan dari
intravaskuler ke jaringan interstisiil otak dan menimbulkan edema serebral (Price,
2005:1168).
Selain itu, trauma yang terjadi menimbulkan destruksi pada vaskuler di daerah
kepala. Destruksi ini menimbulkan hematoma. Hematoma dan edema serebral dapat
berpengaruh pada peningkatan TIK. Peningkatan TIK didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan dalam rongga kranialis. Ruang intrakranial ditempati oleh
jaringan otak (1400 gram), darah (sekitar 75ml), dan cairan serebrospinal (sekitar
75ml). Keseluruhan volume tersebut menghasilkan suatu tekanan intrakranial normal
sebesar 4-15 mmHg. Peningkatan volume pada salah satu dari ketiga komponen ini
mengakibatkan desakan pada ruang dan menaikkan tekanan intrakranial (Price,
2005:1167).
Peningkatan TIK yang terjadi mempengaruhi kecepatan aliran darah ke otak
dan penekanan pada pusat pernafasan medulla oblongata dan pons. Penurunan
kecepatan aliran darah ke otak (Cerebral Blood Flow) mengakibatkan berkurangnya
suplai darah ke otak, sehingga memunculkan masalah perfusi jaringan serebral tidak
efektif (Nanda, 2005:233). Sedangkan, penekanan pada medulla oblongata dan pons
menyebabkan terjadinya gangguan pada fungsi pernafasan (Guyton, 2007:539).
Gangguan ini menimbulkan masalah keperawatan berupa pola nafas tidak efektif
(Nanda, 2005:27). Kombinasi antara gangguan suplai O2 ke otak dan gangguan pada
fungsi pernafasan akibat penekanan fungsi pernafasan membutuhkan tindakan
pemasangan intubasi ETT dan mayo yang bertujuan untuk mempertahankan
kepatenan jalan nafas dan membantu pemenuhan kebutuhan oksigen secara adekuat.
Keadaan ini dapat mengurangi respon batuk pada pasien, dan membuat sekret
menumpuk pada saluran pernafasan. Penumpukan sekret ini menimbulkan masalah
keperawatan berupa bersihan jalan nafas tidak efektif (Nanda, 2005:4).
Selain itu, trauma kepala juga mengakibatkan terjadinya destruksi vaskuler.
Destruksi ini mengakibatkan hilangnya/ berkurangnya cairan dalam intravaskuler.
Keadaan ini menimbulkan masalah keperawatan berupa kekurangan volume cairan
tubuh (Nanda, 2005:89). Selain itu, trauma kepala juga menimbulkan lesi pada daerah
kepala. Lesi ini dapat menjadi pintu masuk bagi agen infeksius untuk menyerang
pertahanan tubuh. Keadaan ini menimbulkan masalah keperawatan berupa risiko
infeksi (Nanda, 2005:121).

E. Manifestasi Klinik
Gangguan tanda vital, apatis, letargi, berkurangnya perhatian, menurunnya
kemampuan untuk mempergunakan percakapan kognitif yang tinggi, hemiparesis,
kelainan pupil, pusing menetap, sakit kepala, gangguan tidur, gangguan bicara,
hipoksia, hipotensi sistemik, hilangnya autoregulasi aliran darah, inflamsi, edema,
peningkatan tekanan intrakranial yang terjadi dalam waktu singkat (Price.
2003:1177 ).
Menurut Doengoes (2000: 270-272) tanda dan gejala dari cedera kepala yaitu:
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise), keterbatasan yang ditimbulkan oleh
kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
Kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak,
hipotonia.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis, beberapa
penyakit jantung kongenital (abses otak).
Tanda : Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat
(berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh pada pusat
vasomotor). Takikardi, disritmia (pada fase akut).
c. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut).
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
d. Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada
periode akut).
e. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala (mungkin merupakan gejala pertama dan biasanya
berat), parestesia, terasa kaku pada semua pernafasan yang terkena,
kehilangan sensasi (kerusakan pada saraf kranial), gangguan dalam
penglihatan seperti diplopia (fase awal dari beberapa infeksi).

Tanda : Status mental/tingkat kesadaran, letargi sampai kebingungan yang


berat sehingga menjadi koma, delusi dan halusinasi/psikosis
organik (ensefalitis).
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala (berdenyut dengan hebat, frontal) mungkin akan
diperburuk oleh ketegangan leher/punggung kaku, nyeri pada
gerakan okular, fotosensitivitas, sakit tenggorok nyeri.
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi/ gelisah, menangis/
mengaduh/ mengeluh.
g. Pernafasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru (abses otak).
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (episode awal), perubahan mental
(letargi sampai koma) dan gelisah.

Gambar 2. Tanda dan Gejala Cedera Kepala


F. Pemeriksaan Diagnostik
MRI : sama dengan CT scan dengan/tanpa menggunakan kontras.
Angiografi serebral menunujukan kelainan serkulasi serebral, seperti pergeseran
jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma.
EEG untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis.
Sinar X mendeteksi adanya perubahaan struktur tulang (fraktur), pergeseran
struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema) adanya fragmen tulang.
Pungsi lumba, CSS : Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan
subarakhnoid.
GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah arteri atau oksigenasi yang
akan dapat meningkatkan TIK.
Kimia/Elaktrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan dalam
meningkatkan TIK/perubahan mental.
Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab
terhadap penurunan kesadaran. (Doenges, 2000:272)

G. Penatalaksanaan
Pasien harus diberikan 100% oksigen, dan monitoring jantung serta 2 IV line
harus diberikan bagi pasien dengan TBI (trauma brain injury) berat, intubasi
endotracheal (melalui intubasi cepat) untuk mengamankan jalan napas dan
mencegah hipoksemia. Jika dilaksanakan dengan tepat, intubasi cepat akan
mencegah peningkatan TIK dan mengurangi terjadinya komplikasi. Saat
melakukan intubasi cepat, sangat penting untuk mengimobilisasi tulang leher
dengan adekuat dan menggunakan sedasi kuat atau agen induksi.
Karena hipotensi dapat mengakibatkan menurunnya perfusi serebral, sangatlah
penting untuk dilakukan pengontrolan tekanan darah. Pemberian resusitasi cairan
dengan cairan kristaloid. CT scan juga dilakukan dengan berkonsultasi dengan
bagian medis neurologi untuk menentukan dilakukannya suatu operasi. Semua
pasien dengan indikasi trauma intrakranial, posisi tempat tidur harus ditinggikan
sebesar 30°.(Jhon: 2004;778)
Penatalaksanaan cedera kepala menurut Plantz (1998;526)
Jika pasien dengan GCS kurang dari 8 harus dilakukan intubasi. Dengan diberikan
tekanan PCO2 sebanyak 25-30 mmHg dapat mengakibatkan vasokontriksi
cerebral dan membantu menurunkan TIK. Namun bila hiperventilasi ini diberikan
secara berlebihan dapat mengakibatkan penurunan perfusi cerebral
Penanganan kejang : kejang biasanya diberikan phenytoin dengan atau tanpa
benzoidiazepines
Penanganan luka pada kulit kepala: berikan irigasi yang berlebih, penekanan harus
diberikan untuk mengontrol perdarahan dan luka ditutup dengan jaritan.

H. KONSEP PENCEGAHAN PRIMER, SEKUNDER, TERSIER


NO JENIS PENCEGAHAN PENCEGAHAN PENCEGAHAN
. TRAUMA PRIMER SEKUNDER TERSIER
1. Trauma Upaya yang  Penanganan  pada cedera kepala
Kepala dan dilakukan segera secara ringan : -
wajah perawat untuk cepat dan tepat  Klien harus
pencegahan pada penderita didampingi
primer meliputi Multi Trauma ; oleh
penyuluhan Pada cedera seseorang
kepada Otak : selama waktu
masyarakat luas  Pertahank 24 jam
melalui lembaga an kepala sesudah
swadaya harus cedera.
masyarakat dan berada  Jangan
lembaga sosial dalam meminum
lainnya. Program posisi gais minuman
penyuluhan tengah beralkohol
diarahkan ke  Untuk selama 24
penggunaan jaringan jam.beristiraha
Helm saat yang t selama 24
mengemudi terkoyak jam berikutnya
kendaraan dari wajah,  Jangan
bermotor, Anak – semua mengemudika
anak yang masih jaringan n kendaraan,
Balita selalu dan organ mengoperasik
diawasi oleh yang lepas an mesin, atau
orang tua, jangan dikembalik mengamibil
Mengemudikan an ke keputusan
kendaraan tempat yang penting.
dengan semula.
kecepatan yang  Berikan
tinggi, pada sedatif
pemanjat tebing untuk
saat memanjat mengatasi
harus agitasi,
menggunakan ventilasi
pengaman pada mekanis
kepala dan  Berikan
badan, obat untuk
Pada pekerja menghenti
bangunan agar kan kejang
menggunakan :
helm saat Benzodiaz
menaiki epin.
bangunan yang  Tindakan
tinggi. untuk
menurunk
an TIK
 pencegahan
komplikasi akut
dan kronis :
 cegah
perdaraha
n yang
hebat

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Trauma kepala meliputi trauma kepala, tengkorak dan otak. Trauma kepala
paling sering terjadi dan merupakan penyakit neurologis yang serius diantara penyakit
neurlogis lainnya serta mempunyai proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan
raya. Lebih dari setengah dari semua pasien dengan trauma kepala berat mempunyai
signifikansi terhadap cedera bagian tubuh lainnya. Adanya shock hipovolemik pada
pasien trauma kepala biasanya karena adanya cedera bagian tubuh lainnya.
Trauma kepala adalah (terbuka dan tertutup) terdiri dari : fraktur tengkorak,
komusio (gegar) serebri, kontusio (memar)/laserasi dan perdarahan serebral
(subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang otak). (Doenges, 2000: 270)
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, J.E. 2004. BTLS: Basic Trauma Life Support for EMT-B and the First Responden,
4th Ed. New Jersey: Pearson Education
Doenges, Marilynn E. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC
Gallo, Hudak. 1996. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Guyton. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika
Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Penyakit Volume 1 dan 2. Jakarta : EGC
Wikipedia, the Free Encyclopedia. 2009. Brain Injury. (Online).
(http://en.Wikipedia.org/wiki/braininjury, Diakses tanggal 26 Maret 2010).

Anda mungkin juga menyukai