Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN TUTORIAL

DIABETES MELLITUS TIPE I


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak I
Dosen Koordinator: Chatarina surya, S.Kep.,Ners.,M.Kep
Dosen Pembimbing: Dewi Umu Kulsum, S.Kep., Ners., M.Kep

Kelompok G
Ketua : Fany Fitriani R 213118005
Scriber 1 : Retna Ningsih 213118077
Scriber 2 : Sania Shalsabila 213118132
Anggota:
Fany Fitriani R 213118005 Fajar Andrianto 213118092
Neng Lisna N 213118011 Risa Ayunda S 213118103
Putri Nur I S 213118029 Salma Dewi A 213118115
Riska Fitria Y 213118043 Wina Nurmeilenia 213118131
Diana Shinta M 213118047 Rizkita Tsurayya S 213118148
Vina Rizky P 213118056 Lady Devariani I 213118153
Mira Nurhasanah 213118069 Muhammad Dalfa 213118160

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN S-1


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan
laporan tutorial ini. Shalawat serta salam kita sanjungkan kepangkuan alam Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan ke
alam yang berilmu pengetahuan seperti yang kita rasakan pada saat ini.
Keperawatan merupakan suatu profesi yang difokuskan pada perawatan
individu, keluarga dan komunitas dalam mencapai memelihara dan
menyembuhkan kesehatan yang optimal dan berfungsi.
Laporan tutorial ini telah kami kerjakan dengan bantuan internet, kamus
kedokteran, jurnal keperawatan serta beberapa buku sumber keperawatan lainnya.
Dengan adanya bantuan dari berbagai bentuk sumber diharapkan dapat
mempermudah mendapat informasi yang penting tentang Diabetes Mellitus.
Dengan bersungguh-sungguh dan hati yang ikhlas kami dapat menyelesaikan
laporan tutorial ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Laporan tutorial ini disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan tutorial ini.
Untuk itu kami menyampaikan terimakasih kepada pihak yang telah berkontribusi
dalam pembuatan laporan tutorial ini.

Cimahi, 4 Juni 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A...Latar Belakang...........................................................................................1
B...Batasan Masalah........................................................................................3
C...Rumusan Masalah..................................................................................... 3
D...Tujuan........................................................................................................3
E... Metode Penulisan...................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................5
A...Skenario Kasus.......................................................................................... 5
B...Pembahasan............................................................................................... 5
1....Step 1 Klarifikasi Istilah..................................................................... 5
2....Step 2 Identifikasi Masalah.................................................................7
3....Step 3 Analisa Masalah.......................................................................7
4....Step 4 Hipotesa................................................................................... 9
5....Step 5 Learning Objective...................................................................10
6....Step 6 Belajar Mandiri........................................................................ 10
7....Step 7 Sintesis..................................................................................... 10
C...Asuhan Keperawatan.................................................................................21
BAB III PENUTUP...............................................................................................28
A...Simpulan....................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29

ii
iii
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM)
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional,
nasional maupun lokal. Salah satu jenis penyakit metabolik yang selalu
mengalami peningkatan penderita setiap tahun di negara-negara seluruh dunia.
Diabetes merupakan serangkaian gangguan metabolik menahun akibat
pankreas tidak memproduksi cukup insulin, sehingga menyebabkan
kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, akibatnya terjadi peningkatan
konsentrasi glukosa dalam darah (Infodatin, 2014; Sarwono, dkk, 2007).
World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan
jumlah diabetisi (penderita diabetes) yang cukup besar dari 8,4 juta jiwa pada
tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta jiwa pada tahun 2030 dengan pertumbuhan
sebesar 152% (WHO, 2006).
Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun 2018,
tercatat 1220 anak penyandang DM tipe-1 di Indonesia. Insiden DM tipe-1
pada anak dan remaja meningkat sekitar tujuh kali lipat dari 3,88 menjadi
28,19 per 100 juta penduduk pada tahun 2000 dan 2010. Data tahun 2003-2009
menunjukkan pada kelompok usia 10-14 tahun, proporsi perempuan dengan
DM tipe 1 (60%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (28,6%). Pada tahun 2017,
71% anak dengan DM tipe-1 pertama kali terdiagnosis dengan Ketoasidosis
Diabetikum (KAD), meningkat dari tahun 2016 dan 2015, yaitu 63%. Diduga
masih banyak pasien DM tipe-1 yang tidak terdiagnosis atau salah diagnosis
saat pertama kali berobat ke rumah sakit. Insiden DM tipe-1 pada anak di
Indonesia tidak diketahui secara pasti karena sulitnya pendataan secara
nasional. Sampai saat ini, Unit Kelompok Kerja (UKK) Endokrinologi Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI) berusaha mengumpulkan data pasien anak DM
di Indonesia.
3

Diabetes yang tidak terkontrol, mengacu pada kadar glukosa yang


melebihi batasan target dan mengakibatkan dampak jangka pendek langsung
(dehidrasi, penurunan BB, penglihatan buram, rasa lapar) serta jangka panjang
(kerusakan pembuluh darah mikro dan makro (Mikail, 2012).
Diabetes mellitus tipe-1 terjadi akibat destruksi sel beta pankreas akibat
proses autoimun, walaupun pada sebagian kecil pasien tidak didapatkan bukti
autoimunitas atau idiopatik. Umumnya, gejala klinis timbul ketika kerusakan
sel-sel pankreas mencapai ≥90%. Banyak faktor yang berkontribusi dalam
patogenesis DM tipe-1, di antaranya faktor genetik, epigenetik, lingkungan,
dan imunologis. Namun, peran spesifik masing-masing faktor terhadap
patogenesis DM tipe-1 masih belum diketahui secara jelas. Risiko untuk
mengalami DM tipe-1 berhubungan dengan kerusakan gen, saat ini diketahui
lebih dari 40 lokus gen yang berhubungan dengan kejadian DM tipe-1.
Riwayat keluarga jarang dijumpai, hanya 10%-15% pasien memiliki keluarga
derajat pertama dan kedua dengan DM tipe-1. Faktor lingkungan yang
berhubungan dengan DM tipe-1, antara lain, infeksi virus dan diet. Sindrom
rubella kongenital dan infeksi human enterovirus diketahui dapat mencetuskan
DM tipe-1. Konsumsi susu sapi, konsumsi sereal dini, dan vitamin D maternal
diduga berhubungan dengan kejadian DM tipe-1, tetapi masih dibutuhkan
investigasi lebih lanjut. Pada beberapa pasien dengan awitan baru DM tipe- 1,
sebagian kecil sel β belum mengalami kerusakan. Dengan pemberian insulin,
fungsi sel β yang tersisa membaik sehingga kebutuhan insulin eksogen
berkurang. Periode ini disebut sebagai periode bulan madu atau honeymoon
period di mana kontrol glikemik baik. Umumnya, fase ini diawali pada
beberapa minggu setelah mulai terapi sampai 3-6 bulan setelahnya, pada
beberapa pasien dapat mencapai dua tahun.
Gejala DM tipe-1 pada anak sama dengan gejala pada dewasa, yaitu
poliuria dan nokturia, polifagia, polidipsia, dan penurunan berat badan. Gejala
lain yang dapat timbul adalah kesemutan, lemas, luka yang sukar sembuh,
pandangan kabur, dan gangguan perilaku. Setelah dilakukan langkah awal
penegakkan diagnosis diabetes, selanjutnya tipe diabetes perlu untuk diketahui
4

karena berimplikasi pada terapi dan edukasi. Membedakan DM tipe-1 dan 2


seringkali sulit pada remaja overweight atau obesitas sehingga pada kelompok
pasien ini perlu ditelusuri riwayat keluarga lengkap, pengukuran autoantibodi
islet, dan konsentrasi C-peptida plasma atau urin. Cho dkk melaporkan bahwa
kadar C-peptida puasa dapat membantu klasifikasi tipe DM saat diagnosis
pada anak dan remaja. Pemeriksaan autoantibodi pada anak dengan DM belum
menjadi pemeriksaan yang rutin dilakukan karena ketersediaan pemeriksaan
yang belum luas dan relatif mahal di Indonesia. Penanda serologi untuk
autoimunitas terhadap sel β pankreas, antara lain, (1) glutamic acid
decarboxylase 65 autoantibodies (GAD), (2) Tyrosine phosphatase-like
insulinoma antigen 2 (IA2), (3) insulin autoantibodies (IAA), dan (4) β-cell-
specific zinc transporter 8 autoantibodies (ZnT8). Hasil positif pada salah satu
penanda serologi tersebut memastikan diagnosis DM tipe-1.6 Skrining DM
tipe-1 pada anak asimtomatik dengan panel antibodi hanya direkomendasikan
dalam penelitian dan jika memiliki anggota keluarga derajat pertama dengan
DM tipe-1.
NIMH (National Institute of Mental Health) tahun 2011 menyatakan
bahwa dari beberapa penelitian, pasien DM dengan depresi mempunyai gejala
DM yang lebih parah dibanding dengan pasien yang hanya menderita DM
tanpa depresi. Penderita yang sakit kronis cenderung menunjukkan ekspresi
emosi yang bersifat negatif berkenaan dengan kondisi sakitnya. Pasien DM
yang mengalami depresi secara perilaku kebanyakan tidak mampu melakukan
hal-hal positif untuk menjaga agar penyakitnya tidak bertambah parah.
Sehingga, penderita membutuhkan dukungan sosial (Brannon dan Feist, 2007).
Seperti dibuktikan oleh Anastasia (2010) pada penelitiannya tentang hubungan
tingkat depresi dengan kecenderungan berperilaku sehat pada penderita DM
yang sudah menderita DM selama sedikitnya 3 tahun, mendapatkan hasil
bahwa terdapat hubungan negatif yang kuat diantara keduanya. Hal ini berarti
bahwa semakin tinggi tingkat depresi akan semakin rendah kecenderungan
berperilaku sehat.
5

Dukungan sosial sangat berpengaruh bagi individu dalam beradaptasi dan


berinteraksi dengan lingkungannya. Dukungan tersebut berkaitan dengan
pembentuk keseimbangan mental dan kepuasan psikologi (Cohen & Syme,
1985, dalam Ika, 2008).

B. Batasan Masalah
1. Step 1: Klarifikasi Istilah
2. Step 2: Identifikasi Masalah
3. Step 3: Analisa Kasus
4. Step 4: Hipotesa
5. Step 5: Learning Objective
6. Step 6: Belajar Mandiri
7. Step 7: Sintesis

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep penyakit yang terjadi pada kasus (definisi, manifestasi
klinis, klasifikasi, etiologi, pathway, penatalaksanaan berdasarkan
manajemen pilar pada DM)?
2. Bagaimana analisa data berdasar kasus diatas (problem, etiologi,
symptom)?

D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami Diabetes Mellitus.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu:
a. Memahami dan menjelaskan konsep penyakit yang terjadi pada
kasus termasuk definisi, manifestasi klinis, klasifikasi, etiologi,
pathway dan penatalaksanaan berdasarkan manajemen pilar pada
DM
6

b. Membuat analisa data berdasar kasus diatas (problem, etiologi,


symptom)

E. Metode Penulisan
1. Studi Pustaka
Pengumpulan data yang diperoleh dengan cara penelusuran kepustakaan,
untuk memperoleh ketentuan dasar terhadap masalah yang dibahas.
2. Pencarian dari Internet
Yaitu penelusuran dari berbagai alamat web, mengenai materi yang
berkaitan dengan masalah yang dibahas.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Skenario Kasus
Anak laki-laki bernama Andi usia 11 tahun baru saja didiagnosis suatu
penyakit pada sistem endokrin, disarankan untuk dirawat di ruang anak RS
Harapan Bunda. Hasil anamnesis pada An andi dan keluarga mengatakan
bahwa sekarang banyak makan, banyak minum, banyak kencing, berat
badannya turun, enuresis. Andi juga mudah tersinggung, tidak bisa perhatian
lama ketika mengikuti pelajaran sekolah, merasa sering lelah, penglihatan
kabur, sakit kepala, kalau ada luka sukar sembuh dan mudah terserang flu.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan BB: 25,5kg, PB: 135 cm, suhu:
37,4oC, nadi: 88x/menit. Respirasi: 24x/menit, TD: 110/70 mmHg. Turgor kulit
baik, kulit kering, membran mukosa mulut tampak lembab. Hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan: Hb: 11,2gr/dl, Hematokrit: 30%, eritrosit:
4,0(x106/uL), trombosit: 210000/mm3, leukosit: 9.500/uL, glukosa darah
sewaktu 300mg/dl, nilai C-peptide 0,80 ng/ml.
Orang tua mengatakan bahwa mereka sangat terkejut dan tidak percaya
ketika Andi didiagnosa penyakit tersebut, padahal tidak ada anggota keluarga
yang menderita penyakit yang sama. Mereka mengatakan tidak paham tentang
penyakit yang diderita Andi dan cara perawatannya terutama setelah pulang
dari Rumah Sakit. Orang tua khawatir memikirkan masa depan
Andi.Terapi/instruksi medis yang diberikan saat ini : cek gula darah 2x/hari,
insulin 1 unit Kg/BB.

B. Pembahasan
1. Step 1 Klarifikasi Istilah
Pertanyaan:
a. C-peptide (Sania Shalsabila 213118132)
b. Hematokrit (N Lisna Nuryani 213118011)
c. Enureusis (Mira Nurhasanah 213118069)
d. Eritrosit (Vina Rizki P 213118056)

7
Jawaban:
a. C -peptide adalah ketika insulin pertama kali diproduksi itu dalam
bentuk proinsulin dan terdiri dari rantai insulin aktif yang dihubungkan
oleh asam amino tidak aktif . (Risa Ayunda S 213118103)
C-peptida adalah produk sampingan yang dibuat ketika insulin
diproduksi. Karena itu, mengukur jumlah C-peptida dalam darah
menunjukkan berapa banyak insulin yang diproduksi. Umumnya,
produksi C-peptida yang tinggi menunjukkan produksi insulin yang
tinggi pula, dan sebaliknya. (N Lisna Nuryani 213118011)
Umumnya, hasil normal untuk C-peptida dalam aliran darah antara 0,5
dan 2,0 ng/mL (nanogram per mililiter). Namun, hasil tes insulin C-
peptida dapat bervariasi berdasarkan laboratorium. (Fajar Andrianto
213118092)
C-peptide adalah polipeptida asam amino 31 pendek yang
menghubungkan rantai-A insulin ke rantai-B dalam molekul proinsulin.
Proinsulin = insulin + C-peptide. C-peptide dilepaskan dari sel beta
pankreas selama pembelahan insulin dari proinsulin. Ini terutama
diekskresikan oleh ginjal, dan waktu paruh adalah 3-4 kali lebih lama
dari insulin. (Diana Shinta M 213118047)
b. Hematokrit adalah perbandingan jumlah sel darah merah dg volume
darah keseluruhan. (Salma Dewi 213118115)
Hematokrit adalah perbandingan jumlah sel darah merah dengan
volume darah keseluruhan yang dihitung dalam persentase. (Putri Nur
Insani 213118029)
Hematokrit adalah kadar sel darah merah dalam darah. Kadar sel darah
merah yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat menjadi pertanda
sedang menderita penyakit tertentu, misalnya anemia atau dehidrasi.
(Mira Nurhasanah 213118069)
c. Enereusis adalah istilah medis kebiasaan untuk mengompol,yakni
kondisi dimana seseorang tidak dapat manahn keluarnya air kencing
karena tidur. (Riska Fitria Y 213118043)

8
d. Sel darah merah, eritrosit (bahasa Inggris: red blood cell (RBC),
erythrocyte) adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi
mengikat oksigen yang diperlukan untuk oksidasi jaringan-jaringan
tubuh lewat darah (Lady Devariani 213118153)
Eritrosit atau sel darah merah berfungsi untuk membawa oksigen dari
paru-paru ke seluruh jaringan tubuh. (Wina nurmeilenia 213118131)

2. Step 2 Identifikasi Masalah


a. Apa yg menyebabkan anak banyak makan, banyak minum, banyak
kecing tapi berat badan turun (Sania Shalsabila 213118132)
b. Apa yg menyebabkan pasien menyebabkan eneuresis (Diana Shinta
M 213118047)
c. Apa masalah kesehatan pada anak tersebut? (Salma Dewi 213118115)
d. Apa yg menyebabkan px menderita penyakit tersebut padahal umurnya
masih belia dan tidak ada faktor keturunan dari keluarganya? (Rizkita
Tsurayya 213118148)
e. Mengapa pasien mudah tersinggung, tidak bisa perhatian lama ketika
mengikuti pelajaran sekolah, merasa sering lelah, penglihatan kabur,
sakit kepala, kalau ada luka sukar sembuh dan mudah terserang flu?
(Riska Fitria Y. 213118043)
f. Bagaimana etiologi dari penyakit tersebut? (Putri Nur Insani
213118029)
g. Apakah ada intervensi untuk orang tua anak yang merasa cemas dan
tidak percaya percaya tsbt dan apa saja intervensinya (Vina Rizki P
213118056 )
h. Nilai normal Hb pada anak (Lady Devariani 213118153)
i. Apakah ada hubungannya antara nilai gula darah tinggi dengan
uneresis? (Muhammad Dalfa 213118160)
j. Apa saja gejala enuresis? Dan nilai normal hematokrit, eritrosit,
leukosit sama c-peptide pada anak berapa? (Wina Nurmeilenia
213118131)

9
10

3. Step 3 Analisa Kasus


a. karena kadar gula darah yang tinggi bersifat menarik air sehingga
menyebabkan air di dalam sel tertarik keluar yang membuat respon otak
untuk menimbulkan rasa haus sehingga banyak minum. Otak
memerintah tubuh untuk memecah jaringan otot dan lemak. Hal ini
dilakukan otak agar kebutuhan energi tubuh terpenuhi karena insulin
tidak bekerja dengan baik. Pemecahan jaringan otot dan lemak inilah
yang membuat penderita mengalami kehilangan berat badan. (Diana
Shinta M 213118047)
Kondisi kencing berlebihan seperti yang dialami oleh anak disebut
dengan poliuria. Poliuria didefinisikan sebagai jumlah kencing yang
keluar lebih dari 2.5-3 ml/kg berat badan/24 jam. Berikut ini adalah
beberapa hal yang dapat menyebabkan poliuria pada anak:
Penyakit diabetes, bisa disebabkan oleh penyakit diabetes mellitus (gula
darah tinggi) dan penyakit diabetes insipidus (gangguan metabolisme air
dan garam). Keduanya menyebabkan peningkatan produksi air kencing
sehingga dapat memunculkan gejala sering kencing. Gejala lain yang
dapat ditemukan pada penyakit diabetes mellitus antara lain: sering
kencing, cepat lapar, cepat haus, peningkatan atau penurunan berat
badan, lemas. Gejala lain yang dapat ditemukan pada penyakit diabetes
insipidus antara lain: cepat haus, lemas, sakit kepala, turun berat badan.
(Neng Lisna Nuryani 213118011)
b. Penyebab Enuresis. Sejauh ini penyebab pasti enuresis atau mengompol
belum dapat dipastikan. Kendati demikian, beberapa faktor memiliki
peran dalam perkembangan enuresis, di antaranya:
Gangguan hormon. Gangguan tersebut terjadi pada hormon antidiuretik
(ADH), yang berfungsi untuk menurunkan produksi urine. Hormon
ADH pada penderita enuresis tidak mencukupi sehingga tubuh
memproduksi lebih banyak urine, terutama saat malam hari.Masalah
pada kandung kemih. Masalah tersebut dapat berupa kandung kemih
yang terlalu kecil hingga tidak dapat menampung jumlah urine yang
11

banyak, otot kandung kemih yang terlalu tegang sehingga tidak dapat
menahan jumlah urine yang normal, radang kandung kemih (cystitis),
serta kesalahan sistem saraf yang mengendalikan kandung kemih
sehingga tidak memberi peringatan atau tidak dapat membangunkan
anak yang sedang tidur saat kandung kemih penuh. Gangguan tidur.
Mengompol merupakan salah satu tanda terjadinya gangguan sleep
apnea, di mana penapasan terganggu saat tidur, salah satunya karena
amandel atau kelenjar adenoid yang membesar. Gangguan tidur lain
terjadi saat anak tidur terlalu nyenyak hingga tidak bangun ketika akan
berkemih. Gangguan enuresis dapat diturunkan dari orang tua, dan
biasanya terjadi pada umur yang sama.Terlalu banyak mengonsumsi
kafein. Hal ini dapat membuat sering berkemih. (Riska fitria yunandi
213118043)
Penyakit enuresis dapat disebabkan oleh banyak faktor. Berikut adalah
berbagai penyebab mengompol pada anak yang umum ditemui:
Ketidakmampuan mengenali kandung kemih penuh. Apabila saraf yang
bertugas mengontrol kandung kemih lambat perkembangannya, kandung
kemih yang penuh tidak dapat membangunkan anak dari tidurnya,
terutama jika tidurnya nyenyak. Infeksi saluran kemih. Infeksi pada
saluran kemih dapat membuat anak kesulitan untuk mengontrol buang
air kecil. Gejala infeksi saluran kemih dapat meliputi mengompol di
malam atau siang hari, sering buang air kecil, urin berwarna merah atau
merah muda, rasa sakit ketika buang air kecil. Sleep apnea. Biasanya
enuresis adalah salah satu gejala dari obstructive sleep apnea, kondisi
yang menyebabkan pernapasan anak terganggu selama tidur. Kondisi ini
dapat disebabkan oleh peradangan amandel atau pembengkakan kelenjar
gondok. Gejala lain yang mungkin mengindikasikan kondisi ini adalah
seperti mengantuk di siang hari dan mendengkur.Diabetes. Kondisi ini
juga bisa mengindikasikan diabetes pada anak, terutama jika anak tidak
memiliki kebiasaan mengompol sebelumnya. Gejala lain dari kondisi ini
meliputi produksi urin meningkat, lebih cepat haus, kelelahan,
12

penurunan berat badan meskipun pola makan tetap normal.Masalah


struktural pada saluran kemih atau sistem saraf. Mengompol dapat
dikaitkan dengan gangguan pada sistem neurologis atau sistem kemih
anak, namun kondisi ini relatif jarang terjadi. Sembelit kronis. Otot
untuk mengontrol pembuangan urin dan feses sama, jadi apabila
sembelit terjadi untuk waktu yang lama maka dapat menyebabkan otot-
otot ini menjadi tidak berfungsi sehingga dapat juga menyebabkan
enuresis. (Mira Nurhasanah 213118069 )
Penyebab Enuresis. Sejauh ini penyebab pasti enuresis atau mengompol
belum dapat dipastikan. Kendati demikian, beberapa faktor memiliki
peran dalam perkembangan enuresis, di antaranya:
Masalah pada kandung kemih : Masalah tersebut dapat berupa kandung
kemih yang terlalu kecil hingga tidak dapat menampung jumlah urine
yang banyak, otot kandung kemih yang terlalu tegang sehingga tidak
dapat menahan jumlah urine yang normal, radang kandung kemih
(cystitis), serta kesalahan sistem saraf yang mengendalikan kandung
kemih sehingga tidak memberi peringatan atau tidak dapat
membangunkan anak yang sedang tidur saat kandung kemih penuh.
Gangguan tidur : Mengompol merupakan salah satu tanda terjadinya
gangguan sleep apnea, di mana penapasan terganggu saat tidur, salah
satunya karena amandel atau kelenjar adenoid yang membesar.
Gangguan tidur lain terjadi saat anak tidur terlalu nyenyak hingga tidak
bangun ketika akan berkemih.
Gangguan enuresis dapat diturunkan dari orang tua, dan biasanya terjadi
pada umur yang sama. Gangguan psikologis. Stres atau tekanan
psikologis juga dapat menyebabkan Pada anak-anak, stres dapat terpicu
oleh kematian kerabat, adaptasi ke lingkungan baru, atau pertengkaran
dalam keluarga. Selain itu, belajar untuk buang air kecil di toilet (toilet
training) yang dipaksakan atau dimulai pada usia yang terlalu dini, juga
dapat menjadi faktor yang berperan dalam enuresis. ( Neng Lisna
Nuryani 213118011 )
13

c. Masalah kesehatan yang terjadi pada anak adalah Insulin Dependent


Diabetes Mellitus (IDDM). Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes,
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya
kadar gula darah). Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor
pencetus IDDM. (Brunner & Suddart, 2002) Diabetes mellitus tipe 1
yang menyerang anak-anak sering tidak terdiagnosisoleh dokter karena
gejala diabetes pada anak yang awalnya yang tidak begitu jelas dan pada
akhirnya sampai pada gejala lanjut dan traumatis seperti mual, muntah,
nyeri perut,sesak nafas, bahkan koma. Gejala diabetes pada anaktipe 1
ini mempunyai ciri khas yaitu nafas sianak berbau asam atau keton.
Gejala lain mungkin termasuk antara lain:
1) Sering sekali buang air kecil atau mengompol
2) Mudah lapar
3) Cepat lelah
4) Penglihatan kabur
5) Luka yang lambat untuk disembuhkan
6) Nyeri perut
7) Iritabilitas dan perubahan mood (Sania Shalsabila 213118132)
d. Anak yang menderita IDDM belum diketahui penyebabnya. orang tua
yang menderita diabetes kemungkinan anak nya akan menderita diabetes
juga. Anak yang menderita dm tapi tidak ada riwayat keturnan dari
orang tua, kemungkinan disebabkan oleh faktor lain seperti faktor
immunologi, faktor lingkungan, gaya hidup. Namun, jenis diabetes ini
merupakan penyakit autoimun. Penyakit autoimun ditandai dengan
masalah sistem imun yang justru menyerang dan menghancurkan sel
sehat. Jadi kalau dikaitkan dengan kasus kemungkinan penyebab anak
menderita iddm adalah karena faktor immunologi (Sania Shalsabila
213118132)
Yang bisa menyebabkan anak tersebut diabetes adalah pola hidup, Pola
hidup tersebut meliputi asupan gula berlebih, makanan tidak sehat,
kurang aktivitas fisik, dan kurang istirahat. Hal itulah penyebab
14

seseorang yang tidak punya riwayat keturunan diabetes tetapi memiliki


risiko terkena diabetes. (Muhammad Dalfa 213118160)
e. Dikarenakan :
1) Anak menjadi cepat marah atau mudah tersinggung. Tidak hanya
masalah pada fisiknya, anak juga menunjukkan gejala pada
mentalnya. Anak dengan diabetes tipe 1 yang tidak diketahui, dapat
tiba-tiba marah atau murung.
2) Terlihat lelah atau lesu. Anak yang menderita diabetes mungkin akan
terlihat lebih lemah dan lesu karena kurangnya energi di dalam tubuh.
Anak bisa tetap terlihat lesu meski sudah makan dalam jumlah atau
porsi yang besar.
3) Perubahan perilaku. Tidak hanya tanda secara fisik, diabetes pada
anak juga bisa berpengaruh pada kondisi psikologisnya. Diabetes bisa
membuat penderitanya memiliki gangguan suasana hati (mood
swings). Selain itu, anak juga mungkin akan mengalami penurunan
performa di sekolah.
4) Penglihatan kabur. Kadar gula darah yang tinggi akibat diabetes lama
kelamaan bisa menyebabkan saraf mata membengkak. Kondisi ini
dapat membuat anak mengalami gangguan penglihatan atau
pandangannya terasa buram.
5) Muncul luka atau infeksi di tubuh yang sulit sembuh. Karena kadar
gula darah yang tinggi, seorang anak yang menderita diabetes akan
memiliki luka yang sulit sembuh saat cedera atau terluka. Selain
menghambat proses penyembuhan luka, diabetes juga dapat membuat
anak rentan terserang infeksi. (Rizkita Tsurayya 213118148)
f. Hampir semua (95%) kasus IDDM terjadi karena kombinasi genetik dan
faktor lingkungan. Interaksi ini menyebabkan ter jadinya destruksi
autoimun pada sel beta pulau-pulau Langerhans. Defisiensi insulin baru
terjadi saat 90% sel beta sudah mengalami destruksi. Komponen genetik
yang menyebabkan IDDM sudah jelas diteliti, yakni molekul DR3 dan
DR4 pada HLA kelas II. Lebih dari 90% anak kulit putih memiliki
15

ekspresi DR3 dan/atau DR4 pada HLA mereka. Pasien yang memiliki
ekspresi DR3 juga berisiko memiliki endokrinopati autoimun dan
penyakit celiac. Pasien pasien ini sa ngat berisiko menderita IDDM di
kemu dian hari karena telah terdeteksi adanya an tibodi anti sel-sel beta.
Pasien dengan DR4 umumnya menderita IDDM pada usia dini dan dapat
ditemukan anibodi an ti sel-sel beta namun tidak ditemukan
endokrinopati autoimun lainnya. Fre kuen si terjadinya IDDM pada
anak ialah 2-3% jika sang ibu menderita diabetes dan 5-6% pada anak
dengan ayah diabetes. Ang kanya menjadi 30% pada anak de ngan ayah
ibu menderita diabetes. Komponen lingkungan yang menye bab kan
IDDM sangat berperan penting dan sifatnya sangat multifaktorial. Ada
pe nelitian yang menyebutkan bahwa in fek si virus Rubella dapat
memodifikasi kom ponen autoimun sehingga ibu yang mengalami
infeksi ketika hamil cende rung memiliki anak yang bebas penyakit
autoimun, sebaliknya angka kejadian IDDM jauh meningkat pada ibu
yang sa ngat rendah terekspos dengan infeksi ke ti ka hamil. Anak-anak
yang disusui oleh ibunya waktu kecil juga sedikit menderita IDDM,
sedangkan terdapat penelitian yang menyebutkan bahwa sebagian
protein susu sapi (albumin serum bovine) memiliki antigen yang mirip
dengan sel-sel beta. Nitrosamin, bahan pengawet makanan dan
campuran air minum, juga dilaporkan dapat menyebabkan IDDM pada
hewan, namun belum ada bukti da pat terjadi pada manusia. Senyawa
kimia yang dapat menyebab kan IDDM ialah Streptozocin dan RH-787,
racun tikus yang spesifik menghancurkan sel-sel beta sehingga
menyebabkan IDDM. Penyebab lainnya ialah tidak ada nya pankreas
atau sel beta kongenital sejak lahir, telah dilakukan pankreatektomi, atau
telah terjadi disfungsi pankreas akibat penyakit lain, seperti fibrosis
kis tik, pankreatitis kronik, talasemia mayor, hemokromatosis, serta
sindrom uremia hemolitik. Penyakit lainnya ialah sindrom Wolfram
(diabetes insipidus, diabetes me llitus, atrofi optik, dan tuli) serta
16

kelainan kromosom (sindrom Down, sindrom Klinefelter, sindrom


Turner, atau sin drom Prader-Willi). (Diana Shinta M 213118047)
Penyebab diabetes tipe 1 tidak diketahui. Namun, diyakini bahwa
adanya factor keturunan dari berkembangnya diabetes tersebut, dan
beberapa factor lain dari luar:
1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen).
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya. Faktor herediter
menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta
terhadap penghancuran oleh virus atau mempermudah
perkembangan antibodi autoimun melawan sel-sel beta, jadi
mengarah pada penghancuran sel-sel beta
2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans
dan insulin endogen
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta. (Sania Shalsabila 213118132)
Penyebab penyakit DM ini belum diketahui secara lengkap dan
kemungkinan faktor penyebab dan faktor resiko penyakit DM pada
kasus ini diantaranya:
1) Lingkungan seperti virus (Cytomegalovirus, mumps, rubella) yang
dapat memicu terjadinya autoimun dan menghancurkan sel-sel beta
17

pancreas, obat-obatan dan zat kimia seperti alloxan, streptozotocin,


pentamidine.
2) Obesitas, berat badan lebih dari atau sama dengan 20% berat ideal.
3) Etnik, banyak terjadi pada orang Amerika keturunan Afrika, Asia.
4) HDL kolesterol lebih dari atau sama dengan 35 mg/dl, atau
trigeliserida lebih dari 250 mg/dl.
5) Riwayat gestasional DM. (Smeltzer, 2004).
6) Kebiasaan diet.
7) Kurang olah raga. (Fajar Andrianto 213118092)
g. Mungkin jika orang tua merasa cemas kita sebagai perawat lebih seperti
menenangkan orang tuanya agar tidak cemas dan tidak khawatir. (Sania
Shalsabila 213118132)
Kita juga sebagai perawat harus bisa memberikan motivasi ke
orangtuanya dan memberikan pengetahuan juga ke orangtuanya (Putri
Nur Insani 213118029)
memberikan pengetahuan soal penyakit yg diderita anaknya, penyebab
dan cara penanganan penyakit tersebut (Rizkita 213118148)
h. Hemoglobin merupakan protein yang memberi warna merah pada sel
darah merah. Protein ini bertugas mengikat oksigen dari paru dan
menghantarkannya ke sel-sel tubuh sehingga bisa berfungsi dengan baik.
Selain itu, Hb juga berperan dalam mengikat karbon dioksida dari
jaringan dan menghantarkannya kembali ke paru.
Nilai normal hemoglobin bisa bervariasi tergantung dari usia, jenis
kelamin, dan beragam kondisi lainnya. Secara umum, berikut patokan
nilai normal hemoglobin untuk beberapa rentang usia anak:
1) Bayi baru lahir: 13,5 hingga 24,0 g/dL
2) Bayi usia kurang dari 1 bulan: 10,0 hingga 20,0 g/dL
3) Bayi usia 1 hingga 2 bulan: 10,0 hingga 18,0 g/dL
4) Bayi usia 2 hingga 6 bulan: 9,5 hingga 14,0 g/dL
5) Bayi usia 6 hingga 24 bulan: 10,5 hingga 13,5 g/dL
6) Anak usia 2 hingga 6 tahun: 11,5 hingga 13,5 g/dL
18

7) Anak usia 6 hingga 12 tahun: 11,5 hingga 15,5 g/dL


8) Remaja 12 hingga 18 tahun: 13,0 hingga 16,0 g/dL (laki-laki) dan 12.0
hingga 16,0 g/dL (perempuan) (Salma Dewi 213118115)
i. Kadar gula darah tinggi dengan enuresis ada hubungan nya karna Salah
satu fungsi ginjal itu menyaring gula darah terus diserap kembali
kedalam darah. Tapi pada pasien diabetes itu jumlah gula darahnya
berlebih menyebebkan ginjal tidak mampu menyerap semuanya,
sehingga sebagian harus dikeluarkan oleh tubuh melalui kencing.
Karena tingginya kadar gula dalam darah memaksa ginjal bekerja keras
untuk memprosesnya. Kemudian sisa zat gula yang diolah ditransfer ke
dalam urin sehingga membuat sering buang air kecil, Urine yang
dihasilkan ginjal akan terkumpul di kandung kemih. Dalam kondisi
normal, saraf pada dinding kandung kemih mengirim pesan ke otak jika
kandung kemih sudah penuh, yang direspons otak dengan mengirim
pesan pada kandung kemih agar mengatur pengosongan kandung kemih,
hingga orang siap berkemih di kamar mandi. Namun pada enuresis,
terjadi gangguan dalam proses tersebut sehingga menyebabkan orang
mengompol tanpa disengaja. (Risa Ayunda Safitri 213118103)
j. Nilai Normal
1) Hematokrit Anak-anak: 33 -38%
2) Eritrosit Anak-anak, 4,0 hingga 5,5 juta sel darah merah per
mikroliter darah
3) Leukosit normal pada anak 10 tahun adalah 4.500-13.500/mm3
4) Umumnya, hasil normal untuk C-peptida dalam aliran darah antara
0,5 dan 2,0 ng/mL (nanogram per mililiter) (Lady Devariani
213118153)
Gejala Enuresis
Enuresis dapat menjadi gejala dari kondisi tertentu yang memerlukan
penanganan medis, dan biasanya ditandai dengan:
1) Anak masih mengompol setelah usia 7 tahun.
2) Mengompol diikuti rasa sakit saat berkemih.
19

3) Rasa haus yang berlebihan.


4) Mendengkur.
5) Urine berwarna merah muda atau merah.
6) Tinja menjadi keras.
7) Anak kembali mengompol setelah beberapa bulan sudah tidak
mengompol. (Sania Shalsabila 213118132)

4. Step 4 Hipotesa

An. Andi 11thn. Didiagnosa


penyakit pada system endokrin

Hasil Anamnesa Pemfis :

• Banyak makan minum • BB : 25,5 kg


• Banyak Kencing • TB : 135 cm
• BB turun • S : 34,4 C
• Enuresis • N : 88x/mnt
• Mudah Tersinggung • RR : 24x/mnt
• Tidak bisa • TD : 110/70 mmhg
memperhatikan lama • Turgor baik
• Sering lelah

• Tidak ada anggota keluarga yang


menderita penyakit sama
• Tidak paham dengan penyakitnya

DM TIPE 1

5. Step 5 Learning Objective


20

a. Mahasiswa dapat mengetahui, memahami dan menjelaskan konsep


penyakit yang terjadi pada kasus termasuk definisi, manifestasi klinis,
klasifikasi, etiologi, pathway dan penatalaksanaan berdasarkan
manajemen pilar pada DM
b. Membuat analisa data berdasar kasus diatas (problem, etiologi,
symptom)

6. Step 6 Belajar Mandiri

Rabu, 03 Juni 2020 a. Pembagian tugas melalui aplikasi


Whatsapp.
03-04 Juni 2020 a. Pengumpulan materi kepada
Scriber 2.
b. Mulai menyusun laporan dan
memulai pengetikan.
c. Seluruh anggota kelompok ikut
bekerja.
Sabtu, 06 Juni 2020 a. Pengeditan dan penambahan
materi.
b. Laporan tutorial selesai.

7. Step 7 Sintesis
a. Pengertian Diabetes Mellitus
Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit berbahaya
yang dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan nama penyakit
kencing manis. DM adalah penyakit gangguan metabolik yang terjadi
secara kronis atau menahun karena tubuh tidak mempunyai hormon
insulin yang cukup akibat gangguan pada sekresi insulin, hormon
insulin yang tidak bekerja sebagaimana mestinya atau keduanya
(Kemenkes RI, 2014). Mufeed Jalil Ewadh (2014) menyebutkan bahwa
21

DM adalah penyakit gangguan metabolik dengan ciri ditemukan


konsentrasi glukosa yang tinggi di dalam darah (hiperglikemia).
World Health Oragnization atau WHO (2016) menyebutkan bahwa
Penyakit ini ditandai dengan munculnya gejala khas yaitu poliphagia,
polidipsia dan poliuria serta sebagian mengalami kehilangan berat
badan. DM merupakan penyakit kronis yang sangat perlu diperhatikan
dengan serius. DM yang tidak terkontrol dapat menyebabkan beberapa
komplikasi seperti kerusakan mata, ginjal pembuluh darah, saraf dan
jantung.
Diabetes merupakan kondisi kadar gula darah tubuh yang lebih
tinggi dari seharusnya akibat kekurangan insulin. Diabetes juvenile,
atau disebut juga diabetes melitus tipe I, merupakan diabetes melitus
yang terjadi pada anak-anak akibat pankreas (organ dalam tubuh yang
menghasilkan insulin) tidak menghasilkan insulin sebagaimana
mestinya. Diabetes Melitus Juvenilis adalah diabetes melitus yang
bermanifestasi sebelum umur 15 tahun (FKUI).
Diabetes melitus ini terbagi menjadi dua yaitu diabetes melitus tipe
1 (tergantung insulin) atau disebut juga dengan IDDM dan diabetes
melitus tipe 2 atau NIDDM (tidak tergantung insulin). Jenis yang
paling umum dari diabetes pada anak-anak adalah diabetes tipe 1.
Diabetes mellitustipe 1 pada anak terjadi tanpa memandang usia.
Istilah lain mungkin juga dikenal dengan diabetes anak-anak, diabetes
rapuh, dan diabetes gula. Diabetes mellitus tipe 1 adalah diabetes
diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan
hormone insulin, dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM)
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada
usia sebelum 30 tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes, yang
gangguan ini ditandai dengan adanya hiperglikemia (meningkatnya
kadar gula darah). Faktor genetik dan lingkungan merupakan faktor
pencetus IDDM. Oleh karena itu insiden lebih tinggi atau adanya
22

infeksivirus (dari lingkungan) misalnya coxsackie virus B dan


streptococcus sehingga pengaruh lingkungan dipercaya mempunyai
peranan dalam terjadinya DM. Virus atau mikroorganisme akan
menyerang pulau – pulau langerhans pankreas, yang membuat
kehilangan produksi insulin. Dapat pula akibat respon autoimmune,
dimana antibody sendiri akan menyerang sel bata pankreas. Faktor
herediter, juga dipercaya memainkan peran munculnya penyakit ini
(Brunner & Suddart, 2002)
b. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala Diabetes Melitus menurut Smeltzer et al, (2013)
dan Kowalak (2011), yaitu:
1) Poliuria (air kencing keluar banyak) dan polydipsia (rasa haus
yang berlebih) yang disebabkan karena osmolalitas serum yang
tinggi akibat kadar glukosa serum yang meningkat.
2) Anoreksia dan polifagia (rasa lapar yang berlebih) yang terjadi
karena glukosuria yang menyebabkan keseimbangan kalori
negatif.
3) Keletihan (rasa cepat lelah) dan kelemahan yang disebabkan
penggunaan glukosa oleh sel menurun.
4) Kulit kering, lesi kulit atau luka yang lambat sembuh, dan rasa
gatal pada kulit.
5) Eneurosis aau mengompol
6) Sakit kepala, mengantuk, dan gangguan pada aktivitas disebabkan
oleh kadar glukosa intrasel yang rendah.
7) Kram pada otot, iritabilitas, serta emosi yang labil akibat
ketidakseimbangan elektrolit.
8) Gangguan penglihatan seperti pandangan kabur yang disebabkan
karena pembengkakan akibat glukosa.
9) Sensasi kesemutan atau kebas di tangan dan kaki yang disebabkan
kerusakan jaringan saraf.
23

10) Gangguan rasa nyaman dan nyeri pada abdomen yang disebabkan
karena neuropati otonom yang menimbulkan konstipasi.
11) Mual, diare, dan konstipasi yang disebabkan karena dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit serta neuropati otonom.

c. Klasifikasi
Organisasi profesi yang berhubungan dengan DM seperti American
Diabetes Association (ADA) telah membagi jenis DM berdasarkan
penyebabnya. PERKENI dan IDAI sebagai organisasi yang sama di
Indonesia menggunakan klasifikasi dengan dasar yang sama seperti
klasifikasi yang dibuat oleh organisasi yang lainnya (Perkeni, 2015).
Klasifikasi DM berdasarkan etiologi menurut Perkeni (2015) adalah
sebagai berikut:
1) Diabetes melitus (DM) tipe I atau Insulin Dependent Diabetes
Mellitus (IDDM)
Adalah DM yang terjadi karena kerusakan atau destruksi
sel beta di pankreas. Kerusakan ini berakibat pada keadaan
defisiensi insulin yang terjadi secara absolut. Penyebab dari
kerusakan sel beta antara lain autoimun dan idiopatik.
Pada DM tipe 1 dikenal dengan 2 bentuk dengan
patofisiologis yang berbeda.
a) Tipe 1A, diduga pengaruh genetik dan lingkungan memegang
peran utama untuk terjadinya kerusakan pankreas. HLA-DR4
ditemukan mempunyai hubungan yang sangat penting salam
fenomena ini.
b) Tipe 1B berhubungan dengan keadaan autoimun primer pada
sekelompok penderita yang juga sering menunjukan
manifestasi autoimun lainnya.
2) Diabetes melitus (DM) tipe II atau Non Insulin dependent
Diabetes Mellitus (NIDDM)
24

Penyebab DM tipe II seperti yang diketahui adalah


resistensi insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak
dapat bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula
darah tinggi di dalam tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi
secara relatif pada penderita DM tipe II dan sangat mungkin
untuk menjadi defisiensi insulin absolut.

3) Diabetes melitus (DM ) tipe lain


Penyebab DM tipe lain sangat bervariasi. DM tipe ini dapat
disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja
insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas, obat,
zat kimia, infeksi, kelainan imunologi dan sindrom genetik lain
yang berkaitan dengan DM.
4) Diabetes melitus Gestasional
Diabetes gastasional ditandai dengan intoleran glukosa
yang muncul selama kehamilan, biasanya pada trimester kedua
atau ketiga. Risiko diabetes gastasional disebabkan obesitas,
riwayat pernah mangalami diabetes gastasional, glikosuria atau
riwayat keluarga yang pernah mengalami diabetes.

d. Etiologi
Penyebab diabetes tipe 1 tidak diketahui. Namun, diyakini bahwa
adanya factor keturunan dari berkembangnya diabetes tersebut, dan
beberapa factor lain dari luar seperti:
1) Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri, tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA (human leucosite antigen).
HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen transplantasi dan proses imun lainnya. Faktor herediter
25

menyebabkan timbulnya DM melalui kerentanan sel-sel beta terhadap


penghancuran oleh virus atau mempermudah perkembangan antibodi
autoimun melawan sel-sel beta, jadi mengarah pada penghancuran sel-
sel beta.

2) Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal
dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara
bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah
sebagai jaringan asing, yaitu autoantibodi terhadap sel-sel pulau
Langerhans dan insulin endogen.
3) Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang
menimbulkan destruksi sel beta.

Diabetes melitus menurut Kowalak, (2011); Wilkins, (2011); dan


Andra, (2013) mempunyai beberapa penyebab, yaitu:
1) Hereditas
2) Lingkungan (makanan, infeksi, toksin, stress)
3) Perubahan gaya hidup
4) Kehamilan
5) Usia
6) Obesitas
7) Antagonisasi efek insulin
26

e. Pathway
27

f. Penatalaksanaan
Pengelolan diabetes melitus membutuhkan waktu yang lama dan
terus-menerus. Hal ini dilakukan untuk mengendalikan kadar glukosa
darah sehingga diabetes tidak berkembang menjadi penyakit lain.
Oleh sebab itu, dibutuhkan kerja sama banyak pihak termasuk
28

penderita, keluarga, dokter dan ahli lain. Perkumpulan Endokrinologi


Indonesia (PERKENI) mengatakan setidaknya ada 4 pilar sukses
pengobatan diabetes melitus.
1) PILAR 1 – Pengetahuan tentang diabetes melitus
Pengetahuan tentang diabetes melitus, tata cara minum obat,
pola makan, komplikasi, dan tanda kegawat-darutan perlu
dimiliki oleh penderita dan keluarga. Ada baiknya ada “Polisi
DM” dalam keluarga. Polisi DM berfungsi untuk
mengingatkan penderita untuk menjaga pola makan yang baik.
Selain itu, adanya polisi nutrisi tersebut dapat mendukung
penderita untuk menjalani gaya hidup yang lebih sehat.
Pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri
perlu diajarkan. Pemantauan kadar glukosa darah dapat
dilakukan secara mandiri, setelah mendapat pelatihan khusus
dari dokter. Kemudian, pasien diajarkan untuk membuat diary
pemantauan glukosa darah beserta tanda dan gejala
hipoglikemia (turunnya glukosa darah) dan gejala
hiperglikemia (naiknya glukosa darah) beserta cara
penanganannya. Dari diary inilah, biasanya dokter akan
menentukan terapi terbaik bagi masing-masing penderita.
2) PILAR 2 – Pola makan seimbang
Pola makan yang seimbang menjadi kunci kesuksesan
pengelolaan diabetes melitus. Pada saat pertama kali
didiagnosis diabetes pun, dokter biasanya tidak langsung
memberikan terapi obat. Pengaturan makan dan aktivitas fisik
dilakukan selama 2-4 minggu. Bila 2 hal ini belum cukup
mengendalikan glukosa darah, barulah dokter memberikan
terapi obat.
Pola makan yang seimbang tidaklah sulit. Asupan yang
dimakan harus sesuai dengan kebutuhan tubuh. Makanan cepat
saji sebaiknya dihindari. Berikut tata cara pola makan
29

seimbang bagi penderita diabetes yang direkomendasikan


PERKENI:
a) Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45- 65% total asupan
energi. Jadwal makan tetap tiga kali sehari untuk
mencukupi nutrisi yang dibutuhkan tubuh. Kalau
diperlukan, dapat diberikan makanan selingan buah
sebagai snack sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari.
b) Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori.
Asupan lemak yang melebihi 30% tidak dianjurkan.
Asupan kolesterol yang direkomendasikan adalan <200
mg/hari.
c) Protein yang dianjurkan adalah 10-20% total asupan energi
dalam sehari. Namun, protein dapat dibatasi jumlahnya
pada penderita diabetes yang sudah mengalami komplikasi
gagal ginjal. Hal ini bertujuan agar protein yang dimakan
tidak membebani ginjal. Sumber protein yang baik adalah
yang berasal dari tumbuhan seperti kacang-kacangan juga
produk laut seperti ikan, udang dan kerang.
3) PILAR 3 – Aktif bergerak / berolahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama
kurang lebih setengah jam yang sifatnya sesuai CRIPE
(Continuous Rythmical Intensity Progressive Endurance).
Latihan dilakukan terus menerus tanpa henti, otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Latihan CRIPE
minimal dilakukan selama tiga hari dalam seminggu,
sedangkan dua hari yang lain dapat digunakan untuk
melakukan olahraga kesenangannya. Adanya kontraksi otot
yang teratur akan merangsang peningkatan aliran darah dan
penarikan glukosa kedalam sel. Olahraga lebih dianjurkan
pada pagi hari (sebelum jam 06.00) karena selain udara yang
masih bersih juga suasana yang belum ramai sehingga
30

membantu penderita lebih nyaman dan tidak mengalami stress


yang tinggi. Olahraga yang teratur akan memperbaiki sirkulasi
insulin dengan cara meningkatkan dilatasi sel dan pembuluh
darah sehingga membantu masuknya glukosa ke dalam sel
(Riyadi & Sukarmin, 2008). Aktif bergerak adalah pilar sukses
ke-3 bagi pengobatan diabetes melitus. Latihan jasmani amat
penting dilakukan minimal 3-4 kali dalam seminggu, selama 30
menit.
a) Aktivitas fisik sehari-hari
Dengan membiasakan pola hidup sehat, kadar glukosa
darah pun dapat terkontrol. Misalnya, membatasi
penggunaan kendaraan bermotor dan memilih aktif
berjalan kaki. Begitu pun ketika di kantor atau pertokoan,
hindari penggunaan lift dan aktif naik tangga.
b) Aktivitas rekreasi
Aktivitas rekreasi adalah aktivitas dengan intensitas
sedang-tinggi yang dilakukan pada waktu liburan, biasanya
berupa olahraga. Bagi penderita diabetes, olahraga yang
baik adalah yang bersifat aerobik, seperti jalan cepat,
jogging, bersepeda, dan berenang. Namun, bila kondisi
cukup fit dan belum terdapat komplikasi, olahraga beregu
seperti futsal dan voli juga dapat menjadi pilihan.
c) Hindari aktivitas sedentari
Aktivitas sedentari adalah aktivitas yang memerlukan
energi sedikit. Dalam arti sempit adalah kegiatan yang
bermalas-malasan. Jadi ,hindari bentuk kegiatan seperti ini.
Contohnya menonton telivisi, menggunakan internet dalam
waktu lama, dan main game komputer.
4) PILAR 4 – Patuhi pengobatan Anda
Kadangkala diet dan aktivitas jasmani belum cukup
mengendalikan kadar glukosa darah. Oleh sebab itu, dokter
31

biasanya meresepkan sejumlah obat tertentu untuk


menurunkan kadar glukosa agar normal. Patuhi jadwal dan tata
cara minum obat. Bila mendapat suntikan insulin, Anda juga
wajib mematuhinya. Terapi farmakologi menurut Riyadi &
Sukarmin (2008), antara lain:
a) Obat-obatan Hipoglikemik Oral (OHO)
- Golongan sulfoniluria
Cara kerjanya merangsang sel beta pankreas untuk
mengeluarkan insulin. Golongan ini hanya bekerja bila
sel-sel beta utuh, mengalangi insulin dan menekan
pengeluaran glukagon.
- Golongan biguanid
Cara kerjanya tidak merangsang sekresi insulin.
Golongan ini dapat menur,unkan kadar gula darah
menjadi normal dan istimewanya tidak pernah
menyebabkan hipoglikemia.
- Alfa glukosidase inhibitor
Cara kerjanya menghambat kerja insulin alfa glukosidase
di dalam saluran cerna sehingga dapat menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia post
prandial.
- Insulin sensitizing agent
Mempunyai efek farmakologi meningkatkan sensitifitas
berbagai masalah akibat resistensi insulin tanpa
menyebabkan hipoglikemia.
b) Insulin ada tiga jenis menurut cara kerjanya, antara lain:
- Cara kerjanya cepat : RI (Regular Insulin) dengan masa
kerja 2-4 jam. Contoh obatnya: Actrapid.
- Cara kerjanya sedang: NPN dengan masa kerja 6-12 jam.
- Cara kerjanya lambat: PZI (Protamne Zinc Insulin)
dengan masa kerjanya 18-24 jam.
32

g. Analisa Data

Data senjang Etiologi Masalah


Data Subjektif: Gaya hidup / kelainan Defisit volume cairan
1. Keluarga mengatakan autoimun / virus /
pasien banyak makan
faktor genetik
2. Keluarga mengatakan
pasien banyak minum ↓
3. Keluarga mengatakan Meningkatkan beban
pasien banyak metabolik pankreas
kencing ↓
4. Keluarga mengatakan Penurunan insulin
berat badan pasien ↓
turun Penurunan fasilitas
5. Keluarga mengatakan glukosa dalam sel
pasien mengalami ↓
eunuresis Glukosa menumpuk
Data Objektif: dalam darah
1. Didiagnosa suatu ↓
penyakit pada sistem Peningkatan tekanan
endokrin osmolitas plasma
2. Berat badan 25,5 kg ↓
3. PB 135 cm Kelebihan ambang
glukosa pada ginjal

Diuresis osmotic

Poliuria

Enuresis

Defisit volume cairan
Data Subjektif: Gaya hidup / kelainan Resiko tinggi infeksi
1. keluarga mengatakan autoimun / virus /
pasien tidak bisa
faktor genetik
perhatian lama ketika
mengikuti pelajaran ↓
sekolah
33

2. keluarga mengatakan Merusak pankreas


pasien merasa sering ↓
lelah Penurunan insulin
3. keluarga mengatakan ↓
penglihatan pasien Penurunan fasilitas
kabur glukosa dalam sel
4. keluarga mengatakan ↓
pasien sakit kepala Sel tidak memperoleh
5. kalau ada luka sukar nutrisi
sembuh ↓
6. mudah terserang flu. Starvasi sellular
Data Objektif: ↓
1. BB: 25,5 kg Pembongkaran protein
2. TB: 135 cm dan asam amino
3. enuresis ↓
4. suhu: 37,4oC
Penurunan antibody
5. Hb:11,2gr/dl,

6. Hematokrit: 30%,
Resiko tinggi infeksi
7. leukosit: 9.500/uL
8. glukosa darah
sewaktu 300mg/dl,
9. nilai C-peptide 0,80
ng/ml.
Data Subjektif: Gaya hidup / kelainan Nutrisi kurang dari
1. Keluarga mengatakan autoimun / virus / kebutuhan
pasien banyak makan
faktor genetik
2. Keluarga mengatakan
pasien banyak minum ↓
3. Keluarga mengatakan Penurunan produksi
BB pasien turun insulin
4. Keluarga mengatakan ↓
pasien sakit kepala Penurunan fasilitas
Data Objektif: glukosa dalam sel
1. BB 25,5 kg ↓
2. PB 135 cm Sel tidak memperoleh
3. glukosa sewaktu nutrisi
300mg/dl ↓
4. nilai C-peptide 0,80 Starvasi selluler
mg/dl
Pembongkaran glokogen,
34

asam lemak, keton untuk


energi

Penurunan massa otot

Nutrisi kurang dari
kebutuhan
Data Subjektif: Gaya hidup / kelainan Resiko ketidakstabilan
1. Keluarga autoimun / virus / glukosa darah
mengatakan pasien
faktor genetik
banyak makan
2. Keluarga ↓
mengatakan pasien Disfungsi pankreas
banyak minum
3. Keluarga ↓
mengatakan BB Retensi insulin
pasien turun ↓
4. keluarga
mengatakan pasien Gangguan glukosa darah
tidak bisa perhatian (hiperglikemi)
lama ketika ↓
mengikuti pelajaran
sekolah Resiko ketidakstabilan
5. keluarga glukosa darah
mengatakan pasien
merasa sering lelah
6. keluarga
mengatakan
penglihatan pasien
kabur
7. keluarga
mengatakan pasien
sakit kepala
8. kalau ada luka
sukar sembuh
9. mudah terserang
flu.
Data Objektif:
1. BB: 25,5 kg
2. TB: 135 cm
35

3. enuresis
4. suhu: 37,4oC
5. Hb:11,2gr/dl,
6. Hematokrit: 30%,
7. leukosit: 9.500/uL
8. glukosa darah
sewaktu 300mg/dl,
9. nilai C-peptide 0,80
ng/ml.
Data Subjektif: Pasien didiagnosa DM I Defisiensi pengetahuan
1. Orang tua ↓
mengatakan bahwa
Keluarga terkejut dengan
mereka sangat
penyakit yang dialami
terkejut dan tidak
pasien
percaya ketika Andi

didiagnosa penyakit
Tidak ada anggota
tersebut
keluarga yang
2. tidak ada anggota
menderita penyakit
keluarga yang
DM
menderita penyakit

yang sama
Tidak paham dengan
3. Mereka
penyakit yang diderita
mengatakan tidak

paham tentang
Tidak tahu bagaimana
penyakit yang
cara merawat penyakit
diderita Andi dan
tersebut
cara perawatannya

terutama setelah
Defisiensi pengetahuan
pulang dari Rumah
Sakit
Data Objektif:
1. Pasien baru berusia
11 tahun
36

a. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d penyakit DM
2) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif, ditandai dengan adanya poliuria.
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penyakit kronis
4) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien,
ditandai dengan adanya penurunan berat badan dengan asupan
makanan adekuat.
5) Defisiensi pengetahuan b.d Tidak familiar dengan sumber
informasi
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kategori penyakit tidak menular (PTM)
yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik secara global, regional,
nasional maupun lokal. Diabetes merupakan serangkaian gangguan metabolik
menahun akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin, sehingga
menyebabkan kekurangan insulin baik absolut maupun relatif, akibatnya
terjadi peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (Infodatin, 2014;
Sarwono, dkk, 2007).
World Health Oragnization atau WHO (2016) menyebutkan bahwa
penyakit ini ditandai dengan munculnya gejala khas yaitu poliphagia,
polidipsia dan poliuria serta sebagian mengalami kehilangan berat badan.
Kadar glukosa darah yang tinggi selanjutnya berakibat pada proses filtrasi
yang melebihi transpor maksimum. Keadaan ini mengakibatkan glukosa
dalam darah masuk ke dalam urin (glukosuria) sehingga terjadi diuresis
osmotik yang ditandai dengan pengeluaran urin yang berlebihan (poliuria).
Banyaknya cairan yang keluar menimbulkan sensasi rasa haus (polidipsia).
Glukosa yang hilang melalui urin dan resistensi insulin menyebabkan
kurangnya glukosa yang akan diubah menjadi energi sehingga menimbulkan
rasa lapar yang meningkat (polifagia) sebagai kompensasi terhadap kebutuhan
energi. Penderita akan merasa mudah lelah dan mengantuk jika tidak ada
kompensasi terhadap kebutuhan energi tersebut (Hanum, 2013).

37
DAFTAR PUSTAKA

Anastasia. 2010. Hubungan antara tingkat depresi dengan kecenderungan


berperilaku sehat pada penderita diabetes mellitus tipe II. [Thesis Ilmiah].
[Online]. Tersedia: http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-s1-
2010anastasiai11789&node=891&start=76&PHPSESSID=a46159e2d84c6d5fa
b6e581f7d3e7f3a [2020, April 30]
Andra, S. W., & Yessie, M. P. 2013. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.
Brannon, L dan Feist J. 2007. Health Psychology Edisi Ke-6. California: Belmon
Fatimah, Restyana Noor. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority vol 4 no 5
(101-93)
Hanum, N.N., 2013. Hubungan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dengan Profil
Lipid Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Rumah Sakit Umum Daerah
Kota Cilegon Periode Januari-April 2013. Skripsi. FK dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Hartono. 1995. Diet Penyakit Gula: Tanya Jawab. Jakarta: Arcan.
Infodatin. 2014. Situasi dan Analisis Diabetes. Jakarta: Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (KEMENKES RI). 2014. Situasi dan
Analisis Diabetes. [Online]. Tersedia:
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin
/infodatin-diabetes.pdf [2020, April 30]
Kowalak. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Mikail. 2012. Diabetes Bikin Anda Gampang Emosi. [2020, April 30]
Ewadh, M. J., Juda, T. M., Ali, Z. A., & Mufeed, E. M. 2014. Evaluation of
Amylase Activity in Patients with Type 2 Daibetes Mellitus. American
Journal of BioScience Babylon University, College of Medicine,
Biochemistry Dept. Hilla, Iraq, 2(5), 171. [Online]. Tersedia:
https://doi.org/10.11648/j.ajbio.20140205.11 [2020, April 30]
NIIDK. (2014). Causes of diabetes. National Institure of Diabetes and Digestive
and Kidney Diseases, 253(1718), 37. [Online]. Tersedia:
https://doi.org/10.1049/et:20081020 [2020, April 30]
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta:
MediAction.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006. Konsensus Pengelolaan Diabetes
Mellitus Tipe-2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI

38
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2015. Konsensus Pengelolaan Diabetes
Mellitus Tipe-2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI
Prabawati, R. K. (2012). Mekanisme Seluler dan Molekular Resistensi Insulin.
Tugas Biokimia Program Pasca Sarjana Ilmu Biomedik Program Double
Dolgree Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, 1,
1–15.
Sukarmin, Sujono Riyadi. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Gangguan Eksokrin & Endokrin pada Pankreas. Yogyakarta : graha Ilmu
Sarwono, dkk. 2007. Pedoman Diet Diabetes Mellitus. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Soegondo, Sidartawan; Pradana, Soewondo; Imam, Subekti. 2005.
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Suyono, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi 3). Jakarta: Pusat
Penerbit Departemen Penyakit dalam FK-UI.
Tanto, Chris, et al. 2014. Kapita selekta kedokteran / editor, Chris Tanto et al, Ed.
4. Jakarta: Media Aesculapius.
World Health Organization. 2006. Definition and Diagnosis of Diabetes Mellitus
Intermediate Hyperglikemia. [Online]. Tersedia:
http://www.who.int/diabetes/publications/Definition%20and%20diagnosis%
20of%20diabetes_new.pdfa [2020, April 30]
Wilkins, L. W. 2011. Nursing: memahami berbagai macam penyakit, penerjemah:
Paramita. Jakarta: PT Indeks.
World Health Organization. 2016. Global Report on Diabetes. Isbn, 978, 88.

39

Anda mungkin juga menyukai