Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PERILAKU ORGANISASI

DOSEN PENGAJAR : ROMMEL SIHOTANG, SE, MM

DISUSUN OLEH :

NAMA : NATALIA CHRISTINA SARAGIH

NIM : 218410031

KELAS : 5 MA

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS METHODIST INDONESIA

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa, dengan pertolongan Nya
saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini saya juga mengucapkan terimakasih
kepada dosen yang telah membimbing saya untuk proses dalam pembuatan tugas makalah
ekonomi ini.

Dalam makalah ini saya membahas mengenai Perilaku Organisasi. Penulis menyadari
bahwa makalah ini tidak lepas dari berbagai kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritikan dan saran guna menyempurnakan makalah ini, semoga makalah ini dapat bermanfaat
dalam menunjang pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Methodist Indonesia Medan.

Pematangsiantar, 29 Oktober 2020


Penulis

Natalia Christina Saragih


BAB I

PERILAKU ORGANISASI

1.1 Pengertian Perilaku Organisasi

Perilaku organisasi merupakan ilmu pengetahuan yang membahas tentang

dampak perseorangan, kelompok, dan struktur dalam perilaku berorganisasi dengan

tujuan menerapkan pengetahuan mengenai hal – hal tersebut guna memperbaiki

efektivitas organisasi. Ilmu dalam perilaku organisasi mempelajari banyak hal

termasuk tentang perilaku perseorangan, kelompok, struktur serta proses dalam

organisasi.

Nirman (1996) mengartikan pernyataan Jhons sebagai, “Perilaku organisasi

adalah suatu istilah yang agak umum yang menunjuk pada sikap dan perilaku

individu dan kelompok dalam organisasi, yang berkenaan dengan studi yang

sistematis tentang sikap dan perilaku, baik yang menyangkut pribadi maupun antar

pribadi dalam konteks organisasi.”

Dalam pembelajaran bidang studi perilaku organisasi tidak hanya memberikan

bantuan untuk mengerti dan menguraikan tindakan seseorang, namun lebih

mengajarkan tentang bagaimana untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Sehingga

mempelajari pengetahuan tentang perilaku organisasi memiliki manfaat yang lebih

dibandingkan dengan mempelajari pengetahuan lainnya, karena telah dijelaskan

secara mendalam bagaimana gejala – gejala yang ada di dalam organisasi disertai

dengan teori – teori penyelesaiannya, hal ini yang akan mempermudah bagi siapapun
yang mempelajarinya terlebih orang – orang yang memang menggeluti ranah

keorganisasian.

1.2 Tingkatan Analisis dalam Perilaku Organisasi

Perilaku organisasi memiliki tingkatan analisis, diantaranya:

1. Menganalisis perilaku organisasional dalam tingkatan individu

Individu merupakan salah satu komponen dalam organisasi. kumpulan dari

individu yang saling bekerjasama dalam satu tujuan yang kemudian disebut

dengan organisasi. Setiap individu memiliki ciri, karakter serta watak masing

– masing. Karena keseragaman itu sering terjadi perbedaan pendapat didalam

organisasi. Walaupun berbeda namun tujuan setiap individu adalah sama

dalam suatu organisasi, karena setiap individu dituntut untuk menjalankan

tugasnya di bidang masing – masing untuk tercapainya rencana yang telah di

rancang dan di sepakati sebelumnya dalam organisasi.

2. Menganalisis perilaku organisasional dari tingkat kelompok

Tingkatan analisis kedua yaitu perilaku organisasi kelompok. Kelompok

adalah kumpulan dari individu. Meski demikian, sifat yang muncul dalam

suatu kelompok belum tentu menggambarkan sifat dari kumpulan individu

tersebut. Dikatakan demikian karena didalam kelompok memiliki tugas,

wewenang, budaya, norma, etika, sikap, dan keyakinan masing – masing yang

kemudian membentuk pola perilaku kelompok. Dengan terbentuknya pola

perilaku kelompok, besar kemungkinan akan terjadi gesekan antara kelompok

yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini, sosok seorang pemimpin yang
cerdas serta tegas sangat dibutuhkan untuk dapat menyelaraskan keadaan,

sehingga antara kelompok yang satu dengan yang lain saling

berkesinambungan, bersatu dalam mencapai dan mewujudkan tujuan dari

organisasi.

3. Menganalisis perilaku organisasional dari tingkatan organisasi

Tingkatan ketiga dalam menganalisis perilaku organisasi adalah tingkatan

organisasi. Seperti pernyataan pada awal, bahwa perilaku organisasi bukanlah

kumpulan dari perilaku individu maupun perilaku kelompok. Setiap organisasi

memiliki, visi, misi, struktur, anggaran dasar, anggaran rumah tangga,

kebijakan, program kerja, tujuan, norma, strategi, serta adat atau budaya

masing – masing.

4. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan mempengaruhi jalannya organisasi. maju atau tidaknya

suatu organisasi memiliki keterkaitannya dengan kondisi lingkungan yang

ada. Faktor ekonomi, politik, budaya, hokum, teknologi, alam, dan lain – lain

adalah contoh faktor eksternal yang secara signifikan mempengaruhi jalannya

organisasi. selain faktor eksternal tersebut, faktor yang muncul dari dalam

atau internal juga mempengaruhi jalannya organisasi. salah satu contohnya

adalah rendahnya semangat individu dalam menjalankan tugasnya. Ketika

kualitas kinerja rendah tentu produksi yang dikeluarkan dalam sebuah

perusahaan akan mengalami penurunan.


1.3 Pendekatan dalam Perilaku Organisasi

Perlu adanya pendekatan didalam perilaku organisasi. pendekatan dalam perilaku

organisasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan Sistem

Pendekatan Sistem adalah pendekatan yang lebih menekankan pada sistem

yang ada dalam suatu organisasi. Pendekatan ini mengkritisi kinerja yang ada

dalam organisasi, apakah baik atau tidak, perlu adanya perubahan atau tidak.

Perubahan perilaku organisasi yang disempurnakan dengan sistem secara

menyeluruh perlu dilakukan jika sistem kurang berjalan dengan baik.

perubahan yang baik dan efektif merupakan suatu yang sulit dan memerlukan

waktu yang lama. Yang diperlukan dalam perilaku organisasi adalah

memperkaya sistem sosioteknis secara berangsur – angsur untuk membuatnya

lebih sesuai dengan orang – orang.

2. Pendekatan Kontingensi

Dalam pendekatan ini, perilaku organisasi di terapkan dalam hubungan

kontingensi. Supaya menjadi efektif dalam kinerjanya, tidak semua organisasi

membutuhkan kadar partisipasi, karena suatu saat ada beberapa situasi

memungkinkan adanya partisipasi yang lebih besar dibandingkan dengan

situasi saat itu dan sebagian orang lebih memilih partisipasi ketimbang orang

– orang lainnya.

3. Pendekatan Sosial

Pendekatan sosial menyadari bahwa apa yang terjadi diluar memberikan

pengaruh terhadap praktik perilaku organisasi. Begitu pula sebaliknya, apa


yang terjadi di dalam organisasi mempengaruhi jalannya praktik kinerja

organisasi terhadap lingkungan luar. Seorang pemimpin harus tanggap serta

sigap dalam mengatasi kondisi ini, karena hal ini merupakan pengaruh atas

operasi di dalam.

1.4 Persepsi dan pengambilan keputusan Individu

Dalam memahami perilaku keorganisasian, penting bagi kita untuk mempelajari

persepsi dan pengambilan keputusan individu. Menurut Robbins & Judge (2012:175)

Persepsi (perception) adalah proses di mana individu mengatur dan

menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi

lingkungan mereka. Namun apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa berbeda

dari realitas objektif.

Menurut penelitian Joseph persepsi berpengaruh secara parsial terhadap

Keputusan Pembelian Konsumen. Motivasi, Persepsi, Kualitas Layanan dan Promosi

berpengaruh signifikan baik secara parsial maupun secara simultan terhadap

Keputusan Pembelian Konsumen. Pengaruh yang signifikan ini juga disebabkan oleh

dalam keadaan yang sama, persepsi seseorang terhadap suatu produk dapat berbeda-

beda, hal ini disebabkan oleh adanya proses seleksi terhadap berbagai stimulus yang

ada. Pada hakekatnya persepsi akan berhubungan dengan perilaku seseorang dalam

mengambil keputusan terhadap apa yang dikehendaki. Salah satu cara untuk

mengetahui perilaku konsumen adalah dengan menganalisis persepsi konsumen

terhadap produk.
Dengan persepsi konsumen kita dapat mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi

kekuatan, kelemahan, kesempatan, atau ancaman bagi produknya. Interpretasi

seseorang mengenai lingkungan tersebut akan sangat berpengaruh pada perilaku yang

pada akhirnya menentukan faktor-faktor yang dipandang sebagai motivasional atau

dorongan untuk melakukan sesuatu. Dengan memahami sedikit pengertian mengenai

persepsi dan pengambilan keputusan individual dan penelitian tentang persepsi dan

pengaruhnya terhadap keputusan individu di atas, maka kita dapat mengetahui

pentingnya memahami kedua hal tersebut.

1.5 Faktor yang mempengaruhi persepsi

Menurut Robbins dan Judge (2012:175) Ketika sesorang individu melihat sebuah

target dan berusaha untuk menginterpretasikan apa yang ia lihat, interpretasi itu

sangat di pengaruhi oleh berbagai karekteristik pribadi dari pembuat persepsi

individual tersebut. karekteristik pribadi yang mempengaruhi persepsi meliputi sikap,

keperibadian, motif, minat, pengalaman masa lalu, dan harapan-harapan seseorang.

Karekteristik target yang diobservasikan bisa mempengaruhi apa yang diartikan

individu yang bersuara keras cenderung di perhatikan dalam sebuah kelompok di

bandingkan individu yang diam. Begitu pula dengan individu yang luar biasa menarik

atau tidak menarik. Oleh karena target tidak di libatkan secara khusus, hubungan

sebuah target dengan latar belakang juga mempengaruhi persepsi, seperti halnya

kecenderungan kita untuk mengelompokkan hal-hal yang dekat dan hal-hal yang

mirip.
Gambar tersebut menunjukan bahwa persepsi dibentuk oleh tiga faktor, yaitu: (1)

Perceiver, orang yang memberikan persepsi, (2) target, orang atau objek yang

menjadi sasaran persepsi, dan (3) situasi, keadaan pada saat persepsi dilakukan.

Faktor pelaku persepsi mengandung komponen: (a) Sikap-sikap, (b) Motif-motif, (c)

Minat-minat, (d) Pengalaman, (e) Harapanharapan. Pelaku persepsi disini adalah

penafsiran seorang individu pada suatu objek yang dilihatnya akan sangat dipengaruhi

oleh karakteristik pribadinya sendiri, diantaranya sikap, motif, minat, pengalaman,

dan harapan.

Kebutuhan atau motif yang tidak dipuaskan akan merangsang individu dan

mempunyai pengaruh yang kuat pada persepsi mereka. Contohnya seperti seorang

tukang rias akan lebih memperhatikan kesempurnaan riasan orang daripada seorang

tukang masak, seorang yang disibukkan dengan masalah pribadi akan sulit

mencurahkan perhatian untuk orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa kita

dipengaruhi oleh kepentingan/minat kita. Sama halnya dengan ketertarikan kita untuk
memperhatikan hal-hal baru, dan persepsi kita mengenai orang-orang tanpa

memperdulikan ciri-ciri mereka yang sebenarnya.

Faktor target mengandung komponen: (a) sesuatu yang baru, (b) gerakan, (c)

suara, (d) ukuran, (f) latar belakang, (g) kedekatan (h) kemiripan. Dari target ini akan

membentuk cara kita memandangnya. Misalnya saja suatu gambar dapat dilihat dari

berbagai sudut pandang oleh orang yang berbeda. Selain itu, objek yang berdekatan

akan dipersepsikan secara bersama-sama pula. Faktor Situasi mengandung

komponen: (a) waktu, (b) keadaan kerja, (c) keadilan sosial. Faktor dalam situasi juga

berpengaruh bagi persepsi kita. Misalnya saja, seorang wanita yang berparas lumayan

mungkin tidak akan terlihat oleh laki-laki bila ia berada di mall, namun jika ia berada

di pasar, kemungkinanannya sangat besar bahwa para lelaki akan memandangnya.


BAB II

EFEKTIVITAS ORGANISASI

2.1 Perspektif Mengenai Efektivitas

Kata efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu effective yang berarti berhasil atau

sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik. Kamus ilmiah populer mendefinisikan

efetivitas sebagai ketepatan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Pendapat H.

Emerson yang dikutip Soewarno Handayaningrat S. (1994:16) yang menyatakan bahwa

“Efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya tujuan yang telah ditentukan

sebelumnya.” Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Hidayat (1986)

yang menjelaskan bahwa :“Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa

jauh target (kuantitas, kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase

target yang dicapai, makin tinggi efektivitasnya”.

Menurut pendapat Mahmudi mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut:

“Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar ontribusi

(sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi,

program atau kegiatan”(Mahmudi, 2005:92). Efektivitas berfokus pada outcome (hasil),

program, atau kegiatan yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat

memenuhi tujuan yang diharapkan atau dikatakan spending wisely.

2.2 Pendekatan dalam penilaian Efektivitas

Dalam menilai efektivitas program, Tayibnafis (2000:23-36) dalam Ali Muhidin

(2009) menjelaskan berbagai pendekatan evaluasi. Pendekatanpendekatan tersebut yaitu:


a. Pendekatan eksperimental (experimental approach). Pendekatan ini berasal dari

kontrol eksperimen yang biasanya dilakukan dalam penelitian akademik. Tujuannya

untuk memperoleh kesimpulan yang bersifat umum tentang dampak suatu program

tertentu dengan mengontrol sabanyak-banyaknya faktor dan mengisolasi pengaruh

program.

b. Pendekaatan yang berorientasi pada tujuan (goal oriented approach). Pendekatan ini

memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan keberhasilan.

Pendekatan ini amat wajar dan praktis untuk desain pengembangan program.

Pendekatan ini memberi petunjuk kepada pengembang program, menjelaskan

hubungan antara kegiatan khusus yang ditawarkan dengan hasil yang akan dicapai.

c. Pendekatan yang berfokus pada keputusan (the decision focused approach).

Pendekatan ini menekankan pada peranan informasi yang sistematik untuk pengelola

program dalam menjalankan tugasnya. Sesuai dengan pandangan ini informasi akan

amat berguna apabila dapat membantu para pengelola program membuat keputusan.

Oleh sebab itu, evaluasi harus direncanakan sesuai dengan kebutuhan untuk

keputusan program.

d. Pendekatan yang berorientasi pada pemakai (the user oriented approach). Pendekatan

ini memfokuskan pada masalah utilisasi evaluasi dengan penekanan pada perluasan

pemakaian informasi. Tujuan utamanya adalah pemakaian informasi yang potensial.

Evaluator dalam hal ini menyadari sejumlah elemen yang cenderung akan

mempengaruhi kegunaan evaluasi, seperti cara-cara pendekatan dengan klien,

kepekaan, faktor kondisi, situasi seperti kondisi yang telah ada (pre-existing

condition), keadaan organisasi dengan pengaruh masyarakat, serta situasi dimana


evaluasi dilakukan dan dilaporkan. Dalam pendekatan ini, teknik analisis data, atau

penjelasan tentang tujuan evaluasi memang penting, tetapi tidak sepenting usaha

pemakai dan cara pemakaian informasi.

e. Pendekatan yang responsif (the responsive approach). Pendekatan responsif

menekankan bahwa evaluasi yang berarti adalah evaluasi yang mencari pengertian

suatu isu dari berbagai sudut pandang semua orang yang terlibat, berminat, dan

berkepentingan dengan program (stakeholder program). Evaluator menghindari satu

jawaban untuk suatu evaluasi program yang diperoleh dengan memakai tes,

kuesioner, atau analisis statistik, sebab setiap orang yang dipengaruhi oleh program

merasakannya secara unik. Evaluator mencoba menjembatani pertanyaan yang

berhubungan dengan melukiskan atau menguraikan kenyataan melalui pandangan

orang-orang tersebut. Tujuan evaluasi adalah untuk memahami ihwal program

melalui berbagai sudut pandang yang berbeda.

2.3 Konsep Efektivitas

Konsep efektivitas dapat dipandang dari 3 perspektif yaitu :

- Efektivitas individu : Efektivitas individu menempati posisi dasar dalam konteks

efektivitas organisasi dan menekankan pada penampilan tugas setiap anggota. Faktor

yang menentukan efektivitas dari perspektif individu antara lain: keterampilan,

pengetahuan, kecakapan, sikap, motivasi, dan stress.

- Efektivitas kelompok : Efektivitas kelompok, dalam kenyataannya individu-individu

tersebut tidak bekerja sendirian tetapi berada dalam kelompok. Efektivitas ini tidak

dengan sendirinya terwujud dari efektivitas individu. Pada jenis kelompok yang
efektivitasnya memang sekedar merupakan gabungan dari individu-individu yang

efektif, tetapi ada pula kelompok lain yang efektivitasnya ditentukan oleh situasi kerja

sama setelah individu bergabung dengan kelompok. Efektivitas kelompok ditentukan

oleh: tingkat kekompakan anggota, kepemimpinan, struktur kelompok, status, dan

peran masing-masing anggota serta norma yang berlaku dalam kelompok.

- Efektivitas Organisasi : Efektivitas organisasi, organisasi terdiri dari individu-

individu dan kelompokkelompok. Oleh karena itu organisasi terbentuk pula dari

efektifitas individu. Organisasi merupakan suatu sistem kerjasama yang kompleks .

efektivitas ditentukan oleh: fakta, lingkungan, teknologi, strategi, struktur, proses, dan

iklim kerjasama.

2.4 Kriteria Efektivitas

Kriteria efektivitas dapat dilihat dari berbagai segi sehingga diperoleh berbagai versi

efektivitas.

1. Dari segi lingkup pengukurannya dikenal adanya efektivitas mikro dan makro

a. Kriteria makro ialah pengukuran efektivitas dari sudut yang lebih luas, misalnya:

keuntungan organisasi/pencapaian tujuan akhir organisasi.

b. Kriteria mikro ialah pengukuran efektivitas dengan menitikberatkan pada salah satu

aspek yang sempit, misalnya: penampilan anggota /tingkat ketidakhadiran karyawan.

2. Dari segi jumlah variabel yang digunakan dalam pengukuran dikenal adanya efektif

model variabel tunggal dan jamak.


BAB III

MOTIVASI KERJA

3.1 Defenisi Motivasi Kerja

Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan, daya penggerak

atau kekuatan yang menyebabkan suatu tindakan atau perbuatan. Kata movere, dalam

bahasa inggris, sering disepadankan dengan motivation yang berarti pemberian

motif, penimbulan motif, atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang

menimbulkan dorongan.

Menurut Robbins dan Judge (2008:222), motivasi (motivation) sebagai proses

yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seorang individu untuk mencapai

tujuannya. Motivasi merupakan faktor psikologis yang menunjukkan minat individu

terhadap pekerjaan, rasa puas dan ikut bertanggung jawab terhadap aktivitas atau

pekerjaan yang dilakukan. Perilaku seseorang pada umumnya dimotivasi oleh

keinginan untuk memperoleh tujuan tertentu. Motivasi merupakan hal yang penting

untuk diperhatikan, karena dengan motivasi seorang karyawan atau pegawai akan

dapat memiliki semangat yang tinggi dalam melaksanakan tugas yang dibebankan.

Tanpa adanya motivasi maka seorang karyawan tidak dapat memenuhi tugastugasnya

dengan baik, hasil kerja yang dihasilkan pun tidak akan memuaskan.

Selain motivasi, hal lain yang dapat mempengaruhi kinerja adalah kemampuan,

dengan memiliki kemampuan yang sesuai maka seorang karyawan tersebut dapat

bekerja lebih baik. “Kemampuan (ability) merupakan kapasitas seorang individu


untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan” (Robbins dan Judge

2008:57).

3.2 Pola Motivasi

Pola motivasi merupakan sikap yang mempengaruhi cara orang-orang

memandang pekerjaan dan menjalani kehidupan mereka,yang pada pokoknya terdiri

dari empat pola yaitu : prestasi, afiliansi, kompetensi dan kekuasaan. Minat terhadap

pola motivasi tersebut dihasilkan dari penelitian David C Mc. Chelland dari Universitas

Harvard. Hasilnya pola motivasi mencerminkan pola budaya dimana mereka hidup,

keluarga sekolah, agama dan budaya yang mereka baca. Sedangkan pola-pola motivasi

itu antara lain :

1. Motivasi Prestasi Motivasi prestasi adalah dorongan dalam diri orang-orang untuk

mengatasi segala tantangan dan hambatan dalam upaya mencapai tujuan.

Penyelesaian hal sesuatu merupakan tugas yang penting dengan sejumlah

karakteristik mereka bekerja keras. Sebagaimana manager cenderung mempercayai

bawahan mereka, berbagi ras secara terbuka, menetapkan tujuan tinggi dan berharap

juga pegawainya mempunyai orientasi prestasi.

2. Motivasi Afiliansi Dorongan untuk berhubungan dengan orang lain atas dasar sosial,

orang bermotivasi prestasi lebih keras bila personalia meniadakan penilaian rinci

tentang perilaku mereka. Sedang afiliansi bekerja lebih baik jika dipuji, adapun

motivasi prestasi kurang memperhatikan sosial dan perasaan pribadi dan sebaliknya,

orang yang bermotivasi afiliansi cenderung memilih orang yang menginginkan

keleluasaan membina hubungan secara sosial.


3. Motivasi Kompetensi Dorongan untuk mencapai keunggulan kerja, meningkatkan

keterampilan pemecahan masalah, dan berusaha keras untuk berinovasi. Dan

mendapatkan pengalaman merupakan hal yang paling penting, mereka cenderung

melakukan pekerjaan dengan baik karena kepuasan batin dan penghargaan yang

diperoleh dari orang lain. Dan kualitas yang tinggi merupakan ciri lain dari orang

yang bermotivasi kompetensi, sehingga mereka cenderung mengabaikan

kepentingan hubungan manusiawi dalam pelaksanaan pekerjaan untuk

mempertahankan tingkat pengeluaran yang nalar.

4. Motivasi Kekuasaan Dorongan untuk mempengaruhi orang lain dan mengubah

situasi bila kekuasaan itu telah diraih mungkin diguakan secara konstruktif maupun

destruktif. Dan kekualaan lembaga merupakan dorongan yang utama. (Keith Davis,

1985 : 87).
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Perilaku Organisasi adalah suatu disiplin ilmu yang mempelajari tentang perilaku

tingkat individu dan tingkat kelompok dalam suatu organisasi serta dampaknya

terhadap kinerja (baik kinerja individual, kelompok, Kinerja merupakan penampilan

hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Setiap pekerjaan

memerlukan suatu keterampilan tertentu sesuai dengan bidang nya masing-masing.

Sukar tidaknya suatu pekerjaan serta perasaan seseorang bahwa keahliannya

dibutuhkan dalam melakukan pekerjaan tersebut, akan meningkatkan atau

mengurangi kepuasan kerja.

4.2 Saran

Makalah ini bermaksud untuk setiap individu atau mahasiwa selalu berperilaku

organisasi untuk mencapai tujuan bersama secara cepat, tepat dan efisien. Adapun

saran yang yang lain semoga makalah ini berguna bagi individu atau kelompok

dalam kehidupan berorganisasi.

Anda mungkin juga menyukai