Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENGANTAR PSIKOLINGUISTIK

“BAHASA DAN BERBAHASA”

Dosen Pengampu:
Dr. Noor Cahaya, M.Pd. dan Lita Luthfiyanti, M.Pd.

Disusun Oleh:

Kelompok 2

Ikhwanul Ilmi (1910116110004)


Luthfia Rahma Meziha (1910116220004)
Halimatus Su'ada (1910116220012)
Ummukul Sumnoorhani (1910116220017)
Dewi Novelia Simanullang (1910116220020)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya
lah kami dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini berisi
penjelasan tentang hakikat bahasa, asal-usul bahasa, fungsi-fungsi bahasa, struktur bahasa,
dan proses berbahasa. Kami berharap dengan adanya makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pemahaman bagi para pembaca mengenai bahasa.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Noor Cahaya, M.Pd. dan Lita
Luthfiyanti, M.Pd. selaku dosen mata kuliah Pengantar Psikolinguistik yang telah
memberikan pembinaan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam makalah ini masih terdapat beberapa
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca terhadap penyusunan kalimat dan tata bahasa yang terdapat dalam makalah ini, agar
nantinya dapat menjadi acuan bagi kami dalam meningkatkan kualitas ditugas-tugas
berikutnya.

Banjarmasin, 12 Februari 2021

Penyusun
Kelompok 2

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................................3
A. Latar Belakang.................................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................3
C. Tujuan Pembahasan.........................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................4
A. Hakikat Bahasa................................................................................................................................4
B. Asal-Usul Bahasa............................................................................................................................5
C. Fungsi-Fungsi Bahasa......................................................................................................................6
D. Struktur Bahasa................................................................................................................................7
E. Proses Berbahasa...........................................................................................................................12
BAB III PENUTUP.................................................................................................................................16
A. Simpulan........................................................................................................................................16
B. Saran..............................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................17

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan bagian-bagian bahasa yang dikaji, linguistik terbagi menjadi dua yaitu
linguistik mikro dan linguistik makro. Linguistik makro mengkaji suatu bahasa dalam
hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa. Salah satunya yaitu psikolinguistik,
psikolinguistik berarti mencoba menerangkan hakikat struktur bahasa. Dalam makalah ini
membahas mengenai bahasa dan berbahasa. Bahasa adalah pengungkapan secara verbal dalam
mengupayakan terjadinya suatu komunikasi yang ruang lingkupnya dalam objek kajian bahasa.
Sedangkan berbahasa merupakan proses penyampaian informasi dalam komunikasi yang ruang
lingkupnya pada objek kajian psikologi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu hakikat bahasa?
2. Bagaimana asal-usul bahasa?
3. Apa saja fungsi-fungsi bahasa?
4. Apa saja struktur bahasa?
5. Bagaimana proses berbahasa?

C. Tujuan Pembahasan
1. Menjelaskan tentang hakikat bahasa.
2. Memaparkan tentang asal-usul berbahasa.
3. Menyebutkan dan menjelaskan tentang fungsi-fungsi bahasa.
4. Menyebutkan dan menjelaskan tentang struktur bahasa.
5. Memaparkan tentang proses berbahasa.

3
BAB II
PEMBAHASAN

Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal yang
digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa adalah proses penyampaian informasi
dalam berkomunikasi. Bahasa adalah objek kajian linguistik, sedangkan berbahasa adalah objek
kajian psikologi.

A. Hakikat Bahasa

Para pakar linguistik deskriptif biasanya mendefinisikan bahasa sebagai “satu sistem
lambang bunyi yang bersifat arbitrer,” yang kemudian lazim ditambah dengan “yang digunakan
oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.” (Chaer,
1994). Bagian utama dari definisi di atas menyatakan hakikat bahasa itu, dan bagian tambahan
menyatakan apa fungsi bahasa itu.
Bagian pertana definisi di atas menyatakan bahwa bahasa itu adalah satu sistem, sama
dengan sistem-sistem lain, yang sekaligus bersifat sistematis dan bersifat sistemis. Jadi, bahasa
itu bukan merupakan satu sistem tunggal melainkan dibangun oleh sejumlah subsistem
(subsistem fonologi, sintaksis, dan leksikon). Sistem bahasa ini merupakan sistem lambang,
sama dengan sistem lambang lalu lintas, atau sistem larnbang lainnya. Hanya, sistem lambang
bahasa ini berupa bunyi, bukan gambar atau tanda lain; dan bunyi itu adalah bunyi bahasa yang
dilahirkan oleh alat ucap manusia. Sama dengan sistem lambang lain, sistem lambang bahasa ini
juga bersifat arbitrer. Artinya, antara lambang yang berupa bunyi itu tidak memiliki hubungan
wajib dengan konsep yang dilambangkannya.
Maka, pertanyaan, misalnya “mengapa binatang berkaki empat yang biasa dikendarai
disebut [kuda],” tidaklah bisa dijelaskan. Pada suatu saat nanti bisa saja atau mungkin saja tidak
lagi disebut [kuda], melainkan disebut dengan lambang bunyi lain, sebab bahasa itu bersifat
dinamis.
Bagian pertama dari definisi di atas juga menyiratkan bahwa setiap lambang bahasa baik
kata, frase, klausa, kalimat, maupun wacana memiliki makna tertentu, yang bisa saja berubah
pada satu waktu tertentu. Atau, mungkin juga tidak berubah sama sekali.
Bagian tambahan dari definisi di atas menyiratkan fungsi bahasa dilihat dari segi
sosial,yaitu bahwa bahasa itu adalah alat interaksi atau alat komunikasi di dalam masyarakat.

4
Tentu saja konsep linguistik deskriptif tentang bahasa itu tidak lengkap, sebab bahasa bukan
hanya alat interaksi sosial, melainkan juga memiliki fungsi dalam berbagai bidang lain. Itulah
sebabnya mengapa psikologi, antropologi, etnologi, neurologi, dan filologi juga menjadikan
bahasa sebagai salah satu objek kajiannya daari sudut atau segi yang berbeda-beda.

B. Asal-Usul Bahasa

Kalau bahasa itu ada, tentu ada asal-usul keberadaannya. Banyak teori telah dilontarkan
para pakar mengenai asal-usul bahasa ini. Beberapa di antaranya dibicarakan di bawah ini.
F.B. Condillac seorang filsuf bangsa Perancis berpendapat bahwa bahasa itu berasal dari
teriakan-teriakan dan gerak-gerik badan yang bersifat naluri yang dibangkitkan oleh perasaan
atau emosi yang kuat. Kemudian teriakan-teriakan ini berubah menjadi bunyi-bunyi yang
bermakna, dan yang lama kelamaan semakin panjang dan rumit. Sebelum adanya teori
Condillac, orang (terutama ahli agama) percaya bahwa bahasa itu berasal dari Tuhan. Tuhan
telah melengkapi kehadiran pasangan manusia pertama (Adam dan Hawa) dengan kepandaian
untuk berbahasa. Namun, teori Condillac dan kepercayaan kaum agama ini ditolak oleh Von
Herder, seorang ahli filsafat bangsa Jerman, yang mengatakan bahwa bahasa itu tidak mungkin
datang dari Tuhan karena bahasa itu sedemikian buruknya dan tidak sesuai dengan logika karena
Tuhan Maha Sempurna. Menurut Von Hender bahasa itu terjadi dari proses onomatope, yaitu
peniruan bunyi alam. Bunyi-bunyi alam yang ditiru ini merupakan benih yang tumbuh menjadi
bahasa sebagai akibat dari dorongan hati yang sangat kuat untuk berkomunikasi.
Von Schlegel, seorang ahli filsafat bangsa Jerman, berpendapat bahwa bahasa-bahasa
yang ada di dunia ini tidak mungkin bersumber dari satu bahasa. Asal-usul bahasa itu sangat
berlainan tergantung pada faktor-faktor yang mengatur tumbuhnya bahasa itu. Ada bahasa yang
lahir dari onomatope, ada yang lahir dari kesadaran manusia, dan sebagainya. Namun, dari mana
pun asalnya menurut Von Schlegel akal manusialah yang membuatnya sempurna.
Brooks (1975) memperkenalkan satu teori mengenai asal-usul bahasa yang sejalan
dengan perkembangan psikolinguistik dewasa ini. Menurut Brooks bahasa itu lahir pada waktu
yang sama dengan manusia. Berdasarkan penemuan-penemuan antropologi, arkeologi, biologi,
dan sejarah purba, manusia, bahasa, dan kebudayaan secara bersamaan lahir di bagian tenggara
Afrika kira-kira dua juta tahun yang lalu. Menurut hipotesis Brooks, bahasa pada mulanya
berbentuk bunyi-bunyi tetap untuk menggantikan atau sebagai simbol bagi benda, hal, atau

5
kejadian tetap di sekitar yang dekat dengan bunyi-bunyi itu. Kemudian bunyi-bunyi itu dipakai
bersama oleh orang-orang di tempat itu. Sejak awal bahasa itu pastilah merupakan satu kerangka
atau struktur yang dibentuk oleh empat unsur yaitu bunyi, keteraturan (order), bentuk, dan
pilihan. Kemudian, karena kelahiran bahasa bersamaan dengan kelahiran kebudayaan, maka
melalui kebudayaan ini segala hasil ciptaan kognisi seseorang dapat pula dimiliki oleh orang
lain, dan dapat pula diturunkan kepada generasi benkutnya.
Untuk rnenyokong hipotesisnya mengenai kelahiran bahasa ini, Brooks merujuk
penemuan-penemuan dan teori-teori dari Eric Lenneberg (1964-1967), Suzanne Langer (1942),
George Miller (1965), dan Roman Jakobson (1972). Umpamanya, teori keotonomian bahwa
bahasa tidak terikat oleh waktu dan tempat, diterima oleh Brooks. Pendapat Suzanne Langer dan
Eric Lenneberg bahwa bahasa juga tidak terikat dengan keperluan, juga diterima olch Brooks.
Selain itu, Brooks juga mengambil alih hipotesis nurani yang berasal dari. R. Descartes (abad
17), yang diangkat kembali pada abad ke-20 oleh Noam Chomsky (1957, 1965, 1968). Hipotesis
nurani (the inneteness hypothesis) ini menyatakan bahwa manusia itu ketika lahir telah
dilengkapi dengan kemampuan “nurani” yang memungkinkan manusia itu mempunyai
kemampuan berbahasa. Dengan kata lain, manusia telah diciptakan menjadi makhluk berbahasa.
Sejalan dengan Brooks, Philip Lieberman (1975) juga mengemukakan satu teori
mengenai asal-usul bahasa. Kalau Brooks merujuk pada hipotesis nurani yang berasal dari
Descartes, maka Lieberman melangkah jauh ke belakang. Menurut Lieberman bahasa lahir
secaraa evolusi sebagai yang dirumuskan oleh Darwin (1859) dengan teori evolusinya. Semua
hukum evolusi Darwin, menurut Lieberman, telah berlaku dan dilalui juga oleh evolusi bahasa.

C. Fungsi-Fungsi Bahasa

Fungsi bahasa sebagai alat interaksi sosial, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran,
gagasan, konsep, atau juga perasaan (Chaer, 1995). Dalam hal ini Wardhaugh seorang pakar
sosiolinguistik juga berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik lisan
maupun tulisan. Lalu, Kinneavy juga berpendapat bahawa fungsi bahasa mencakup lima dasar
yang disebut fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi eksplorasi, fungsi persuasi, dan fungsi
entertaimen. Kelima fungsi ini menjadi dasar dalam konsep bahasa sebagai alat untuk
melahirkan ungkapan-ungkapan batin yang ingin disampaikan seorang penutur kepada orang
lain.

6
Karena bahasa digunakan manusia dalam segala tindak kehidupan, sedangkan perilaku
dalam kehidupan itu sangat luas dan beragam, maka fungsi-fungsi bahasa itu bisa menjadi sangat
banyak sesuai dengan keperluan manusia dalam kehidupan. Oleh karena itu, dalam berbagai
kepustakaan kita mungkin akan menemukan rincian fungsi-fungsi bahasa yang berbeda dan
beragam (Chaer, 1995; Nababan, 1984).

D. Struktur Bahasa

Dalam setiap analisis bahasa ada dua buah konsep yang perlu dipahami, yaitu struktur
dan sistem. Struktur menyangkut masalah hubungan antara unsur-unsur dalam satuan ujar,
missal antara fonem dengan fonem di dalam kata, antara kata di dalam kata dalam frase, atau
juga antara frase dengan frase di dalam kalimat. Sedangkan sistem berkenaan dengan hubungan
antara unsur-unsur bahasa pada satuan-satuan ujar yang lain.
Dalam linguistik, struktur bahasa itu sama dengan tata bahasa. Sedangkan tata bahasa itu
sendiri tidak lain daripada “pengetahuan” penutur suatu bahasa mengenai bahasanya, yang biasa
disebut dengan istilah kompetensi. Kemudian kompetensi ini dimanfaatkan dalam pelaksanaan
bahasa yang berupa bertutur atau pemahaman akan tuturan. Lalu dalam pelaksanaan bahasa itu,
linguistik memberikan konsep struktur-dalam dan struktur-luar.
a. Tata Bahasa
Kompetensi merupakan “pengetahuan” seseorang akan bahasanya,
memungkinkan dia dapat melakukan pelaksanaan bahasa itu dengan memahami kalimat-
kalimat yang didengar dan melahirkan kalimat-kalimat baru dari bahasanya.
Menurut teori linguistik, setiap tata bahasa dalam suatu bahasa terdiri dari tiga
buah komponen, yaitu komponen fonologi, komponen sintaksis, dan komponen semantik.
Untuk bias memahami ketiga komponen tersebut perlu dipahami lebih dulu konsep
struktur-dalam dan struktur-luar.
b. Struktur-Dalam dan Struktur-Luar
Struktur dalam adalah struktur kalimat secara abstrak yang berada dalam otak
penutur sebelum kalimat itu diucapkan. Sedangkan struktur luar adalah struktur kalimat
ketika diucapkan yang dapat kita dengar. Berikut bagan representatif struktur-luar.

7
STRUKTUR – LUAR
(Representatif fonetik kalimat)
M
U
L
U
T
RUMUS-RUMUS TRANSFORMATIF
O
T
A
K
STRUKTUR – DALAM
(Representatif dalam : Abstrak)

Untuk memahami bagan tersebut, simaklah dua kalimat berikut :


(1) Murid itu mudah diajar,
(2) Murid itu senang diajar.
Kalimat (1) dan (2) memiliki struktur-luar yang sama.

Kalimat (1)
K

FN FV

N Art A V

Murid Itu Mudah Diajar

8
Kalimat (2)

FN FV

N Art A V

Murid Itu Senang Diajar

Keterangan:
K = kalimat
FN = Frase nominal
FV = Frase verbal
A = Adjektiva
Art = Artikel

Dari kedua diagram pohon itu tampak bahwa struktur-luar kalimat (1) dan (2)
adalah persis sama. Namun, sebagai penutur kita merasakan bahwa yang mengalami
sesuatu sebagai akibat “murid itu diajar” adalah pihak yang berlainan. Pada kalimat (1)
yang mengalami sesuatu yang mudah adalah yang mengajar murid itu. Sedangkan pada
kalimat (2) yang mengalami rasa senang adalah murid itu, bukan yang mengajar. Maka,
dalam hal kalimat (1) dan (2) di atas, meskipun struktur-luarnya sama, tetapi struktur-
dalamnya jauh berbeda.
c. Komponen Tata Bahasa
Menurut linguistik, tata bahasa dibangun oleh tiga buah komponen, yaitu
komponen sintaksis, komponen semantik, dan komponen fonologi.
1. Komponen Sintaksis

9
Sintaksis adalah urutan dan organisasi kata-kata yang membentuk kalimat
dalam suatu bahasa. Tugas utama komponen sintaksis adalah menentukan
hubungan antara pola-pola bunyi bahasa dengan makna-maknanya dengan cara
mengatur urutan kata yang membentuk kalimat agar sesuai dengan yang
diinginkan penutur. Misal,
Kuda itu menendang petani itu
- Dalam kalimat di atas, kata kuda adalah sebuah nomina; kata menendang
adalah sebuah verba; kata petani adalah nomina; dan kata itu adalah kata untuk
menunjuk sesuatu yang dimaksud.
- Setiap penutur bahasa Indonesia biasanya memenggal kalimat menjadi dua
bagian, sebagai berikut.
Kuda itu/menendang petani itu
Setiap penggalan dari kalimat di atas, berupa kuda itu dan menendang petani itu
disebut frase. Kuda itu adalah frase nomina dan menendang petani itu adalah frase
verba.
2. Komponen Semantik
Teori linguistik mengakui bahwa makna suatu kalimat bergantung pada
beberapa faktor yang saling berkaitan, diantaranya (a) makna leksikal yang
membentuknya, (b) urutan kata dalam organisasi kalimat, (c) intonasi, (d) situasi
tempat kalimat itu diucapkan, (e) kalimat sebelum dan sesudah yang
menyertainya, (f) faktor-faktor lain. Misal frase lagi makan dan makan lagi
dalam bahasa Indonesia berbeda maknanya karena urutan unsur katanya berbeda.
Contoh lain yaitu kalimat kucing makan tikus mati dengan intonasi berikut
menjadi berbeda makna.
(1) Kucing/makan tikus mati
(2) Kucing makan/tikus mati
(3) Kucing makan tikus/mati
Makna kalimat itu menjadi semakin rumit karena banyak kata yang
memiliki lebih dari satu makna, dan makna pun bisa terlepas apabila kata itu
berada dalam konteks frase yang berlainan.
3. Komponen Fonologi

10
Yang dimaksud dengan komponen fonologi adalah sistem bunyi suatu
bahasa. Komponen fonologi ini sebagai komponen ketiga dalam tata bahasa yang
miliki rumus fonologi yang bertugas mengubah struktur-luar sintaksis menjadi
representasi fonetik yaitu bunyi-bunyi bahasa yang kita dengar oleh seorang
penutur.
Unit bunyi, segmen fonetik, atau fon yang membentuk kata dalam studi
fonologi dideskripsikan berdasarkan tempat dan artikulasinya. Misal kata [baraŋ]
dan [paraŋ] yang mirip, masing-masing dibangun oleh lima buah fon, letak
bedanya hanya pada fon yang pertama yaitu [b] dan [p]. kedua fon ini termasuk
bunyi hambat bilabial. Bedanya bunyi [b] adalah bersuara, sedangkan bunyi [p]
adalah bunyi tak bersuara.
Persoalan kita sekarang apakah yang dimaksud dengan rumus-rumus
fonologi. Untuk memahaminya perhatikan contoh berikut.
<gerobak>
1. [gәrobak]
2. [gәrobag]
3. [gәroba?]
Meskipun ucapannya berbeda tetapi maknanya tidak berubah. Ketiga macam
bunyi akhir itu [k], [g], dan [?] hanya dilambangkan sebagai satu bunyi saja di
dalam otak manusia Indonesia. Jadi dapat disimpulkan bahwa komponen fonologi
mempunyai dua peringkat, yaitu peringkat-dalam dan peringkat-luar. Kedua
peringkat ini dihubungkan oleh rumus-rumus fonologi. Misal pada kata
<gerobak>, rumus fonologinya adalah:
[k]  [g]/v - #
Rumus itu dibaca sebagai [k] harus diganti menjadi [g] dalam pengucapannya,
jika muncul pada akhir kata (- #) dan didahului oleh bunyi vokal (v). Anak panah
berarti berubah menjadi. Atau bisa juga dengan rumus berikut.
/k/  [k]/v - #

/k/  [?]/v - #

11
E. Proses Berbahasa

Berbahasa merupakan salah satu perilaku dari kemampuan manusia, sama dengan
kemampuan dan perilaku untuk berpikir, bercakap-cakap, bersuara, ataupun bersiul. Lebih
spesifik lagi berbahasa ini merupakan kegiatan dan proses memahami dan menggunakan isyarat
komunikasi yang disebut bahasa.
Berbahasa merupakan gabungan berurutan antara dua proses yaitu proses produktif dan
proses reseptif. Proses produktif berlangsung pada diri pembicara yang menghasilkan kode-kode
bahasa yang bermakna dan berguna. Sedangkan proses reseptif berlangsung pada diri pendengar
yang menerima kode-kode bahasa yang bermakna dan berguna yang disampaikan oleh
pembicara melalui alat-alat artikulasi dan diterima melalui alat-alat pendengar.
Proses produksi atau proses rancangan berbahasa disebut enkode. Sedangkan proses
penerimaan, perekaman, dan pemahaman disebut proses dekode. Kalau kode bisa diartikan
sebagai isyarat atau tanda (seperti bahasa) dalam penyampaian informasi; maka enkode berarti
peristiwa atau proses penerimaan kode tersebut.
Proses rancangan berbahasa produktif dimulai dengan enkode semantik, yakni proses
penyusunan konsep, ide, atau pengertian. Dilanjutkan dengan enkode gramatikal, yakni
penyusunan konsep atau ide itu dalam bentuk satuan gramatikal. Selanjutnya diteruskan dengan
enkode fonologi, yakni penyusunan unsur bunyi dari kode itu. Proses enkode ini terdapat, dalam
otak pembicara, kecuali representasi fonloginya yang terjadi di dalam mulut, dilakukan oleh alat-
alat bicara, atau alata artikulasi.
Proses dekode dimulai dengan dekode fonologi, yakni penerimaan unsur-unsur bunyi itu
melalui telingan pendengar. Kemudian dilanjutkan dengan proses dekode gramatikal, yakni
pemahaman bunyi itu sebagai satuan gramatikal. Lalu diakhiri dengan dekode semantik, yakni
pemahaman akan konsep-konsep atau ide-ide yang dibawa oleh kode tersebut. Proses dekode ini
terjadi dalam otak pendengar.
Di antara proses enkode dan proses dekode terjadilah proses transmisi, berupa
pemindahan atau pengiriman kode-kode yang terdiri atas ujaran manusia yang disebut kode
bahasa, atau bahasa saja. Proses transmisi ini terjadi antara mulut pembicara sampai ke telinga
pendengar.
Proses enkode dan dekode dari pesan, amanat, atau perasaan, terangkum dalam suatu
konsep yang disebut proses komunikasi. Dalam kehidupan kode utama dan kekreatifan dalam

12
proses komunikasi ini adalah kode bahasa, atau secara umum disebut bahasa. Dengan demikian,
pembelajaran bahasa sesungguhnya tidak lain dari pada pembelajaran komunikasi dengan
menggunakan kode atau isyaray bahasa. Ini berarti pula, dalam pembelajaran bahasa,
kemampuan berbahasa produkif dan berbhasa reseptif harus sama-sama dikuasai dengan
baiknya.
Proses berbahasa produktif dan proses berbahasa reseptif dapat dianalisis dengan
pendekatan perilaku (behaviorisme) dan pendekatan kognitif. Tampaknya dalam literatur
psikolinguistik aspek reseptif lebih banyak disorot dan dibicarakan oleh para pakar
psikolinguistik (Parera, 1996). Aspek reseptif berbahasa dengan berbagai eksperimen memang
lebih mudah dikenali daripada aspek produktif. Perilaku pendengar (penerima isyarat bahasa)
setelah menerima isyarat bahasa lebih mudah diamati daripada perilaku pembicara sebelum,
sewatu, dan setelah memprodukdi isyarat bahasa itu.
Dalam bagan pada halaman berikut tampak bahwa proses enkode dan proses dekode, atau
proses produktif dan proses reseptif, berawal pada pemahaman dan berakhir juga pada
pemahaman. Ini berarti proses berbahasa adalah proses komunikasi yang bermakna dan berguna.
Dengan kata lain, yang dikomunikasikan adalah makna, dan yang ditangkap atau diterima
adalah juga makna, yang berupa pesan atau perasaan. Oleh karena itu, dewasa ini yang
dikembangkan dalam pembelajaran bahasa adalah pendekatan komunikatif dan bukan
pendekatan lain.
Bagan bawah ini menujukkan juga bahwa berbahasa itu tidak lain dari proses mengirim
berita dan proses menerima berita. Kegiatan menghasilkan berita, pesan, dan proses produktif.
Sedangkan proses menerima berita, pesan atau amanat sebut reseptif. Kedua kegiatan ini, proses
produktif dan proses reseptif merupakan satu proses yang berkesinambungan, mulai dari proses
perancangan pesan sampai pada penerimaan dan penerimaan pesan itu.
Proses produktif dimulai dengan tahap pemunculan ide, gagasan, perasaan, atau apa saja
yang ada dalam pemikiran seorang pembicara. Tahap awal ini disebut tahap idealisasi, yang
selanjutnya disambung dengan tahap perancangan, yakni tahap pemilihan bentuk-bentuk bahasa
perancangan ini meliputi komponen bahasa sintaksis, semantik, dan fonologi. Berikutnya adalah
tahap pelaksanaan atau pengejawantahan. Pada tahap ini secara psikologi orang melahirkan kode
verbal atau secara linguistik orang melahirkan arus ujaran.

13
Proses reseptif dimulai dengan tahap rekognisi atau pengenalan akan arus ujaran yang
disampaikan. Mengenal (rekognisi) berarti menimbulkan kembali kesan yang pernah ada. Tahp
pengenalan dilanjutkan dengan tahap identifikasi, yaitu proses mental yang dapat membedakan
bunyi yang kontrastif, frase, kalimat, teks, dan sebagainya. Setelah tahap identifikasi ini dilalui,
maka sampailah pada tahap pemahaman, sebagai akhir dari suatu proses berbahasa.

Enkode Pesan
dalam Otak Penutur

SEMANTIK

GRAMATIK

FONOLOGI

Alat Ucap Penutur

Transmisi Arus Ujar

Telinga Pendengar

FONOLOGI

GRAMATIK

SEMANTIK

Dekode Pesan dalam


Otak Pendengar

14
Dalam uraian di atas, berbahasa dijelaskan hanya sebagai proses searah. Artinya, dari
seorang pembicara kepada seorang pendengar. Padahal di dalam komunikasi yang sebenarnya
proses tersebut bisa terjadi bolak-balik atau dua arah. Maksudnya, pada awaknya, misalnya, si A
menjadi pembicara, sedangkan si B menjadi pendengar. Kemudian proses ini berganti, si B
menjadi pembicara dan si A menjadi pendengar. Proses ini pun terjadi dengan cepat, tidak
“selambat” seperti penjelasan di atas. Selain itu, dalam berbahasa yang sebenarya konteks situasi
dan unsur para linguitik turut membangun makna yang akan dipahami oleh partisipasi dalam
tindak atau perilaku oleh partisipan dalam tidak atau perilaku berbahas itu.

15
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Bahasa dan berbahasa adalah dua hal yang berbeda. Bahasa adalah alat verbal yang
digunakan untuk berkomunikasi, sedangkan berbahasa adalah proses penyampaian informasi
dalam berkomunikasi. Bahasa adalah objek kajian linguistik, sedangkan berbahasa adalah objek
kajian psikologi. Brooks (1975) memperkenalkan satu teori mengenai asal-usul bahasa yang
sejalan dengan perkembangan psikolinguistik dewasa ini. Menurut Brooks bahasa itu lahir pada
waktu yang sama dengan manusia.
Wardhaugh seorang pakar sosiolinguistik berpendapat bahwa fungsi bahasa adalah alat
komunikasi manusia, baik lisan maupun tulisan. Lalu, Kinneavy juga berpendapat bahawa fungsi
bahasa mencakup lima dasar yang disebut fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi eksplorasi,
fungsi persuasi, dan fungsi entertaimen. Dalam linguistik, struktur bahasa sama dengan tata
bahasa. Sedangkan tata bahasa itu sendiri tidak lain daripada “pengetahuan” penutur suatu
bahasa mengenai bahasanya, yang biasa disebut dengan istilah kompetensi. Kemudian
kompetensi ini dimanfaatkan dalam pelaksanaan bahasa yang berupa bertutur atau pemahaman
akan tuturan. Lalu dalam pelaksanaan bahasa itu, linguistik memberikan konsep struktur-dalam
dan struktur-luar.
Berbahasa merupakan gabungan berurutan antara dua proses yaitu proses produktif dan
proses reseptif. Proses produktif berlangsung pada diri pembicara yang menghasilkan kode-kode
bahasa yang bermakna dan berguna. Sedangkan proses reseptif berlangsung pada diri pendengar
yang menerima kode-kode bahasa yang bermakna dan berguna yang disampaikan oleh
pembicara melalui alat-alat artikulasi dan diterima melalui alat-alat pendengar.
B. Saran

Penulis tentunya masih menyadari jika makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan
jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2015. Psikolinguistik Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.

17

Anda mungkin juga menyukai