Anda di halaman 1dari 8

KELOMPOK VELIN, MITA, NABILA

PRINSIP DASAR KROMATOGRAFI


Prinsip Dasar Kromatografi adalah pemisahan yang didasarkan atas distribusi diferensial
komponen komponen sampel diantara dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak.
Gerakan fase gerak kini mengakibatkan terjadinya migrasi diferensial komponen-komponen
dalam sampel

MACAM MACAM KROMATOGRAFI


Tidak hanya satu, setidaknya ada empat jenis prosesi kromatografi yang banyak digunakan atau
diterapkan kini.
1. Kromatografi kertas
Kromatografi kertas ini merupakan jenis kromatografi yang menggunakan fase
kertas stasioner. Kertas ini merupakan kertas dengan kandungan selulosa, sementara
fase geraknya menggunakan pelarut atau campuran pelarut yang cocok. Kertas di sini
akan bertindak sebagai fase diam yang nantinya akan dicelupkan ke dalam pelarut atau
sampel.
Selanjutnya kertas fase diam ini dicelupkan dalam pelarut yang akan diserap oleh
kekuatan dari kapiler kertas dan dipindahkan ke bagian atas atau permukaan. Kertas
kromatografi biasanya dipakai untuk memisahkan tinta, pewarna, serta senyawa
tanaman yang biasa terdapat pada makeup, klorofil, atau zat-zat lainnya.
2. Kromatografi cair
Jenis kromatografi berikutnya ini adalah kromatografi cair yang jadi salah satu
teknik yang paling cocok saat akan memisahkan molekul atau ion yang terkandung atau
terlarut dalam suatu larutan. Saat larutan sampel akhirnya berinteraksi dengan fase
diam, maka molekul-molekul di dalam larutan akan berinteraksi terhadap fase diam.
Pada praktiknya kemudian, terdapat perbedaan dalam penyerapan atau adsorpsi
serta partisi juga pertukaran ion dan ukurannya. Perbedaan memisahkan komponen
yang satu dengan komponen yang lain serta bagaimana itu ditandai dalam jumlah waktu
yang berbeda, menunjukkan bahwa komponen melakukan transit melewati kolom.
Untuk jenis kromatografi cair ini sendiri dibagi jadi beberapa jenis lagi.
Jenis-jenis kromatografi cair ini adalah kromatografi cair kinerja tinggi (High
Performance Liquid Chromatography) yang disingkat HPLC, kromatografi fase terbalik
(Reverse Phrase Chromatography) atau disingkat RPC, dan kromatografi pertukaran ion
(Ion Exchange Chromatohraphy). Jenis ini dibedakan berdasarkan jenis komponen serta
proses yang dilakukan.
3. Kromatografi lapis tipis
Kromatografi lapis tipis dapat disebut sebagai teknik yang memungkinkan untuk
melakukan analisa dalam proses kualitatif. Proses ini berasal dari sampel dan akan diuji
dengan cara memisahkan komponen sampel dengan berdasarkan pada perbedaan
KELOMPOK VELIN, MITA, NABILA

polaritasnya. Untuk kromatografi lapis tipis ini prinsip kerjanya adalah memisahkan
sampel berdasarkan polaritas dari pelarut dan sampel yang nantinya digunakan.
Umumnya yang terjadi dalam teknik kromatografi lapis tipis adalah pelat gel
silicon akan digunakan sebagai fase gerak sekaligus fase diam. Ini digunakan dengan
disesuaikan terlebih dahulu dengan jenis sampel yang akan dipisahkan kemudian.
Larutan atau campuran yang akan digunakan ini dikenal dengan sebutan eluen.
4. Kromatografi kolom
Ini adalah jenis kromatografi yang dapat dilakukan dengan kolom gelas. Pada
umumnya, jenis kromatografi kolom ini digunakan untuk melakukan pemisahan pigmen
pada tanaman. sebuah campuran dalam pigmen tersebut kemudian ditempatkan dalam
kolom gelas dengan kandungan konten alumina.
Pelarut lalu akan dikeringkan untuk membawa campuran yang akan melewati
kolom. Pigmen akan bergerak turun melalui kolom di tingkat tertentu, bergantung pada
daya serap pigmen terhadap alumina. Pigmen yang diserap sedikit pada alumina akan
melewati kolom lebih cepat. Pigmen yang diserap kuat oleh alumina akan melewati
kolom lebih lambat. Selanjutnya, pigmen akan disimpan dan menyatu pada titik lain
begitu keluar dari kolom.
Demikian penjelasan mengenai pengertian kromatografi serta jenis-jenis
kromatografi yang kerap digunakan dalam proses ilmiah. Sesuai dengan kebutuhan jenis
komponen yang akan dipisahkan kemudian.
KELOMPOK VELIN, MITA, NABILA

ALUR KERJA KROMATOGRAFI GAS

Sampel pertama kali dimasukkan ke dalam gas chromatograph (GC), baik dengan jarum suntik
atau autosampler (Gambar 1 (2)) yang juga dapat mengekstraksi komponen kimia dari matriks
sampel padat atau cair.

Sampel disuntikkan ke inlet GC (Gambar 1 (3)) melalui septum yang memungkinkan injeksi
campuran sampel tanpa kehilangan fase gerak. Terhubung ke saluran masuk adalah kolom
analitik (Gambar 1 (4)), silika leburan panjang (10 - 150 m), sempit (diameter internal 0,1 - 0,53
mm) atau tabung logam yang berisi fase diam yang dilapisi pada dinding bagian dalam. Kolom
analitik disimpan dalam oven kolom yang dipanaskan selama analisis untuk mengelusi
komponen yang kurang mudah menguap.

Outlet kolom dimasukkan ke dalam detektor (Gambar 1 (5)) yang merespon komponen kimia
yang terelusi dari kolom untuk menghasilkan sinyal. Sinyal direkam oleh perangkat lunak
akuisisi pada komputer untuk menghasilkan kromatogram (Gambar 1 (6)).

Setelah injeksi ke inlet GC, komponen kimia dari campuran sampel diuapkan terlebih dahulu,
jika belum berada dalam fase gas. Untuk sampel dengan konsentrasi rendah, seluruh awan uap
dipindahkan ke kolom analitik oleh gas pembawa dalam apa yang dikenal sebagai mode
splitless. Untuk sampel dengan konsentrasi tinggi, hanya sebagian sampel yang dipindahkan ke
KELOMPOK VELIN, MITA, NABILA

kolom analitik dalam mode split, sisanya dikeluarkan dari sistem melalui garis split untuk
mencegah kelebihan beban kolom analitik.

Setelah berada di kolom analitis, komponen sampel dipisahkan oleh interaksinya yang berbeda
dengan fase diam. Oleh karena itu, ketika memilih jenis kolom yang akan digunakan, kelompok
volatilitas dan fungsional analit harus dipertimbangkan untuk mencocokkannya dengan fase
diam. Fase diam cair terutama terbagi menjadi dua jenis: berbasis polietilen glikol (PEG) atau
polidimetilsiloksan (PDMS), yang terakhir dengan persentase yang bervariasi dari kelompok
fungsional dimetil, difenil atau mid-polar, misalnya sianopropilfenil. Seperti halnya pemisahan,
oleh karena itu kolom non-polar dengan dimetil atau persentase difenil yang rendah baik untuk
memisahkan analit non-polar.

Langkah terakhir adalah mendeteksi molekul analit saat terelusi dari kolom. Ada banyak jenis
detektor GC, misalnya: detektor yang merespons ikatan C-H seperti detektor ionisasi nyala
(FID); yang menanggapi unsur-unsur tertentu misalnya belerang, nitrogen atau fosfor; dan yang
merespons sifat spesifik molekul, seperti kemampuan menangkap elektron, seperti yang
digunakan dengan detektor penangkap elektron (ECD).

Sumber:
https://www.technologynetworks.com/analysis/articles/gas-chromatography-how-a-gas-
chromatography-machine-works-how-to-read-a-chromatograph-and-gcxgc-
335168#:~:text=How%20does%20gas%20chromatography%20work,or%20damaging%20the
%20instrument%20components.
KELOMPOK VELIN, MITA, NABILA

ANALISIS MINYAK ATSIRI DENGAN KROMATOGRAFI GAS CAIR


https://journal.ugm.ac.id/ajse/article/view/2350/2113

Analisis senyawa 1,8 sineol pada minyak kayu putih metode kromatografi gas cair

1. Tujuan
- Mengetahui metode terbaik untuk memperoleh rendemen minyak kayu putih tertinggi
- Mengetahui pada fraksi yang mana dengan kandungan 1,8 sineol tertinggi (85%)

2. Tanaman kayu putih


Tanaman kayu putih (Melalauca leucadendron Linn.) merupakan salah satu tanaman
penghasil minyak atsiri yang penting bagi industri minyak atsiri di Indonesia. Tanaman kayu
putih merupakan salah satu tanaman penghasil produk hasil hutan bukan kayu yang
memiliki prospek cukup baik untuk dikembangkan. Potensi tanaman kayu putih di
Indonesia cukup besar mulai dari daerah Maluku, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tenggara,
Bali dan Papua yang berupa hutan alam kayu putih. Sedangkan yang berada di Jawa Timur,
Jawa Tengah dan Jawa Barat berupa hutan tanaman kayu putih (Mulyadi 2005)

3. Metode memperoleh minyak kayu putih


Minyak kayu putih diperoleh dengan penyulingan, ada 3 jenis penyulingan, yaitu
penyulingan air, penyulingan kukus (air dan uap), penyulingan uap.
a. Penyulingan air
Pada distilasi rebus, bahan baku yang telah disiapkan direbus di dalam distilator selama
5-6 jam dihitung dari mulai terjadinya penguapan.
b. Penyulingan kukus
Pada distilasi kukus, bahan baku yang telah disiapkan di dalam distilator selama 5-6 jam
dihitung dari mulai terjadinya penguapan
c. Penyulingan uap
pada distilasi uap, bahan baku yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam distilator,
kemudian bahan baku dialiri uap dari ketel pembangkit uap lalu tekanan uap dijaga
konstan sesuai dengan yang diinginkan.
Distilat yang dihasilkan berupa dua lapisan yaitu air dan minyak ditampung dalam corong
pisah, untuk kemudian dipisahkan. Minyak yang diperoleh ditambah dengan natrium sulfat
anhidrous untuk memurnikan minyak dari air yang masih terikat. Kemudian minyak
dipisahkan dari air dan disimpan dalam botol kaca. Setelah itu dilakukan fraksinasi
terhadap minyak kayu putih yang dihasilkan untuk memperoleh minyak dengan kandungan
1,8 sineol minimal 85%.
KELOMPOK VELIN, MITA, NABILA

Dari metoda distilasi yang digunakan, rendemen tertinggi ada pada isolasi minyak kayu
putih dengan menggunakan metoda distilasi kukus yaitu sebesar 2,5%. Sedangkan pada
metoda distilasi uap menghasilkan rendemen yang terendah diantara semua metode
distilasi yaitu sebesar 1,5%. Distilasi kukus mempunyai rendemen yang lebih tinggi
dibandingkan distilasi air, hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther (1987), bahwa
metoda distilasi kukus merupakan metoda distilasi yang lebih cocok untuk rumput-
rumputan dan daun-daunan dibandingkan distilasi air.
Metoda distilasi yang berbeda menghasilkan sifat fisika yang berbeda pula.

4. Pengujian minyak kayu putih


a. Bobot jenis
b. Indeks bias
c. Rotasi optic
d. Kadar 1,8 sineol
1) Metode
KELOMPOK VELIN, MITA, NABILA

Kromatografi gas cair


Spesifikasi

2) Fraksinasi
Setelah didapat minyak kayu putih dari berbagai metoda distilasi, kemudian dipilih
yang karakteristiknya memenuhi SNI untuk kemudian dilakukan proses isolasi
(fraksinasi) guna memisahkan senyawa 1,8 sineol dari senyawa yang lain dengan
target pemurnian minimal 85%. Fraksinasi dilakukan dengan cara memanasi minyak
atsiri kayu putih dalam boiling flask dalam kondisi vakum.
Fraksinasi berguna untuk memisahkan minyak atsiri menjadi beberapa fraksi
berdasarkan perbedaan titik didih dan baunya. Sebaiknya minyak atsiri tidak
difraksinasi pada tekanan atmosfer, tetapi dalam keadaan vakum, karena tekanan
atmosfer dan suhu tinggi dapat menyebabkan senyawa menjadi rusak yang
mengakibatkan distilat mempunyai bau dan sifat fisiko-kimia yang berbeda dengan
minyak murni
3) Prosedur dan hasil
Fraksinasi pertama dilakukan terhadap rendemen minyak kayu putih hasil
penyulingan kukus. Diambil 150 ml rendemen dan menghasilkan 3 fraksi
berdasarkan titik didihnya, yaitu:
1. Fraksi 1, volume 1 ml
2. Fraksi 2, volume 12 ml
3. Fraksi 3, volume 77 ml
Dengan residu 60 ml
Dari masing masing fraksi tersebut di injeksikan ke sistem KGC Sebanyak 1
mikroliter, dan di peroleh hasil kadar 1,8 sineol sebegai berikut
KELOMPOK VELIN, MITA, NABILA

Diperoleh dengan kandungan sineol tertinggi (mendekati target kemurnian 85%)


yaitu pada fraksi ke 3, kemudian kepeda fraksi ke 3 ini Untuk mencapai target
pemurnian senyawa 1,8 sineol minimal 85% perlu dilakukan fraksinasi ulang. Pada
fraksinasi ke dua, didapat 3 fraksi, yaitu:
1. Fraksi 1, volume 4 ml
2. Fraksi 2, volume 30 ml
3. Fraksi 3, volume 22 ml
Dengan residu 21 ml
Dari masing masing fraksi ke 2 ini, kembali diinjeksikan ke sistem KGC, dan
diperoleh hasil kadar 1,8 sineol sebagai berikut

Kadar 1,8 sineol tertinggi terdapat pada fraksi 3 pada fraksinasi tahap 2 yaitu
dengan kadar 1,8 sineol 89,78 %
5. Kesimpulan
a. Rendemen minyak kayu putih tertinggi diperoleh dengan menggunakan metoda
distilasi kukus dengan rendemen sebesar 2,5%.
b. Kandungan senyawa 1,8 sineol yang terdapat pada minyak kayu putih hasil distilasi
kukus, rebus dan uap memenuhi persyaratan SNI.
c. Minyak kayu putih yang dihasilkan melalui metoda distilasi rebus mempunyai
karakteristik fisik yang tidak sesuai dengan SNI, yaitu pada warna dan putaran optik.
d. Pemurnian senyawa 1,8 sineol hingga mencapai kadar minimum 85% dapat diperoleh
melalui dua kali proses fraksinasi.

Anda mungkin juga menyukai