polaritasnya. Untuk kromatografi lapis tipis ini prinsip kerjanya adalah memisahkan
sampel berdasarkan polaritas dari pelarut dan sampel yang nantinya digunakan.
Umumnya yang terjadi dalam teknik kromatografi lapis tipis adalah pelat gel
silicon akan digunakan sebagai fase gerak sekaligus fase diam. Ini digunakan dengan
disesuaikan terlebih dahulu dengan jenis sampel yang akan dipisahkan kemudian.
Larutan atau campuran yang akan digunakan ini dikenal dengan sebutan eluen.
4. Kromatografi kolom
Ini adalah jenis kromatografi yang dapat dilakukan dengan kolom gelas. Pada
umumnya, jenis kromatografi kolom ini digunakan untuk melakukan pemisahan pigmen
pada tanaman. sebuah campuran dalam pigmen tersebut kemudian ditempatkan dalam
kolom gelas dengan kandungan konten alumina.
Pelarut lalu akan dikeringkan untuk membawa campuran yang akan melewati
kolom. Pigmen akan bergerak turun melalui kolom di tingkat tertentu, bergantung pada
daya serap pigmen terhadap alumina. Pigmen yang diserap sedikit pada alumina akan
melewati kolom lebih cepat. Pigmen yang diserap kuat oleh alumina akan melewati
kolom lebih lambat. Selanjutnya, pigmen akan disimpan dan menyatu pada titik lain
begitu keluar dari kolom.
Demikian penjelasan mengenai pengertian kromatografi serta jenis-jenis
kromatografi yang kerap digunakan dalam proses ilmiah. Sesuai dengan kebutuhan jenis
komponen yang akan dipisahkan kemudian.
KELOMPOK VELIN, MITA, NABILA
Sampel pertama kali dimasukkan ke dalam gas chromatograph (GC), baik dengan jarum suntik
atau autosampler (Gambar 1 (2)) yang juga dapat mengekstraksi komponen kimia dari matriks
sampel padat atau cair.
Sampel disuntikkan ke inlet GC (Gambar 1 (3)) melalui septum yang memungkinkan injeksi
campuran sampel tanpa kehilangan fase gerak. Terhubung ke saluran masuk adalah kolom
analitik (Gambar 1 (4)), silika leburan panjang (10 - 150 m), sempit (diameter internal 0,1 - 0,53
mm) atau tabung logam yang berisi fase diam yang dilapisi pada dinding bagian dalam. Kolom
analitik disimpan dalam oven kolom yang dipanaskan selama analisis untuk mengelusi
komponen yang kurang mudah menguap.
Outlet kolom dimasukkan ke dalam detektor (Gambar 1 (5)) yang merespon komponen kimia
yang terelusi dari kolom untuk menghasilkan sinyal. Sinyal direkam oleh perangkat lunak
akuisisi pada komputer untuk menghasilkan kromatogram (Gambar 1 (6)).
Setelah injeksi ke inlet GC, komponen kimia dari campuran sampel diuapkan terlebih dahulu,
jika belum berada dalam fase gas. Untuk sampel dengan konsentrasi rendah, seluruh awan uap
dipindahkan ke kolom analitik oleh gas pembawa dalam apa yang dikenal sebagai mode
splitless. Untuk sampel dengan konsentrasi tinggi, hanya sebagian sampel yang dipindahkan ke
KELOMPOK VELIN, MITA, NABILA
kolom analitik dalam mode split, sisanya dikeluarkan dari sistem melalui garis split untuk
mencegah kelebihan beban kolom analitik.
Setelah berada di kolom analitis, komponen sampel dipisahkan oleh interaksinya yang berbeda
dengan fase diam. Oleh karena itu, ketika memilih jenis kolom yang akan digunakan, kelompok
volatilitas dan fungsional analit harus dipertimbangkan untuk mencocokkannya dengan fase
diam. Fase diam cair terutama terbagi menjadi dua jenis: berbasis polietilen glikol (PEG) atau
polidimetilsiloksan (PDMS), yang terakhir dengan persentase yang bervariasi dari kelompok
fungsional dimetil, difenil atau mid-polar, misalnya sianopropilfenil. Seperti halnya pemisahan,
oleh karena itu kolom non-polar dengan dimetil atau persentase difenil yang rendah baik untuk
memisahkan analit non-polar.
Langkah terakhir adalah mendeteksi molekul analit saat terelusi dari kolom. Ada banyak jenis
detektor GC, misalnya: detektor yang merespons ikatan C-H seperti detektor ionisasi nyala
(FID); yang menanggapi unsur-unsur tertentu misalnya belerang, nitrogen atau fosfor; dan yang
merespons sifat spesifik molekul, seperti kemampuan menangkap elektron, seperti yang
digunakan dengan detektor penangkap elektron (ECD).
Sumber:
https://www.technologynetworks.com/analysis/articles/gas-chromatography-how-a-gas-
chromatography-machine-works-how-to-read-a-chromatograph-and-gcxgc-
335168#:~:text=How%20does%20gas%20chromatography%20work,or%20damaging%20the
%20instrument%20components.
KELOMPOK VELIN, MITA, NABILA
Analisis senyawa 1,8 sineol pada minyak kayu putih metode kromatografi gas cair
1. Tujuan
- Mengetahui metode terbaik untuk memperoleh rendemen minyak kayu putih tertinggi
- Mengetahui pada fraksi yang mana dengan kandungan 1,8 sineol tertinggi (85%)
Dari metoda distilasi yang digunakan, rendemen tertinggi ada pada isolasi minyak kayu
putih dengan menggunakan metoda distilasi kukus yaitu sebesar 2,5%. Sedangkan pada
metoda distilasi uap menghasilkan rendemen yang terendah diantara semua metode
distilasi yaitu sebesar 1,5%. Distilasi kukus mempunyai rendemen yang lebih tinggi
dibandingkan distilasi air, hal ini sesuai dengan pernyataan Guenther (1987), bahwa
metoda distilasi kukus merupakan metoda distilasi yang lebih cocok untuk rumput-
rumputan dan daun-daunan dibandingkan distilasi air.
Metoda distilasi yang berbeda menghasilkan sifat fisika yang berbeda pula.
2) Fraksinasi
Setelah didapat minyak kayu putih dari berbagai metoda distilasi, kemudian dipilih
yang karakteristiknya memenuhi SNI untuk kemudian dilakukan proses isolasi
(fraksinasi) guna memisahkan senyawa 1,8 sineol dari senyawa yang lain dengan
target pemurnian minimal 85%. Fraksinasi dilakukan dengan cara memanasi minyak
atsiri kayu putih dalam boiling flask dalam kondisi vakum.
Fraksinasi berguna untuk memisahkan minyak atsiri menjadi beberapa fraksi
berdasarkan perbedaan titik didih dan baunya. Sebaiknya minyak atsiri tidak
difraksinasi pada tekanan atmosfer, tetapi dalam keadaan vakum, karena tekanan
atmosfer dan suhu tinggi dapat menyebabkan senyawa menjadi rusak yang
mengakibatkan distilat mempunyai bau dan sifat fisiko-kimia yang berbeda dengan
minyak murni
3) Prosedur dan hasil
Fraksinasi pertama dilakukan terhadap rendemen minyak kayu putih hasil
penyulingan kukus. Diambil 150 ml rendemen dan menghasilkan 3 fraksi
berdasarkan titik didihnya, yaitu:
1. Fraksi 1, volume 1 ml
2. Fraksi 2, volume 12 ml
3. Fraksi 3, volume 77 ml
Dengan residu 60 ml
Dari masing masing fraksi tersebut di injeksikan ke sistem KGC Sebanyak 1
mikroliter, dan di peroleh hasil kadar 1,8 sineol sebegai berikut
KELOMPOK VELIN, MITA, NABILA
Kadar 1,8 sineol tertinggi terdapat pada fraksi 3 pada fraksinasi tahap 2 yaitu
dengan kadar 1,8 sineol 89,78 %
5. Kesimpulan
a. Rendemen minyak kayu putih tertinggi diperoleh dengan menggunakan metoda
distilasi kukus dengan rendemen sebesar 2,5%.
b. Kandungan senyawa 1,8 sineol yang terdapat pada minyak kayu putih hasil distilasi
kukus, rebus dan uap memenuhi persyaratan SNI.
c. Minyak kayu putih yang dihasilkan melalui metoda distilasi rebus mempunyai
karakteristik fisik yang tidak sesuai dengan SNI, yaitu pada warna dan putaran optik.
d. Pemurnian senyawa 1,8 sineol hingga mencapai kadar minimum 85% dapat diperoleh
melalui dua kali proses fraksinasi.