Anda di halaman 1dari 12

Metode Pembelajaran Mind Mapping untuk Memori

(Metode Pembelajaran Pemetaan Pemikiran untuk Daya Ingat)

ABSTRACT: Hasil belajar siswa yang kurang memuaskan membuat peneliti melakukan eksperimen
metode pembelajaran mind mapping untuk meningkatkan daya ingat siswa. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui keefektifan metode pembelajaran mind mapping dalam meningkatkan daya ingat siswa pada
SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Cendekia Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia. Metode penelitian
yang digunakan adalah metode eksperimen semu melalui pendekatan kuantitatif. Populasi dalam
penelitian ini adalah siswa kelas V SDIT Cendekia Purwakarta yang dipilih dengan teknik purposive
sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan kuisioner dan studi dokumentasi. Penemuan
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan memori sebesar 6.833. Peningkatan tersebut telah mencapai
indikator keberhasilan yaitu kriteria sangat baik. Kriteria sangat baik ditunjukkan oleh semua siswa telah
menguasai keterampilan mengingat informasi, seperti: alfabet; jumlah; gambar; dan mewarnai dengan
menyebutkan, mengenali, dan mengilustrasikan yang direkam melalui hafalan langsung dalam 20 menit.
Penggunaan metode mind mapping dalam pembelajaran dapat meningkatkan daya ingat siswa usia 10-11
tahun. Aplikasi pembelajaran dengan metode mind mapping merupakan penjelasan dari semua gambar
pada media pemetaan kepada siswa dengan menyebutkan atau mendeskripsikan ciri-ciri gambar uraian.
Penggunaan metode mind mapping dapat membantu siswa dalam mengingat informasi yang diperoleh.
Selain itu metode mind mapping memberikan gambaran yang lebih realistik, karena siswa tidak hanya
mendengarkan dan membayangkan suatu objek, tetapi juga melihatnya. Dengan demikian siswa dapat
dengan mudah memahami informasi yang disampaikan.

INTISARI: “Metode Pembelajaran Pemetaan Pemikiran untuk Daya Ingat”. Hasil belajar siswa, yang
kurang memuaskan, membuat peneliti melakukan percobaan dengan metode pembelajaran pemetaan
pemikiran untuk meningkatkan daya ingat siswa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas
metode pembelajaran pemetaan pemikiran untuk meningkatkan daya ingat siswa di SDIT (Sekolah Dasar
Islam Terpadu) Cendekia di Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode kuasi eksperimen melalui pendekatan kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah
siswa kelas V di SDIT Cendekia di Purwakarta, yang dipilih menggunakan teknik sampel bertujuan.
Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan studi dokumentasi. Temuan menunjukkan bahwa
ada peningkatan daya ingat sekitar 6.833. Peningkatan tersebut telah mencapai indikator keberhasilan,
yang merupakan kriteria yang sangat baik. Kriteria sangat baik yang ditunjukkan oleh semua siswa telah
menguasai keterampilan informasi mengingat, seperti: huruf; angka; gambar; dan warna dengan
menyebutkan, mengenali, dan menggambarkan yang direkam melalui penghafalan langsung dalam 20
menit. Penggunaan metode pemetaan pemikiran dalam pembelajaran dapat meningkatkan daya ingat
siswa berusia 10-11 tahun. Aplikasi pembelajaran menggunakan metode pemetaan pemikiran adalah
penjelasan semua gambar pada media pemetaan kepada siswa dengan menyebutkan atau
menggambarkan fitur-fitur gambar yang dijelaskan. Penggunaan metode pemetaan pemikiran dapat
membantu siswa untuk mengingat informasi yang diperoleh. Selain itu, metode pemetaan pemikiran
memberikan ilustrasi yang lebih realistis, karena siswa tidak hanya mendengarkan dan membayangkan
objek, tetapi juga melihatnya. Oleh karena itu, siswa dapat dengan mudah memahami informasi yang
disampaikan.

PENDAHULUAN

Pendidikan adalah proses tumbuh kembang sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan
fisik, yang terjadi sepanjang hidup manusia sejak lahir hingga dewasa (Henderson & Thompson, 2010;
Ferguson at al., 2013; dan Sadulloh et al. , 2015). Kedewasaan ini ditumbuhkan dan dikembangkan
melalui usaha sadar yang diberikan oleh orang dewasa kepada peserta didik (Manning, 2007; Langeveld,
2008; dan Sadulloh et al., 2015). Dari uraian tersebut, pendidikan dapat diartikan sebagai proses tumbuh
kembang yang menyesuaikan dengan lingkungan, arahan, dan bimbingan yang diberikan kepada anak
dalam tumbuh kembangnya, suatu usaha sadar yang diberikan kepada siswa (Leithwood et al., 2004;
Langeveld, 2008; dan Ihsan, 2013). Beberapa teknik yang efektif kurang dimanfaatkan, banyak guru tidak
mempelajarinya; dan, karenanya, banyak siswa tidak menggunakannya, meskipun bukti menunjukkan
bahwa teknik tersebut dapat bermanfaat bagi prestasi siswa dengan sedikit usaha tambahan (Dunlosky et
al., 2013; Bhagat, Vyas & Singh, 2015; dan Kulasegaram & Rangachari, 2018). Guru merupakan
komponen vital dalam suatu sistem pendidikan secara utuh yang harus mendapat perhatian yang terpusat,
pertama, dan utama, karena guru sangat menentukan keberhasilan siswa, terutama terkait dengan proses
pembelajaran (Mulford, 2003; Mulyasa, 2008; dan Fry, Ketteridge & Marshall eds., 2009). Berkaitan
dengan hal tersebut, Kemdikbud RI (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia) tahun
2016 menambahkan bahwa fun learning adalah pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas dengan
menggunakan metode pembelajaran yang menarik, yang menarik minat siswa. perhatian, kesenangan, dan
membuat siswa tertantang dalam memahami materi. Dalam mengembangkan kreativitas, siswa lebih
semangat dalam belajar; dan hasil atau prestasi siswa meningkat (cf Fry, Ketteridge & Marshall eds.,
2009; Kemdikbud RI, 2016; dan Serdyukov, 2017). Namun pada kenyataannya pembelajaran yang
dilaksanakan di sekolah seringkali diarahkan pada proses pembelajaran yang berpusat pada guru dan
membuat siswa pasif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang menyenangkan dapat tercipta jika
guru menguasai suatu variasi metode pembelajaran dan menyusunnya sehingga menghasilkan metode
pembelajaran yang variatif (Aththibby, 2015; Kemdikbud RI, 2016; dan Serdyukov, 2017).

Menurut P. Fathurrohman & S. Sutikno (2014), dan para ahli lainnya, metode adalah cara yang digunakan
untuk mencapai tujuan tetap, sehingga guru tidak dapat mengajar dengan baik jika tidak menguasai
metode tersebut dengan tepat (Prozesky, 2000; Fathurrohman & Sutikno, 2014; dan Sadulloh et al., 2015).
Hal ini diperkuat oleh Aunurrahman (2016), dan beberapa ahli lainnya, bahwa pengembangan model atau
metode pembelajaran yang tepat pada hakikatnya bertujuan untuk menciptakan kondisi pembelajaran
yang menciptakan kondisi belajar yang efektif dan menyenangkan bagi siswa; Sehingga siswa dapat
mencapai hasil belajar dan prestasi belajar yang optimal (Dunlosky et al., 2013; Aunurrahman, 2016; dan
Zosh et al., 2017). Hasil belajar siswa ditentukan dalam tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Kognitif adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan semua aktivitas
mental yang berkaitan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pemrosesan informasi, yang memungkinkan
seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan suatu masalah, dan merencanakan masa depan (Wilson
& Cole, 1991; Desmita, 2009; dan Zosh dkk., 2017). Senada dengan itu, Robert M. Gagne (1985)
sebagaimana dikutip juga dalam Y. Putra (2009) menyatakan bahwa dalam Teori Kognitif, belajar adalah
suatu proses memperoleh, mengolah, menyimpan, dan mengingat informasi yang dikendalikan di dalam
otak. Salah satu aspek kognitif yang harus dikembangkan dalam perkembangan kognitif adalah memori
(cf Gagne, 1985; Putra, 2009; and Schunk, 2012). Memori merupakan elemen inti dari perkembangan
kognitif. Menggunakan memori, yang dimiliki oleh individu, memungkinkan untuk menyimpan informasi
yang diterima setiap saat (Schank & Abelson, 1995; Desmita, 2009; dan Cowan, 2014). Memori juga
merupakan proses menyimpan dan mengumpulkan informasi di otak dan menjadi inti dari pembelajaran
dan pemikiran. Belajar adalah proses memperoleh informasi baru; dan memori adalah proses menyimpan
informasi itu.

Kombinasi antara pembelajaran dan memori merupakan dasar dari semua pengetahuan dan keterampilan
(Schank & Abelson, 1995; Carter & Russel, 2011; dan Alosaimi, 2016). Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan sangat diperlukan metode pembelajaran untuk
meningkatkan daya ingat, karena pembelajaran dan ingatan merupakan dasar dari pengetahuan dan
keterampilan. Oleh karena itu pengembangan metode pembelajaran yang harus dilakukan adalah metode
pembelajaran mind mapping. Strategi mind mapping merupakan salah satu strategi guru dalam mengajar.
Peta pikiran tidak hanya menunjukkan fakta, tetapi juga menunjukkan keseluruhan struktur subjek dan
kepentingan relatif masing-masing bagiannya. Ini membantu siswa untuk mengasosiasikan ide, berpikir
kreatif, dan membuat koneksi yang mungkin tidak terjalin (Buzan, 2008; Riswanto & Putra, 2012; dan
Suyanto, 2015). Upaya tersebut merupakan salah satu inovasi dalam dunia pendidikan yang bertujuan
untuk meningkatkan daya ingat siswa. Oleh karena itu, artikel ini mengungkapkan bagaimana keefektifan
metode pembelajaran mind mapping dalam meningkatkan daya ingat siswa.

METODE

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode
eksperimen semu. Sugiono (2010), dan sarjana lainnya, menyatakan bahwa fitur utama dari desain
eksperimental semu adalah pengembangan desain eksperimen sejati, yang memiliki kelompok kontrol,
tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel eksternal yang mempengaruhi
pelaksanaan eksperimen (Thompson & Panacek). 2006; Sugiono, 2010; dan DeRue, 2012). Teknik
pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan purposive sampling. Sampel dalam penelitian
ini adalah 48 siswa kelas V di SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Cendekia di Purwakarta, Jawa Barat,
Indonesia. Sampel penelitian dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama sebagai
kelompok perlakuan yang berjumlah 24 siswa. Kemudian dilakukan treatment dengan metode
pembelajaran mind mapping. Kelompok kedua sebagai kelompok kontrol yang berjumlah 24 siswa,
namun pada kelompok ini tidak mendapatkan perlakuan, tetapi hanya mengontrol hasil belajar yang
berkaitan dengan daya ingat siswa (cf Sugiono, 2010; Suyanto, 2015; dan Seltman, 2018). Penelitian ini
dilakukan di SDIT Cendekia di Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui efektifitas mind mapping dalam meningkatkan daya ingat siswa kelas V SDIT Cendekia
Purwakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (Thompson &
Panacek, 2006; Sugiono, 2010; dan DeRue, 2012). Penelitian ini pada intinya ingin mengungkap
bagaimana metode pembelajaran mind mapping dapat meningkatkan daya ingat siswa kelas V SDIT
Cendekia Purwakarta. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara kepada guru-guru SDIT Cendekia
di Purwakarta; dan melakukan tes, baik pada kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen. Analisis
data dilakukan dengan membandingkan hasil pre-test dan post-test, baik pada kelompok kontrol maupun
kelompok eksperimen (Dimitrov & Rumrill, Jr., 2003; Sugiono, 2010; dan Zientek, Nimon & Hammack-
Brown, 2016) .

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata siswa kelas V SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu)
Cendekia Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia memiliki daya ingat yang baik. Pengukuran daya ingat siswa
kelas V SDIT Cendekia Purwakarta dalam penelitian ini menggunakan bentuk teori RJ Sternberg (2008),
yang menyatakan bahwa ada tujuh aspek dalam konstruksi memori, yaitu: aspek memori eksplisit;
pengetahuan deklaratif; pengambilan; pengakuan gratis; pengingat instruksi; pengakuan / pengakuan
kembali; dan memori implisit (cf Sternberg, 2008: 149; May & Einstein, 2013; dan Rasch & Born, 2013).
Daya ingat siswa kelas V SDIT Cendekia dari ketujuh aspek tersebut, pengetahuan deklaratif memiliki
nilai tertinggi. Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan yang sering dinyatakan dalam bentuk kata atau
secara singkat merupakan pengetahuan konseptual. Hal tersebut menunjukkan daya ingat siswa pada
pengetahuan konseptual lebih tinggi (Sternberg, 2008; Zimmermann, 2014; dan Stern, 2017). Secara
umum daya ingat siswa kelas V SDIT Cendekia Purwakarta termasuk dalam kategori baik jika
digolongkan dalam kriteria skor. Dalam kategori ini, siswa kurang menguasai keterampilan mengingat
informasi, seperti alfabet; jumlah; gambar; dan mewarnai dengan menyebutkan, mengenali, dan
mengilustrasikan informasi, yang dicatat melalui hafalan dalam 20 menit (cf Dunlosky et al., 2013;
Dzulkifli & Mustafar, 2013; dan Thorne, 2017). Rumusan Metode Pembelajaran Mind Mapping.
Pemetaan pikiran berbentuk memancar keluar dari gambar pusat menggunakan garis, simbol, kata, dan
gambar sederhana yang akrab di otak anak. Informasi yang panjang dan membosankan dapat diubah
menjadi warna-warni, berkesan, teratur, dan sejalan dengan cara alami otak anak dengan menggunakan
mind mapping (Buzan, 2008: 7; Mamura, 2011; dan Silalahi, 2016). Dalam penelitian ini mind mapping
digunakan guru sebagai media untuk menjelaskan materi pembelajaran di kelas kepada siswa. Pemetaan
pikiran dalam penelitian ini dibuat oleh peneliti dengan memuat tema pembelajaran yang sedang
berlangsung di kelas V SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Cendekia di Purwakarta, Jawa Barat,
Indonesia. Metode pemetaan pikiran dikembangkan berdasarkan BD Porter & H.Mike (2000), dan
ilmuwan lainnya, yang mengatakan bahwa peta pikiran adalah teknik memanfaatkan seluruh otak dengan
menggunakan gambar visual dan infrastruktur grafik lainnya untuk membentuk tayangan (Porter & Mike,
2000; Hofland, 2007; dan Buzan, 2008).

Selain itu, A. Suyanto (2015) dan peneliti lainnya mengatakan bahwa peta pikiran digunakan untuk
menghasilkan, memvisualisasikan, menyusun, dan mengklasifikasikan gagasan, serta sebagai bantuan
dalam pembelajaran, pengorganisasian, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan penulisan.
Selain teknik mengajar, aspek penting lain yang terkait dengan hasil belajar adalah kecerdasan. Secara
umum, metode ini ditunjukkan dalam mengembangkan daya ingat siswa (lihat Nesbit & Adesope, 2006;
Suyanto, 2015; dan Alosaimi, 2016). Peta pikiran terdiri dari cara imajinatif untuk mendaftarkan ide dan
merupakan metode pencatatan yang efektif dan berguna dalam generasi ide melalui asosiasi. IM Joao &
JM Silva (2014), dan peneliti lainnya, mengatakan bahwa peta pikiran terdiri dari gagasan utama yang
dirangkum sebagai gambar sentral atau frase kata. Dari ide sentral terpancar tema-tema pokok subjek
sebagai cabang (Nesbit & Adesope, 2006; Joao & Silva, 2014; dan Suyanto, 2015). Cabang-cabang
tersebut terdiri dari kata kunci, gambar atau topik yang disajikan pada baris terkait; dan mereka
membaginya menjadi sub-cabang yang lebih tinggi. Ukuran dan ketebalan cabang biasanya mengecil
yang berarti tebal di tengah dan lebih halus ke arah pinggiran. Cabang-cabang kecil dari cabang-cabang
dalam menyebar ke cabang-cabang luar yang jauh lebih banyak. Untuk membantu proses mengingat dan
mengingat, peta pikiran menggunakan gambar visual, di mana pun yang sesuai yang berguna untuk
menggambarkan tema dan topik yang berbeda (Nesbit & Adesope, 2006; Joao & Silva, 2014; dan Bertoft,
2017). Selain itu, beberapa warna berbeda digunakan untuk membedakan area peta pikiran dan membantu
membagi kategori berbeda. Peta tersebut mewakili model mental tim dan itu akan mewakili ide-ide
kelompok yang membantu menciptakan gambaran besar dari segala sesuatu yang ingin dimasukkan
kelompok. Peta pikiran menyoroti penggunaan petunjuk artistik dan tekstual untuk membantu organisasi
ide-ide yang dihasilkan oleh kelompok (Novak, 1993; Cunningham, 2005; dan Nesbit & Adesope, 2006).
Formula Hipotesis Metode Pembelajaran Mind Mapping. Metode pembelajaran mind mapping untuk
meningkatkan daya ingat siswa kelas V SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu).

No. Komponen program Deskripsi program


1. Rasional Rasional merupakan dasar penyusunan metode pembelajaran
mind mapping secara konseptual maupun empiris. Landasan
rasional menjadikan fenomena, yang terjadi dan data empiris,
didukung dalam memperkuat pentingnya metode pembelajaran
mind mapping bagi siswa SDIT (Sekolah Dasar Islam
Terpadu) Cendekia di Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia.
2. Deskripsi kebutuhan Deskripsi Kebutuhan berisi tentang gambaran kebutuhan
siswa berdasarkan data empiris yang diperoleh sebelumnya.
Data tersebut menunjukkan daya ingat siswa kelas V SDIT
Cendekia Purwakarta yang dijadikan landasan penyusunan
program bimbingan karir. Uraian kebutuhan tersebut
kemudian dijelaskan dalam bentuk tabel deskriptif.
3. Learning Method Goal. Bagian ini menjelaskan materi yang menjadi tujuan dari
metode pembelajaran mind mapping untuk meningkatkan daya
ingat siswa kelas V SDIT Cendekia Purwakarta. Tujuan
metode pembelajaran perlu didasarkan pada orientasi
peningkatan daya ingat siswa berdasarkan indikator yang ada
untuk dikembangkan lebih lanjut.
4. Target program Bagian ini menjelaskan tentang metode pembelajaran
mind mapping yang dilakukan. Dalam hal ini adalah
siswa kelas V SDIT Cendekia Purwakarta.
5. Kompetensi guru Bagian ini berisi tentang gambaran kemampuan yang
dibutuhkan guru dalam melaksanakan pembelajaran dengan
metode pembelajaran mind mapping.
6. Langkah dan struktur memuat ilustrasi langkah kerja dan aktivitas yang ada dalam
program. setiap proses pembelajaran. Setiap langkah implementasi
metode pembelajaran mind mapping disusun untuk pencapaian
tujuan pembelajaran.
7. Evaluasi dan Evaluasi dalam pelaksanaan metode pembelajaran mind
pencapaian mapping berorientasi pada dua hal, yaitu: (1) evaluasi proses
indikator berkaitan dengan pembelajaran yang dilakukan dalam setiap
pertemuan; dan (2) evaluasi hasil dilakukan pada akhir
kegiatan dengan menggunakan instrumen tes daya ingat siswa

Cendekia di Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia didasarkan pada pembelajaran kognitif, yang juga
didasarkan pada hasil survei profil memori siswa kelas V SDIT Cendekia di Purwakarta. Hasil survei
profil memori siswa kelas V SDIT Cendekia Purwakarta menunjukkan bahwa sebagian besar siswa
berada pada kategori sedang; Artinya siswa kurang menguasai keterampilan mengingat suatu informasi,
seperti alfabet, angka, gambar, dan warna dengan menyebutkan, mengenali, dan mengilustrasikan
informasi yang direkam melalui hafalan dalam 20 menit (cf Nesbit & Adesope, 2006; Dzulkifli &
Mustafar, 2013 ; dan Lestari, 2016). Anak usia sekolah dasar membutuhkan pembelajaran yang
menyenangkan, yang dapat meningkatkan daya ingat siswa. Salah satu teori pembelajaran kognitif adalah
teori pemrosesan informasi. Teori pembelajaran kognitif yang dipertimbangkan dalam penelitian ini
adalah proses memperoleh, memproses, menyimpan, dan mengingat kembali informasi yang dikendalikan
oleh otak. Teori belajar kognitif juga menjelaskan cara anak menggunakan informasi untuk memecahkan
masalah dan mengambil keputusan. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
meningkatkan daya ingat siswa adalah metode pembelajaran mind mapping (Nesbit & Adesope, 2006;
Jong, 2010; dan Cowan, 2014). Kegiatan pemetaan pikiran menuntut siswa untuk secara aktif terlibat
dalam pembelajaran mereka, seringkali dengan menghubungkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan
informasi baru (Nesbit & Adesope, 2006; Jones et al., 2012; dan Stokhof et al., 2018). Lihat tabel 1.
Penjelasan Pelaksanaan Pembelajaran Mind Mapping untuk Meningkatkan Daya Ingat Siswa. Tony
Buzan (2008), dan peneliti lainnya mengatakan bahwa pembelajaran dengan metode pembelajaran mind
mapping terbagi dalam beberapa tahapan, yaitu: (1) kegiatan pra dan awal pembelajaran; (2) kegiatan
pembelajaran inti; dan (3) kegiatan penutup dan tindak lanjut pembelajaran. Ketiga langkah tersebut
dilakukan dalam satu kali pertemuan. Pembelajaran dengan metode pembelajaran mind mapping
dilaksanakan dalam delapan pertemuan (Buzan, 2008; Suyanto, 2015; dan Meister, 2017).

Sebelum pembelajaran menggunakan metode pembelajaran mind mapping, siswa diberikan pre-test untuk
mengukur daya ingat siswa sebelumnya; Pembelajaran dilakukan dengan metode pembelajaran mind
mapping. Setelah delapan kali pertemuan, dilakukan post-test untuk mengukur perkembangan memori
siswa kelas V SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Cendekia Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia, setelah
pembelajaran menggunakan pembelajaran mind mapping. metode (cf Suyanto, 2015; Meister, 2017; dan
Stokhof et al., 2018).

Proses Implementasi Menggunakan Metode Pembelajaran Mind Mapping: Langkah Pertama. Pelaksanaan
pembelajaran tahap awal dilakukan untuk mengungkap profil memori siswa kelas V SDIT (Sekolah Dasar
Islam Terpadu) Cendekia di Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia. Pertemuan pertama merupakan langkah
awal, dimana dalam pertemuan ini dilakukan pre-test untuk mengungkap awal mula profil memori siswa
kelas V SDIT Cendekia Purwakarta. Pelaksanaan pre test pada pertemuan pertama diadakan sekitar 50
menit. Kegiatan diawali dengan sapaan dan perkenalan. Kemudian mahasiswa diberikan penjelasan dan
pemahaman tentang kegiatan yang akan dilaksanakan pada pertemuan pertama. Setelah siswa memahami
maksud dan tujuan pelaksanaan, guru menyebarkan instrumen memori kepada siswa. Oleh karena itu
siswa diinstruksikan untuk membaca dengan seksama instruksi pengisian instrumen sebelum memberikan
jawaban (cf Suyanto, 2015; Hidayatullah, 2018; dan Stokhof et al., 2018).

Setelah siswa memahami dengan baik instruksi yang diberikan, siswa diinstruksikan untuk memberikan
jawaban pada lembar yang tersedia. Setelah semua selesai, guru mengumpulkan instrumen yang telah
diisi oleh siswa (Suyanto, 2015; Meister, 2017; dan Samhudi, 2017). Proses Pelaksanaan dan Evaluasi
Pembelajaran Menggunakan Metode Pembelajaran Mind Mapping: Langkah Kedua. Proses pelaksanaan
dan evaluasi pembelajaran dengan metode pembelajaran mind mapping terdiri dari delapan pertemuan.
Pelaksanaan pembelajaran terdiri dari beberapa tahap. Yang pertama, pra dan awal kegiatan diusulkan
untuk menciptakan kondisi pembelajaran awal. Pada langkah ini guru menunjukkan gestur yang
menyenangkan agar siswa tidak merasa tegang, kaku, dan takut (Mirza, 2016; Meister, 2017; dan Waloyo,
2017).

Guru memeriksa siswa yang hadir. Untuk menghemat waktu saat pengecekan, siswa yang hadir
diinstruksikan untuk menyebutkan siswa yang tidak hadir. Kemudian guru bertanya mengapa siswa
tersebut tidak hadir dan sebagainya. Guru melakukan apersepsi atau melakukan tes awal dengan
memberikan pertanyaan untuk dijawab oleh siswa, atau memberikan rangsangan kepada siswa untuk
berkompetisi, atau memberikan pernyataan terkait dengan materi yang disampaikan (Meister, 2017;
Waloyo, 2017; dan Hidayatullah, 2018). Kedua, kegiatan pembelajaran inti, yang bertujuan untuk
memberikan gambaran tentang penggunaan strategi dan pendekatan yang digunakan guru dalam proses
pembelajaran. Pada langkah ini guru menjelaskan tujuan atau materi utama dan kemampuan apa yang
akan dipelajari siswa. Topik mata kuliah Ilmu Sosial disampaikan secara lisan dan tertulis secara luas.
Guru menceritakan kepada siswa tentang kegiatan pembelajaran dengan metode mind mapping yang
harus ditempuh siswa dalam mempelajari materi IPS (Suyanto, 2015; Meister, 2017; dan Hidayatullah,
2018). Guru mengajukan konsep sejarah dengan materi “Bandung Lautan Api” (Laut Api Bandung), yang
akan ditanggapi oleh siswa dan soal harus memiliki alternatif jawaban. Guru membentuk kelompok yang
terdiri dari 2-3 siswa. Setiap kelompok diberikan satu topik yang berkaitan dengan tema “Bandung Lautan
Api”. Jawaban diskusi ditunjukkan dalam bentuk mind mapping.

Table 2:

Sampel korelasi berpasangan

N Correlatio Sig.
n
Pasanga Skor hasil pre-tes dan post-tes pada kelompok 24 .893 .000
n1 control

Pasanga Skor hasil pre-tes dan post-tes pada 24 .853 .000


n2 kelompok eksperimen

Setiap kelompok (secara acak) membaca hasil diskusi; dan guru menulis di papan tulis dan
mengklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan guru (cf Suyanto, 2015; Mirza, 2016; dan Meister, 2017).
Langkah terakhir dan tindak lanjut pembelajaran bertujuan tidak hanya untuk menutup pembelajaran,
tetapi juga sebagai penilaian hasil belajar siswa dan kegiatan tindak lanjutnya. Pengajar menilai hasil
pembelajaran dengan metode mind mapping. Guru memberikan tugas / latihan yang harus dilakukan di
luar jam pelajaran. Guru memberikan motivasi dan bimbingan belajar. Guru memberikan alternatif
pembelajaran yang dilakukan siswa di luar jam pelajaran (Suyanto, 2015; Meister, 2017; dan Stokhof et
al., 2018).

Pengumpulan data hasil observasi dilakukan oleh observer dalam proses pembelajaran saat ini.
Ditemukan peningkatan perhatian siswa pada mata pelajaran yang disampaikan oleh guru. Siswa terlihat
lebih tertarik dengan metode pembelajaran mind mapping. Terbukti dari sembilan siswa yang bertanya,
dan ada lima belas siswa yang menjawab dari empat pertanyaan yang diajukan guru. Oleh karena itu,
pembelajaran menggunakan metode pembelajaran mind mapping dapat meningkatkan daya ingat siswa
(cf Khoiriyah, 2014; Suyanto, 2015; dan Waloyo, 2017).

Proses Pelaksanaan dan Evaluasi Pembelajaran Menggunakan Mind Mapping Metode Pembelajaran:
Langkah Ketiga. Pelaksanaan pembelajaran pada langkah ketiga dilakukan untuk mengungkap profil
memori siswa kelas V SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Cendekia di Purwakarta, Jawa Barat,
Indonesia, setelah melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran mind
mapping. . Pelaksanaan post test pada pertemuan terakhir dilaksanakan sekitar 50 menit. Kegiatan diawali
dengan sambutan dan perkenalan (cf Pamungkas, 2012; Indra, 2013; dan Hidayatullah, 2018).

Kemudian siswa diberikan penjelasan dan pemahaman tentang kegiatan yang akan dilaksanakan pada
pertemuan terakhir. Setelah siswa memahami maksud dan tujuan pelaksanaan, guru menyebarkan
instrumen memori kepada siswa. Siswa kemudian disuruh membaca dengan seksama instruksi pengisian
instrumen sebelum memberikan jawaban. Setelah siswa memahami instruksi dengan baik, siswa
diinstruksikan untuk memberikan jawaban pada lembar yang tersedia. Setelah semua selesai, guru
mengumpulkan instrumen yang telah diisi oleh siswa (Sari, 2011; Hossain, 2015; dan Ginting, 2017).

Efektivitas Metode Pembelajaran Mind Mapping dalam Meningkatkan Daya Ingat Siswa. Berdasarkan
analisis data pre-test dan post-test siswa diperoleh bahwa memori siswa pada kelas eksperimen yang
menggunakan metode pembelajaran mind mapping lebih tinggi dari pada kelas kontrol. Selain itu,
peningkatan daya ingat siswa berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa penggunaan metode
pembelajaran mind mapping berpengaruh signifikan terhadap peningkatan daya ingat siswa kelas V SDIT
(Sekolah Dasar Islam Terpadu) Cendekia Purwakarta. Jawa Barat, Indonesia. Hal tersebut didukung oleh
hasil analisis dengan menggunakan perhitungan dan uji statistik seperti yang terlihat pada tabel 2.
Perbedaan hasil pada kelompok eksperimen dapat dijelaskan oleh beberapa ahli mengenai kemampuan
memori siswa dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian ini, memori siswa dikategorikan ke dalam
memori jangka pendek. Sebelum dilakukan uji sampel berpasangan terlebih dahulu dilakukan uji korelasi
yang hasilnya dapat dilihat juga pada tabel 2.

Berdasarkan tabel 2, hubungan antara hasil pre-test dan post-test pada kelompok kontrol sangat erat
kaitannya dengan nilai koefisien korelasi 0,893. Selanjutnya, hubungan antara hasil pre-test dan post-test
pada kelompok eksperimen juga sangat erat kaitannya dengan nilai koefisien korelasi 0,853. Lihat tabel 3.
Sedangkan untuk membuktikan hipotesis penelitian ini digunakan uji sampel berpasangan. Untuk pre-test
dan post-test pada kelompok kontrol diperoleh mean deviasi = -2,417 dengan skor signifikan 0,003;
Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pre-test dan post-test pada kelompok kontrol,
karena sig. skor <0,05. Sedangkan untuk pre-test dan post-test kelompok eksperimen diperoleh mean
deviasi = -6,833 dengan skor signifikan 0,000; Artinya terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
pre-test dan post-test pada kelompok kontrol karena sig. skor <0,05. Memori jangka pendek adalah sistem
memori, di mana informasi biasanya disimpan selama 30 detik. Memori jangka pendek ditandai dengan
mengingat informasi selama beberapa detik hingga beberapa minus (Davelaar et al., 2005; Sternberg,
2008; dan Brown et al., 2011). Pernyataan tersebut sejalan dengan Mohamad Surya (2014), dan ulama
lainnya, bahwa short term memory adalah wadah dimana informasi diproses untuk diinterpretasikan.
Informasi diasumsikan masuk ke dalam memori jangka pendek, ketika diterima oleh memori sensorik (cf
Brown et al., 2011; Surya, 2014: 23; dan Norris, 2017)

Sama halnya dengan memori sensorik, memori jangka pendek dibatasi dalam kapasitas dan durasi. Dalam
proses pembelajaran, memori yang ditangkap siswa memiliki durasi yang singkat untuk diterima dengan
baik sebagai upaya proses hasil belajar yang disampaikan oleh guru di kelas (Cowan, 2014; Surya, 2014;
dan Norris, 2017). Pengukuran daya ingat siswa kelas V SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Cendekia
di Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia, dalam penelitian ini, menggunakan teori dari RJ Sternberg (2008)
yang menyatakan bahwa konstruksi ingatan memiliki tujuh aspek, seperti: aspek memori eksplisit;
pengetahuan deklaratif; pengambilan; pengakuan gratis; pengingat instruksi; pengakuan / pengakuan
kembali; dan memori implisit (cf Ronnlund, 2003; Sternberg, 2008: 149; dan May & Einstein, 2013).
Hasil penelitian menyatakan bahwa nilai posttest lebih tinggi dari pada pre-test pada kelompok kontrol
dengan deviasi skor -2,417. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan memori pada kelompok yang
dikontrol. Namun perubahan nilai hasil posttest secara keseluruhan lebih tinggi pada kelompok
eksperimen.

Hasil pengukuran pada kelompok kontrol dalam penelitian ini diketahui bahwa aspek memori eksplisit
memiliki skor deviasi 0,5. Kemudian pada aspek pengetahuan deklaratif memiliki skor deviasi 0.
Selanjutnya aspek temu kembali memiliki skor deviasi 0,54. Aspek pengenalan bebas memiliki skor
penyimpangan sebesar 0,21. Aspek pengingat instruksi memiliki skor deviasi sebesar 0.67. Aspek
pengenalan / pengenalan kembali memiliki nilai deviasi sebesar 0,33. Terakhir, aspek memori implisit
memiliki skor deviasi sekitar 0,58. Secara total, skor tertinggi untuk kelompok kontrol ditunjukkan pada
aspek pengingat pembelajaran dengan skor 0,67. Pengukuran pada kelompok eksperimen setelah
penerapan metode mind mapping. Aspek memori eksplisit menunjukkan deviasi skor 2,37. Pengukuran
aspek pengetahuan deklaratif memiliki skor deviasi 0,8. Aspek pengambilan memiliki skor deviasi 0.66.
Aspek pengenalan gratis memiliki skor deviasi -0.04. Kemudian pada reminder instruksi memiliki skor
deviasi 0,55. Pengakuan / pengakuan memiliki skor deviasi sekitar 0.67. Aspek memori implisit memiliki
skor deviasi sebesar 1,83. Secara keseluruhan, skor tertinggi untuk kelompok eksperimen ditunjukkan
pada aspek memori eksplisit dengan skor 2,37.

Selanjutnya aspek memori eksplisit memiliki skor deviasi yang lebih tinggi dibandingkan aspek lainnya
pada kelompok eksperimen. Hal ini dibuktikan dengan perubahan skor deviasi dari pre-test ke post-test
pada kelompok eksperimen sebesar 2,37 dan didukung oleh teori pengukuran memori yang digunakan.
Pengungkapan memori subjek, dengan kata lain, adalah memori eksplisit jika metode yang digunakan
adalah tes memori langsung atau dalam bentuk memori implisit jika metode yang digunakan adalah tes
memori tidak langsung. Berbeda dengan jenis ingatan jangka pendek dan ingatan jangka panjang, yang
mencoba menjelaskan sistem ingatan manusia, ingatan eksplisit dan implisit cocok digunakan untuk
menjelaskan proses terungkapnya ingatan seseorang (Manelis, Hanson & Hanson, 2011; Ramos, Marques
& Garcia-Marques, 2017; dan Tying et al., 2017). Dalam perkembangan selanjutnya, istilah memori
jangka pendek diubah dengan istilah memori kerja. Memori kerja menekankan aktivitas saat ini dalam
proses memori jangka pendek dengan ketersediaan proses pengendalian implementasi. Sistem ini
merupakan sistem yang mengatur dan mengontrol proses penerimaan dan penyimpanan informasi baik
visual maupun audio (Cowan, 2014; Surya, 2014: 23; dan Kirschner et al., 2018).

Dalam kaitannya dengan pembelajaran, AD Baddeley (2000), sebagaimana dikutip juga dalam Mohamad
Surya (2014), mengembangkan apa yang disebut Teori Isi Kognitif sebagai working memory untuk
memahami pembelajaran. Teori ini menyatakan kendala pengalaman belajar, karena keterbatasan
kapasitas proses. Semakin tinggi muatan kognitif yang harus dipelajari maka semakin keras pula aktivitas
belajar yang dituntut (cf Baddeley, 2000; Jong, 2010; dan Surya, 2014: 23). Beberapa hasil penelitian
telah memberikan pertimbangan beberapa cara untuk meringankan muatan kognitif dengan membuat
rencana materi pembelajaran yang lebih baik dan mengatasi keterbatasan sumber secara efektif. Metode
pembelajaran yang lebih baik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran mind
mapping yang menitikberatkan pada kemampuan guru dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan
daya ingat belajar siswa. Mind mapping merupakan teknik visual yang dapat menyelaraskan proses
pembelajaran dengan cara kerja otak secara alami (Alamsyah, 2009; Hossain, 2015; dan Suyanto, 2015).

Beberapa penelitian tentang ingatan jangka pendek, baik menggunakan tes langsung maupun tidak
langsung, telah banyak dilaporkan. Namun, sudah dilakukan secara terpisah dan belum ada kaitannya
dengan kebisingan. Kesimpulan yang diperoleh adalah: (1) intensitas bising mempengaruhi memori
jangka pendek, jika metode pengujian yang digunakan adalah memori uji langsung dan intensitas bising
yang semakin tinggi akan menurunkan memori jangka pendek; (2) intensitas bising tidak mempengaruhi
memori jangka pendek, jika metode uji yang digunakan adalah memori uji tidak langsung; (3) noise factor
merupakan bukti baru yang memperkuat disosiasi antara memori eksplisit dan implisit; (4) dalam kondisi
bising, proses pencarian memori jangka pendek cenderung serial atau satu item dalam sekejap, tidak
paralel atau semua item dalam sekejap; dan (5) dalam situasi bising, waktu reaksi untuk merespon probe
positif lebih rendah dari probe negatif (cf Brem, Ran & Pascual- Leone, 2013; Angwin et al., 2017; dan
Monteiro et al., 2018). Oleh karena itu, perubahan skor deviasi yang terjadi pada aspek memori eksplisit
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
dengan metode mind mapping. Terlihat pula bahwa penggunaan mind mapping efektif dalam
meningkatkan daya ingat siswa kelas V (Suyanto, 2015; Mirza, 2016; dan Utami, 2017).

KESIMPULAN 1

Penelitian ini mengungkap keefektifan metode pembelajaran mind mapping terhadap daya ingat siswa di
makam V SDIT (Sekolah Dasar Islam Terpadu) Cendekia di Purwakarta, Jawa Barat, Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian dan penjelasannya, dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode mind
mapping dapat meningkatkan daya ingat siswa kelas V SDIT Cendekia Purwakarta. Hasil penelitian
menunjukkan terjadi peningkatan memori sebesar 6.833. Peningkatan tersebut telah mencapai indikator
keberhasilan yaitu kriteria sangat baik. Kriteria sangat baik ditunjukkan oleh semua siswa telah menguasai
keterampilan mengingat informasi, seperti: alfabet; jumlah; gambar; dan mewarnai dengan menyebutkan,
mengenali, dan mengilustrasikan yang direkam melalui hafalan langsung dalam 20 menit. Penggunaan
metode mind mapping dalam pembelajaran dapat meningkatkan daya ingat siswa usia 10-11 tahun.
Aplikasi pembelajaran dengan metode mind mapping merupakan penjelasan dari semua gambar pada
media pemetaan kepada siswa dengan menyebutkan atau mendeskripsikan ciri-ciri gambar uraian.

Penggunaan metode mind mapping dapat membantu siswa dalam mengingat informasi yang diperoleh.
Selain itu metode mind mapping memberikan gambaran yang lebih realistik, karena siswa tidak hanya
mendengarkan dan membayangkan suatu objek tetapi juga melihatnya. Dengan demikian mahasiswa
dapat dengan mudah memahami informasi yang disampaikan.

Anda mungkin juga menyukai