Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teoritis

1. Pemberdayaan Masyarakat Desa

(a) Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Desa

Empowerment berasal dari bahasa inggris yang artinya pemberdayaan.

Dalam arti pemberian atau peningkatan “kekuasaan” (power) kepada masyarakat

yang lemah atau kurang beruntung. Pemberdayaan merupakan suatu cara dimana

rakyat organisasi dan komunitas diarahkan agar dapat berkuasa atas

kehidupannya. Dan pemberdayaan merupakan sebuah konsep yang lahir sebagai

bagian dari perkembangan alam pikiran masyarakat dan kebudayaan barat

utamanya Eropa. Untuk memahami konsep empowerment secara tepat dan jernih

memerlukan upaya pemahaman latar belakang konseptual. Salah satu unsur yang

memegang penting dalam suatu organisasi adalah manusia. Karena manusia

merupakan sumber daya yang menggerakan jalannya organisasi. Efektif tidaknya

suatu organisasi tergantung pada manusia mengelola sumber daya lainnya yang

ada dalam organisasi (masyarakat). Oleh karena itu manusia harus dikelola secara

baik. Nawawi (2012:88) menjelaskan 3 pengertian dari sumber daya manusia

yaitu:

1. Sumber daya manusia adalah manusia yang bekerja dilingkungan suatu

organisasi.

2. Sumberdaya manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi

dalam mewujudkan eksistensinya.

1
3. Sumber daya manusia adalah potensi dan merupakan aset dan berfungsi

sebagai modal (non material / non financial) di dalam organisasi, yang

diwujudkan menjadi potensi nyata secara fisik dan non fisik dalam

mewujudakan eksistensi organisasi.

Agar sumber daya manusia dalam organisasi dapat lebih meningkat

kualitas, kesetiaan serta tanggung jawab terhadap tugas yang diembannya, maka

perlu dilakukan suatu pemberdayaan kepada masyarakat dalam struktur

organisasi. Dalam hal ini, pemimpin (kepala desa) memegang peran untuk

memberdayakan para masyarakat agat tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu

organisasii (masyarakat) dapat tercapai. Menurut Sedarmayanti (2013:286) secara

harfiah, kata pemberdayaan dapat diartikan lebih berdaya dari sebelumnya, baik

dalam hal wewenang, tanggung jawab, maupun kemampuan individual yang

dimilikinya.

Empowerment merupakan perubahan yang terjadi pada falsafah

manajemen, yang membantu menciptakan suatu lingkungan dimana setiap

individu dapat menggunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan

organisasi. Sehingga dengan adanya pemberdayaan dapat mendorong terjadinya

inisiatif dan respon, sehingga seluruh masalah yang dihadapi dapat diselesaikan

dengan cepat dan fleksibel (Sedarmayanti 2013:81). Menurut Webster (1983:105)

dalam Sedarmayanti (2013) “Empower” mengandung dua arti. Pengertian

pertama adalah to give power or authority to, dan pengertian kedua berarti to give

ability to or enable. Dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi

kekuasaan, mengalihkan kekuatan, atau mendelegasikan otoritas kepada pihak

2
lain. Sedangkan dalam pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberi

kemampuan atau keberdayaan.

Pemberdayaan merupakan proses yang memerlukan perencanaan

menyeluruh, pemikiran mendalam tentang mekanisme pemantauan dan

peningkatan secara terus menerus. Secara konseptual, pemberdayaan atau

pemerkuasaan (empowerment) berasal dari kata power ( kekuasaan atau

keberdayaan ). Karena ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan kemampuan

untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari

keinginan dan minat mereka (Edi Suharto, 2013:57). Pemberdayaan menunjuk

pada kemampuan orang, khususnya kelompok rentan dan lemah sehingga mereka

memiliki kekuatan atau kemampuan dalam: (a) memenuhi kebutuhan dasarnya

sehingga mereka memiliki kebebasan (freedom), dalam arti bukan saja hanya

bebas mengemukakan pendapat, melainkan bebas dari kelaparan, bebas dari

kebodohan, bebas dari kesakitan; (b) menjangkau sumber-sumber produktif yang

memungkinkan mereka dapat meningkatkan pendapatannya dan memperoleh

barang-barang dan jasa-jasa yang mereka perlukan; (c) berpartisipasi dalam

proses pembangunan dan keputusankeputusan yang mempengaruhi mereka.

Permendagri RI Nomor 7 Tahun 2007 tentang kader pemberdayaan masyarakat

dinyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah suatu strategi yang

digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan

kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara (pasal 1 ayat 8). Inti pengertian pemberdayaan masyarakat merupakan

strategi untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian masyarakat.

3
Pemberdayaan merupakan proses pembangunan dalam meningkatkan

harkat ddan martabat serta kesejahteraan manusia. Oleh karena itu profesi mulia

sebagai agen perlu memberdayakan masyarakat di era global sekarang ini (Oos

M. Anwas, 2013 :10) Sumodiningrat (2011:55) mengemukakan bahwa

pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat

lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Berbagai pandangan

yang berkembang dalam teori pembangunan, baik dibidang ekonomi maupun

administrasi menempatkan masyarakat sebagai pusat perhatian dan sasaran

sekaligus pelaku pelaku utama pembangunan, atau dengan kata lain masyarakat

tidak hanya merupakan objek, tetapi sebagai subjek pembangunan. Chatarina

Rusmiyati (2011: 16) menyatakan bahwa pemberdayaan adalah suatu cara rakyat,

organisasi dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai kehidupannya atau

pemberdayaan dianggap sebuah proses menjadikan orang yang cukup kuat untuk

berpartisipasi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga yang mempengaruhi

kehidupannya.

Menurut Ambar Teguh (2014: 77) pemberdayaan dapat dimaknai sebagai

suatu proses menuju berdaya atau proses pemberian daya/ kekuatan/kemampuan,

dan atau proses pemberian daya/kekuatan/kemampuan dari pihak yang

mempunyai daya kepada pihak yang tidak atau kurang berdaya. Sedangkan

menurut Suparjan dan Hempri (2013: 43), mengatakan pemberdayaan pada

hakekatnya menyangkut dua arti yaitu to give or authority dan to give to or

enable. Dalam pengertian pertama, pemberdayaan memiliki makna memberi

kekuasaan, mengalihkan kekuatan dan mendelegasikan otoritas ke pihak lain.

Sedangkan dalam pengertian kedua, pemberdayaan diartikan pemberdayaan

4
diartikan sebagai upaya untuk memberi kemampuan atau keberdayaan.

Selanjutnya menurut Suhendra (2013:45) pemberdayaan adalah suatu kegiatan

yang berkesinambungan dinamis secara sinergis mendorong keterlibatan semua

potensi yang ada secara evolutif dengan keterlibatan semua potensi. Berkenaan

dengan konsep pemberdayaan masyarakat, inti dari pemberdayaan adalah yaitu

meliuti tiga hal yaitu pengembangan, memperkuat potensi atau daya dan

terciptanya kemandirian.

Jika dilihat dari proses operasionalnya, maka ide pemberdayaan memiliki

dua kecenderungan antara lain: pertama kecenderungan primer, yaitu

kecenderungan proses yang memberikan atau mengalihkan sebagaian kekuasan,

kekuatan, atau kemampuan (power) kepada masyarakat atau indivvidu menjadi

lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapai pula dengan upaya membangun aset

material guna mendukung pembangunan kemandirian mereka melalui

organisasidan kedua kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang

mnekankan pada proses memberikan simultan, mendorong atau memotivasi

individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa

yang menjadi pilihan hidupnya melalui proses dialog (Sumodiningrat, 2011:92).

Dari beberapa definisi pemberdayaan dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan

merupakan suatu usaha atau upaya yang dilakukan dalam rangka

mengembangkan kemampuan dan kemandirian individu atau masyarakat dalam

memenuhi kebutuhannya. Dan pemberdayaan masyarakat diartikan sebagai

tindakan memperkuat rakyat agar mereka mampu. Sedangkan menurut

Sedarmayanti (2013:80), dalam konsep pemberdayaan menampakan dua

kecenderungan yaitu: 1. Pemberdayaan menekankan pada proses memberikan

5
atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan (power)

kepada masyarakat, organisasi atau individu agar menjadi lebih berdaya. Proses

ini sering disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan. 2.

Menekankan pada proses menstimulasi, mendorong dan memotivasi individu

agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menetukan apa yang

menjadi pilihan hidupnya. Proses ini sering disebut sebagai kecenderungan

sekunder dari makna pemberdayaan.

Pada hakikatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana atau iklim

yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (enabling). Logika ini

didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada masyarakat tanpa memiliki daya. Setiap

masyarakat pasti memiliki daya akan tetapi kadang-kadang mereka tidak

menyadari atau daya tersebut masih belum dikatahui secara eksplisit. Oleh

klarena itu daya harus digali dan dikembangkan. Jika asumsi ini berkembang

maka pemberdayan upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong,

memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta

berupaya untuk mengembangkannya.

(b) Manfaat Pemberdayaan

Menurut Sedarmayanti (2013:289), pentingnya pemberdayaan sumber

daya manusia karena manfaatnya terhadap berbagai sumber-sumber lain dan

mensinergikan setiap proses kegiatan organisasi, maka keberdayaan berperan

antara lain:

1. Sebagai alat manajemen dalam rangka memberdayakan berbagai sumber

untuk mencapai sumber untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

6
2. Sebagai pembaharu manajemen dalam rangka meningkatkan kinerja

organisasi.

3. Sebagai inisiator terhadap organisasi dalam rangka memanfaatkan peluang

guna meningkatkan dan mengembangkan organisasi.

4. Sebagai mediator terhadap pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja

organnisasi.

(c) Indikator Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Suharto (2013:126) secara umum indikator pemberdayaan dapat

didefinisikan sebagai alat ukur untuk menunjukan atau menggambarkan suatu

keadaan dari suatu hal yang menjadi pokok perhatian. Pemberdayaan mencakup

pada tiga dimensi yang meliputi kompetensi kerakyatan, kemampuan sosio

politik, dan kompetensi partisipatif. Untuk mengetahui fokus dan tujuan

pemberdayaan secara operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator

keberdayaan yang dapat menunjukan seseorang itu berdaya atau tidak. Sehingga

ketika sebuah program pemberdayaan sosial diberikan, segenap upaya dapat

dikosentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan yang

dioptimalkan. Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari

keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan

mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan politis. Ketiga

aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu: kekuasaan di

dalam (powerwithin), kekuasaan untuk (powerto), kekuasaan atas (powerover),

dan kekuasaan dengan (powerwith). Menurut Sedarmayanti (2013 :73)

pengukuran pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan 4 dimensi yaitu

kemampuan, kepercayaan, wewenang, dan tanggung jawab.

7
Berdasarkan beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa

Pemberdayaan masyarakat merupakan perubahan yang terjadi pada falsafah

manajemen, yang membantu menciptakan suatu lingkungan dimana setiap

individu dapat menggunakan kemampuan dan energinya untuk meraih tujuan

organisasi. Sehingga dengan adanya pemberdayaan dapat mendorong terjadinya

inisiatif dan respon, sehingga seluruh masalah yang dihadapi dapat diselesaikan

dengan cepat dan fleksibel. Secara operasional Pemberdayaan Masyarakat Desa

teridentifikasi melalui dimensi Kemampuan, Kepercayaan, Wewenang, Tanggung

jawaban.

2. Alokasi Dana Desa

a). Pengertian Alokasi Dana Desa

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Alokasi Dana Desa

terdapat pada: 1) Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah, pasal 212 ayat (3) mengenai Keuangan desa. Sumber pendapatan desa

terdiri atas :

a. Pendapatan asli desa;

b. Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;

c. Bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima

kabupaten/kota;

d. Bantuan dari Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah

kabupaten/kota;

e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.

8
Pada pasal 212 ayat (5) dan (6) juga menjelaskan tentang pedoman

pengelolaan keuangan desa secara umum. Pasal Pasal 212 ayat (5) berbunyi

“Pengelolaan keuangan desa dilakukan oleh Kepala Desa yang dituangkan dalam

Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan Belanja Desa”. Pasal 212 ayat (6)

berbunyi “Pedoman pengelolaan keuangan desa ditetapkan oleh Bupati/Walikota

dengan berpedoman pada peraturan perundangundangan”. 2) Peraturan

Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, pada Bab I Ketentuan umum

pasal (1) ayat (11) disebutkan bahwa “Alokasi Dana Desa adalah dana yang

dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang bersumber dari

bagian dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh

Kabupaten/Kota”.

Jadi Alokasi Dana Desa berasal dari dana perimbangan keuangan pusat

dan daerah yang telah dikurangi belanja pegawai pada suatu Pemerintah

Kabupaten yang kemudian dibagi secara proporsional pada seluruh desa disuatu

kabupaten dalam rangka menunjang pembangunan dan penyelengaraan

pemerintahan di desa. Dikaitkan dengan program Alokasi Dana Desa, Sadu

Wasistiono (2013:110) menyatakan bahwa “Konsep tentang dana perimbangan

desa sendiri bukan merupakan suatu gagasan ekonomi (semata), melainkan suatu

gagasan untuk memberikan dukungan bagi perkembangan proses politik dan

proses reform desa”.

Lukas dalam Winarno dalam kajian tentang rencana penetapan Alokasi

Dana Desa (2014:30) menjelaskan bahwa: Alokasi Dana Desa merupakan hak

desa yang diberikan dan diselenggarakan berdasar asas:

1. Pancasila, sebagai landasan konstitusional penyelenggaraan negara;

9
2. pemerataan dan keadilan, biaya penyelenggaraan pemerintah dan

pembangunan dapat dirasakan secara merata dan adil hingga tingkat

pemerintahan desa;

3. kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat, pembiayaan penyelenggaraan

pemerintahan dan pembangunan hingga tingkat desa dapat memberi manfaat

bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat;

4. keistimewaan desa, biaya bagi penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan desa berdasar atas penghormatan terhadap otonomi asli, hak

asal usul, adat istiadat dan kearifan tradisional desa.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan besaran Alokasi

Dana Desa menurut Sadu Wasistiono (2013:112) antara lain: 1. rumusan ADD

dipergunakan untuk menghitung besarnya Alokasi Dana Desa untuk setiap desa;

2. hal yang sangat penting dalam menghitung besarnya Alokasi Dana Desa

adalah tersedianya data sebagai prasyarat utama perhitungan; 3. rumusan yang

dipergunakan berdasarkan asas merata dan adil. a. Asas merata adalah besarnya

bagian Alokasi Dana Desa yang sama untuk setiap desa yang selanjutnya disebut

Alokasi Dana Desa Minimal ( ADDM ). b. Asas adil adalah besarnya bagian

ADD yang dibagi secara proporsional untuk setiap desa berdasarkan nilai bobot

desa (BDx) yang dihitung dengan rumusan dan variabel tertentu (misalnya:

variabel kemiskinan, variabel keterjangkauan, pendidikan, kesehatan, dan lain-

lain) selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP);

Besarnya presentase perbandingan antara asas merata dan adil ditetapkan oleh

daerah, misal besaran AADM adalah 60% dari jumlah ADD dan besarnya ADDP

dalah 40% dari jumlah ADD. Dalam PP Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa

10
telah dijelaskan mengenai sumber pembiayaan bagi Desa dalam rangka

memberikan pelayanan pada masyarakat antara lain dari sumber - sumber

Pendapatan Asli Desa, adanya kewajiban bagi Pemerintah dari pusat sampai

dengan Kabupaten/Kota untuk memberikan transfer dana bagi Desa, hibah

ataupun donasi. Salah satu bentuk transfer dana dari pemerintah adalah Alokasi

Dana Desa (ADD) yang telah ditetapkan sebesar 10% dari dana perimbangan

pemerintahan pusat dan daerah yang diterima masingmasing Pemerintah

Kabupaten/Kota. Ketentuan formal yang mengatur ADD secara lebih jelas

sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah tersebut terdapat dalam Permendagri

Nomor 37 Tahun 2007, bab IX.

Dalam Permendagri tersebut telah cukup dijelaskan mulai tujuan ADD, tata

cara penghitungan besaran anggaran per Desa, mekanisme penyaluran,

penggunaan dana sampai dengan pertanggungjawabannya. Secara garis besar

terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan ADD, yaitu :

1. Terdapat 8 tujuan ADD yang bila disimpulkan secara umum, ADD bertujuan

untuk meningkatan aspek pembangunan baik prasarana fisik maupun

nonfisik dalam rangka mendorong tingkat partisipasi masyarakat untuk

pemberdayaan dan perbaikan taraf hidupnya.

2. Azas dan prinsip pengelolaan ADD yaitu transparan, akuntabel, dan

partisipatif.Hal ini berarti ADD harus dikelola dengan mengedepankan

keterbukaan, dilaksanakan secara bertanggungjawab, dan juga harus

melibatkan peran serta aktif segenap masyarakat setempat.

11
3. ADD merupakan bagian yang integral (satu kesatuan/tidak terpisahkan) dari

APBDes mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pertanggungjawaban, dan

pelaporannya.

4. Penggunaan ADD ditetapkan sebesar 30% untuk belanja aparatur dan

operasional Desa dan sebesar 70% untuk belanja pemberdayaan masyarakat.

5. Meskipun pertangungjawaban ADD integral dengan APBDes, namun tetap

diperlukan pelaporan atas kegiatan- kegiatan yang dibiayai dari anggaran

ADD secara berkala (bulanan) dan laporan hasil akhir penggunaan ADD.

Laporan ini terpisah dari pertanggungjawaban APBDes,hal ini sebagai bentuk

pengendalian dan monitoring serta bahan evaluasi bagi Pemda.

6. Untuk pembinaan dan pengawasan pengelolaan ADD, dibentuk Tim Fasilitasi

Kabupaten/Kota dan Tim Pendamping Kecamatan dengan kewajiban sesuai

tingkatan dan wewenangnya. Pembiayaan untuk Tim dimaksud dianggarkan

dalam APBD di luar anggaran ADD

b). Tujuan dan Prinsip Alokasi Dana Desa

Tujuan dari alokasi dana desa sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri

yaitu untuk:

1) Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan.

2) Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa

dan pemberdayaan masyarakat.

3) Meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan.

4) Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam

rangka mewujudkan peningkatan sosial.

5) Meningkatkan ketentraman dan ketertiban mayarakat

12
6) Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan

kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat.

7) Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat.

8) Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha

Miliki Desa (BUMDesa).

Permendagri Nomor 37 Tahun 2007 pasal 20 tentang Pedoman Pengelolaan

Keuangan Desa, bahwa pengelolaan alokasi dana desa merupakan satu kesatuan

dengan pengelolaan keuangan desa. Rumus yang dipergunakan dalam alokasi

dana desa adalah: 1) Azas Merata adalah besarnya bagian alokasi dana desa yang

sama untuk setiap desa, yang selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Minimal

(ADDM). 2) Azas Adil adalah besarnya bagian alokasi dana desa berdasarkan

Nilai Bobot Desa (BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu

(misalnya kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar, kesehatan, dll),

selanjutnya disebut Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP). Besarnya

prosentase perbandingan antara asas merata dan adil adalah besarnya ADDM

adalah 60% (enam puluh persen) dari jumlah ADD dan besarnya ADDP adalah

40% (empat puluh persen) dari jumlah ADD.

Alokasi dana desa tersebut akan mendorong terlaksananya otonomi desa,

sekaligus sebagai upaya pemberdayaan pemerintahan desa dan masyarakat desa.

Pemerintahn provinsi dan pemerintahan kabupaten sebagai fasilitator,

memfasilitasi masyarakat desa agar mampu menjalankan fungsi perencanaan,

pelaksanaan, dan pengawasan terhadap penggunaan alokasi dana desa yang

diterimanya. Sehingga diperlukan adanya kerja sama yang saling mendukung,

pada akhirnya terciptanya pemerataan pembangunan, khususnya di perdesaan

13
akan lebih meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat perdesaan,

mendorong keterlibatan aktif pemerintah desa dan masyarakat dalam proses

pembangunan desa. Pengelolaan keuangan alokasi dana desa merupakan bagian

yang tidak terpisahkan dari pengelolaan keuangan desa dalam APBDes. Oleh

karena itu dalam pengelolaan keuangan alokasi dana desa harus memenuhi prinsip

pengelolaan sebagai berikut: 1) Seluruh kegiatan yang didanai oleh alokasi dana

desa direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka dengan prinsip

dari, oleh dan untuk masyarakat. 2) Seluruh kegiatan harus dapat

dipertanggungjawabkan secara administrative, teknis dan hukum. 3) Alokasi dana

desa dilaksanakan dengan menggunakan prinsip hemat, terarah dan terkendali. 4)

Jenis kegiatan yang akan dibiayai melalui alokasi dana desa sangat terbuka untuk

meningkatkan sarana pelayanan masyarakat berupa pemenuhan kebutuhan dasar,

penguatan kelembagaan desa dan kegiatan lainnya yang dibutuhkan oleh

masyarakat desa yang diputuskan melalui musyawarah desa. 5) Alokasi dana desa

harus dicatat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa dan proses

penganggarannya mengikuti mekanisme yang berlaku.39 Berdasarkan prinsip

tersebut pengelolaan alokasi dana desa merupakan bagian yang tidak terpisahkan

bagi pengelolaan keuangan desa dalam APBDes, seluruh kegiatan yang dibiayai

alokasi dana desa di rencanakan, dilaksanakan dan dievaluasi secara terbuka

dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat desa, semua kegiatan harus

dipertanggungjawabkan secara administrative, secara teknis, dan secara hukum,

alokasi dana desa dipergunakan secara terarah, ekonomis, efesien, efektif,

berkeadilan dan terkecuali.

14
Suchman dalam Winarno (2015:230) mengemukakan enam langkah dalam

kebijakan ADD, yakni:

1. Efektifitas,

2. Efesiensi,

3. Kecukupan,

4. Perataan,

5. Resvonsivitas

6. Ketepatan.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 dalam penelitian

Prihartini Budi Astuti pada 2012, yang meneliti pengaruh alokasi dana desa

terhadap kemiskinan, menyatakan bahwa alokasi dana desa mempunyai pengaruh

terhadap kemiskinan desa. Tujuan alokasi dana desa adalah menanggulangi

kemiskinan dan mengurangi kesenjangan, meningkatkan perencanaan dan

penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat,

meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan, meningkatkan pengamalan

nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan

sosial, meningkatkan ketentraman dan ketertiban mayarakat, yang dalam

pelaksanaannya melibatkan penduduk desa, baik penduduk miskin maupun bukan

penduduk miskin. Dengan semakin besarnya alokasi dana desa, diharapkan

jumlah kemiskinan akan tertekan sehingga angka kemiskinan akan menurun.

Selain itu, pembangunan infrastruktur maupun nilai sosial budaya perdesaan akan

meningkat.

Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, Alokasi Dana Desa adalah

dana yang dialokasikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota untuk desa, yang

15
bersumber dari bagian dan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima

oleh Kabupaten/Kota. Secara operasional Alokasi Dana Desa terwujud dalam

bentuk Efektifitas, Efesiensi, Kecukupan, Perataan, Resvonsivitas dan Ketepatan.

3. Pengawasan

a. Pengertian Pengawasan

Menurut George R. Terry dalam Burhanuddin (2014, h. 252) “Pengawasan

merupakan suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil

pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana

perintah, tujuan dan kebijakan yang telah ditentukan. Penentuan apa yang harus

dicapai (stándar), apa yang sedang dilakukan (pelaksanaan), menilai pelaksanaan

dan bila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai

dengan rencana atau dengan kata lain selaras dengan rencana”.

Prajudi dalam Burhanuddin (2014, h. 252) menyatakan bahwa “Pengawasan

adalah keseluruhan daripada aktivitas-aktivitas dan tindakan-tindakan untk

menjamin atau membuat agar supaya semua pelaksanaan dan penyelenggaraan

berlangsung serta berhasil sesuai dengan telah yang direncanakan, diputuskan dan

diperintahkan”.

Berdasarkan batasan di atas dapat dikemukakan bahwa tujuan utama dari

pengawasan adalah agar rencana yang telah ditetapkan atau dibuat dapat

diterapkan dengan benar. Selain itu, dari pengawasan ini diharapkan

penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi dapat ditekan sehingga

kemungkinan timbulnya suatu kesalahan atau penyimpangan dapat dihilangkan

atau setidak-tidaknya diperkecil. Selanjutnya dapat dikemukakan bahwa didalam

16
pengawasan itu terdapat tiga bagian proses yaitu mengukur hasil pekerjaan,

menilai atau membandingkan dengan standar, dan mengoreksi penyimpangan.

Dengan menilai proses-proses tersebut dapat dikemukakan bahwa tanpa

adanya pengawasan maka orang-orang akan cenderung melakukan

penyimpangan, baik dilakukan secara sengaja maupun secara tidak sengaja. Setiap

pekerjaan yang memungkinkan terjadinya penyimpangan perlu dilakukan

pengawasan. Pengawasan yang dilakukan ini mempunyai beberapa tujuan yaitu

untuk mengetahui :

1) Apakah segala sesuatunya telah berjalan sesuai dengan rencana yang

digariskan.

2) Apakah segala sesuatunya telah dilaksanakan sesuai dengan instruksi .

3) Apakah terdapat kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan dalam bekerja.

b. Syarat-Syarat Pengawasan

Ada dua hal yang merupakan prasyarat mutlak yang harus lebih dahulu

dipenuhi sebelum pimpinan dapat melaksanakan pengawasan sebagai suatu

sistem, yaitu : rencana dan struktur organisasi yang jelas.

1) Pengawasan membutuhkan rencana-rencana

Suatu sistem pengawasan dapat terlaksana dengan baik jika pengawasan

tersebut dilakukan dengan rencana-rencana. Semakin lengkap, jelas dan

bulatnya suatu rencana maka semakin efektif pula sistem pengawasan yang

dilaksanakan. Dengan kata lain bahwa seorang pemimpin organisasi/instansi

tidak dapat menntukan apakah setiap unit kegiatan organisasinya / instansinya

sudah mencapai atau melakukan yang diinginkan kecuali sebelumnya ia

mengetahui standar dari apa yang diharapkan. Knoonts dalam Burhanuddin

17
(2014, h. 254) berkenaan dengan hal ini menyatakan bahwa “ pengawasan

sebenarnya merupakan sisi belahan mata uang perencanaan”.

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa sesungguhnya tanpa

perencanaan, pengawasan tidak mungkin dapat berlangsung dengan baik.

2) Pengawasan membutuhkan struktur organisasi yang jelas

Pada prinsipnya struktur organisasi memberikan tanggungjawab kepada pos-

pos atau bidang-bidang tertentu untuk melakukan aktivitas sesuai dengan

perencanaan yang sudah ditentukan. Struktu organisasi dengan berbagai

bidangnya itu dapat memberikan kemudahan dalam melakukan pengawasan ,

sebab pada masing-masing bidang dimaksud terdapat satu penanggung jawab

yang diberikan wewenang untuk melakukan koreksi, evaluasi dan pelaporan

kepada struktur diatasnya. Oleh karena itu, Burhanuddin (2014, h. 255)

menyatakan “ eksistensi strukturisasi organisasi yang jelas, tegas, lengkap dan

bulat merupakan prasyarat utama untuk kelangsungan sistem pengawasan

yang akan dilaksanakan”.

c. Sasaran dan Tujuan Pengawasan

Pengawasan sebagai fungsi organik diselenggarakan dengan tujuan untuk

menentukan apakah kegiatan-kegiatan yang sedang dilaksanakan sesuai dengan

rencana semula, dan untuk menjamin agar segenap kegiatan yang sedang

dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang sudah ditentukan.

Menurut Baharuddin (2014, h. 256), sasaran yang hendak dicapai dari

pengawasan adalah :

1) Melalui pengawasan dapat dicegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan

baik dalam penggunaan kekuasaan, kedudukan, maupun mengenai keuangan.

18
2) Memperbaiki kesalahan-kesalahan, kelemahan-kelemahan dan menindak

penyalahgunaan serta penyelewengan.

3) Mendinamisasikan organisasi serta segenap kegiatan administrasi dan

manajemen.

4) Mempertebal rasa tanggungjawab kepada semua anggota organisasi

5) Mendidik pegawai atau anggota pelaksana

6) Menjaga agar pola dalam organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya

terpelihara dengan baik.

7) Semua orang dalam organisasi diharapkan akan memperoleh tempat yang

sebenarnya sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan yang berbeda-beda.

8) Penggunaan alat-alat atau perlengkapan organisasi menjadi lebih efisien.

9) Pembagian tugas dan tanggungjawab terhadap para anggota organisasi

didasarkan atas pertimbangan yang rasional, obyektif, karena berdasarkan

pada hasil pengamatan yang sesungguhnya.

10) Sistem dan prosedur kerja yang sedang diterapkan tidak menyimpang dari

yang telah direncanakan sebelumnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa tujuan utama dari

pengawasan adalah agar rencana yang telah ditetapkan atau dibuat menjadi

kenyataan (terealisasi), dan diharapkan penyimpangan-penyimpangan yang

mungkin terjadi dapat ditekan sekecil mungkin atau dapat dihindari.

d. Macam-Macam Pengawasan

Dilihat dari macamnya pengawasan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu

pengawasan langsung dan pengawasan tidak langsung.

19
Pengawasan langsung adalah suatu pengawasan yang diadakan sendiri oleh

pimpinan terhadap kegiatan-kegiatan yang sedang dikerjakan. Pengawasan ini

dapat dilakukan baik dalam bentuk inspeksi langsung, on the spot observation

maupun on the spot report.

Pengawasan dalam bentuk inspeksi langsung biasanya dilakkan secara

mendadak tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Dengan cara ini bawahan akan

sulit menyembunyikan kesalahan, sehingga pengawasan dapat objektif.

Pengawasan on the spot observation biasanya dilakukan dengan menggunakan

jasa orang lain atau disebut dengan pengawasan dengan pendelegasian wewenang.

Sedangkan pengawasan on the spot report biasanya dilakukan melalui atau

meneliti laporan baik lisan maupun tertulis.

Muchsan (2011:36) mengemukakan bahwa pengawasan dibagi menjadi 4

yaitu:

1. Pembinaan,

2. Pemeriksaan,

3. Sarana Pengawasan

4. Tindakan Pembinaan.

Fungsi utama pengawasan bertujuan untuk memeastikan bahwa setiap

pegawai yang bertanggung jawab bisa melaksanakannya dengan sebaik mungkin.

Kinerja mereka dikontrol dengan sistem operasional dan prosedur yang berlaku,

sehingga dapat disingkap kesalahan dan penyimpangan. Selanjutnya, diberikan

tindakan korektif ataupun arahan kepada pakem yang berlaku.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa pengawasan

merupakan suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil

20
pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana

perintah, tujuan dan kebijakan yang telah ditentukan. Penentuan apa yang harus

dicapai (stándar), apa yang sedang dilakukan (pelaksanaan), menilai pelaksanaan

dan bila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai

dengan rencana atau dengan kata lain selaras dengan rencana.

Pengawasan dapat dilakukan melalui tiga cara yaitu pengawasan sistem

pelaporan, pengawasan dengan pendelegasian wewenang serta pengawasan

spontan atau mendadak. Apabila cara-cara tersebut dilakukan baik secara farsial

maupun kolaboratif maka tujuan pengawasan akan dapat tercapai dengan baik.

Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, Secara konseptual definisi

Pengawasan merupakan suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah

hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan

rencana perintah, tujuan dan kebijakan yang telah ditentukan. Penentuan apa yang

harus dicapai (stándar), apa yang sedang dilakukan (pelaksanaan), menilai

pelaksanaan dan bila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan

sesuai dengan rencana atau dengan kata lain selaras dengan rencana. Dalam

kaitannya dengan Pengawasana Di Kecamatan Tungkal Ilir Kabupaten Banyuasin

secara operasional dapat dikaji melalui dimensi: 1) Pembinaan, 2) Pemeriksaan, 3)

Sarana Pengawasan 4) Tindakan Pembinaan.

21
B. Hasil Penelitian Lain Yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Maulana (2017), dengan judul

“Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Meningkatkan Pemberdayaan

Masyarakat di Desa Miau Baru Kecamatan Kongbeng Kabupaten Kutai

Timur” Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, secara umum pengelolaan

alokasi dana desa dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat di desa

Miau Baru tidak berjalan lancar. Seperti dalam proses perencanaan yang

tidak melibatkan masyarakat Desa Miau Baru daan tidak melalui forum

musyawarah (musrenbangdesa), proses pelaksanaan anggaran/kegiatan

tidak terealisasi sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan

sebelumnya.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Mundir (2016), dengan judul

“Implementasi Program Alokasi Dana Desa Dalam Pemberdayaan

Masyarakat di Desa Salo Palai” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan dan menganalisis implementasi alokasi dan desa dalam

pemberdayaan masyarakat di desa Salo Palai, dan untuk mengidentifikasi

dan menganalisis faktor penghambatnya. Hasil penelitian ini menunjukan

bahwa implementasi alokasi dana desa yang dilakukan didesa Salo Palai

tidak berjalan dengan baik, hal tersebut disebabkan karena interaksi yang

dilaksanakan oleh pemerintah desa kepada masyarakat terkadang

mengalami diskomunikasi sehingga menimbulkan perbedaan persepsi

dalam melaksanakan program kebijakan

3. Setianingsih, penelitian yang dilakukan pada tahun 2016, dengan judul

“Kontribusi Dana Desa Dalam Menurunkan Angka Kemiskinan di

22
Kabupaten Melawi”. Hasil dari penelitiannya adalah variabel yang

berpengaruh terhadap kemiskinan adalah dana desa, hal tersebut dapat

dilihat dari hasil analisis yang menyatakan hanya variabel dana desa yang

berpengaruh secara signifikan terhadap kemiskinan. Dari uji regresi data

panel koefisien dana desa sebesar 1.10 mengandung arti kontribusi dana

desa dalam menambah penduduk miskin sebesar 1.10%. Dari hasil

penelitian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan

4. Putra dkk., (2013), meneliti tentang “Pengelolaan Alokasi Dana Desa

Dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Desa Wonorejo Kecamatan

Singosari Kabupaten Malang”. hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa sebagian dari dana ADD untuk pemberdayaan masyarakat

digunakan untuk biaya operasional pemerintah desa dan badan

permusyawaratan desa (BPD) sehingga penggunaan ADD tidak sesuai

dengan peruntukannya. Dalam perencanaan ADD tingkat partisipasi

masyarakat dalam kegiatan musyawarah desa cukup tinggi. Namun dalam

proses penjaringan aspirasi tersebut terkendala dari rendahnya pendidikan

masyarakat sehingga aspirasi masyarakat cenderung bersifat pembangunan

secar fisik (infrastruktur desa) seharusnya mengutamakan pemberdayaan

masyarakat. Dalam penganggaran ADD terjadi ketidaksesuaian dengan

Peraturan Bupati Malang No. 18 tahun 2006 tentang Alokasi Dana Desa.

dimana dana ADD untuk operasional Badan Permusyawaratan Desa

(BPD) yang seharusnya dimasukkan dalam RPD untuk operasional

pemerintah desa akan tetapi justru dimasukkan pada RPD untuk

23
pemberdayaan masyarakat. Hal tersebut mengurangi porsi 70% untuk

pemberdayaan masyarakat..

C. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh Alokasi Dana Desa Dan Pengawasan secara bersama-sama

terhadap Pemberdayaan Masyarakat Desa

Alokasi Dana Desa dimaksudkan untuk membiayai program pemerintah

Desa dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan dan pemberdayaan masyarakat.

Dalam aspek pengalokasian ADD, sebagian besar penggunaan ADD ternyata

lebih banyak diarahkan pada kegiatan fisik (pembangunan sarana dan prasarana

fisik), disusul kemudian untuk penambahan kesejahteraan perangkat desa dalam

bentuk dana purna bakti, tunjangan dan sejenisnya serta sebagian lagi untuk

kegiatan rutin. Berhubung dengan hal diatas maka yang menjadi tolak ukur dalam

pemberdayaan masyarakat tehadap Alokasi Dana Desa (ADD) yakni salah

satunya pengawasan. Yang dimaksud dengan pengawasan adalah adanya

keterbukaan informasi dari pihak pemerintah desa terhadap masyarakat guna

mengetahui seluruh proses kegiatan yang berlangsung. Dengan adanya informasi

yang secara terbuka maka memudahkan kontrol sosial dari masyarakat itu

sendiri.Transparansi dapat memberikan informasi penggunaan Alokasi Dana Desa

(ADD) dalam pemberdayaan masyarakat yang secara terbuka dan jujur kepada

masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk

mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggungjawaban

pemerintahan dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya dan

ketaatannya pada regulasi yang dibuat oleh pemerintah. Dan kemudian dalam

24
pemberdayaan masyarakat terhadap pemanfaatan Alokasi Dana Desa (ADD) salah

faktor yang tidak kalah penting adalah akuntabilitas. Dalam artian bahwa

akuntabilitas atau pertanggungjawaban merupakan suatu bentuk keharusan oleh

pemerintah desa selaku administrasi pembangunan sekaligus pengelolah keuangan

terhadap masyarakat yang menjadi penerima manfaat atau kelompok

sasaran.Tujuan dari prinsip akuntabilitas adalah menjaga ketidak jelasan mengenai

penggunaan Alokasi Dana Desa yang diperuntukan untuk pemberdayaan

masyarakat. Kenapa demikian karena untuk memenuhi kepuasan masyarakat

maka diperlukan pihak pemegang amanah untuk memberikan

pertanggungjawaban, menyajikan dan mengungkapkan segala aktifitasnya dan

kegiatan yang menjadi tanggungjawab kepada kelompok sasaran yakni

masyarakat

2. Pengaruh Alokasi Dana Desa Kerja terhadap Pemberdayaan Masyarakat

Desa

Pemberian Alokasi Dana Desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa

untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang mengikuti

pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipasi,

otonomi, demokratisasi, pemberdayaan masyarakat dapat meningkatkan peran

Pemerintah Desa dalam memberikan pelayanan dan meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

3. Pengaruh Pengawasan terhadap Pemberdayaan Masyarakat Desa

Menurut pelaksanaannya ketidaksesuaian rencana program pembangunan

dengan pelaksanaannya disebabkan oleh tidak efektifuya pengawasan pada instasi

pemerintah, walaupun lembaga-lembaga pengawasan itu sudah banyak. Secara

25
lebih rinci Siagian menyebutkan melalui pengawasan dapat diketahui apakah

sesuatu berjalan dengan rencana, sesuai instruksi atau azas yang telah ditentukan,

dapat diketahui kesulitan dan kelemahan dalam bekerja untuk kemudian

diperbaiki dan juga dapat diketahui apakah sesuatu berjalan efisien dan efektif

ataukah tidak sehingga berdampak pada Pemberdayaan Masyarakat Desa yang

optimal

Kerangka berfikir dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Faktor-faktor
Lain (e)
Alokasi Dana Desa
(X1) 2

Pemberdayaan
Masyarakat (Y)

Pengawasan 3
(X2)
1

Gambar 1. Kerangka Berpikir

26
D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir diatas, hipotesis penelitian yang akan

diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Diduga ada Pengaruh Alokasi Dana Desa Dan Pengawasan Terhadap

Pemberdayaan Masyarakat Desa Di Kecamatan Tungkal Ilir Kabupaten

Banyuasin secara simultan.

2. Diduga ada Pengaruh Alokasi Dana Desa Terhadap Pemberdayaan

Masyarakat Desa Di Kecamatan Tungkal Ilir Kabupaten Banyuasin.

3. Diduga ada Pengaruh Pengawasan Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Desa

Di Kecamatan Tungkal Ilir Kabupaten Banyuasin.

27

Anda mungkin juga menyukai