Anda di halaman 1dari 15

ASal Usul Dan Sejarah Al Quran Kitab Suci Agama Islam

Al-Qur’ān (Arab: ‫ ) ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ‬adalah kitab suci agama Islam.


Umat Islam percaya bahwa Al-Qur'an merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang
diperuntukkan bagi manusia, dan bagian dari rukun iman, yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, melalui perantaraan Malaikat Jibril.
Dan sebagai wahyu pertama yang diterima oleh Rasulullah SAW adalah sebagaimana yang
terdapat dalam surat Al-'Alaq ayat 1-5.
Ditinjau dari segi kebahasaan, Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti "bacaan" atau
"sesuatu yang dibaca berulang-ulang".
Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara'a yang artinya membaca.
Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur'an sendiri yakni pada
ayat 17 dan 18 Surah Al-Qiyamah yang artinya:
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya
(pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu,) jika Kami telah membacakannya,
hendaklah kamu ikuti {amalkan} bacaannya”
Dr. Subhi Al Salih mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:
“ Kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
dan ditulis di mushaf serta diriwayatkan dengan mutawatir, membacanya termasuk ibadah” .
Adapun Muhammad Ali ash-Shabuni mendefinisikan Al-Qur'an sebagai berikut:
"Al-Qur'an adalah firman Allah yang tiada tandingannya, diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW penutup para Nabi dan Rasul, dengan perantaraan Malaikat Jibril a.s. dan ditulis pada
mushaf-mushaf yang kemudian disampaikan kepada kita secara mutawatir, serta membaca dan
mempelajarinya merupakan ibadah, yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutup dengan
surat An-Nas"
Dengan definisi tersebut di atas sebagaimana dipercayai Muslim, firman Allah yang diturunkan
kepada Nabi selain Nabi Muhammad SAW, tidak dinamakan Al-Qur’an seperti Kitab Taurat
yang diturunkan kepada umat Nabi Musa AS atau Kitab Injil yang diturunkan kepada umat Nabi
Isa AS.
Demikian pula firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang membacanya
tidak dianggap sebagai ibadah, seperti Hadits Qudsi, tidak termasuk Al-Qur’an.
Kemurnian Kitab Al-Quran ini dijamin langsung oleh Allah, yaitu Dzat yang menciptakan dan
menurunkan Al-Quran itu sendiri.
Dan pada kenyataannya kita bisa melihat, satu-satu kitab yang mudah dipelajari bahkan sampai
dihafal oleh beribu-ribu umat Islam.
Nama Nama Lain AlQuran :
Dalam Al-Qur'an sendiri terdapat beberapa ayat yang menyertakan nama lain yang digunakan
untuk merujuk kepada Al-Qur'an itu sendiri.
Berikut adalah nama-nama tersebut dan ayat yang mencantumkannya:
Al-Kitab, QS(2:2),QS (44:2)
Al-Furqan (pembeda benar salah): QS(25:1)
Adz-Dzikr (pemberi peringatan): QS(15:9)
Al-Mau'idhah (pelajaran/nasehat): QS(10:57)
Al-Hukm (peraturan/hukum): QS(13:37)
Al-Hikmah (kebijaksanaan): QS(17:39)
Asy-Syifa' (obat/penyembuh): QS(10:57), QS(17:82)
Al-Huda (petunjuk): QS(72:13), QS(9:33)
At-Tanzil (yang diturunkan): QS(26:192)
Ar-Rahmat (karunia): QS(27:77)
Ar-Ruh (ruh): QS(42:52)
Al-Bayan (penerang): QS(3:138)
Al-Kalam (ucapan/firman): QS(9:6)
Al-Busyra (kabar gembira): QS(16:102)
An-Nur (cahaya): QS(4:174)
Al-Basha'ir (pedoman): QS(45:20)
Al-Balagh (penyampaian/kabar) QS(14:52)
Al-Qaul (perkataan/ucapan) QS(28:51)
Struktur dan Pembagian Al Quran
Surat, ayat dan ruku'
Al-Qur'an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surah (surat).
Setiap surat akan terdiri atas beberapa ayat, di mana surat terpanjang dengan 286 ayat adalah surat
Al Baqarah dan yang terpendek hanya memiliki 3 ayat yakni surat Al Kautsar, An-Nasr dan
Al-‘Așr.
Surat-surat yang panjang terbagi lagi atas sub bagian lagi yang disebut ruku' yang membahas tema
atau topik tertentu.
Makkiyah dan Madaniyah
Sedangkan menurut tempat diturunkannya, setiap surat dapat dibagi atas surat-surat Makkiyah
(surat Mekkah) dan Madaniyah (surat Madinah).
Pembagian ini berdasarkan tempat dan waktu penurunan surat dan ayat tertentu di mana surat-
surat yang turun sebelum Rasulullah SAW hijrah ke Madinah digolongkan surat Makkiyah
sedangkan setelahnya tergolong surat Madaniyah.
Surat yang turun di Makkah pada umumnya suratnya pendek-pendek, menyangkut prinsip-prinsip
keimanan dan akhlaq, panggilannya ditujukan kepada manusia.
Sedangkan yang turun di Madinah pada umumnya suratnya panjang-panjang, menyangkut
peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan atau seseorang dengan
lainnya (syari'ah).
Pembagian berdasar fase sebelum dan sesudah hijrah ini lebih tepat, sebab ada surat Madaniyah
yang turun di Mekkah.
Juz dan manzil
Dalam skema pembagian lain, Al-Qur'an juga terbagi menjadi 30 bagian dengan panjang sama
yang dikenal dengan nama juz.
Pembagian ini untuk memudahkan mereka yang ingin menuntaskan bacaan Al-Qur'an dalam 30
hari (satu bulan).
Pembagian lain yakni manzil memecah Al-Qur'an menjadi 7 bagian dengan tujuan penyelesaian
bacaan dalam 7 hari (satu minggu).
Kedua jenis pembagian ini tidak memiliki hubungan dengan pembagian subyek bahasan tertentu.
Menurut ukuran surat
Kemudian dari segi panjang-pendeknya, surat-surat yang ada didalam Al-Qur’an terbagi menjadi
empat bagian, yaitu:
As Sab’uththiwaal (tujuh surat yang panjang).
Yaitu Surat Al-Baqarah, Ali Imran, An-Nisaa’, Al-A’raaf, Al-An’aam, Al Maa-idah dan
Yunus
Al Miuun (seratus ayat lebih), seperti Hud, Yusuf, Mu'min dan sebagainya
Al Matsaani (kurang sedikit dari seratus ayat), seperti Al-Anfaal, Al-Hijr dan sebagainya
Al Mufashshal (surat-surat pendek), seperti Adh-Dhuha, Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas dan
sebagainya
SEJARAH AL QURAN Hingga Berbentuk MUSHAF
Al-Qur'an memberikan dorongan yang besar untuk mempelajari sejarah dengan secara adil,
objektif dan tidak memihak.
Dengan demikian tradisi sains Islam sepenuhnya mengambil inspirasi dari Al-Qur'an, sehingga
umat Muslim mampu membuat sistematika penulisan sejarah yang lebih mendekati landasan
penanggalan astronomis.
Al-Qur'an tidak turun sekaligus.
Al-Qur'an turun secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22 hari.
Oleh para ulama membagi masa turun ini dibagi menjadi 2 periode, yaitu periode Mekkah dan
periode Madinah.
Periode Mekkah berlangsung selama 12 tahun masa kenabian Rasulullah SAW dan surat-surat
yang turun pada waktu ini tergolong surat Makkiyyah.
Sedangkan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun dan
surat yang turun pada kurun waktu ini disebut surat Madaniyah.
Penulisan (pencatatan dalam bentuk teks) Al-Qur'an sudah dimulai sejak zaman Nabi Muhammad
SAW.
Kemudian transformasinya menjadi teks yang dijumpai saat ini selesai dilakukan pada zaman
khalifah Utsman bin Affan.
Pengumpulan Al-Qur'an di masa Rasullulah SAW
Pada masa ketika Nabi Muhammad SAW masih hidup, terdapat beberapa orang yang ditunjuk
untuk menuliskan Al Qur'an yakni Zaid bin Tsabit, Ali bin Abi Talib, Muawiyah bin Abu Sufyan
dan Ubay bin Kaab.
Sahabat yang lain juga kerap menuliskan wahyu tersebut walau tidak diperintahkan.
Media penulisan yang digunakan saat itu berupa pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar,
kulit atau daun kayu, pelana, potongan tulang belulang binatang.
Di samping itu banyak juga sahabat-sahabat langsung menghafalkan ayat-ayat Al-Qur'an setelah
wahyu diturunkan.
Pengumpulan Al-Qur'an di masa Khulafaur Rasyidin
Pada masa pemerintahan Abu Bakar
Pada masa kekhalifahan Abu Bakar, terjadi beberapa pertempuran (dalam perang yang dikenal
dengan nama perang Ridda) yang mengakibatkan tewasnya beberapa penghafal Al-Qur'an dalam
jumlah yang signifikan.
Umar bin Khattab yang saat itu merasa sangat khawatir akan keadaan tersebut lantas meminta
kepada Abu Bakar untuk mengumpulkan seluruh tulisan Al-Qur'an yang saat itu tersebar di antara
para sahabat.
Abu Bakar lantas memerintahkan Zaid bin Tsabit sebagai koordinator pelaksaan tugas tersebut.
Setelah pekerjaan tersebut selesai dan Al-Qur'an tersusun secara rapi dalam satu mushaf, hasilnya
diserahkan kepada Abu Bakar.
Abu Bakar menyimpan mushaf tersebut hingga wafatnya kemudian mushaf tersebut berpindah
kepada Umar sebagai khalifah penerusnya, selanjutnya mushaf dipegang oleh anaknya yakni
Hafsah yang juga istri Nabi Muhammad SAW.
Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan
Pada masa pemerintahan khalifah ke-3 yakni Utsman bin Affan, terdapat keragaman dalam cara
pembacaan Al-Qur'an (qira'at) yang disebabkan oleh adanya perbedaan dialek (lahjah) antar suku
yang berasal dari daerah berbeda-beda.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran Utsman sehingga ia mengambil kebijakan untuk membuat
sebuah mushaf standar (menyalin mushaf yang dipegang Hafsah) yang ditulis dengan sebuah jenis
penulisan yang baku.
Standar tersebut, yang kemudian dikenal dengan istilah cara penulisan (rasam) Utsmani yang
digunakan hingga saat ini.
Bersamaan dengan standarisasi ini, seluruh mushaf yang berbeda dengan standar yang dihasilkan
diperintahkan untuk dimusnahkan (dibakar).
Dengan proses ini Utsman berhasil mencegah bahaya laten terjadinya perselisihan di antara umat
Islam di masa depan dalam penulisan dan pembacaan Al-Qur'an.
Mengutip hadist riwayat Ibnu Abi Dawud dalam Al-Mashahif, dengan sanad yang shahih:
Suwaid bin Ghaflah berkata, "Ali mengatakan: Katakanlah segala yang baik tentang Utsman.
Demi Allah, apa yang telah dilakukannya mengenai mushaf-mushaf Al Qur'an sudah atas
persetujuan kami.
Utsman berkata, 'Bagaimana pendapatmu tentang isu qira'at ini?
Saya mendapat berita bahwa sebagian mereka mengatakan bahwa qira'atnya lebih baik dari qira'at
orang lain.
Ini hampir menjadi suatu kekufuran'.
Kami berkata, 'Bagaimana pendapatmu?'
Ia menjawab, 'Aku berpendapat agar umat bersatu pada satu mushaf, sehingga tidak terjadi lagi
perpecahan dan perselisihan.'
Kami berkata, 'Pendapatmu sangat baik'."
Menurut Syaikh Manna' Al-Qaththan dalam Mahabits fi 'Ulum Al Qur'an, keterangan ini
menunjukkan bahwa apa yang dilakukan Utsman telah disepakati oleh para sahabat.
Demikianlah selanjutnya Utsman mengirim utusan kepada Hafsah untuk meminjam mushaf Abu
Bakar yang ada padanya.
Lalu Utsman memanggil Zaid bin Tsabit Al-Anshari dan tiga orang Quraish, yaitu Abdullah bin
Az-Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits bin Hisyam.
Ia memerintahkan mereka agar menyalin dan memperbanyak mushaf, dan jika ada perbedaan
antara Zaid dengan ketiga orang Quraish tersebut, hendaklah ditulis dalam bahasa Quraish karena
Al Qur'an turun dalam dialek bahasa mereka.
Setelah mengembalikan lembaran-lembaran asli kepada Hafsah, ia mengirimkan tujuh buah
mushaf, yaitu ke Mekkah, Syam, Yaman, Bahrain, Bashrah, Kufah, dan sebuah ditahan di
Madinah (mushaf al-Imam).
Upaya-upaya untuk mengetahui isi dan maksud Al Qur'an telah menghasilkan proses
penerjemahan (literal) dan penafsiran (lebih dalam, mengupas makna) dalam berbagai bahasa.
Namun demikian hasil usaha tersebut dianggap sebatas usaha manusia dan bukan usaha untuk
menduplikasi atau menggantikan teks yang asli dalam bahasa Arab.
Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan tidak sama dengan Al-Qur'an itu sendiri.
Terjemahan
Terjemahan Al-Qur'an adalah hasil usaha penerjemahan secara literal teks Al-Qur'an yang tidak
dibarengi dengan usaha interpretasi lebih jauh.
Terjemahan secara literal tidak boleh dianggap sebagai arti sesungguhnya dari Al-Qur'an.
Sebab Al-Qur'an menggunakan suatu lafazh dengan berbagai gaya dan untuk suatu maksud yang
bervariasi;
kadang-kadang untuk arti hakiki, kadang-kadang pula untuk arti majazi (kiasan) atau arti dan
maksud lainnya.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
Al-Qur'an dan Terjemahannya, oleh Departemen Agama Republik Indonesia, ada dua edisi revisi,
yaitu tahun 1989 dan 2002
Terjemah Al-Qur'an, oleh Prof. Mahmud Yunus
An-Nur, oleh Prof. T.M. Hasbi Ash-Siddieqy
Al-Furqan, oleh A.Hassan guru PERSIS
Terjemahan dalam bahasa Inggris
The Holy Qur'an: Text, Translation and Commentary, oleh Abdullah Yusuf Ali
The Meaning of the Holy Qur'an, oleh Marmaduke Pickthall
Terjemahan dalam bahasa daerah Indonesia di antaranya dilaksanakan oleh:
Qur'an Kejawen (bahasa Jawa), oleh Kemajuan Islam Jogyakarta
Qur'an Suadawiah (bahasa Sunda)
Qur'an bahasa Sunda oleh K.H. Qomaruddien
Al-Ibriz (bahasa Jawa), oleh K. Bisyri Mustafa Rembang
Al-Qur'an Suci Basa Jawi (bahasa Jawa), oleh Prof. K.H.R. Muhamad Adnan
Al-Amin (bahasa Sunda)
Tafsir
Upaya penafsiran Al-Qur'an telah berkembang sejak semasa hidupnya Nabi Muhammad, saat itu
para sahabat tinggal menanyakan kepada sang Nabi jika memerlukan penjelasan atas ayat tertentu.
Kemudian setelah wafatnya Nabi Muhammad hingga saat ini usaha menggali lebih dalam ayat-
ayat Al-Qur'an terus berlanjut.
Pendekatan (metodologi) yang digunakan juga beragam, mulai dari metode analitik, tematik,
hingga perbandingan antar ayat.
Corak yang dihasilkan juga beragam, terdapat tafsir dengan corak sastra-bahasa, sastra-budaya,
filsafat dan teologis bahkan corak ilmiah.
ADab Terhadap Al Quran
Ada dua pendapat mengenai hukum menyentuh Al-Qur'an terhadap seseorang yang sedang junub,
perempuan haid dan nifas.
Pendapat pertama mengatakan bahwa jika seseorang sedang mengalami kondisi tersebut tidak
boleh menyentuh Al-Qur'an sebelum bersuci.
Sedangkan pendapat kedua mengatakan boleh dan sah saja untuk menyentuh Al-Qur'an, karena
tidak ada dalil yang menguatkannya.
Pendapat pertama
Sebelum menyentuh sebuah mushaf Al-Qur'an, seorang Muslim dianjurkan untuk menyucikan
dirinya terlebih dahulu dengan berwudhu.
Hal ini berdasarkan tradisi dan interpretasi secara literal dari surat Al Waaqi'ah ayat 77 hingga 79.
Terjemahannya antara lain:56-77. Sesungguhnya Al-Qur'an ini adalah bacaan yang sangat mulia,
56-78.
pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh), 56-79.
tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (56:77-56:79)
Penghormatan terhadap teks tertulis Al-Qur'an adalah salah satu unsur penting kepercayaan bagi
sebagian besar Muslim.
Mereka mempercayai bahwa penghinaan secara sengaja terhadap Al Qur'an adalah sebuah bentuk
penghinaan serius terhadap sesuatu yang suci.
Berdasarkan hukum pada beberapa negara berpenduduk mayoritas Muslim, hukuman untuk hal ini
dapat berupa penjara kurungan dalam waktu yang lama dan bahkan ada yang menerapkan
hukuman mati.
Pendapat kedua
Pendapat kedua mengatakan bahwa yang dimaksud oleh surat Al Waaqi'ah di atas ialah:
"Tidak ada yang dapat menyentuh Al-Qur’an yang ada di Lauhul Mahfudz sebagaimana
ditegaskan oleh ayat yang sebelumnya (ayat 78) kecuali para Malaikat yang telah disucikan oleh
Allah."
Pendapat ini adalah tafsir dari Ibnu Abbas dan lain-lain sebagaimana telah diterangkan oleh Al-
Hafidzh Ibnu Katsir di tafsirnya.
Bukanlah yang dimaksud bahwa tidak boleh menyentuh atau memegang Al-Qur’an kecuali
orang yang bersih dari hadats besar dan hadats kecil.
Pendapat kedua ini menyatakan bahwa jikalau memang benar demikian maksudnya tentang
firman Allah di atas, maka artinya akan menjadi:
Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali mereka yang suci/bersih, yakni dengan bentuk
faa’il (subyek/pelaku) bukan maf’ul (obyek).
Kenyataannya Allah berfirman : Tidak ada yang menyentuhnya (Al-Qur’an) kecuali mereka
yang telah disucikan, yakni dengan bentuk maf’ul (obyek) bukan sebagai faa’il (subyek).
“Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang yang suci” Yang dimaksud oleh hadits
di atas ialah : Tidak ada yang menyentuh Al-Qur’an kecuali orang mu’min, karena orang
mu’min itu suci tidak najis sebagaimana sabda Muhammad. “Sesungguhnya orang mu’min
itu tidak najis”
Hubungan Dengan Kitab Kitab Lain
Berkaitan dengan adanya kitab-kitab yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum
Muhammad SAW dalam agama Islam (Taurat, Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur'an dalam
beberapa ayatnya menegaskan posisinya terhadap kitab-kitab tersebut.
Berikut adalah pernyataan Al-Qur'an yang tentunya menjadi doktrin bagi ummat Islam mengenai
hubungan Al-Qur'an dengan kitab-kitab tersebut:
Bahwa Al-Qur'an menuntut kepercayaan ummat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut.
QS(2:4)
Bahwa Al-Qur'an diposisikan sebagai pembenar dan batu ujian (verifikator) bagi kitab-kitab
sebelumnya. QS(5:48)
Bahwa Al-Qur'an menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara ummat-
ummat rasul yang berbeda. QS(16:63-64)
Bahwa Al-Qur'an meluruskan sejarah.
Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari rasul-rasul terdahulu, juga mengenai
beberapa bagian mengenai kehidupan para rasul tersebut.
Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan versi yang terdapat pada teks-teks
lain yang dimiliki baik oleh Yahudi dan Kristen.

KEISTIMEWAAN- KEISTIMEWAAN AL-QUR’AN [1]


Oleh
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu
Al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada Rasul kita Muhammad Shallallahu
‘alaihi wa sallam, dimulai dengan surat al-Fatihan dan ditutup dengan surat an-Nas, bernilai
ibadah bagi siapa yang membacanya, berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam:
ٌ‫ﺏ ﻪَّﻠﻟﺍ ِ ﻓَﻠَﻪُ ِﺑ ِﻪ َﺣ َﺴﻨَﺔٌ َﻭ ْﺍﻟ َﺤ َﺴﻨَﺔُ ِﺑ َﻌ ْﺸ ِﺮ ﺃَ ْﻣﺜَﺎ ِﻟﻬَﺎ ﻻَ ﺃَﻗُﻮ ُﻝ ﺍﻟﻢ َﺣﺮْ ﻑٌ َﻭﻟَ ِﻜ ْﻦ ﺃَ ِﻟﻒٌ َﺣﺮْ ﻑٌ َﻭﻻَ ٌﻡ َﺣﺮْ ﻑٌ َﻭ ِﻣﻴ ٌﻢ َﺣﺮْ ﻑ‬
ِ ‫َﻣ ْﻦ ﻗَ َﺮﺃَ َﺣﺮْ ﻓًﺎ ِﻣ ْﻦ ِﻛﺘَﺎ‬
Barangsiapa yang membaca satu huruf dari al-Qur’an maka baginya satu kebaikan dan setiap
kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan ‫ ﺍﻟــﻢ‬ialah satu huruf,
akan tetapi ‫ ﺍ‬satu huruf, ‫ ﻝ‬satu huruf dan ‫ ﻡ‬satu huruf. [HR. Bukhari].
Banyak hadits shahih yang menjelaskan tentang keutamaan membaca surat-surat dari al-Qur’an.
Berikut ini kami paparkan sebagian keistimewaan-keistimewaan al-Qur’an al-Karim: [2]
1. Tidak sah shalat seseorang kecuali dengan membaca sebagian ayat al-Qur’an (yaitu surat Al-
Fatihah-Red) berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
ِ ‫ﺻﻼَﺓَ ﻟِ َﻤ ْﻦ ﻟَ ْﻢ ﻳَ ْﻘ َﺮ ْﺃ ﺑِﻔَﺎﺗِ َﺤ ِﺔ ْﺍﻟ ِﻜﺘَﺎ‬
‫ﺏ‬ َ َ‫ﻻ‬
“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca surat al-Fatihah”. [HR. Bukhari-Muslim]
2. Al-Qur’an terpelihara dari tahrif (perubahan) dan tabdil (penggantian) sesuai dengan firman
Allah Azza wa Jalla :
َ‫ِﺇﻧَّﺎ ﻧَﺤْ ﻦُ ﻧَ َّﺰ ْﻟﻨَﺎ ﺍﻟ ِّﺬ ْﻛ َﺮ َﻭﺇِﻧَّﺎ ﻟَﻪُ ﻟَ َﺤﺎﻓِﻈُﻮﻥ‬
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya”. [al-Hijr:9]
Adapun kitab-kitab samawi lainnya seperti Taurat dan Injil telah banyak dirubah oleh pemeluknya.
3. Al-Qur’an terjaga dari pertentangan/kontrakdiksi (apa yang ada di dalamnya) sesuai dengan
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
ْ ‫ﺃَﻓَﻼَ ﻳَﺘَ َﺪﺑَّﺮُﻭﻥَ ْﺍﻟﻘُﺮْ ﺀَﺍﻥَ َﻭﻟَﻮْ َﻛﺎﻥَ ِﻣ ْﻦ ِﻋﻨ ِﺪ َﻏﻴ ِْﺮ ﻪﻠﻟﺍِ ﻟَ َﻮ َﺟﺪُﻭﺍ ِﻓﻴ ِﻪ‬
‫ﺍﺧﺘِﻼَﻓﺎ ً َﻛﺜِﻴﺮً ﺍ‬
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran? Kalau kiranya Alquran itu bukan dari sisi
Allah, tentulah mereka mendapatkan pertentangan yang banyak di dalamnya”. [an-Nisa’: 82]
4. Al-Qur’an mudah untuk dihafal berdasarkan firman Allah:
‫َﻭﻟَﻘَ ْﺪ ﻳَﺴَّﺮْ ﻧَﺎ ْﺍﻟﻘُﺮْ ﺀَﺍﻥَ ﻟِﻠ ِّﺬ ْﻛ ِﺮ‬
“Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan al-Qur’an untuk pelajaran”. [al-Qamar: 32]
5. Al-Qur’an merupakan mu’jizat dan tidak seorangpun mampu untuk mendatangkan yang
semisalnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menantang orang Arab (kafir Quraisy) untuk
mendatangkan semisalnya, maka mereka menyerah (tidak mampu). Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
َ ‫ﺃَ ْﻡ ﻳَﻘُﻮﻟُﻮﻥَ ﺍ ْﻓﺘ ََﺮﺍﻩُ ﻗُﻞْ ﻓَﺄْﺗُﻮﺍ ﺑِﺴ‬
‫ُﻮﺭ ٍﺓ ِّﻣ ْﺜﻠِ ِﻪ‬
“Atau (patutkah) mereka mengatakan: “Muhammad membuat-buatnya”. Katakanlah:
“(Kalau benar yang kamu katakan itu), maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya …
“. [Yunus: 38]
6. Al-Qur’an mendatangkan ketenangan dan rahmat bagi siapa saja yang membacanya,
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
‫ﺖ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻬ ُﻢ ﺍﻟ َّﺴ ِﻜﻴﻨَﺔُ َﻭﻏ َِﺸﻴَ ْﺘﻬُ ُﻢ ﺍﻟﺮَّﺣْ َﻤﺔُ َﻭ َﺣﻔَّ ْﺘﻬُ ُﻢ ْﺍﻟ َﻤﻼَ ِﺋ َﻜﺔُ َﻭ َﺫﻛ ََﺮﻫُ ُﻢ‬ َ ‫َﺎﺏ ﻪَّﻠﻟﺍ ِ َﻭﻳَﺘَﺪ‬
ْ َ‫َﺍﺭﺳُﻮﻧَﻪُ ﺑَ ْﻴﻨَﻬُ ْﻢ ﺇِﺎَّﻟ ﻧَﺰَ ﻟ‬ َ ‫ﺕ ﻪَّﻠﻟﺍ ِ ﻳَ ْﺘﻠُﻮﻥَ ِﻛﺘ‬ ٍ ‫َﻣﺎ ﺍﺟْ ﺘَ َﻤ َﻊ ﻗَﻮْ ٌﻡ ِﻓﻲ ﺑَ ْﻴ‬
ِ ‫ﺖ ِﻣ ْﻦ ﺑُﻴُﻮ‬
ُ‫ﻪَّﻠﻟﺍ ُ ِﻓﻴ َﻤ ْﻦ ِﻋ ْﻨ َﺪﻩ‬
“Tidaklah berkumpul suatu kaum dalam suatu majlis kecuali turun pada mereka ketenangan dan
diliputi oleh rahmat dan dikerumuni oleh malaikat dan Allah akan menyebutkan mereka di
hadapan para malaikatnya”. [HR. Muslim].
7. Al-Qur’an hanya untuk orang yang hidup bukan orang yang mati berdasarkan firman Allah:
‫ﻟِّﻴُﻨ ِﺬ َﺭ َﻣﻦ َﻛﺎﻥَ َﺣﻴًّﺎ‬
“Supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya)”.
[Yaasiin: 70]
Dan firman Allah:
‫ﺎﻥ ﺇِﻻَّ َﻣﺎ َﺳ َﻌﻰ‬
ِ ‫ﻺﻧ َﺴ‬ َ ‫َﻭﺃَﻥ ﻟَّﻴ‬
ِ ‫ْﺲ ِﻟ‬
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”.
[an-Najm:39]
Imam Syafi’i mengeluarkan pendapat dari ayat ini bahwa pahala bacaan al-Qur’an tidak akan
sampai kepada orang-orang yang mati. Karena bacaan tersebut bukan amalan si mayit. Adapun
bacaan seorang anak untuk kedua orang tuanya, maka pahalanya bisa sampai kepadanya, karena
seorang anak merupakan hasil usaha orang tua, sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasulullah n
.
8. Al-Qur’an sebagai penawar (obat) hati dari penyakit syirik, nifak dan yang lainnya. Di dalam
al-Qur’an ada sebagian ayat-ayat dan surat-surat (yang berfungsi) untuk mengobati badan seperti
surat al-Fatihah, an-Naas dan al-Falaq serta yang lainnya tersebut di dalam sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
َ‫ُﻭﺭ َﻭﻫُﺪًﻯ َﻭ َﺭﺣْ َﻤﺔٌ ﻟِّ ْﻠ ُﻤ ْﺆ ِﻣﻨِﻴﻦ‬
ِ ‫ﻳَﺂﺃَﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﻗَ ْﺪ َﺟﺂﺀَ ْﺗ ُﻜﻢ َّﻣﻮْ ِﻋﻈَﺔٌ ِّﻣﻦ َّﺭﺑِّ ُﻜ ْﻢ َﻭ ِﺷﻔَﺂﺀٌ ﻟِّ َﻤﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺼُّ ﺪ‬
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Rabbmu dan penyembuh
bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman”. [Yunus :57]
Begitu pula dalam firmanNya:
َ‫َﺍﻥ َﻣﺎ ﻫ َُﻮ ِﺷﻔَﺂﺀٌ َﻭ َﺭﺣْ َﻤﺔٌ ﻟِّ ْﻠ ُﻤ ْﺆ ِﻣﻨِﻴﻦ‬
ِ ‫َﻭﻧُﻨ َِّﺰ ُﻝ ِﻣﻦَ ْﺍﻟﻘُﺮْ ﺀ‬
“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang
yang beriman”. (ِ Al-Israa’:82)
9. Al-Qur’an akan memintakan syafa’at (kepada Allah) bagi orang yang membacanya,
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
‫ﺍ ْﻗ َﺮﺀُﻭﺍ ْﺍﻟﻘُﺮْ ﺁﻥَ ﻓَﺈِﻧَّﻪُ ﻳَﺄْﺗِﻲ ﻳَﻮْ َﻡ ْﺍﻟﻘِﻴَﺎ َﻣ ِﺔ َﺷﻔِﻴﻌًﺎ ﺄِﻟ َﺻْ َﺤﺎ ِﺑ ِﻪ‬
“Bacalah al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan datang di hari kiamat memohonkan
syafa’at bagi orang yang membacanya (di dunia)”. [HR. Muslim].
10. Al-Qur’an sebagai hakim atas kitab-kitab sebelumnya, sebagaimana firman Allah Azza wa
Jalla :
ِ ‫ﺼ ِّﺪﻗًﺎ ﻟِّ َﻤﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﻳَ َﺪ ْﻳ ِﻪ ِﻣﻦَ ْﺍﻟ ِﻜﺘَﺎ‬
‫ﺏ َﻭ ُﻣﻬَ ْﻴ ِﻤﻨًﺎ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ‬ ِّ ‫َﺎﺏ ﺑِ ْﺎﻟ َﺤ‬
َ ‫ﻖ ُﻣ‬ َ ‫َﻭﺃَﻧﺰَ ْﻟﻨَﺂﺇِﻟَﻴْﻚَ ْﺍﻟ ِﻜﺘ‬
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Alquran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa
yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-
kitab yang lain itu”. [al-Maidah: 48]
Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata sesudah menyebutkan beberapa pendapat tentang tafsir ( ‫) ُﻣﻬَ ْﻴ ِﻤﻨًﺎ‬:
“Pendapat-pendapat ini mempunyai arti yang berdekatan (sama), karena istilah ( ‫) ُﻣﻬَ ْﻴ ِﻤﻨًﺎ‬
mencakup semuanya, yaitu sebagai penjaga, sebagai saksi, dan hakim terhadap kitab-kitab
sebelumnya. Al-Qur’an adalah kitab yang paling mencakup dan sempurna, yang diturunkan
sebagai penutup kitab-kitab sebelumnya, yang mencakup seluruh kebaikan (pada kitab-kitab)
sebelumnya. Dan ditambah dengan kesempurnaan-kesempurnaan yang tidak (ada dalam kitab)
yang lainnya. Oleh karena inilah Allah k menjadikannya sebagai saksi kebenaran serta hakim
untuk semua kitab sebelumnya, dan Allah menjamin untuk menjaganya. [Tafsir Ibnu Katsir juz 2
hal. 65]
11. Berita Al-Qur’an pasti benar dan hukumnya adil. Allah Azza wa Jalla berfirman:
ِ َ‫ﺖ َﻛﻠِ َﻤﺔُ َﺭﺑِّﻚ‬
‫ﺻ ْﺪﻗًﺎ َﻭ َﻋ ْﺪﻻً ﻻَ ُﻣﺒَﺪ َِّﻝ ﻟِ َﻜﻠِ َﻤﺎﺗِ ِﻪ‬ ْ ‫َﻭﺗَ َّﻤ‬
“Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (al-Qur’an), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak
ada yang dapat merobah-robah kalimat-kalimat-Nya” [al-An-‘aam: 115].
Qatadah rahimahullah berkata: “Setiap yang dikatakan al-Qur’an adalah benar dan setiap apa
yang dihukumi al-Qur’an adalah adil, (yaitu) benar dalam pengkhabaran dan adil dalam
perintahnya, maka setiap apa yang dikabarkan al-Qur’an adalah benar yang tidak ada
kebohongan dan keraguan di dalamnya, dan setiap yang diperintahkan al-Qur’an adalah adil
yang tidak ada keadilan sesudahnya, dan setiap apa yang dilarang al-Qur’an adalah bathil,
karena al-Qur’an tidak melarang (suatu perbuatan) kecuali di dalamnya terdapat kerusakan.
Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla :
َ ِ‫ﺕ َﻭﻳ َُﺤﺮِّ ُﻡ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻬ ُﻢ ْﺍﻟﺨَ ﺒَﺎﺋ‬
‫ﺚ‬ ِ ‫َﺮ َﻭﻳ ُِﺤﻞُّ ﻟَﻬُ ُﻢ ﺍﻟﻄَّﻴِّﺒَﺎ‬ ِ ‫ﻳَﺄْ ُﻣ ُﺮﻫُﻢ ﺑِ ْﺎﻟ َﻤ ْﻌﺮ‬
ِ ‫ُﻭﻑ َﻭﻳَ ْﻨﻬَﺎﻫُ ْﻢ ﻋ َِﻦ ْﺍﻟ ُﻤﻨﻜ‬
“Dia menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang
mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala
yang buruk” [al-A’raaf: 157] [Lihat tafsir Ibnu Katsir jilid 2 hal. 167]
12. Di dalam al-Qur’an terdapat kisah-kisah yang nyata, dan tidak (bersifat) khayalan, maka
kisah-kisah Nabi Musa bersama Fir’aun adalah merupakan kisah nyata. Firman Allah:
ِّ ‫ﻧَ ْﺘﻠُﻮﺍ َﻋﻠَﻴْﻚَ ِﻣﻦ ﻧَّﺒَﺈ ِ ُﻣﻮ َﺳﻰ َﻭﻓِﺮْ ﻋَﻮْ ﻥَ ِﺑ ْﺎﻟ َﺤ‬
‫ﻖ‬
“Kami membacakan kepadamu sebagian dari kisah Musa dan Fir’aun dengan benar”. [al-
Qashash: 3]
Begitu pula kisah As-Haabul Kahfi merupakan kisah nyata. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
ِّ ‫ﻧَﺤْ ﻦُ ﻧَﻘُﺺُّ َﻋﻠَﻴْﻚَ ﻧَﺒَﺄَﻫُﻢ ﺑِ ْﺎﻟ َﺤ‬
‫ﻖ‬
“Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya”. [Al-Kahfi: 13].
Dan semua apa yang dikisahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Qur’an adalah haq
(benar). Allah berfirman:
ُّ ‫ﺼﺺُ ْﺍﻟ َﺤ‬
‫ﻖ‬ َ َ‫ِﺇﻥَّ ﻫَ َﺬﺍ ﻟَﻬ َُﻮ ْﺍﻟﻘ‬
“Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar”. [ali-Imran: 62]
13. Al-Qur’an mengumpulkan antara kebutuhan dunia dan akhirat. Allah berfirman:
َ‫َﺼﻴﺒَﻚَ ِﻣﻦَ ﺍﻟ ُّﺪ ْﻧﻴَﺎ َﻭﺃَﺣْ ِﺴﻦ َﻛ َﻤﺂﺃَﺣْ ﺴَﻦَ ﻪﻠﻟﺍُ ﺇِﻟَﻴْﻚ‬ َ ‫َّﺍﺭ ْﺍﻷَ ِﺧ َﺮﺓَ ﻭﻻَﺗَ ْﻨ‬
ِ ‫ﺲﻧ‬ َ ‫َﻭﺍ ْﺑﺘ َِﻎ ﻓِﻴ َﻤﺂﺀَﺍﺗَﺎﻙَ ﻪﻠﻟﺍُ ﺍﻟﺪ‬
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah
(kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu”. [al-Qashash: 77]
14. Al-Qur’an memenuhi semua kebutuhan (hidup) manusia baik berupa aqidah, ibadah, hukum,
mu’amalah, akhlaq, politik, ekonomi dan. permasalahan-permasalahan kehidupan lainnya, yang
dibutuhkan oleh masyarakat. Allah berfirman:
ٍ‫َﻰﺀ‬
ْ ‫ﺏ ِﻣﻦ ﺷ‬ ْ ‫َّﻣﺎﻓَﺮ‬
ِ ‫َّﻃﻨَﺎ ﻓِﻲ ْﺍﻟ ِﻜﺘَﺎ‬
“Tiadalah Kami lupakan sesuatu apapun di dalam Al-Kitab”. [al-An’aam: 38]
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
َ‫َﻰﺀٍ َﻭﻫُﺪًﻯ َﻭ َﺭﺣْ َﻤﺔً َﻭﺑُ ْﺸ َﺮﻯ ِﻟ ْﻠ ُﻤ ْﺴ ِﻠ ِﻤﻴﻦ‬ َ ‫َﻭﻧَ َّﺰ ْﻟﻨَﺎ َﻋﻠَﻴْﻚَ ْﺍﻟ ِﻜﺘ‬
ْ ‫َﺎﺏ ِﺗ ْﺒﻴَﺎﻧًﺎ ﻟِّ ُﻜﻞِّ ﺷ‬
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang berserah diri”. [an-Nahl: 89]
ْ ‫ ) َّﻣﺎﻓَﺮ‬Tiadalah Kami
ِ ‫َّﻃﻨَﺎـ ﻓِﻲـ ْﺍﻟ ِﻜﺘَﺎ‬
Al-Qurthubi berkata dalam menafsirkan firman Allah ( ٍ‫ﺏـ ِﻣﻦـ ﺷ َْﻰﺀ‬
lupakan sesuatu apapun di dalam Al-Kitab (Al-An’aam: 38)
: “Yakni di dalam al-Lauh al-Mahfud. Karena sesungguhnya Allah l sudah menetapkan apa yang
akan terjadi, atau yang dimaksud yakni di dalam al-Qur’an yaitu Kami tidak meninggalkan
sesuatupun dari perkara-perkara agama kecuali Kami menunjukkannya di dalam al-Qur’an, baik
penjelasan yang sudah gamblang atau global yang penjelasannya bisa didapatkan dari Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam , atau dengan ijma’ ataupun qias berdasarkan nash al-Qur’an”.
[Juz 6 hal. 420].
Kemudian Al-Quthubi juga berkata: “Maka benarlah berita Allah, bahwa Dia tidak meninggalkan
perkara sedikitpun dalam al-Qur’an baik secara rinci ataupun berupa kaedah.
Ath-Thabari berkata dalam menafsirkan ayat ( ٍ‫َﺎﺏ ﺗِ ْﺒﻴَﺎﻧًﺎـ ﻟِّ ُﻜ ِّـﻞ ﺷ َْﻰﺀ‬ ‫ْﻚ ْﺍﻟ ِﻜﺘ َـ‬ ‫“ ) َﻭﻧَ َّﺰ ْﻟﻨَﺎـ َﻋﻠَﻴ َـ‬Dan Kami turunkan
kepadamu Al-Kitab (al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu. (An-Nahl: 89): “Al-
Qur’an ini telah turun kepadamu wahai Muhammad sebagai penjelasan apa yang dibutuhkan
manusia, seperti mengetahui halal dan haram dan pahala dan siksa. Dan sebagai petunjuk dari
kesesatan dan rahmat bagi yang membenarkannya dan mengamalkan apa yang ada di dalamnya,
berupa hukum Allah, perintahNya dan laranganNya, menghalalkan yang halal mengharamkan
yang haram. …Dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri …… beliau berkata :
“dan sebagai gambar gembira bagi siapa saja yang ta’at kepada Allah dan tunduk kepadaNya
dengan bertauhid dan patuh dengan keta’atan, maka Allah akan berikan kabar gembira
kepadanya berupa besarnya pahala di akhirat dan keutamaan yang besar. [Juz 14 hal. 161].
15. Al-Qur’an mempunyai pengaruh yang kuat terhadap jiwa manusia dan jin.
Adapun (pengaruh yang kuat terhadap) manusia maka banyak kaum musyrikin pada permulaan
Islam yang terpengaruh dengan al-Qur’an dan merekapun masuk Islam. Sedangkan di zaman
sekarang, saya pernah bertemu dengan pemuda Nasrani yang telah masuk Islam dan dia
menyebutkan kepadaku bahwa dia terpengaruh dengan al-Qur’an ketika ia mendengarkan dari
kaset. Adapun (pengaruh yang kuat terhadap) jin, maka sekelompok jin telah berkata:
ِ ُ‫ﻗُﻞْ ﺃ‬
‫} ﻳَ ْﻬ ِﺪﻱ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺮُّ ْﺷ ِﺪ ﻓَﺌَﺎ َﻣﻨَّﺎ ِﺑ ِﻪ َﻭﻟَﻦ ﻧُّ ْﺸ ِﺮﻙَ ِﺑ َﺮﺑِّﻨَﺂ ﺃَ َﺣﺪًﺍ‬1{ ‫ﻭﺣ َﻰ ﺇِﻟَ َّﻰ ﺃَﻧَّﻪُ ﺍ ْﺳﺘَ َﻤ َﻊ ﻧَﻔَ ٌﺮ ِّﻣﻦَ ْﺍﻟ ِﺠﻦِّ ﻓَﻘَﺎﻟُﻮﺍ ِﺇﻧَّﺎ َﺳ ِﻤ ْﻌﻨَﺎ ﻗُﺮْ ﺀَﺍﻧًﺎ ﻋ ََﺠﺒًﺎ‬
“Katakanlah (hai Muhammad0 :” Telah diwahyukan kepadaku bahwasanya : sekumpulan jin
telah mendengarkan (al-Qur’an) , lalu mereka berkata : Sesungguhnya kami telah mendengarkan
al-Qur’an yang menakjubkan (yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami
beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseoranpun dengan Rabb
kami”. [al-Jin : 1-2]
Adapun orang-orang musyrik, banyak diantara mereka yang terpengaruh dengan al-Qur’an
ketika mendengarnya. Sehingga Walid bin Mughirah berkata: “Demi Allah, ini bukanlah syair
dan bukan sihir serta bukan pula igauan orang gila, dan sesungguhnya ia adalah Kalamullah yang
memiliki kemanisan dan keindahan. Dan sesungguhya ia (al-Qur’an) sangat tinggi (agung) dan
tidak yang melebihinya. [Lihat Ibnu Katsir juz 4 hal 443].
16. Orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkan adalah orang yang paling baik. Berdasarkan
sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
ُ‫ﺧَ ْﻴ ُﺮ ُﻛ ْﻢ َﻣ ْﻦ ﺗَ َﻌﻠَّ َﻢ ْﺍﻟﻘُﺮْ ﺁﻥَ َﻭﻋَﻠَّ َﻤﻪ‬
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya.” [HR.
Bukhari]
17.
ِ ‫ﻕ ﻟَﻪُ ﺃَﺟْ َﺮ‬
‫ﺍﻥ‬ ٌّ ‫ﺁﻥ َﻣ َﻊ ﺍﻟ َّﺴﻔَ َﺮ ِﺓ ْﺍﻟ ِﻜ َﺮ ِﺍﻡ ْﺍﻟﺒَ َﺮ َﺭ ِﺓ َﻭﺍﻟَّ ِﺬﻱ ﻳَ ْﻘ َﺮﺃُ ْﺍﻟﻘُﺮْ ﺁﻥَ َﻭﻳَﺘَﺘَ ْﻌﺘَ ُﻊ ﻓِﻴ ِﻪ َﻭﻫ َُﻮ َﻋﻠَ ْﻴ ِﻪ ﺷَﺎ‬
ِ ْ‫ْﺍﻟ َﻤﺎ ِﻫ ُﺮ ِﺑ ْﺎﻟﻘُﺮ‬
“Orang yang mahir dengan al-Qur’an bersama malaikat yang mulia, sedang orang yang
membaca al-Qur’an dengan tertatih-tatih dan ia bersemangat (bersungguh-sungguh maka
baginya dua pahala” [HR. Bukhari-Muslim].
Arti As-Safarah = para malaikat.
18. Allah menjadikan al-Qur’an sebagai pemberi petunjuk dan pemberi kabar gembira. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
‫ﺕ ﺃَﻥَّ ﻟَﻬُ ْﻢ ﺃَﺟْ ﺮً ﺍ َﻛ ِﺒﻴﺮً ﺍ‬ِ ‫ِﺇﻥَّ ﻫَ َﺬﺍ ْﺍﻟﻘُﺮْ ﺀَﺍﻥَ ﻳَ ْﻬ ِﺪﻱ ِﻟﻠَّ ِﺘﻲ ِﻫ َﻲ ﺃَ ْﻗ َﻮ ُﻡ َﻭﻳُﺒَ ِّﺸ ُﺮ ْﺍﻟ ُﻤ ْﺆ ِﻣ ِﻨﻴﻦَ ﺍﻟَّ ِﺬﻳﻦَ ﻳَ ْﻌ َﻤﻠُﻮﻥَ ﺍﻟﺼَّﺎ ِﻟ َﺤﺎ‬
“Sesungguhnya al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan
memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi
mereka ada pahala yang besar”. [al-Isra: 9]
19. Al-Qur’an menenangkan hati dan memantapkan keyakinan. Orang-orang yang beriman
mengetahui bahwa al-Qur’an adalah tanda (mujizat) yang paling besar yang menenangkan hati
mereka dengan keyakinan yang mantap. Allah berfirman:
ُ‫َﻄ َﻤﺌِﻦُّ ْﺍﻟﻘُﻠُﻮﺏ‬ْ ‫َﻄ َﻤﺌِﻦُّ ﻗُﻠُﻮﺑُﻬُﻢ ﺑِ ِﺬ ْﻛ ِﺮ ﻪﻠﻟﺍِ ﺃَﻻَ ﺑِ ِﺬ ْﻛ ِﺮ ﻪﻠﻟﺍِ ﺗ‬ْ ‫ﺍﻟَّ ِﺬﻳﻦَ ﺀَﺍ َﻣﻨُﻮﺍ َﻭﺗ‬
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingati Allah hati menjadi tenteram”. [ar-Rad: 28].
Maka apabila seorang mukmin ditimpa kesedihan, gundah gulana, atau penyakit, maka hendaklah
ia mendengarkan al-Qur’an dari seorang Qari’ yang bagus suaranya, seperti al-Mansyawi dan
yang lainnya. Karena Rasulullah Shalalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫َﺣ ِّﺴﻨُﻮْ ﺍ ْﺍﻟﻘُﺮْ ﺁﻥَ ِﺑﺄَﺻْ َﻮﺍﺗِ ُﻜ ْﻢ ﻓَﺈِﻥَّ ﺍﻟﺼَّﻮْ ﺕَ ْﺍﻟ َﺤﺴَﻦَ ﻳَ ِﺰ ْﻳ ُﺪ ْﺍﻟﻘُﺮْ ﺁﻥَ َﺣ َﺴﻨًﺎ‬
“Baguskan (bacaan) al-Qur’an dengan suaramu maka sesungguhnya suara yang bagus akan
menambah keindahan suara al-Qur’an”. [Hadits Shahih, lihat Shahihul Jami’ karya Al-Albani
rahimahullah].
20. Kebanyakan surat-surat dalam al-Qur’an mengajak kepada tauhid, terutama tauhid uluhiyah
dalam beribadah, berdo’a, minta pertolongan.
Maka pertama kali dalam al-Qur’an yaitu surat al-Fatihah, engkau dapati firman Allah ( ‫َّﺎﻙ ﻧَ ْﻌﺒُ ُﺪ‬
‫ﺇِﻳ َـ‬
ُ‫“ ) َﻭﺇِﻳَّﺎﻙَـ ﻧَ ْﺴﺘ َِﻌﻴﻦ‬Kami tidak menyembah kecuali kepadaMu dan kami tidak minta pertolongan
kecuali kepadaMu”. Dan diakhir dari al-Qur’an yaitu surat al-Ikhlas, al-Falaq, an-Naas, engkau
jumpai tauhid nampak sekali dalam firmanNya:
( ‫) ﻗُﻞْ ﻫ َُﻮ ﻪَّﻠﻟﺍ ُ ﺃَ َﺣ ٌﺪ‬.
“Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa “. [al-Ikhlash:], dan:
(‫ﻖ‬ ِ َ‫) ﻗُﻞْ ﺃَﻋُﻮ ُﺫ ﺑِ َﺮﺏِّ ْﺍﻟﻔَﻠ‬
“Katakanlah “Aku berlindung kepada Rabb Yang Menguasai subuh”. [al-Falaq:1] dan:
ِ َّ‫ﻗُﻞْ ﺃَﻋُﻮ ُﺫ ﺑِ َﺮﺏِّ ﺍﻟﻨ‬
‫ﺎﺱ‬
“Katakanlah, “Aku berlindung kepada Rabb manusia”. [an-Naas:1].
Dan masih banyak ayat tauhid di dalam surat-surat al-Qur’an yang lain. Di dalam surat Jin
engkau baca firman Allah Azza wa Jalla :
ُ ‫ﻗُﻞْ ﺇِﻧَّ َﻤﺂ ﺃَ ْﺩﻋُﻮﺍ َﺭﺑِّﻲ َﻭﻵ ﺃُ ْﺷ ِﺮ‬
‫ﻙ ﺑِ ِﻪ ﺃَ َﺣﺪًﺍ‬
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku hanya menyembah Rabbmu dan aku tidak mempersekutukan
sesuatupun dengan-Nya”. [al-Jin: 20].
Juga di dalam surat yang sama Allah berfirman:
‫ﻪﻠﻟﺍ ﺃَ َﺣﺪًﺍ‬ ِ ‫َﻭﺃَﻥَّ ْﺍﻟ َﻤ َﺴ‬
ِ ‫ﺎﺟ َﺪ ﻪَّﻠِﻟ ِ ﻓَﻼَ ﺗَ ْﺪﻋُﻮﺍ َﻣ َﻊ‬
“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu
menyembah seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”. [al-Jin: 18].
21. Al-Qur’an merupakan sumber syari’at Islam yang pertama yang Allah turunkan kepada
Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan
kufur, syirik dan kebodohan menuju cahaya keimanan, tauhid dan ilmu. Allah berfirman:
‫ﻳﺰ ْﺍﻟ َﺤ ِﻤﻴ ِﺪ‬
ِ ‫ﺍﻁ ْﺍﻟ َﻌ ِﺰ‬ ِ ‫ﻮﺭ ﺑِﺈِ ْﺫ ِﻥ َﺭﺑِّ ِﻬ ْﻢ ﺇِﻟَﻰ‬
ِ ‫ﺻ َﺮ‬ ُّ َ‫ﺎﺱ ِﻣﻦ‬
ِ ‫ﺍﻟﻈﻠُ َﻤﺎ‬
ِ ُّ‫ﺕ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻨ‬ َ َّ‫ِﻛﺘَﺎﺏٌ ﺃَﻧﺰَ ْﻟﻨَﺎﻩُ ﺇِﻟَﻴْﻚَ ﻟِﺘُ ْﺨ ِﺮ َﺝ ﺍﻟﻨ‬
“Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan
manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Rabb mereka, (yaitu)
menuju jalan Rabb Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji”. [Ibrahim: 14].
22. Al-Qur’an memberitakan perkara-perkara ghaib yang akan terjadi, tidak bisa diketahui
kecuali dengan wahyu. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
‫َﺳﻴُﻬْﺰَ ُﻡ ْﺍﻟ َﺠ ْﻤ ُﻊ َﻭﻳ َُﻮﻟُّﻮﻥَ ﺍﻟ ُّﺪﺑ َُﺮ‬
“Golongan itu (yakni kafirin Quraisy) pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke
belakang”. [al-Qamar: 45].
Dan sungguh orang-orang musyrik telah kalah dalam perang Badar, mereka lari dari medan
peperangan. Al-Qur’an (juga) banyak memberitakan tentang perkara-perkara yang ghaib,
kemudian terjadi setelah itu.

4. Kitab Al Qur’an
Al Qur’an diwahyukan Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW pada abad ke 6 Masehi, di dua
kota. Yaitu kota Mekah dan Madinah (Arab Saudi). Al qur’an membahas tentang akidah, hukum-
hukum syariat dan muamalat. Sebagian isinya menghapus sebagian syariat yang tertera dalam
kitab-kitab terdahulu dan melengkapinya dengan hukum syariat yang sesuai dengan
perkembangan zaman.
Al qur’an merupakan kitab suci terlengkap dan abadi sepanjang masa, berlaku bagi seluruh umat
manusia sampai akhir zaman, serta pedoman dan petunjuk bagi manusia dalam menjalankan
kehidupan di dunia agar tercapai kebahagiaan di akhirat. Oleh karena itu, sebagai muslim kita
tidak perlu meragukannya sama sekali.
Al qur’an secara bahasa berarti bacaan atau yang dibaca. Sedangkan dalam istilah Al qur’an
berarti wahyu Allah yang di turunkan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui malaikan jibril
untuk di sampaikan kepada manusia sebagai pedoman hidup dan yang membacanya termasuk
ibadah.
Nama-nama lain dari Al qur’an :
1. Al kitab yang artinya tulisan.
2. Al furqon yang artinya pembeda.
3. Al huda yang artinya petunjuk.
4. Adz Dzikir yang artinya peringatan.
Firman Allah SWT :
“Kitab (Al qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.”
(QS Al baqarah :2)
Selain 4 kitab tersebut, Allah SWT juga telah menurunkan suhuf. Suhuf berasal dari kata
Shahifah , yang artinya lembaran wahyu Allah SWT. Suhuf yang di turunkan kepada nabi ada 100
suhuf.
Di antara nabi-nabi yang menerima suhuf adalah sebagai berikut..
1. Nabi Syis a.s menerima sebanyak 50 suhuf
2. Nabi Idris a.s menerima sebanyak 30 sehuf
3. Nabi Ibrahim a.s menerima sebanyak 10 suhuf
4. Nabi Musa a.s menerima sebanyak 10 suhuf
Dari para nabi yang menerima suhuf tersebut, nabi Musa a.s selain menerima suhuf juga
menerima kitab Taurat. Dan suhuf itu disatukan kedalam kitab Taurat.
Firman Allah SWT :
“Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam Kitab-Kitab yang dahulu, (yaitu) Kitab-Kitab
Ibrahim dan Musa.” (QS Al A’la : 18-19).
C. Al Qur’an sebagai Kitab Suci Umat Islam.
Al qur’an di turunkan Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikan Jibril itu
tidak sekaligus, melainkan berangsur-angsur yang waktu turunnya selama 22 tahun, 2 bulan, 22
hari. Terdiri dari 30 Juz, 114 Surah, 6.666 ayat, 74.437 kalimat, dan 325.345 huruf. Turunnya Al
qur’an disebut Nuzulul Qur’an. Wahyu pertama berupa surah Al Alaq ayat 1-5 di turunkan
pada malam tanggal 17 Ramadhan tahun 610 M di gua Hira ketika nabi Muhammad SAW sedang
berkhalwat (bersemedi). Pada saat itu pula nabi Muhammad SAW dinobatkan sebagai rasul atau
utusan Allah SWT untuk menyampaikan risalahnya kepada seluruh umat pada usia 40 tahun.
Sedangkan ayat yang terakhir turun adalah surah Al maidah ayat 3. Ayat tersebut turun pada
tanggal 9 Dzulhijah tahun ke 10 Hijriah di padang Arafah ketika beliau sedang menunaikan ibadah
haji wada (haji perpisahan), karena beberapa hari setelah menerima wahyu tersebut nabi
Muhammad SAW wafat.
Al qur’an sebagai kitab suci yang terakhir selalu dijaga kemurnian dan keasliannya oleh Allah
SWT sampai akhir zaman. Sebagaimana di jelaskan dalam firman Allah SWT berikut ini.
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al qur’an, dan Sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.” (QS Al Hijr : 9)
Dalam ayat lain juga di jelaskan bahwa Al qur’an terjamin kebenarannya dan dapat di
pertanggung jawabkan kemurniannya, terhindar dari unsure-unsur pemalsuan. Terkait dengan hal
itu, Allah SWT berfirman dalam Al qur’an surah Al isra berikut.
Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al
qur’an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia, Sekalipun
sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.”. (QS Al Israa’ : 88)
Dalam kehiduapan sehari-hari, banyak problema kehidupan yang tidak dapat di atasi oleh manusia
karena sikap mereka. Berbagai macam jenis penyakit timbul tanpa di ketahui cara pengobatannya,
terjadinya bencana tidak di sangka-sangka, terjadinya gejolak sosial, dan sebagainya. Semua itu
merupakan dampak sikap manusia yang meninggalkan Al qur’an.
Sebagai kitab suci umat muslim, Al qur’an memiliki beberapa keutamaan dan keistimewaan
disbanding kitab-kitab yang di turunkan sebelumnya. Keutamaan kitab suci Al qur’an tersebut
antara lain sebagai berikut.
1. Al qur’an memiliki isi kandungan yang paling lengkap dan sempurna, berlaku sepanjang
masa, berlaku untuk selurh umat manusia tanpa pembatas antara suku, bangsa, dan umat atau
kalangan tertentu. Kelengkapan dan kemurnian kitab suci Al qur’an mendapat jaminan dari
Allah SWT.
2. Al qur’an tidak akan pernah bisa dimasuki oleh ide-ide manusia yang ingin
menyimpangkannya karena Allah SWT sendiri yang menjaganya.
3. Al qur’an merupakan sumber ilmu pengetahuan. Hal ini terbukti dengan adanya penemuan
baru hasil reset ilmu pengetahuan modern yang membenarkan pernyataan-pernyataan dalam Al
qur’an, seperti penciptaan manusia dan alam semesta.
4. Al qur’an mengandung ilmu pengetahuan yang tinggi dan luas, sehingga setiap muslim yang
sungguh-sungguh mempelajari dan mengamalkan isinya akan di angkat oleh Allah derajatnya.
5. Al qur’an mengandung semua hokum yang sesuai dengan perkembangan zaman dan berlaku
sepanjang masa, seperti akidah, fikih, akhlak, muamalah (pergaulan), dan tarikh (sejarah).
Masih banyak keutamaan dan keistimewaan Al qur’an yang terus menerus di peroleh manusia
seiring dengan kemajuan Iptek saat ini. Oleh karena itu, sebagai kitab suci umat islam, kita harus
berusaha mempelajari mengkaji Al qur’an dengan sungguh-sungguh. Insya Allah akan diperoleh
berbagai keuntungan untuk hidup di dunia dan di akhirat. Karena dengan hanya membaca saja
sudah merupakan ibadah kepada Allah SWT. Jika kita dapat memahami dan mengamalkannya.
Dengan membaca, mempelajari, dan menggali isi kandungan ilmu pengetahuan yang ada dalam Al
qur’an, akan menghilangkan kegelisahan batin, bahkan penyakit jiwa yang erat kaitannya
dengan penyakit jasmani. Dengan demikian, selaku muslim haruslah menjadikan Al qur’an
sebagai petunjuk dan pedoman hidup ini, dan jangan berpedoman pada yang lainnya. Insya Allah
berbagai persoalan dapat teratasi dan mendapat ridho Allah SWT.
D. Fungsi Beriman kepada Kitab-Kitab Allah SWT.
Setiap kitab-kitab Allah SWT yang diturunkan kepada para nabi dan rasul adalah sebagai petunjuk
bagi umat manusia. Kita sebagai kaum muslim mengimani dan meyakini semua kitab yang telah
di turunkan Allah SWT. Sehingga dapat berfungsi dalam kehidupan kita sehari-hari, diantaranya
sebagai berikut.
1. Mempertebal keimanan kepada Allah SWT. Karena banyak hal-hal kehidupan manusia yang
tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan dan akal manusia, maka kitab-kitab Allah mampu
menjawab semua permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan manusia, baik yang tampak
maupun yang gaib.
2. Memperkuat keyakinan seseorang terhadap tugas Nabi Muhammad SAW karena dengan
meyakini semua kitab Allah SWT maka akan percaya terhadap kebenarana Al qur’an dan ajaran
yang di bawa oleh nabi Muhammad SAW.
3. Menambah ilmu pengetahuan. Karena dalam semua kitab Allah SWT, disamping berisi tentang
perintah dan larangan Allah SWT, juga menjelaskan tentang pokok-pokok ilmu pengetahuan untuk
mendorong manusia mengembangkan dan memperluas wawasan sesuai dengan perkembangan
zaman.
4. Menanamkan sikap toleransi terhadap pengikut agama lain. Karena dengan beriman kepada
kitab Allah, maka umat Islam akan selalu menghormati dan menghargai orang lain. Hal ini sesuai
dengan apa yang dijelaskan dalam Al qur’an dan hadist.
E. Sikap Mencintai Al Qur’an sebagai Kitab Allah SWT.
Apabila seorang muslim mencintai Al qur’an, maka tandanya ia senang membawanya, sering
membacanya, mempelajari, dan mengamalkan isinya, bahkan jika ada orang lain menghinanya, ia
siap membela demi kemuliaan Al qur’an.
Dari uraian diatas, maka dapat di simpulkan bahwa sikap mencintai Al qur’an adalah sebagai
berikut.
1. Seorang muslim yang baik adalah selalu berusaha untuk menghormati, memuliakan, dan
menjunjung kitab suci Al qur’an.
2. Senantiasa berusaha untuk membaca Al qur’an dalam segala kesempatan dikala suka maupun
duka.
3. Senantiasa berusaha untuk memahami arti dan isi kandungannya.
4. Senantiasa berusaha mengamalkan isi kandungan, melaksanakan perintah dan menjauhi
larangannya, serta menjadikannya pedoman hidup.
Akan tetapi, pada zaman sekarang ini tidak sedikit orang yang sudah meninggalkan Al qur’an.
Diantara tanda-tandanya adalah sebagai berikut.
1. Tidak menghormati dan menjungjung tinggi Al qur’an.
2. Meletakkan Al qur’an di tempat yang rendah di bandingkan buku-buku yang lain.
3. Tidak mengamalkan isi kandungan Al qur’an

Anda mungkin juga menyukai