Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMASI FISIKA
“Kelarutan dengan Pengaruh
Konstanta Dielektrik”

Disusun oleh:
Kelompok 4

Abdul Gani M (P17335118057) Rayhan Pelangi R P (P173351180


34)
Audry Putriani (P17335118072) Tita Alpira (P173351180
36)
Haura Fatona (P17335118008) Tsania Nurilsyam (P173351180
24
Moch Mulky (P17335118048)

Kelas : 1B
Dosen Pembimbing:
Hanifa Rahma, M. Si., Apt.

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN


PROGRAM STUDI D-III FARMASI
BANDUNG
2019

A. Judul Percobaan (Haura Fatona Chairunissa P17335118008)

Kelarutan dengan pengaruh konstanta dielektrik.

B. Hari, Tanggal Praktikum (Audry Putriani P17335118072)

Hari : Senin
Tanggal : 11 Februari 2019

C. Tujuan Praktikum (Abdul Gani M P17335118057)


1. Menentukan kelarutan suatu zat secara kuantitatif
2. Menjelaskan pengaruh konstanta dielektrik terhadap kelarutan suatu zat
D. Dasar Teori (Rayhan Pelangi R P17335118034)

Kelarutan adalah zat dalam bagian tertentu pelarut, kecuali dinyatakan lain
menunjukkan bahwa bobot zat padat atau satu bagian volume zat cair larut dalam bagian
volume tertentu pelarut (Departemen Kesehatan RI, 2014).

Kelarutan juga didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut
dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu. Kelarutan suatu senyawa tergantung pada
sifat fisika kimia zat pelarut dan terlarut, temperatur, pH larutan, tekanan untuk jumlah
yang lebih kecil tergantung pada hal terbaginya zat terlarut. Bila suatu pelarut pada
temperatur tertentu melarutkan semua zat terlarut sampai batas daya melarutkannya
larutan ini disebut larutan jenuh (Martin, 2011).

Beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan adalah sebagai berikut.

1. pH
2. Suhu
3. Jenis pelarut
4. Bentuk dan ukuran partikel zat
5. Konstanta dielektrik pelarut
6. Adanya zat-zat lain seperti surfaktan, pembentuk kompleks, ion sejenis

Konstanta Dielektrik adalah ukuran kemampuan untuk mmenahan pemisahan muatan


jika perbandingan kapasitans berdekatan, tahanan terhadap pemisahan muatan lebih
besar. Kemampuan molekul untuk memisahkan muatan juga meningkat.
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut polar terdiri dari
mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat non polar sukar
larut dalam air, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan dielektrik ini menurut Moore
dapat diatur dengan penambahan pelarut lain. Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut
merupakan hasil penjumlahan dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah
dikalikan dengan % volume masing-masing komponen pelarut.

Adakalanya suatu zat lebih mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut
tunggal. Fenomena ini dikenal dengan istilah pelarut campur dan pelarut yang mana
dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat disebut pelarut campur.
Etanol, gliserin, dan propilen glikol adalah pelarut campur yang umum digunakan dalam
bidang farmasi untuk pembuatan eliksir (Sukarjo, 2013).

Kosolven dipakai untuk melarutkan substansi obat apabila kelarutanya dalam air tidak
cukup memenuhi dalam kebutuhan yang diinginkan. Kosolven bekerja meningkatkan
kelarutan bahan obat dengan cara mempengaruhi terbentuknya ikatan hidrogen dan gaya
van der waals. Pelarut yang biasa digunakan sebagai kosolven adalah Propilen Glikol,
Alkohol, PEG 400 dan 600, Gliserin, Etil Oleat, dan Benzil Benzoat (Martin, 2011).

Kosolven seperti Etanol, Propilen Glikol, Polietilen Glikol dan Glikofural telah rutin
digunakan sebagai zat untuk meningkatkan kelarutan obat dalam larutan pembawa berair.
Pada beberapa kasus, penggunaan kosolven yang tepat dapat meningkatkan kelarutan
obat hingga beberapa kali lipat, namun bisa juga peningkatan kelarutannya sangat kecil,
bahkan dalam beberapa kasus penggunaan kosolven dapat menurunkan kelarutan solut
dalam larutan berair (Martin, 2011).

Efek peningkatan kelarutan terutama disebabkan oleh polaritas obat terhadap solven
(air) dan kosolven. Pemilihan sistem kosolven yang tepat dapat menjamin kelarutan
semua komponen dalam formulasi dan meminimalkan resiko pengendapan karena
pendinginan atau pengenceran oleh cairan darah. Akibatnya, hal ini akan mengurangi
iritasi jaringan pada tempat admstrasi obat (Martin, 2011).
E. Alat Dan Bahan (Tita Alpira P17335118036)

Alat Bahan
1. Batang pengaduk 1. Aquadest
2. Kaca arloji 2. Asam Benzoat
3. Timbangan analitik 3. Fenolftalein
4. Gelas ukur 4. NaOH
5. Gelas kimia 5. Kertas saring
6. Buret 6. Gliserin
7. Corong 7. Etanol
8. Erlenmeyer
9. Mixer

F. Prosedur Kerja (Tsania Nurilsyam P17335118024)


1. Larutan dibuat dengan komposisi sebagai berikut dalam gelas kimia.

Bahan W1 W2 W3 W4 W5
Air (mL) 12 12 12 12 12
Etanol (mL) 0 2 4 6 8
Gliserin (mL) 8 6 4 2 0

2. Larutan tersebut diaduk sampai homogen. Masing-masing gelas kimia diberi label.
3. Asam Benzoat ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam masing-masing larutan
hingga diperoleh larutan yang jenuh.
4. Larutan dikocok dengan batang pengaduk selama beberapa menit. Jika terdapat
endapan yang larut selama pengocokan, Asam Benzoat ditambahkan lagi sampai
diperoleh larutan yang jenuh kembali.
5. Larutan disaring menggunakan corong dan kertas saring.
6. Kadar Asam Benzoat yang terlarut dalam masing-masing larutan ditentukan dengan
cara titrasi sebagai berikut. 5 mL larutan zat dipipet, ditambahkan 3 tetes indikator
fenolftalein kedalamnya lalu dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai timbul warna
merah muda. Penetapan dilakukan 3 kali (triplo).
7. Dibuat kurva antara kelarutan Asam Benzoat dengan nilai konstanta dielektrik bahan
pelarut campur yang digunakan.
G. Data Hasil Pengamatan (Moch Mulky P17335118048)
a. Standarisasi NaOH 0,1 N dengan Asam Oksalat

Larutan V1 V2 V3 Vrata-rata
Asam Oksalat 5,60 mL 5,60 mL 5,60 mL 5,60 mL

5,60+5,60+5,60
V rata-rata= = 5,60 mL
3

gr 1000
Berat NaOH: N = ×
BE V

gr 1000
0,1 = × = 2g
40 500

gr 1000
Berat Asam Oksalat : N = ×
BE V

gr 1000
0,1 N = × = 0,63
63 100

V Asam Oksalat × N Asam Oksalat = V NaOH × N NaOH

5 mL × 0,1 = 6 mL × N NaOH

0,0833 = N NaOH

b. Perhitungan Konstanta Dielektrik

Wadah Konstanta Dielektrik Larutan

W1 (1220 ×100%×78,5) +(020 ×100%×24,3) +(820 ×100%×40,1) = 63,14


100
12 2 6
W2 (20
×100%×78,5 +
20 )(
×100%×24,3 +
20
×100%×40,1)(
= 61,56
)
100
12 4 4
W3 (20
×100%×78,5 +
20 )(
×100%×24,3 +
20
×100%×40,1)(
= 59,98
)
100
12 6 2
W4 (20
×100%×78,5 +
20 )(
×100%×24,3 +
20
×100%×40,1)(
= 58,40
)
100
W5 (1220 ×100%×78,5) +(820 ×100%×24,3) +(020 ×100%×40,1) = 56,82
100

c. Hasil Titrasi Asam Benzoat


Wadah Vrata-rata Perhitungan Kadar Asam Benzoat
1,40 mL×0,0892 ×122,12× 100 %
W1 1,40 mL =0,3050% ×4=1,220 %
5 mL × 1000
0,76 mL×0,0892 ×122,12 ×100 %
W2 0,7666 mL =0,1670 % × 4=0,6680 %
5 mL × 1000
1,60 mL×0,0892 ×122,12× 100 %
W3 1,60 mL =0,3485% ×4=1,3940 %
5 mL × 1000
0,73 mL×0,0892 ×122,12 ×100 %
W4 0,7333 mL =0,15975 % × 4=0,6390 %
5 mL × 1000
1,80 mL×0,0892 ×122,12× 100 %
W5 1,80 mL =0,39215% ×4=1,5686 %
5 mL × 1000

Kurva Antara Kelarutan Asam Benzoat Dengan Konstanta Dielektrik


Pelarut Campur
1.80%
1.60%
Konsentrasi Asam Benzoat (%)

1.40%
1.20%
1.00%
0.80%
0.60%
0.40%
0.20%
0.00%
W1 W2 W3 W4 W5
Konstanta Dielektrik

H. Pembahasan (Audry Putriani P17335118072)

Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan mengenai pengaruh konstanta dielektrik
terhadap kelarutan Asam Benzoat. Asam Benzoat dilarutkan kedalam suatu larutan yang
terdiri dari air, etanol, dan gliserin sebagai pelarut campuran dengan konsentrasi yang
berbeda. Pemakaian pelarut campuran digunakan agar konstanta dielektrik pelarut dapat
mendekati konstanta dielektrik zat terlarut sehingga dapat menurunkan kelarutan. Nilai
konstanta dielektrik dapat ditentukan dengan cara menjumlahkan konstanta dielektrik zat
pelarut sesudah dikalikan dengan persen volume pelarut (Martin, 2011).

Untuk mengetahui kadar Asam Benzoat dilakukan dengan titrasi dengan NaOH 0,1N
yang telah distandarisasi. NaOH distandarisasi karena merupakan larutan sekunder,
sehingga distandarisasi dengan Asam Oksalat yang merupakan larutan primer. Titrasi ini
menggunakan indikator Fenolftalein yang berfungsi untuk menemukan titik akhir titrasi
dan titik equivalen titrasi. Titik akhir titrasi terjadi ketika analit berubah warna dan titik
equivalen titrasi terjadi ketika larutan titran dan analit tercampur dengan sempurna.

Larutan Asam Benzoat dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N yang telah distandarisasi.
Tiap sampel titrasi hanya dilakukan satu kali percobaan, karena terjadi kesalahan
praktikan pada saat percobaan pertama. Sehingga sampel dibuat ulang dengan
menggunkaan mixer sebagai pangaduk selama 15 menit. Pengulangan dilakukan
terhadap sampel W1, W3 dan W5. Hasil dari percobaan pada sampel yang telah dibuat
ulang menunjukan kenaikan pada tiap sampel yang memiliki konstanta dielektrik yang
lebih tinggi. Hal tersebut dapat dilihat pada kurva, semakin tinggi nilai konstanta
dielektrik pelarut campur maka Asam Benzoat semakin mudah larut (Martin, 2011).

I. Kesimpulan (Tita Alpira P17335118036)

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Jika nilai konstanta dielektrik pelarut campur mendekati nilai konstanta


dielektrik zat terlarut, maka suatu zat akan semakin mudah larut.
2. Kestabilan pengadukan pada saat pengadukan berpengaruh pada hasil akkhir
percobaan.
Daftar Pustaka (Abdul Gani P17335118057)

Depkes RI.2014. Farmakope Indonesia. Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik


Indonesia.

Martin, Alfred, dkk..2011. Farmasi FIsika. Edisi Ketiga. Jakarta: UI-PRESS.

Sukarjo. 2013. Kimia Fisika. Cetakan 4. Jakarta: Rineka Cipta.


LAMPIRAN (Haura Fatona Chairunissa P17335118008)

Hasil titrasi W1 Hasil titrasi W2

Hasil titrasi W3 Hasil titrasi W4

Hasil titrasi W5

Anda mungkin juga menyukai