Anda di halaman 1dari 2

5.

Interaksi Obat TB( Rifampisin ) terhadap efektivitas Pil KB KOmbinasi


Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat (index drug) berubah akibat adanya obat lain
(precipitant drug), makanan, atau minuman Interaksi obat dapat menghasilkan efek yang
memang dikehendaki (Desirable Drug Interaction), atau efek yang tidak dikehendaki
(Undesirable/Adverse Drug Interactions = ADIS) yang lazimnya menyebabkan efek samping
obat dan/atau toksisitas karena rocningkatnya kadar obat di dalam plasma, atau sebaliknya
menurunnya kadar obat dalam plasma yang menyebabkan hasil terapi menjadi tidak optimal
Kebanyakan pil KB adalah ‘pil kombinasi’ yang mengandung kombinasi dari hormon estrogen
dan progesteron untuk mencegah terjadinya ovulasi(salah satunya kombinasi antara
etinilestradiol dan linestreol), yaitu proses terjadinya pelepasan sel telur selama siklus bulanan.
Seorang wanita tidak dapat hamil jika ia tidak berovulasi karena tidak ada sel telur yang dapat
dibuahi.Pil KB ini juga berfungsi dengan menebalkan lendir dan sekitar serviks, yang semakin
mempersulit sperma untuk memasuki uterus dan mencapai sel telur yang sudah dilepas. Hormon
di dalam pil ini terkadang juga dapat berdampak pada uterus, mempersulit sel telur untuk
menempel pada dinding uterus.
Sementara, antibiotik mengubah flora usus dan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk
memetabolisme hormon. Bahan pil KB yang paling aktif dapat keluar dari tubuh saat buang air
besar, dan kehamilan bisa terjadi. Antibiotik bisa mengubah flora usus dan mengurangi daya
cerna hormon. Banyak dari mereka adalah induser enzim yang menyebabkan peningkatan
jumlah. Semakin banyak enzim yang merusak efek kontrasepsi, semakin cepat aktivitasnya
dalam darah menurun.
Rifampisin disini bekerja sebagai inductor, yaitu suatu zat yang menginduksi enzim pemetabolis
(CYP) akan meningkatkan sintesis enzim tersebut. Interaksi induktor CYP dengan
substratnya(etinilestradiol dan linestreol) menyebabkan laju kecepatan metabolisme obat
(substrat) meningkat sehingga kadarnya menurun dan efikasi obat akan menurun stau sebaliknya,
induksi CYP menyebabkan meningkasya pembentukan metabolit yang bersifat reaktif sehingga
memungkinkan timbulnya risiko toksik. Seorang pasien TB sebaiknya menggunakan kontrasepsi
non-hormonal atau kontrasepsi yang mengandung estrogen dosis tinggi(50mcg).
7. Mekanisme kerja Cetirizin dalam meredakan reaksi alergi.
Cetirizin merupakan obat antihistamin golongan piperazin yang memiliki long acting >10jam.
Cetirizine merupakan antihistamin selektif sebagai antagonis reseptor H1 periferal dengan efek
sedative yang rendah. Cetirizine juga bekerja dengan menghalangi peningkatan permeabilitas
kapiler, dan edema yang disebabkan oleh pelepasan histamin. Selain itu, kerja obat yang
menekan aksi histamin pada saraf akhir, akan mengurangi rasa gatal dan kemerahan pada kulit
akibat reaksi alergi. Kompetisi obat dengan histamin yang melepaskan sitokin
dan eicosanoids yang bersifat inflamasi, pada reseptor-reseptor H1 di sel-sel efektor akan
menurunkan reaksi inflamasi tersebut.
Farmakokinetik Cetirizin
A : Cetirizine diabsorpsi cepat setelah konsumsi per oral. Bioavailabilitas obat >70%.
Konsentrasi puncak tercapai dalam waktu sekitar satu jam, dan masa kerja obat sekitar 12‒24
jam. Konsumsi obat bersama makanan, dapat memperlambat waktu pencapaian konsentrasi
puncak obat dalam plasma darah

D : Sekitar 93% cetirizine dalam plasma darah terikat protein. Distribusi obat terbatas
hingga pada lokasi ekstraseluler dimana terdapat reseptor H1, dan pada sel-sel yang bersifat
inflamasi seperti mastosit, basofil, eosinofil, dan limfosit.
Sebagai antihistamin generasi kedua, hanya terdapat sedikit konsentrasi obat cetirizine yang
mampu melewati sawar otak. Hal ini menyebabkan efek sedasi yang minimal dibandingkan
antihistamin generasi pertama seperti diphenhydramine. Walau demikian, efek sedasi cetirizine
merupakan yang terkuat dibandingkan obat antihistamin generasi kedua lainnya.

M : Sebagian kecil obat cetirizine dimetabolisme di hati, terutama oleh enzim CYP3A4, dan
obat mengikuti siklus enterohepatik. Selain itu, cetirizine juga dimetabolisme secara terbatas
oleh oxidative O-dealkylation menjadi suatu metabolit yang aktivitas antihistaminnya dapat
diabaikan.

E : Waktu paruh eliminasi obat adalah sekitar 8,3 jam. Ekskresi cetirizine, sebagian besar
sekitar 70% dikeluarkan melalui urine, dimana sekitar separuhnya sebagai obat dalam bentuk
tidak berubah. Sebagian kecil obat, yaitu sekitar 10% dibuang ke feses.

Anda mungkin juga menyukai