Anda di halaman 1dari 4

Nama : Jasmine Zahra Farhah

NIM : 4520023002

“Realita Darurat Kekerasan Seksual“

Kasus kekerasan dan pelecehan terhadap perempuan merupakan isu yang tabu terjadi di
masa sekarang ini. Sejak 1993, PBB telah mendefinisikan kekerasan terhadap perempuan
sebagai "tindakan kekerasan berbasis gender yang menghasilkan, atau kemungkinan
mengakibatkan, kerusakan fisik, seksual atau psikologis atau penderitaan bagi perempuan”
(Doğantekin, 2019). Menurut WHO kekerasan adalah penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan,
ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat
yang mengakibatkan memar, trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan
atau perampasan hak. Menurut Rika Rosvianti (2008), kekerasan seksual adalah setiap Tindakan
baik berupa ucapan maupun perbuatan yang dilakukan seseorang untuk menguasai atau
memanipulasi orang lain serta membuatnya terlibat dalam aktivitas seksual yang tidak. Saya
memilih untuk membahas topik ini, karna menurut saya kasus kekerasan seksual telah menjadi
isu yang sampai saat ini belum menemukan “titik” solusinya dan sangat jelas isu ini telah
melanggar hak dan kebebasan hidup korban, terutama pada wanita. Isu ini harus selalu diangkat,
karna sebagai perempuan saya tidak akan lengah dalam memperjuangkan hak-hak saya dan
perempuan lain.
Kasus kekerasan seksual di dunia sangat marak terjadi akhir-akhir ini bagaikan
fenomena gunung es. Di negara-negara besar seperti di Amerika Serikat, sekitar 80.600 tahanan,
18.900 personel militer, 60.000 anak-anak, dan 321.500 warga sipil menderita kekerasan seksual
atau perkosaan di AS setiap tahun. Tak hanya di AS dan Eropa, kekerasan seksual juga sangat
gencar terjadi Indonesia. Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mencatat setidaknya ada
46.698 kasus kekerasan seksual yang terjadi terhadap perempuan baik dalam ranah personal
ataupun publik sepanjang 2011 hingga 2019 dan mulai dari anak-anak hingga dewasa. Bahkan
menurut Komnas Perempuan, setiap dua jam sekali setidaknya ada tiga perempuan di Indonesia
yang mengalami kekerasan seksual terutama pada saat pandemi, kasus kekerasan seksual
meningkat dengan sangat drastis. Saya sendiri sangat menyayangkan hal ini karena selain
menyebabkan tingginya jumlah pernikahan dini, kekerasan seksual juga menimbulkan rasa takut
dan trauma pada perempuan dan korban.
Salah satu bentuk kekerasan seksual yang terjadi adalah pelecehan seksual. Pelecehan
seksual sendiri terbagi atas dua , pelecehan verbal dan non-verbal. Bentuk pelecehan seksual
yang terjadi lewat sentuhan, rabaan dan kontak fisik lainnya tergolong dalam pelecehan seksual
nonverbal. Sedangkan pelecehan yang berbentuk kata-kata termasuk dalam pelecehan seksual
verbal, dan salah satu bentuk pelecehan verbal yang paling sering kita temui dikehidupan sehari-
hari adalah catcalling dan KGBO (Kekerasan Gender Berbasis Online) . Mirisnya, di masa
sekarang ini masyarakat menganggap hal tersebut merupakan hal yang lumrah dilakukan. Ada
banyak ujaran dan candaan di berbagai platform social media yang merendahkan derajat
perempuan dan melecehkan perempuan. Bahkan kejadian catcalling di tempat umum dapat kita
temukan dengan sangat mudah , video-video serta candaan pelecehan perempuan dianggap
humor yang lucu dan menghibur. Sungguh ironis, bukan? Perempuan yang memiliki derajat yang
mulia dan tinggi dengan mudahnya dijadikan objek bercandaan dengan konteks pelecehan.
Komnas Perempuan mengatakan terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya
kekerasan seksual , seperti kekerketimpangan relasi kuasa, kuatnya budaya patriarki, pembiaran
atau pemakluman oleh masyarakat, dan penegakkan hukum yang lemah. Selain itu, pengaruh
budaya luar serta kurangnya sex education juga menjadi salah satu pemicu kekerasan seksual.
Kuatnya budaya patriari kerap membuat masyarakat menyalahkan korban terutama jika
korbannya adalah perempuan. Dalam budaya patriarki, terjadi subordinasi dan kesenjangan
kekuasaan antara laki-laki dan perempuan serta dominasi (Witriyah,2016). Laki-laki diajarkan
dengan ego maskulinitas sementara femininitas diabaikan dan di anggap sebagai sifat yang nista.
Kekerasan terhadap perempuan sangat sering terjadi sebab perempuan dengan tubuhnya yang
khas dipahami sebagai makhluk sekunder, objek, dapat diperlakukan seenakknya dan dapat
menjadi hak milik. Korban perempuan selalu dianggap sebagai pihak yang bersalah, mulai dari
faktor pakaian,faktor sikap,dll. Padahal, korban tetaplah korban. Pakaian dan perilaku tidak akan
menjamin seseorang terbebas dari kekerasan seksual , bahkan yang menggunakan pakaian sangat
tertutup sekalipun ada yang menjadi korban kekerasan seksual.
Korban kekerasan seksual seringkali mendapatkan stigma negative dari masyarakat dan
stigma itulah yang kerap kali membuat korban kekerasan seksual menjadi takut untuk speak up
dan melapor. Selain tekanan yang dirasakan, korban juga akan merasakan trauma
berkepanjangan yang akan berpengaruh terhadap kondisi mental health korban bahkan sampai
ada yang merenggang nyawa.
Meskipun Negara sudah menyatakan kondisi darurat kekerasan seksual 5 tahun lalu,
namun nyatanya jumlah kasus kekerasan seksual masih meningkat setiap tahunnya. Hingga saat
ini belum adanya kebijakan yang mengakomodir hak-hak korban secara komprehensif. RUU
PKS yang telah diusulkan dari 2012, namun hingga saat ini pembahasannya selalu saja tertunda
dan tidak menemukan titik terang. Padahal isi dari RUU PKS menjamin tiap hak untuk korban
serta hukuman yang memberatkan untuk pelaku tapi selalu saja ditunda pengesahannya dengan
alasan “terlalu rumit”. Hingga saat ini korban-korban kekerasan seksual masih saja menutup
mulut, sedangkan para predator masih berkeliaran tanpa hukum yang mengikat perilakunya.
Sebagai seorang perempuan, saya merasa sangat miris dengan realita di masa sekarang
ini. Hal ini akan sangat berdampak pada perempuan di generasi-generasi selanjutnya. Perempuan
dan korban berhak untuk mendapatkan keadilan bagi mereka serta hak asasi mereka. Tidak
sepantasnya kodrat perempuan yang mulia harus ternodai oleh perilaku orang yang tidak
bertanggung jawab. Bagaimana nasib anak cucu kita nanti? Apakah perempuan akan terus
mengalami penindasan seperti ini tanpa ada hukum yang melindunginya?
Tahun ini, RUU PKS resmi dimasukkan kembali pada PROLEGNAS 2021. Besar
harapan saya agar pemerintah dan masyarakat untuk lebih sadar dan “melek” terhadap kasus
kekerasan seksual. Semoga pemerintah dapat segera memberikan hukum yang melindungi para
korban kekerasan seksual. Sex education juga harus mulai diajarkan sejak dini untuk mencegah
hal-hal yang tidak diharapkan. Saya selalu berharap agar semua perjuangan perempuan diluar
sana untuk memperjuangkan haknya tidak akan sia-sia . Saya pernah mendengar slogan “jaga
anak perempuanmu”, tapi menurut saya “edukasi anak laki-lakimu” tak kalah pentingnya. Setiap
orang harus di edukasi tentang bahaya dari kasus pelecehan seksual. Budaya patriarki harus
dihapuskan, karna laki-laki dan perempuan memiliki hak kehidupan yang sama dan tidak boleh
ada sedikit celah pun untuk merendahkan harga diri perempuan.
Daftar Pustaka

Arela, G. (2020, Februari 29). Pengertian Pelecehan Seksual. Retrieved from


wolipop.detik.com: wolipop.detik.com/love/d-4919825/pengertian-pelecehan-seksual
Doğantekin, V. (2019, February 24). Kekerasan Seksual di AS dan Eropa Terus Meningkat.
Retrieved from Anadolu Agency: https://www.aa.com.tr/id/dunia/kekerasan-seksual-di-
as-dan-eropa-terus-meningkat/1401287
Jauhiriyah, W. (2016, July 14). Akar Kekerasan Seksual Terhadap Wanita. Retrieved from
Jurnal Perempuan: http://www.jurnalperempuan.org/wacana-feminis/-akar-kekerasan-
seksual-terhadap-perempuan
Safirami. (2019, December 17). Kenali Kategori Pelecehan Seksual. Retrieved from Suara.com:
https://yoursay.suara.com/news/2019/12/17/160144/kenali-kategori-pelecehan-
seksual?page=all#:~:text=Mungkin%20bagi%20sebagian%20orang%20masih,termasuk
%20dalam%20pelecehan%20seksual%20verbal.
Santoso, B. (2020, May 14). Komnas: Tiap 2 Jam, 3 Perempuan Indonesia Alami Kekerasan
Seksual. Retrieved from suara.com:
https://www.suara.com/news/2020/05/14/043837/komnas-tiap-2-jam-3-perempuan-
indonesia-alami-kekerasan-seksual?page=all

Anda mungkin juga menyukai