Anda di halaman 1dari 2

Jasmine Zahra Farhah

4520023002
“FINAL STUDI AKSI HUMANITER”

Mata kuliah aksi humaniter merupakan salah satu mata kuliah yang menarik
perhatian saya, terutama karena aksi humaniter berkaitan dengan studi hak asasi
manusia. Metode-metode yang digunakan selama pembelajaran juga sangat partisipatif
dan berusaha melibatkan kontribusi seluruh mahasiswa. Selama satu semester, materi
yang diberikan dapat dipahami dengan sangat baik dengan PPT yang mendukung
serta penjelasan dosen yang mudah dipahami. Penggunaan Bahasa asing / inggris pada
PPT pembelajaran juga sangat berguna untuk melatih penggunaan Bahasa dan
menambah kosakata Bahasa inggris saya.

Metode belajar kelompok di tiap akhir kelas menurut saya sangat efektif dalam
membantu saya memahami materi yang diberikan sebelumnya, walaupun salah satu
kekurangannya adalah terkadang anggota kelompok yang ditunjuk minim partisipasi
dalam berdiskusi maupun memaparkan jawaban. Metode pembelajaran dengan praktik
roleplay juga membuat saya dan teman-teman kelompok belajar untuk professional
dan bekerja sama dalam keadaan apapun, serta bisa “merasakan” langsung menjadi
aktor humaniter melalui peran roleplay saya.

Aksi humaniter bermula dari tradisi kekristenan dan islam serta keadaan sosial
politik di masa itu. Seperti tindakan-tindakan yang dilakukan untuk membantu krisis
kelaparan, pelaksanaan kegiatan amal, dan membantu korban perang. Perjanjian
Westphalia juga memberikan negara tanggung jawab terhadap kehidupan rakyatnya.
Selain itu salah satu sejarah aksi humaniter yaitu aksi yang dilakukan oleh Henry
Dunant yang juga sekarang kita kenal sebagai Bapak Palang Merah Dunia yang
melakukan perjalanan ke Solferino dan melihat sisa-sisa perang yang terjadi antara
Prancis-Austria. Dunant pun memimpin aksi pemberian bantuan kepada korban-
korban yang terluka dan mendorong terbentuknya ide fundamental dan metodologi
dalam aksi humanitarian modern. Kejadian di Solferino pun mendorong terbentuknya
ICRC (International Commitee for the Red Cross), Red Cross dan mendorong konvensi
Geneva Convention for the Amelioration of the Condition of the wounded in Armies in
the Fiedl atau Hukum Humaniter Internasional. Aksi humaniter bermula dari melawan
kelaparan dan membatasi kekejaman perang. Terdapat prinsip dasar dalam aksi-aksi
humaniter untuk tetap menjaga tujuan utamanya, yaitu; Impartiality, Humanity,
Neutrality, dan Independence. Aktor humaniter merupakan orang-orang yang
melakukan aksi kemanusiaan. Aktor-aktor yang menjalankan aksi humaniter terdiri
atas beberapa lingkaran. Dalam mengurangi penderitaan yang dialami oleh masyarakat
akibat terjadinya perang, setiap negara menggunakan Hukum Humaniter Internasional
(HHI). HHI sudah ada sejak dulu atau disebut juga sebagai “hukum perang
tradisional). HHI bersumber dari perjanjian internasional, Salah satu contoh HHI
adalah larangan meracuni sumur di daerah yang telah di taklukkan.
Hukum HAM Internasional adalah badan dari hukum internasional yang
mebecari perlidungan terhadap hak yang melekat pada diri manusia. Hukum HAM
internasional merupakan hukum HAM yang disepakati oleh berbagai negara dan
berfokus terhadap hak-hak kaum minoritas. Instrumen dalam hukum HAM
internasional. Intervensi humaniter merupakan sebuah cara yang digunakan untuk
mengatas peperangan seperti campur tangan/Tindakan militer dalam negeri dengan
tujuan untuk mencegah penderitaan atau korban jiwa di masyarakat.

Salah satu bentuk aksi humaniter operasi perdamaian adalah operasi


perdamaian yang dilakukan oleh Angkatan Pertahanan Selandia Baru dalam konflik di
Bougenville yang juga diperankan oleh kelompok 6 roleplay humaniter. Operasi
perdamaian ini menjadi salah satu bentuk bahwa penyelesaian konflik tidak harus
selalu dilakukan dengfan senjata. Fiona Cassidy berperan menjadi ketua dalam operasi
perdamaian di Bougenville Bersama anggota lainnya. Operasi perdamaian ini
melibatkan perempuan lebih banyak dibandingkan operasi sebelumnya dan turun
langsung ke lapangan untuk bertemu dan berdialog dengan warga lokal serta menjadi
penghubung untuk melakukan negosiasi perdamaian tanpa melibatkan senjata. Selain
itu, Fiona juga membantu para Wanita yang menjadi dampak dari korban perang di
Bougenville. Bersama komandannya, Fiona dan Angkatan Pertahanan Selandia Baru
melakukan pembicaraan dengan BRA untuk melakukan perdamaian dengan
melibatkan penggunaan gitar, waiata dan wahine tanpa melibatkan senjata yang
akhrinya melahirkan perjanjian perdamaian yang berlokasikan di Arawa Bougainvill
dengan tiga pilar utama perjanjian tersebut, yaitu : pembentukan pemerintahan otonom
Bougainvill, pembersihan senjata, dan referendum. Fiona Cassidy tak hanya menjadi
peran roleplay saya, namun juga menginspirasi saya mengenai woman empowerment
dengan keberaniannya, dan bagaimana perempuan juga bisa memimpin dan
menyelesaikan suatu konflik walaupun di peranan roleplay di kelas, peran Fiona
Cassidy tidak benar-benar direalisasikan.

Anda mungkin juga menyukai