Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
“Korupsi” kata ini mungkin sudah tak asing lagi di telinga kita, kata
ini sering kita baca di media masa dan bahkan kerap kali menghiasi layar kaca
televisi kita. Dimana pelaku korupsi biasanya berasal dari kalangan pejabat
yang telah mendapat kepercayaan dari masyarakat. Namun, dengan mudahnya
mereka mengkhianati kepercayaan rakyat. Dengan rasa tidak bersalah mereka
menggelapkan uang Negara dan berhura-hura dengan uang tersebut sementara
itu, Negaralah yang menjadi korban ulah mereka dan harus menanggung
kerugian yang mereka sebabkan.
Korupsi di negeri ini sekarang sedang merajalela bahkan telah menjadi
suatu “kebiasaan” bahkan bisa dikatakan sudah menjamur hingga sulit untuk
dihilangkan. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam
menangani korupsi. Namun, tetap saja korupsi masih terdapat di negeri ini.
Salah satu mengapa orang berani melakukan tindak pidana korupsi yaitu
karena kurangnya kesadaran pribadi tentang bahaya korupsi. Tentu saja kita
tidak bisa menyadarkan para koruptor karena mereka sudah terlanjur terbiasa
dengan tindakan tersebut.
Salah satu upaya jangka panjang yang terbaik untuk mengatasi korupsi
adalah dengan memberikan pendidikan anti korupsi dini kepada kalangan
generasi muda sekarang. Karena generasi muda adalah generasi penerus yang
akan menggantikan kedudukan para penjabat terdahulu. Selain itu, generasi
muda juga sangat mudah terpengaruh dengan lingkungan di sekitarnya.
Melalui penerapan pendidikan anti korupsi di sekolah diharapkan bisa lebih
mudah mendidik dan memengaruhi generasi muda supaya tidak melakukan
tindak pidana korupsi sebelum mereka lebih dulu dipengaruhi oleh “budaya”
korupsi dari generasi pendahulunya.

1
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Korupsi secara Teoritis


Kata Korupsi berasal dari bahasa latin, Corruptio-Corrumpere yang
artinya busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik atau menyogok. Menurut
Dr. Kartini Kartono, korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan
wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan,  dan merugikan
kepentingan umum. Korupsi menurut Huntington(1968) adalah perilaku
pejabat publik yang menyimpang dari norma-norma yang diterima oleh
masyarakat, dan perilaku menyimpang ini ditujukan dalam rangka memenuhi
kepentingan pribadi. Maka dapat disimpulkan korupsi merupakan perbuatan
curang yang merugikan Negara dan masyarakat luas dengan berbagai macam
modus.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat
dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada
hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan
korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan
jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum
dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari
kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber
kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan
formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk
memperkaya diri sendiri.
Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan
jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi
dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.
Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan
melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang
bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang
menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang

2
menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi.
Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang
diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada
keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai
hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam
keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam
korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara
kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan
pribadi dengan masyarakat.
B. Sejarah Munculnya Korupsi Di indonesia
Secara garis besar, budaya korupsi di Indonesia tumbuh dan
berkembang melalu 3 (tiga) fase sejarah, yakni ; zaman kerajaan, zaman
penjajahan hingga zaman modern seperti sekarang ini. Mari kita coba bedah
satu-persatu pada setiap fase tersebut.
Pertama, Fase Zaman Kerajaan. Budaya korupsi di Indonesia pada
prinsipnya, dilatar belakangi oleh adanya kepentingan atau motif kekuasaan
dan kekayaan. Literatur sejarah masyarakat Indonesia, terutama pada zaman
kerajaan-kerajaan kuno (Mataram, Majapahit, Singosari, Demak, Banten dll),
mengajarkan kepada kita bahwa konflik kekuasan yang disertai dengan motif
untuk memperkaya diri (sebagian kecil karena wanita), telah menjadi faktor
utama kehancuran kerajaan-kerajaan tersebut[3]. Coba saja kita lihat
bagaimana Kerajaan Singosari yang memelihara perang antar saudara bahkan
hingga tujuh turunan saling membalas dendam berebut kekuasaan. Mulai dari
Prabu Anusopati, Prabu Ranggawuni, hingga Prabu Mahesa Wongateleng dan
seterusnya.
Hal yang sama juga terjadi di Kerajaan Majapahit yang menyebabkan
terjadinya beberapa kali konflik yang berujung kepada pemberontakan Kuti,
Nambi, Suro dan lain-lain. Bahkan kita ketahui, kerajaan Majapahit hancur
akibat perang saudara yang kita kenal dengan “Perang Paregreg” yang terjadi
sepeninggal Maha Patih Gajah Mada. Lalu, kerajaan Demak yang
memperlihatkan persaingan antara Joko Tingkir dengan Haryo Penangsang.

3
Dan ada juga Kerajaan Banten yang memicu Sultan Haji merebut tahta dan
kekuasaan dengan ayahnya sendiri, yaitu Sultan Ageng Tirtoyoso.
Pelajaran menarik pada fase zaman kerajaan ini adalah, mulai
terbangunnya watak opurtunisme bangsa Indonesia. Salah satu contohnya
adalah posisi orang suruhan dalam kerajaan, atau yang lebih dikenal dengan
“abdi dalem”. Abdi dalem dalam sisi kekuasaan zaman ini, cenderung selalu
bersikap manis untuk menarik simpati raja atau sultan. Hal tersebut pula
yang menjadi cikal bakal (embrio) lahirnya kalangan opurtunis yang pada
akhirnya juga memiliki potensi jiwa korup yang begitu besar dalam tatanan
kehidupan berbangsa dan bernegara kita dikmudian hari.
Kedua, Fase Zaman Penjajahan. Pada zaman penjajahan, praktek
korupsi telah mulai masuk dan meluas ke dalam sistem budaya sosial-politik
bangsa kita. Budaya korupsi telah dibangun oleh para penjajah kolonial
(terutama oleh Belanda) selama 350 tahun. Budaya korupsi ini berkembang
dikalangan tokoh-tokoh lokal yang sengaja dijadikan badut politik oleh
penjajah, untuk menjalankan daerah adiministratif tertentu, semisal demang
(lurah), tumenggung (setingkat kabupaten atau provinsi), dan pejabat-pejabat
lainnya yang notabene merupakan orang-orang suruhan penjajah Belanda
untuk menjaga dan mengawasi daerah territorial tertentu.
Mereka yang diangkat dan dipekerjakan oleh Belanda untuk memanen
upeti atau pajak dari rakyat, digunakan oleh penjajah Belanda untuk
memperkaya diri dengan menghisap hak dan kehidupan rakyat Indonesia.
Sepintas, cerita-cerita film semisal Si Pitung, Jaka Sembung, Samson &
Delila, dll, sangat cocok untuk menggambarkan situasi masyarakat Indonesia
ketika itu. Para cukong-cukong suruhan penjajah Belanda (atau lebih akrab
degan sebutan “Kompeni”) tersebut, dengan tanpa mengenal saudara
serumpun sendiri, telah menghisap dan menindas bangsa sendiri hanya untuk
memuaskan kepentingan si penjajah.
Ibarat anjing peliharaan, suruhan panjajah Belanda ini telah rela
diperbudak oleh bangsa asing hanya untuk mencari perhatian dengan
harapan mendapatkan posisi dan kedudukan yang layak dalam pemerintahan

4
yang dibangun oleh para penjajah. Secara eksplisit, sesungguhnya budaya
penjajah yang mempraktekkan hegemoni dan dominasi ini, menjadikankan
orang Indonesia juga tak segan menindas bangsanya sendiri lewat perilaku
dan praktek korupsi-nya. Tak ubahnya seperti drakula penghisap darah yang
terkadang memangsa kaumnya sendiri demi bertahan hidup (Survive).
Ketiga, Fase Zaman Modern. Fase perkembangan praktek korupsi di
zaman modern seperti sekarang ini sebenarnya dimulai saat lepasnya bangsa
Indonesia dari belenggu penjajahan. Akan tetapi budaya yang ditinggalkan
oleh penjajah kolonial, tidak serta merta lenyap begitu saja. salah satu warisan
yang tertinggal adalah budaya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Hal
tersebut tercermin dari prilaku pejabat-pejabat pemerintahan yang bahkan
telah dimulai di era Orde lama Soekarno, yang akhirnya semakin berkembang
dan tumbuh subur di pemerintahan Orde Baru Soeharto hingga saat ini. Sekali
lagi, pola kepemimpinan yang cenderung otoriter dan anti-kritik, membuat
jalan bagi terjadi praktek korupsi dimana-mana semakin terbuka. Walhasil,
Indonesia sendiri berhasil menjadi salah satu Negara terkorup di dunia,
bahkan hingga saat ini.
C. Faktor Penyebab Korupsi
Secara garis besar penyebab korupsi dapat di kelompokkan menjadi dua
yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor Internal, Merupakan Faktor Pendorong Korupsi Dari Dalam
Diri, Yang Dapat Dirinci MENJADI:
1. Aspek Perilaku Individu
Sifat tamak/rakus manusia
Korupsi, bukan kejahatan kecil-kecilan karena mereka
membuuhkan makan. Korupsi adalah kehjahatan orang profesional yang
rakus. Sedah berkecukupan, tapi serakah. Mempunyai hasrat besar untuk
memperkaya diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu
datang pada diri sendir, yaitu sifat tamak dan rakus. Maka tindakan keras
tanpa kompromi, wajib hukumnya.

5
Moral yang kurang kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung tergoda untuk
melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat,
bawahannya, atau pihak yang  lain yang memberi kesempatan untuk itu.
Gaya hidup konsumtif
Kehidupan di kota-kota besar sering mendorong gaya hidup
seorang konsumtif. Perilaku konsumtif bila tidak diimbangi dengan
pendapatan yang memadai akan membuka peluang seseorang untuk
melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi  hajatnya. Salah satu
kemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi
Aspek Sosial
Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan keluarga. Kaum
behavioris mengatakan bahwa lingkungan keluargalah yang secara kuat
memberikan dorongan bagi orang untuk korupsi dan mengalahkan sikap
baik seseorang yang sudah menjadi tralis pribadinya. Lingkungan dalam
hal ini malah memberikan dorongan dan bukan memberikan hukuman
pada orang ketika ia menyalahgunakan kekuasaannya.
Faktor , pemicu perilaku korup yang disebabkan olehh factor diluarr
diri pelaku
2. Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
Pada umumnya jajaran manajemen selalu menutupi tindak korupsi
yang dilakukan oleh segelintir oknum dalam organisasi . akibat sikap
menutup ini pelanggaran korupsi justru terus berjalan dengan berbagai
bentuk. Oleh karena itu sikap masyarakat yang berpotensi menyuburkan
tindak korupsi terjadi karena:
a. Nilai-nilai di masyakat kondusif untuk terjadinya korupsi. Korupsi bisa
ditimbulkan oleh budaya masyarakat. Misalnya, masyarakat
menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya.
b. Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi adalah
masyarkata sendiri. Anggapan umum terhadap peristiwa korupsi,

6
sosok yang paling dirgikan adalah negara. Padahal bila negara merugi,
esensinya yang paling rugi adalah masyarakat juga.
c. Masyarakat kurang menyadari dirinya terlibat korupsi. Setiap
perbuatan korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Hal ini
kuurang disadari oleh masyarakat.
d. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan
diberantas bila masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan
pemberantasan. Pada umumnya masyarakat berpandangan bahwa
masalah korupsi adalah tanggungjawab pemerintah semata.
3. Aspek ekonomi
Pendapatan tidak menutupi kebutuhan. Dalam tentang kehidupan
ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal
ekonomi. Keterdesakan itu membuka peluang bagi seseorang untuk
mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
4. Aspek Politis
Menurut Rahardjo (1983) bahwa kontrol sosial adalah suatu proses
yang dulakukan untuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku
unuk mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai harapan
masyarakat. Dengan demikian instabilitas politik, kepentingan politis,
meraih dan mempertahankan kekuasaan sangat potensi menyebabkan
perilaku korupsi.
5. Aspek Organisasi
a. Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
Posisi pemimpin dalam suatu lembaga formal maupun informal
mempunyai pengaruh penting bagi bawahannya. Bila pemimpin ndo
ndone keteladanan yang baik dihadapan bawahannya, maka
kemungkinan besar bawahannya akan mengambil kesempatan yang
sama dengan atasannya.
b. Tidak adanya kultur organisasi yang benar
Kultur organisasi biasanya punya pengaruh kuat terhadap
anggotanya. Apabila kutur organisasi tidak dikelola dengan baik, maka

7
akan menimbulkan berbagai situasi tidak kondusif mewarnai
kehidupan organisasi.
c. Kurang memadainya ndone akuntabilitas
Institusi pemerintahan umumnya pada suatu sisi belum
dirumuskan dengan jelas visi dan misi yang diembannya., dan belum
dirumuskan tujuan dan sasaran yang harus dicapai dalam periode
tertentu guna mencapai hal tersebut. Akibatnya, terhadap instasi
pemerintah sulit dilakukan penilaian apakah instansi tersebut berhasil
mencapai sasaran atau tidak.
d. Kelemahan ndone pengendalian manajemen
Pengendalian manajemen merupakan salah satu syarat bagi
tindak pelanggaran ndones dalam sebiuah organisasi.
e. lemahnya pengawasan
Secara umum pengawasan terbagi menjadi dua, yaitu
pengawasan internal dan pengawasan eksternal. Pengawasan ini
kurang efektif karena beberapa ndone, diantaranya , adanya tumpang
tindih pengawasan pada berbagai instansi, kurangnya ndonesia al
pengawas serta kurangnya kepatuhan pada etika hukum maupun
maupun pemerintah oleh pengawas sendiri.

8
BAB II
Kesimpulan
 ndones merupakan perbuatan curang yang merugikan Negara dan masyarakat
luas dengan berbagai macam modus. Gejala salah pakai dan salah urus dari
kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber
kekayaan ndone dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan
formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk
memperkaya diri sendiri.
 Sejarah Munculnya Korupsi Di ndonesia
o Pertama, Fase Zaman Kerajaan.
o Kedua, Fase Zaman Penjajahan.
o Ketiga, Fase Zaman Modern.
 Faktor Penyebab Korupsi
a. Aspek Perilaku Individu
o Sifat tamak/rakus manusia
o Moral yang kurang kuat
o Gaya hidup konsumtif
o Aspek Sosial
b. Aspek ekonomi
c. Aspek Politis
d. Aspek Organisasi
o Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan
o Tidak adanya kultur organisasi yang benar
o Kurang memadainya sistem akuntabilitas
o Kelemahan sistem pengendalian manajemen
o lemahnya pengawasan

9
MAKALAH PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
SEJARAH KORUPSI DI INDONESIA

Disusun guna memenuhi nilai tugas mata kuliah pendidikan anti korupsi
Yang dibimbing oleh: Muhammad Salman Hamdani, M.Si

Disusun oleh :
M. Anqi Khotibul Fawaid
Zena Arin Noviani
Izzat Umar
Muhammad zainu muttaqi

PROGRAM STUDY LMU HADIST


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
Jalan mataram no 1 Kaliwates-Jember

10
September 2016

11

Anda mungkin juga menyukai