Anda di halaman 1dari 16

• PEMBAGIAN HADIS berdasarkan nisbat (penyandaran)

QUDSI, MARFU’, MAUQUF DAN MAQTHU’


• HADIS QUDSI
Definisi secara bahasa:
• Menurut bahasa kata Al-qudsi adalah nisbah dari kata Al-quds yang artinya suci.
• Hadis ini dinamakan suci (al-qudsi) karena disandarkan kepada Zat yang Maha suci.
• Persefektif lain, dinisbahkan kepada Ilah (Tuhan) maka disebut Hadis Ilahi atau dinisbahkan kepada Rabb (Tuhan) maka disebut
pula Hadis Rabbani.
Definisi menurut istilah:
• Sedangkan Hadits Qudsi menurut istilah adalah :
• Sesuatu yang dipindahkan dari Nabi SAW serta penyandarannya kepada Allah SWT”
• "Setiap hadis yang disandarkan Rasulullah SAW perkataannya kepada Allah Azza wa Jalla”
• BENTUK2 PERIWAYATAN HADIS QUDSI
• Rasulullah kadang-kadang menyampaikan suatu berita atau nasihat yang beliau ceritakan dari Allah SWT, tetapi bukan wahyu
yang diturunkan seperti Alquran dan bukan perkataan yang tegas (sharih) yang nyata-nyata disandarkan kepada Beliau yang kemudian
disebut dengan hadis Nabawi.
• Berita itu memang beliau sandarkan kepada Allah tetapi bukan Al-Quran karena redaksinya berbeda dengan redaksi Al-Quran.
Itu adalah Hadis Qudsi yang maknanya diterima dari Allah melalui Ilham atau mimpi sedang redaksinya dari nabi sendiri.
Bentuk-bentuk Periwayatan Hadis Qudsi:
• “Rasulullah SAW bersabda seperti yang diriwayatkannya dari Allah Azza wa Jalla” : ...
• “Allah berfirman pada apa yang diriwayatkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam” : ...
• PERBEDAAN DENGAN AL-QUR’AN
• Al-Qur`an Al-Karim mempunyai lafal dan makna dari Allah SWT dan diturunkan secara berkala melalui malaikat Jibril;
• Sedangkan Hadits Nabi memiliki lafal dan makna yang bersumber dari Nabi SAW yang berdasarkan wahyu Allah dan ijtihad
yang sesuai dengan wahyu, dinisbatkan kepada Rasulullah SAW; selain itu Hadits Qudsi, lafal Hadits berasal dari Nabi Muhammad tetapi
maknanya dari Allah SWT, tidak berkala, dinitsbatkan kepada Allah SWT.
• Perbedaan dalam bentuk penyampaiannya adalah : Al-Quran selalu memakai kata; () Hadits Qudsi dengan (); Hadits Nabawi
memakai kalimat ()"
• CONTOH HADIS QUDSI
• )317 ‫ ص‬/ 15 ‫ (ج‬- ‫صحيح البخارى‬
• َ‫ال هَّللا ُ أَ ْنفِ ْق أُ ْنفِ ْق َعلَيْك‬ َ َ‫ ق‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ُول هَّللا‬
َ َ‫ « ق‬: ‫ال‬ َ ‫ أَنَّ َرس‬- ‫ رضى هللا عنه‬- َ‫» ع َْن أَبِى ه َُري َْرة‬
• )193 ‫ ص‬/ 3 ‫ (ج‬- ‫سنن الترمذى‬
• ‫طرً ا‬ْ ‫ال هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل أَ َحبُّ ِعبَا ِدى إِلَ َّى أَ ْع َجلُهُ ْم ِف‬
َ َ‫ « ق‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫ال َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫» ع َْن أَ ِبى ه َُري َْرةَ ق‬
َ َ‫ال ق‬
• )397 ‫ ص‬/ 24 ‫ (ج‬- ‫صحيح البخارى‬
• ُ‫َت ِبى َشفَتَاه‬ …ْ ‫ال هَّللا ُ تَ َعالَى أَنَا َم َع َع ْب ِدى َح ْيثُ َما َذك ََرنِى َوت ََح َّرك‬
َ َ‫ « ق‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ال أَبُو ه َُري َْرةَ ع َِن النَّ ِب ِّى‬
َ َ‫» َوق‬
• HADIS MARFU’
Defenisi Hadis Marfu
• Marfu menurut bahasa merupakan isim maf‟ul dari kata rafa’a yang berarti “yang diangkat”. Dinamakan marfu’ karena
disandarkannya ia kepada yang memiliki kedudukan tinggi, yaitu Rasulullah SAW.
• Sedangkan Hadits Marfu’ menurut istilah adalah “Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW berupa perkataan,
perbuatan, taqrir (ketetapan) atau sifat.”
• Dari definisi di atas dapat difahami bahwa segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW, baik perkataan, perbuatan,
taqrir, ataupun sifat beliau disebut dengan hadis Marfu'.
• Orang yang menyandarkan itu boleh jadi Sahabat, atau selain sahabat. Dengan demikian, sanad dari hadis Marfu' ini bisa
Muthasil, bisa pula Munqathi, Mursal, atau Mu'dhal dan Mu'allaq.
• Defenisi ini mengecualikan berita yang tidak disandarkan kepada Nabi Misalnya yang disandarkan kepada Sahabat yang
nantinya disebut hadis Mauquf atau yang disandarkan kepada Tabi‟in disebut dengan hadis Maqthu.
• MACAM-MACAM HADIS MARFU’
Macam-macam Hadis Marfu
• Mengingat bahwa unsur-unsur hadits itu dapat berupa perkataan, perbuatan, maupun taqrir Nabi maka apa yang disandarkan
kepada Nabi itupun dapat diklasifikasikan menjadi marfu qauli, marfu fi‟li dan marfu taqriri.
• Dari ketiga macam hadits marfu tersebut ada yang jelas dengan mudah dikenal rafanya dan ada pula yang tida jelas rafanya.
Yang jelas (sharih) disebut marfu’ hakiki (tashrihan) dan yang tidak jelas disebut marfu hukmi.
• Marfu‟ secara Hakiki maksudnya penyandarannya secara tegas kepada Rasulullah SAW.
• Marfu’ secara hukum maksudnya adalah isinya tidak terang dan tegas menunjukkan marfu’, namun dihukumkan marfu‟ karena
bersandar pada beberapa indikasi
• MACAM2 HADIS MARFU’
1. Marfu Qauly Hakiki
• Marfu Qauly Hakiki Ialah ucapan yang jelas atau terang-terangan menunjukan kepada Marfu. Seperti pemberitaan sahabat yang
menggunakan lafaz qauliyah : “Aku mendengar Rasulullah saw bersabda ……… begini”
2. Marfu Qauly Hukmi
• Marfu Qauly Hukmi ialah ucapan tidak terang-terangan menunjukan kepada Marfu’ tetapi mengandung hukum Marfu. Seperti
pemberitaan sahabat yang menggunakan kalimat : “Aku diperintah begini…., aku dicegah begitu……”
3. Marfu Fi’li Hakiki
• Marfu Fi‟li Hakiki adalah apabila pemberitaan sahabat itu dengan tegas menjelaskan perbuatan Rasulullah saw.
• MACAM2 HADIS MARFU’
4. Marfu Fi’li Hukmi
• Marfu Fi‟li Hukmi ialah perbuatan tidak terang-terangan menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.
5. Marfu Taqririyah Hakiki
• Marfu Taqririyah Hakiki Ialah perbuatan tidak terang-terangan menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu. Ini
juga berarti tindakan sahabat dihadapan Rasulullah SAW dengan tiada memperoleh reaksi, baik reaksi itu positif maupun negatif dari
beliau.
6. Marfu Taqririyah Hukmy
• Marfu Taqririyah Hukmy Ialah ketetapan tidak terang-terangan menunjukan kepada Marfu tetapi mengandung hukum Marfu.
Dengan kata lain, pemberitaan sahabat diikuti dengan kalimat-kalimat sunnatu Abi Qasim, Sunnatu Nabiyyina atau minas Sunnati.
• TANDA2 HADIS MARFU’
Pertama : Jika yang berbicara sahabat
• Kami telah diperintah
• Kami telah dilarang
• Telah diwajibkan atas kami
• Telah diharamkan atas kami
• Telah diberi kelonggaran kepada kami
• Telah lalu dari sunnah
• Menurut sunnah
• Kami berbuat demikian di zaman Nabi
• Kami berbuat demikian padahal Rasulullah masih hidup
• TANDA2 HADIS MARFU’
Kedua : Jika yang meriwayatkanya tabi`in
• Ia merafa`kanya kepada Nabi SAW
• Ia menyandarkanya kepada Nabi SAW
• Ia meriwayatkanya dari Nabi SAW
• Ia menyampaikanya kepada Nabi SAW
• Dengan meriwayatkan sampai Nabi SAW

• TANDA2 HADIS MARFU’


Ketiga : Jika sahabat menafsirkan Al Qur`an
• Asbabun nuzul
• Contoh: Dari Bara` ia berkata: “adalah orang-orang apabila mengarjakan ibadah haji di zaman jahiliyah, mereka keluar masuk
rumah dari sebelah belakangnya. Lalu Allah turunkan ayat: “bukanlah kebajikan itu karena kamu keluar masuk rumah dari belakangnya,
tetapi kebajikan itu, ialah orang yang berbakti. Oleh karena itu, keluar dan masuklah rumah-rumah dari pintu-pintunya”. (HR. Bukhari)
• Keterangan dari sebuah ayat atau kalimat dalam Al Qur`an
• Contoh: “dari Abdullah Bin Mas`ud tentang ayat ini yaitu: “yang orang-orang menyerukan (sebagai tuhan) mereka,
mengharapkan kedekatan kepada tuhan mereka” ia berkata “adalah satu golongan dari jin disembah oleh manusia, lalu jin-jin itu masuk
islam”.(HR. Bukhari).
• CONTOH HADIS MARFU’
1. Marfu Qauly Hakiki
• )450 ‫ ص‬/ 1 ‫ (ج‬- ‫صحيح مسلم‬
• ‫عن ابن عمر أن رسول هللا صلى هللا عليه و سلم قال‬
• : ‫صالة الجماعة أفضل من صالة الفذ بسبع وعشرين درجة‬
• “Riwayat dari Ibn Umar r a, bahwa Rasulullah saw pernah bersabda : “Shalat jama‟ah itu lebih afdhal dua puluh tujuh tingkat
dari pada shalat sendirian” ( HR Bukhari dan Muslim)
2. Marfu Qauly Hukmi
• )220 ‫ ص‬/ 1 ‫ (ج‬- ‫صحيح البخاري‬
• ‫عن أنس قال أمر بالل أن يشفع األذان وأن يوتر اإلقامة إال اإلقامة‬
• [ ‫] ش ( إال اإلقامة ) أي إال لفظ قد قامت الصالة فإنه يثنى‬
• “Bilal r.a. diperintah menggenapknan adzan dan mengganjilkan iqamah” (HR Mutafaqqun „Alaih)
3. Marfu Fi’li Hakiki
• “Warta dari „Aisyah r.a. bahwa rasulullah saw mendo‟a di waktu sembahyang, ujarnya: Ya Tuhan, aku berlindung kepada Mu
dari dosa dan hutang” (HR Bukhari)
• CONTOH HADIS MARFU’
4. Marfu Fi’li Hukm
• “Jabir r.a. berkata : kami makan daging Kuda diwaktu Rasulullah saw masih hidup” (HR Nasai)
5. Marfu Taqririyah Hakiki
• Seperti pengakuan Ibnu Abbas r.a : “kami bersembahyang dua rakaat setelah matahari tenggelam, Rasulullah saw mengetahui
perbuatan kami, namun beliau tidak memerintahkan dan tidak pula mencegah”
6. Marfu Taqririyah Hukmy
• Perkataan Amru Ibnu „Ash r.a kepada Ummul Walad: “Jangan kau campur-adukkan pada kami sunnah nabi kami.” (HR. Abu
Dawud
• KEHUJJAHAN HADIS MARFU
• Hukum hadis Marfu' tergantung pada kwalitas dan bersambung atau tidaknya sanad. sehingga memungkinkan suatu hadis Marfu'
itu berstatus shahih, hasan, atau dha‟if.
• Hadits Marfu yang shahih dan hasan dapat dijadikan hujjah, sedangkan hadits marfu yang dha‟if boleh dijadikan hujjah hanya
untuk menerangkan fadhail al-a’mal.
• HADIS MAUQUF
Defenisi Hadis Mauquf
• Secara etimologi Al-Mauquf berasal dari kata waqafa yang berarti berhenti. Seakan-akan perawi menghentikan sebuah hadits
pada shahabat.
• Beberapa ulama hadis memberikan terminologi hadis Mauquf sebagai berikut :
• “Yaitu segala sesuatu yang diriwayatkan dari sahabat dalam bentuk perkataan, perbuatan, atau taqrir beliau, baik sanadnya
muttashil atau munqathi.”
Atau :
• “Sesuatu yang disandarkan kepada sahabat berupa perkataan, perbuatan, atupun taqrir beliau.”
• KEHUJJAHAN HADIS MAUQUF
• Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu yang diriwayatkan atau dihubungkan kepada seorang
sahabat atau sejumlah sahabat baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, disebut hadis mauquf.
• Sanad hadis mauquf tersebut boleh jadi muttashil atau munqathi. Hadits mauquf dapat disifati hadits shahih atau hasan tetapi
tidak ada kewajiban untuk menjalankannya, tetapi boleh dijadikan sebagai penguat dalam beramal karena sahabat dalam hal ini hanya
berkata atau berbuat yang dibenarkan oleh Rasulullah SAW.
• CONTOH HADIS MAUQUF
1. Mauquf Qauli (perkataan)
• Dari Abdullah (Bin Mas`Ud), ia berkata : “jangan lah hendaknya salah seorang dari kamu taqlid agamanya dari seseorang,
karena jika seseorang itu beriman, maka ikut beriman, dan jika seseorang itu kufur, ia pun ikut kufur”. (HR. Abu Na`im)
• Abdullah Bin Mas`ud adalah seorang sahabat Nabi, maka ucapan diatas disandarkan kepada Abdullah Bin Masu`ud.
2. Mauquf Fi’li (perbuatan)
• Apa yang dikatakan oleh Imam Bukhari r.a. : “Dan Ibnu Abbas menjadi Imam Shalat padahal ia bertayammum.”
• CONTOH HADIS MAUQUF
3. Mauquf Taqriry
• "Dari Zuhri, bahwa Atikah Binti Zaid Bin Amr Bin Nufail jadi hamba Umar Bin Al khattab adalah Atikah pernah turut shalat
dalam mesjid. Maka umar berkata kepadanya: demi Allah engkau sudah tahu, bahwa aku tidak suka perbuatan ini. Atikah berkata: “Demi
Allah aku tidak mau berhenti sebelum engkau melarang aku. Akhirnya Umar berkata: aku tidak mau melarang kau”. (Al Muhalla)
• Umar adalah sahabat Nabi SAW. Dalam riwayat tersebut ditunjukan bahwa ia membenarkan perbuatan Atikah yaitu shalat di
mesjid.
• KEHUJJAHAN HADIS MAUQUF
 Di antara hadis mauquf terdapat hadis yang lafadz dan bentuknya mauquf, namun setelah dicermati hakikatnya bermakna marfu'
yaitu berhubungan dengan Rasul SAW. Hadis yang demikian dinamai oleh para ulama hadis dengan al-Mauquf lafdzhan al-Marfu'
ma'nan,yaitu secara lafaz berstatus mauquf, namun secara mkana bersifat marfu'. Jadi, Hadis Mauquf dan hadis Marfu‟ memerlukan
penyelidikan.
 Apabila suatu hadis mauquf berstatus hukum marfusebagaimana yang dijelaskan diatas dan berkwalitas shahih atau hasan,
maka ststus hukumnya pun sama dengan hadis marfu.
 Akan tetapi jika tidak berstatus marfu, maka para ulama hadis berbeda pendapat tentang kehujahannya. Menurut ulama
Syafi’iyah dalam Al-jadid, jika perkataan sahabat itu tidak populer di masyarakat maka perkataan itu bukanlah ijma dan tidak pula
dijadikan hujjah. Apapun tingkatan atau martabatnya tidaklah diterima sebagai hujjah atau dalil bagi ajaran Islam, sebab yang dapat
diterima sebagai hujjah itu hanyalah Al-Qur‟an dan Hadits Nabi saw. Sehingga Pada prinsipnya hadits mauquf itu tidak dapat dibuat
hujjah, kecuali ada qarinah yang menunjukkan atau yang menjadikannya marfu.
• HADIS MAQTHU
Defenisi Hadis Maqthu
• Menurut bahasa, Kata Al-Maqtu berasal dari kata yang berarti terpotong yang merupakan lawan dari kata Mausul yang berarti
bersambung.
• Sedangkan, secara istilah adalah sebagai berikut :
“Yaitu sesuatau yang disandarkan pada Tabiin baik perkataan maupun perbuatan tabi'in tersebut.”
• Atau :
“Sesuatu yang disandarkan kepada tabi'i atau generasi yang datang sesudahnya berupa perkataan atau perbuatan.”
• Hadis Maqthu tidak sama dengan munqhati, karena maqthu adalah sifat dari matan, yaitu berupa perkataan Tabi'in atau Tabi at-
Tabi'in, sementara munqathi adalah sifat dari sanad, yaitu terjadinya keterputusan sanad.
• CONTOH HADIS MAQTHU’
1. Maqthu Qauli (perkataan)
“Dari Abdillah Bin Sa`Id Bin Abi Hindin, ia berkata: aku pernah bertanya kepada Sa`id Bin Musayyib; bahwasanya si fulan
bersin, padahal imam sedang berkhutbah, lalu orang lain ucapkan “yarhamukallah” (bolehkan yang demikian?) jawab Sa`Id Bin Musayib
“Perintahlah kepadanya supaya jangan sekali-kali diulangi”. (al atsar) Sa`id Bin Musayyib adalah seorang tabi`in dan Hadits diatas adalah
Hadits Maqthu. Tidak mengandung hukum.
2. Maqthu Fi’li (perbuatan)
“Dari Qatadah, ia berkata: adalah Sa`Id Bin Musaiyib pernah shalat dua rakaat sesudah ashar”. (Al Muhalla) Sa`id Bin
Musayyib adalah seorang tabi`in, dan Hadits diatas adalah Hadits Maqthu berupa cerita tentang perbuatannya yang tidak mengandung
hukum.
3. Maqthu Taqriry
“Dari hakam bin utaibah, ia berkata: adalah seorang hamba mengimami kami dalam mesjid itu, sedang syuraih (juga shalat
disitu)”. (Al Muhalla) Syuraih ialah seorang tabi`in. riwayat Hadits ini menunjukan bahwa syuraih membenarkan seorang hamba jadi
imam.

• DASAR-DASAR PENELITIAN HADITS


• KULIAH VIII
• PENDAHULUAN
SUMBER AJARAN ISLAM
1. Al-Qur’an : mutawatir qath‘iy al-wurud
2. As-Sunnah: mutawatir  qath‘iy al-wurud
ahad  Zhanniy al-wurud
Karena watak hadits yang zhanniy al-wurud, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah hadits tertentu dapat
dipertanggungjawabkan periwayatannya dari Nabi SAW
• MENGAPA PERLU PENELITIAN TERHADAP HADITS NABI SAW?
• Jarak antara masa Nabi SAW dengan masa kodifikasi hadits menyebabkan terjadinya berbagai hal yang dapat menjadikan
riwayat hadits menyalahi apa yang berasal dari Nabi.
• Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian terhadap sanad hadits dan matan hadits.
• Penelitian terhadap sanad hadits dengan menggunakan metode kritik sanad (naqd as-sanad/an-naqd al-khariji/az-zahiri)
• Penelitian terhadap matan hadits dilakukan dengan menggunakan metode kritik matan (naqd al-matn/an-naqd ad-dakhili/al-
bathini)
• URGENSI PENELITIAN HADITS
Mengapa penelitian hadits menjadi penting?
• Hadits adalah salah satu sumber ajaran Islam:
)7 :‫وما أتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا… (الحشر‬
)32 :‫ فإن تولوا فإن هللا ال يحب الكافرين (آل عمران‬،‫قل أطيعوا هللا والرسول‬
)80 :‫من يطع الرسول فقد أطاع هللا (النساء‬
)21 :‫لقد كان لكم في رسول هللا أسوة حسنة (األحزاب‬
• URGENSI PENELITIAN
2. Tidak seluruh hadits tertulis pada zaman nabi. Di satu sisi memang ada hadits-hadits yang melarang penulisan hadits nabi, sedangkan di
sisi lain ada hadits-hadits yang memerintahkan penulisan hadits nabi. Hal ini menimbulkan polemik di kalangan ulama, dan salah satu
akibatnya adalah minimnya jumlah hadits yang sudah terdokumentasikan pada masa Nabi
3. Munculnya berbagai pemalsuan hadits yang mulai berkembang pada masa Ali bin Abi Thalib (35 - 40 H) akibat pertentangan politik
antara Ali versus Muawiyah. Pertentangan politik tersebut di samping melahirkan aliran teologis, juga mendorong pemalsuan hadits guna
memberi pembenaran aliran teologis masing-masing.
• URGENSI PENELITIAN
4. Proses penghimpunan hadits yang memakan waktu yang lama. Kodifikasi hadits secara massal baru dilakukan ada masa pemerintahan
Umar bin Abd al-Aziz (101H/720M)
5. Jumlah Kitab hadits yang sangat banyak dan masing-masing menggunakan metode penyusunan yang beragam.
6. Telah terjadi periwayatan hadits secara makna. Sebagian ulama membolehkan periwayatan bil makna dengan syarat: a) periwayat
hadits harus mendalam pengetahuan bahasa Arabnya; b) Hadits yang diriwayatkan bukanlah bacaan yang bersifat ta’abbudi, misal bacaan
shalat; c) periwayatan secara makna dilakukan karena sangat terpaksa.
• OBJEK, TUJUAN DAN KEMUNGKINAN HASIL PENELITIAN HADITS
OBJEK PENELITIAN HADITS
1. Sanad
Muhammad ibn Sirin (w.110H/728M) menyatakan:
“Sesungguhnya pengetahuan hadits adalah agama; maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agamamu itu.”
Abdullah bin Mubarak (w. 181H/797M) mengatakan bahwa
“Sanad adalah bagian dari agama, sekiranya tidak ada sanad, niscaya siapa saja akan bebas menyatakan apa yang dikehendakinya”
‫ ولو ال اإلسناد لقال من شاء ما شاء‬،‫اإلسناد من الدين‬

• OBJEK PENELITIAN….
Imam an-Nawawi (w. 676H/1277M):
“Bila suatu hadits berkualitas sahih, maka hadits tersebut dapat diterima, sedangkan bila sanad itu tidak sahih, maka hadits itu
harus ditinggalkan. Hubungan antara hadits dengan sanadnya ibarat hubungan hewan dengan kaki-kakinya.”
• APA YANG DITELITI DALAM SANAD HADITS?
• Nama-nama periwayat yang terlibat dalam periwayatan hadits yang bersangkutan;
• Lambang-lambang periwayatan hadits yang telah digunakan oleh masing-masing periwayat dalam meriwayatkan hadits yang
bersangkutan, misalnya: sami’tu; akhbartu; ‘an dan anna.

• OBJEK PENELITIAN….
2. Matan Hadits
Mengapa penelitian terhadap matan hadits perlu dilakukan?
 Adanya periwayatan hadits secara makna (riwayat bi al-ma’na)
 Acuan yang digunakan sebagai pendekatan tidak satu macam saja;
 Latar belakang timbulnya petunjuk hadits tidak selalu mudah dapat diketahui;
 Adanya kandungan hadits yang berkaitan dengan hal-hal yang berdimensi “supra rasional”; dan
 Masih langkanya kitab-kitab yang membahas secara khusus penelitian hadits.
• TUJUAN PENELITIAN HADITS
Tujuan utama penelitian hadits baik sanad maupun matannya adalah untuk mengetahui kualitas hadits yang diteliti, sebab
kesahihan suatu hadits menjadi dasar bagi kehujjahannya untuk digunakan sebagai sumber ajaran Islam
• RELEVANSI PENELITIAN HADIS
• Jika seluruh hadits telah atau pernah diteliti oleh para ulama terdahulu, masih relevankah penelitian hadits saat ini?
• Hasil penelitian hadits pada dasarnya tidak terlepas dari hasil ijtihad. Ijtihad tidak terlepas dari dua kemungkinan: benar dan
salah. Jadi hadits tertentu yang dinyatakan sahih oleh seorang ulama masih terbuka kemungkinan diketemukan kesalahannya setelah
dilakukan penelitian kembali secara cermat
• RELEVANSI
• Pada kenyataannya tidak sedikit hadits yang dinilai sahih oleh ulama tertentu, dinilai tidak sahih oleh ulama lain. Penelitian
masih tetap relevan untuk mengetahui sebab-sebab terjadinya perbedaan hasil penelitian.
• Pengetahuan manusia berkembang dari masa ke masa. Perkembangan tersebut seyogyanya dimanfaatkan untuk melihat kembali
hasil-hasil penelitian yang telah lalu.
• Ulama hadits adalah manusia biasa, yang tidak terlepas dari kesalahan. Karena itu sangat mungkin hasil penelitian mereka masih
ditemukan kesalahan.
• RELEVANSI …
• Dalam penelitian sanad, yang diteliti adalah kualitas dan kapasitas pribadi periwayat, di samping metode periwayatannya.
Menilai seorang periwayat adalah pekerjaan yang tidak mudah, karena setiap orang memiliki berbagai dimensi yang telah mempengaruhi
pribadinya. Sehingga tidak jarang ulama berbeda pendapat dalam menilai kualitas pribadi periwayat. Di sini, penelitian diperlukan bukan
pada tingkat periwayat, tetapi juga ulama yang menilai para periwayat tersebut.
• KEMUNGKINAN HASIL PENELITIAN HADIS
• Dilihat dari Jumlah Perawi Hadits
Akan menghasilkan pemetaan hadits berdasarkan kuantitas perawinya menjadi hadits mutawatir atau ahad.
Hadits mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh suatu komunitas (menurut batasan sebagian ulama minimal 10 orang)
perawi dari suatu komunitas perawinya lainnya, mulai dari awal hingga akhir sanad, yang menurut common sense mustahil komunitas
tersebut bersepakat untuk berdusta.
Hadits ahad adalah hadits yang tidak memenuhi kriteria hadits mutawatir tersebut. penelitian hadits diperlukan untuk menilai
kesahihan hadits-hadits yang berstatus ahad ini.
• KEMUNGKINAN HASIL PENELITIAN HADIS
Menurut pemetaan Ibn Hajar Al-’Asqalani (w. 852H), hadits Ahad meliputi hadits:
• Masyhur: hadits yang diriwayatkan oleh orang banyak, tetapi banyaknya periwayat belum mencapai tingkatan mutawatir.
• Aziz: hadits yang jumlah periwayatnya pada setiap tingkat sanad hadits tersebut kurang dari dua orang yang menerima dari dua
orang juga.
• Gharib: ialah hadits yang periwayatnya pada setiap tingkat sanad hanya seorang saja.
• KEMUNGKINAN HASIL PENELITIAN HADIS
2. Dilihat dari kualitas sanad dan matannya, hadits dipetakan menjadi tiga kategori, yaitu:
• Shahih: yaitu hadits yang sanadnya bersambung dari awal sampai akhir, yang diriwayatkan oleh para periwayat yang bersifat adil
dan dhabith, serta terhindar dari kejanggalan (syuzuz) dan cacat (‘illat)
• hasan, hadits yang sanadnya bersambung, dari awal sampai akhir, para periwayatnya bersifat adil namun kedhabitannya agak
kurang sedikit, serta terhindar dari kejanggalan (syuzuz) dan cacat (‘illat).
• dha’if, hadits yang tidak memenuhi sebagian atau seluruh syarat hadits shahih dan hasan.
Pembagian ini menurut Ibn Taimiyyah berlaku mulai zaman Imam At-Turmudzi (w. 279H). Pada zaman sebelumnya, hanya
dikenal dua pembagian hadits saja, yaitu: shahih dan dha’if.
• DASAR-DASAR TAKHRIJ AL-HADITS

• KULIAH IX
• PETA KONSEP
METODE TAKHRIJ AL-HADIS
Menghasilkan
HASIL KEGIATAN TAKHRIJ AL-HADIS
• PENGERTIAN TAKHRIJ AL-HADIS
• Takhrij al-hadis adalah penelusuran atau pencarian hadis dari berbagai sumbernya yang asli dengan mengemukakan matan serta
sanadnya secara lengkap untuk kemudian diteliti kualitas hadisnya.
• KEGUNAAN TAKHRIJ AL-HADIS
 Untuk mengetahui asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti
 Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadis yang akan diteliti
 Untuk mengetahui ada atau tidak adanya syahid dan mutabi` pada sanad yang diteliti.

• METODE TAKHRIJ AL-HADIS KONVENSIONAL


 Dengan mengetahui rawi hadis yang pertama, yakni sahabat apabila hadis tersebut muttashil dan tabi`in apabila hadis tersebut
mursal.
Kitab yang digunakan:
• Kitab-kitab Musnad, seperti Musnad Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Humaidi.
• Kitab-kitab Mu`jam, seperti Al-Mu`jam al-Kabir karya al-Thabarani.
• Kitab-kitab Athraf, seperti Athraf al-Shahihain karya al-Dimasyqi.

• 2. Dengan mengetahui lafadz awal suatu hadis


Kitab-kitab yang digunakan
• Kitab-kitab yang memuat hadis-hadis yang
masyhur di masyarakat, antara lain:Al-Maqashid al-Hasanah fi Bayan Katsir min al-Ahadits al-Musytahirah `ala al-Alsinah karya al-
Sakhawi.
• Kitab-kitab yang disusun berdasarkan alfabetis, antara lain: Al-Jami` al-Shaghir min Hadits al-Basyir al-Nadzir karya al-Suyuthi.
• Kamus yang disusun pengarangnya untuk kitab tertentu, di antaranya:Hidaal-Bari ila Tartib Ahadits al-Bukhari.
• 3. Dengan mengetahui sebagian lafadz hadis, baik di awal, tengan maupun akhir matannya.
Kitab yang diperlukan:
al-Mu`jam al-Mufahras li Alfadz al-Hadits al-Nabawi, karya Arnold John Wensinck dengan penerjemah Muhammad Fu`ad `Abd
al-Baqi, yang menghimpun 9 kitab hadis, yakni Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan al-Tirmidzi, Sunan al-
Nasa`I, Sunan Ibn Majah, Sunan al-Darimi, al-Muwaththa` Imam Malik, dan Musnad Ahmad bin Hanbal.
• 4. Dengan mengetahui tema hadis
Kitab yang diperlukan:
• Kitab Jawami`, seperti: Al-Jami` al-Shahih al-Bukhari, karya al-Bukhari.
• Kitab Mustakhraj, seperti:
Mustakhraj Shahih al-Bukhari, karya al-Ghithrifi
• Kitab al-Majami`, seperti al-Jam`u baina al-Shahihain, karya al-Sagani.
• Kitab-kitab Mustadrakat, seperti:
al-Mustadrak, karya al-Hakim
• Kitab-kitab Zawaid, seperti: Mishbah al-Zujajah fi Zawa`id Ibn Majah, karya al-Bushairi.
• Kitab Miftah Kunuz al-Sunnah karya Arnold John Wensinck

• 5. Dengan mengamati secara mendalam keadaan Sanad dan Matan


Kitab yang diperlukan:
• Hadis-hadis Maudhu`, seperti:Al-Maudhu`at al-Shugra, karya al-Qari`
• Hadis-hadis Qudsi, seperti: al-Ittihafat al-Saniyyah bi al-Ahadits al-Qudsiyyah, karya al-Munawi
• Hadis-hadis mursal, seperti: al-Musalsalah al-Kubra karya al-Suyuthi
• Cara Melakukan Takhrij al-Hadis dengan Perangkat Komputer
• Dengan memilih lafal yang terdapat dalam daftar lafal yang sesuai dengan hadis yang dicari.
• Dengan mengetikkan salah satu lafal dalam matan hadis.
• Berdasarkan tema kandungan hadis.
• Berdasarkan kitab dan bab sesuai yang ada dalam kitab aslinya.
• Berdasarkan nomer urut hadis.
• Berdasarkan pada periwayatnya.
• Berdasarkan aspek tertentu dalam hadis.
• Berdasarkan takhrij hadis.
• Contoh Kegiatan Takhrij al-Hadis.
Hadis tentang "syafaat Nabi saw. bagi
ahli neraka", bunyi teksnya adalah:
‫•‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَيَ ْد ُخلُونَ ْال َجنَّةَ يُ َس َّموْ نَ ْال َجهَنَّ ِميِّينَ‬ ‫يَ ْخ ُر ُج قَوْ ٌم ِم ْن النَّ ِ‬
‫ار بِ َشفَا َع ِة ُم َح َّم ٍد َ‬

‫‪HASIL TAKHRIJ AL-HADIS‬‬

‫•‬ ‫‪Al-Bukhari, kitab al-Riqaq, no. hadis 6073 dan 6081.‬‬


‫•‬ ‫‪Muslim, kitab al-Iman, no. hadis 280.‬‬
‫•‬ ‫‪Al-Tirmidzi, kitab Shifah Jahannam, no. hadis. 2525.‬‬
‫•‬ ‫‪Abu Dawud, kitab al-Sunnah, no. hadis. 4115.‬‬
‫•‬ ‫‪Ibnu Majah, kitab al-Zuhd, no. hadis 4306.‬‬
‫•‬ ‫‪Ahmad bin Hanbal, kitab Awwal Musnad al-Basharin, no. hadis. 19051.‬‬
‫•‬ ‫‪Teks hadis berdasar takhrij al-hadis secara lengkap‬‬
‫‪1. Hadis Riwayat al-Bukhari:‬‬
‫‪a. Al-Bukhari, kitab al-Riqaq, no. hadis. 6073.‬‬
‫•‬ ‫ال‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ق‬ ‫ر‬
‫ُ‬ ‫ي‬ ‫ار‬
‫ت َما َ ِ‬ ‫ع‬ ‫َّ‬ ‫الث‬ ‫اري ُر قُ ْل ُ‬ ‫ار ِبال َّشفَا َع ِة كَأَنَّهُ ْم الثَّ َع ِ‬ ‫ال يَ ْخ ُر ُج ِم ْن النَّ ِ‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَ َ‬ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ أَنَّ النَّ ِب َّي َ‬ ‫ان َح َّدثَنَا َح َّما ٌد ع َْن َع ْم ٍرو ع َْن َجا ِب ٍر َر ِ‬ ‫َح َّدثَنَا أَبُو النُّ ْع َم ِ‬
‫ال نَ َع ْم‬ ‫ار قَ َ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ن‬‫ال‬ ‫ن‬‫ْ‬ ‫م‬
‫ِ ِ‬ ‫ة‬‫ع‬‫َ‬ ‫ا‬ ‫َ‬ ‫ف‬ ‫َّ‬
‫ش‬ ‫ال‬ ‫ب‬
‫ِ‬ ‫ج‬
‫ُ‬ ‫ر‬
‫ُ‬ ‫خ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ي‬ ‫ل‬
‫ُ‬ ‫و‬ ‫ُ‬ ‫ق‬‫َ‬ ‫ي‬ ‫م‬‫َّ‬ ‫ل‬
‫ِ َ َ‬ ‫س‬
‫َ‬ ‫و‬ ‫ه‬ ‫ْ‬
‫ي‬ ‫َ‬ ‫ل‬‫ع‬‫َ‬ ‫ُ‬ ‫هَّللا‬ ‫ى‬‫َّ‬ ‫ل‬ ‫ص‬
‫َ‬ ‫ي‬
‫َّ‬ ‫ب‬
‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ُ‬
‫ْت‬ ‫ع‬ ‫م‬
‫ِ‬ ‫س‬
‫َ‬ ‫ل‬
‫ُ‬ ‫و‬ ‫ُ‬ ‫ق‬‫َ‬ ‫ي‬ ‫ِ ِ‬‫هَّللا‬ ‫د‬ ‫ْ‬
‫ب‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫ْنَ‬ ‫ب‬ ‫ر‬ ‫َ‬ ‫ب‬
‫ِ‬ ‫ا‬ ‫ج‬‫َ‬ ‫ْتَ‬‫ع‬ ‫م‬
‫ِ‬ ‫س‬‫َ‬ ‫د‬ ‫ٍ‬ ‫م‬ ‫َّ‬ ‫ح‬‫َ‬ ‫م‬‫ُ‬ ‫ا‬‫َ‬ ‫ب‬‫َ‬ ‫أ‬ ‫َار‬ ‫ن‬‫ي‬
‫ِ ِ ِ ِ ٍ‬ ‫د‬ ‫ْن‬
‫ب‬ ‫و‬ ‫ر‬ ‫م‬‫ْ‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫ل‬ ‫ُ‬
‫ت‬ ‫ْ‬
‫ل‬ ‫ُ‬ ‫ق‬‫َ‬ ‫ف‬ ‫ُ‬ ‫ه‬ ‫م‬
‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ف‬ ‫َ‬ ‫ط‬ ‫َ‬ ‫ق‬ ‫س‬
‫َ‬ ‫د‬‫ْ‬ ‫َ‬ ‫ق‬ ‫انَ‬ ‫َ‬
‫ك‬ ‫و‬
‫َ‬ ‫يس‬
‫…‬
‫ُ‬ ‫ضغَا ِب‬‫ال َّ‬
‫‪b. Al-Bukhari, kitab al-Riqaq, no. hadis. 6081.‬‬
‫•‬ ‫ار ِب َشفَا َع ِة‬ ‫ال يَ ْخ ُر ُج قَوْ ٌم ِم ْن النَّ ِ‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَ َ‬ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ َما ع َْن النَّ ِب ِّي َ‬ ‫ُصي ٍْن َر ِ‬ ‫َح َّدثَنَا ُم َس َّد ٌد َح َّدثَنَا يَحْ يَى ع َْن ْال َح َس ِن ب ِْن َذ ْك َوانَ َح َّدثَنَا أَبُو َر َجا ٍء َح َّدثَنَا ِع ْم َرانُ بْنُ ح َ‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَيَ ْد ُخلُونَ ْال َجنَّةَ يُ َس َّموْ نَ ْال َجهَنَّ ِميِّينَ‬ ‫ُم َح َّم ٍد َ‬
‫‪2. Hadis Riwayat Muslim:‬‬
‫‪Muslim, kitab al-Iman, no. hadis. 280.‬‬
‫•‬ ‫ال‬ ‫ار بِال َّشفَا َع ِة قَ َ‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم إِ َّن هَّللا َ ي ُْخ ِر ُج قَوْ ًما ِم ْن النَّ ِ‬ ‫ُول هَّللا ِ َ‬ ‫ِّث ع َْن َرس ِ‬ ‫َار أَ َس ِمعْتَ َجابِ َر بْنَ َع ْب ِد هَّللا ِ ي َُحد ُ‬ ‫ت لِ َع ْم ِرو ب ِْن ِدين ٍ‬ ‫ال قُ ْل ُ‬ ‫َح َّدثَنَا أَبُو ال َّربِ ِ‬
‫يع َح َّدثَنَا َح َّما ُد بْنُ زَ ْي ٍد قَ َ‬
‫نَ َع ْم‬
‫‪3. Hadis Riwayat al-Tirmidzi:‬‬
‫‪Al-Tirmidzi, kitab Shifah Jahannam, no. hadis. 2525.‬‬
‫•‬ ‫ُجنَّ قَوْ ٌم ِم ْن‬ ‫ال لَيَ ْخر َ‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَ َ‬ ‫ُصي ٍْن ع َْن النَّ ِب ِّي َ‬ ‫ار ِديِّ ع َْن ِع ْم َرانَ ب ِْن ح َ‬ ‫ار َح َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ َس ِعي ٍد َح َّدثَنَا ْال َح َسنُ بْنُ َذ ْك َوانَ ع َْن أَ ِبي َر َجا ٍء ْال ُعطَ ِ‬ ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ بَ َّش ٍ‬
‫ار ِديُّ ا ْس ُمهُ ِع ْم َرانُ بْنُ تَي ٍْم َويُقَا ُل ابْنُ ِم ْل َحانَ‬ ‫َ‬ ‫ط‬‫ع‬‫ُ‬ ‫ْ‬
‫ال‬ ‫ء‬
‫ٍ‬ ‫ا‬ ‫ج‬‫َ‬ ‫ر‬‫َ‬ ‫ُو‬ ‫ب‬‫َ‬ ‫أ‬ ‫و‬
‫َ‬ ‫ح‬
‫ٌ‬ ‫ي‬ ‫ح‬‫ِ‬ ‫ص‬‫َ‬ ‫نٌ‬ ‫س‬
‫َ‬ ‫ح‬
‫َ‬ ‫ٌ‬
‫يث‬ ‫د‬
‫ِ‬ ‫ح‬‫َ‬ ‫ا‬ ‫َ‬
‫ذ‬ ‫َ‬ ‫ه‬ ‫ى‬ ‫س‬
‫َ‬ ‫ي‬‫ع‬‫ِ‬ ‫ُو‬ ‫ب‬‫َ‬ ‫أ‬ ‫ال‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ق‬ ‫ُّونَ‬ ‫ي‬ ‫م‬
‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ن‬ ‫َ‬ ‫ه‬‫ج‬ ‫َ‬ ‫ْ‬
‫ال‬ ‫نَ‬ ‫وْ‬‫م‬‫َّ‬ ‫س‬
‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ي‬ ‫ي‬ ‫ت‬
‫ِ‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫ا‬‫َ‬ ‫ف‬ ‫َ‬
‫ش‬ ‫ب‬
‫ِ‬ ‫ار‬ ‫َّ‬ ‫ن‬ ‫ال‬ ‫ن‬ ‫ْ‬ ‫م‬ ‫ِ‬ ‫ي‬ ‫ت‬
‫ِ‬ ‫م‬
‫َّ‬ ‫أُ‬
‫ِ‬ ‫ِ‬
‫‪4. Hadis Riwayat Abu Dawud:‬‬
‫‪Abu Dawud, kitab al-Sunnah, no. hadis. 4115.‬‬
‫•‬ ‫ار بِ َشفَا َع ِة ُم َح َّم ٍد فَيَ ْد ُخلُونَ‬ ‫ال يَ ْخ ُر ُج قَوْ ٌم ِم ْن النَّ ِ‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَ َ‬ ‫ُصي ٍْن ع َْن النَّبِ ِّي َ‬ ‫ال َح َّدثَنِي ِع ْم َرانُ بْنُ ح َ‬ ‫َح َّدثَنَا ُم َس َّد ٌد َح َّدثَنَا يَحْ يَى ع َْن ْال َح َس ِن ب ِْن َذ ْك َوانَ َح َّدثَنَا أَبُو َر َجا ٍء قَ َ‬
‫ِّين‬ ‫َّ‬ ‫ْ‬
‫ال َجنة َويُ َس َّموْ نَ ال َجهَن ِمي َ…‬ ‫َ‬ ‫َّ‬ ‫ْ‬
‫‪5. Hadis Riwayat Ibn Majah:‬‬
‫‪Ibn Majah, kitab al-Zuhud, no. hadis. 4306.‬‬
‫•‬ ‫ُجنَّ قَوْ ٌم ِم ْن‬ ‫ال لَيَ ْخر َ‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَ َ‬ ‫ُصي ِْن ع َْن النَّ ِب ِّي َ‬ ‫ار ِديِّ ع َْن ِع ْم َرانَ ب ِْن ْالح َ‬ ‫ار َح َّدثَنَا يَحْ يَى بْنُ َس ِعي ٍد َح َّدثَنَا ْال َح َسنُ بْنُ َذ ْك َوانَ ع َْن أَ ِبي َر َجا ٍء ْال ُعطَ ِ‬ ‫َح َّدثَنَا ُم َح َّم ُد بْنُ بَ َّش ٍ‬
‫ار ِب َشفَا َعتِي يُ َس َّموْ نَ ْال َجهَنَّ ِميِّينَ‬ ‫ِ‬ ‫َّ‬ ‫ن‬ ‫ال‬

‫‪6. Hadis Riwayat Ahmad bin Hanbal:‬‬


‫‪Ahmad bin Hanbal, kitab Awwal Musnad al-Basharin, no. hadis. 19051.‬‬
‫•‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه‬ ‫ال يَ ْخ ُر ُج ِم ْن النَّ ِ‬
‫ار قَوْ ٌم بِ َشفَا َع ِة ُم َح َّم ٍد َ‬ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَ َ‬
‫ُصي ٍْن ع َْن النَّبِ ِّي َ‬ ‫ال َح َّدثَنِي أَبُو َر َجا ٍء قَ َ‬
‫ال َح َّدثَنِي ِع ْم َرانُ بْنُ ح َ‬ ‫َح َّدثَنَا يَحْ يَى ع َِن ْال َح َس ِن ب ِْن َذ ْك َوانَ قَ َ‬
‫ِّين‬ ‫َّ‬ ‫ْ‬ ‫َ‬
‫َو َسل َم فيُ َس َّموْ نَ ال َجهَن ِمي َ…‬ ‫َّ‬
‫•‬ ‫"‪Contoh 2, hadis tentang "Syafaat Nabi bagi Umatnya‬‬
‫ك ِباهَّلل ِ َش ْيئًا‬ ‫ت َد ْع َو ِتي َشفَا َعةً أِل ُ َّم ِتي َو ِه َي نَا ِئلَةٌ إِ ْن شَا َء هَّللا ُ َم ْن َماتَ ِم ْنهُ ْم اَل يُ ْش ِر ُ‬ ‫اختَبَأْ ُ‬
‫ِل ُكلِّ نَ ِب ٍّي َد ْع َوةٌ ُم ْست ََجابَةٌ َوإِنِّي ْ‬
‫‪Setelah dilakukan kegiatan takhrij al-hadis, hadis di atas‬‬
‫‪bersumber dari:‬‬
‫‪‬‬ ‫‪Al-Bukhari, kitab al-Da`awat, no. hadis 5829; dan al-Bukhari, kitab al-Tauhid, no. hadis 6920.‬‬
‫‪‬‬ ‫‪Muslim, kitab al-Iman, no. hadis 293, 294, 295, 296, 297, 298 dan 300.‬‬
‫‪‬‬ ‫‪Al-Tirmidzi, kitab al-Da`awat `an Rasulillah, no. hadis. 3526.‬‬
‫‪‬‬ ‫‪Ibnu Majah, kitab al-Zuhd, no. hadis 4297.‬‬
‫‪‬‬ ‫‪Ahmad bin Hanbal, bab Baqiy Musnad al-Muktsirin, no. hadis 7389, 8602, 8780, 8935, 9140, 9185 dan 9920.‬‬
‫‪‬‬ ‫‪Malik, kitab al-Nida` lil Shalah, no. hadis 443.‬‬
‫‪‬‬ ‫‪al-Darimi, kitab al-Riqaq, no. hadis 2685.‬‬
‫‪Penjelasan contoh 1, akan diulas pada bab III.‬‬

‫•‬ ‫‪TAKHRIJ AL-HADITS‬‬


‫‪SEBAGAI LANGKAH AWAL PENELITIAN HADITS‬‬

‫•‬ ‫‪OLEH:‬‬
‫•‬ ‫‪SAFRUDIN EDI WIBOWO, LC. M.Ag‬‬
‫•‬ ‫‪PENGERTIAN‬‬
‫•‬ ‫‪Secara bahasa, takhrij berarti : “berkumpulnya dua perkara yang berlawanan pada sesuatu yang satu”.‬‬
‫•‬ ‫‪Kata ‘takhrij’ digunakan untuk menunjuk makna berikut:‬‬
‫•‬ ‫)‪Al-istinbath (mengeluarkan‬‬
• At-tadrib (melatih atau membiasakan)
• At-taujih (mengarahkan)
• PENGERTIAN
Menurut istilah, takhrij didefinisikan sbb:
• Mengemukakan hadits kepada orang banyak dengan menyebutkan para periwayatnya dalam sanad yang telah menyampaikan
hadits itu dengan metode periwayatan yang mereka tempuh. (misal: Imam al-Bukhari dengan kitab Sahih-nya, Imam Muslim dengan
Kitab Sahih-nya dan Abu Dawud dengan kitab Sunan-nya) )
• Ulama hadits mengemukakan berbagai hadits yang telah dikemukakan oleh para guru hadits, atau berbagai kitab, atau riwayatnya
sendiri, atau para gurunya atau temannya, atau orang lain, dengan menerangkan siapa periwayatnya dari para penyusun kitab atau karya
tulis yang dijadikansumber pengambilan. (misal: Imam al-Baihaqi banyak mengadopsi hadits dari kitab Sunan karya Abu al-Hasan al-
Basri as-Saffar, lalu ia mengemukakan sanadnya sendiri.
• PENGERTIAN
• Menunjukkan asal-usul hadits dan mengemukakan sumber para pengambilnya dari berbagai kitab hadits yang disusun oleh para
mukharrijnya langsung (yakni para periwayat yang juga sebagai penghimpun bagi hadits yang mereka riwayatkan) (Misal: Bulugh al-
Maram karya Ibn Hajar al-’Asqalani)
• Mengemukakan hadits berdasarkan sumbernya atau berbagai sumbernya, yakni kitab-kitab hadits, yang di dalamnya disertakan
metode periwayatannya dan sanad masing-masing, serta diterangkan keadaan para periwayatnya dan kualitas haditsnya. Misal Zain ad-
Din ‘Abd ar-Rahman ibn al-Husain al-’Iraqi metakhrij hadits-hadits Ihya ‘Ulum ad-Din dalam karyanya “Ikhbar al-Ihya’ bi Akhbar al-
Ihya’
• Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadits pada sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab, yang di dalamnya
dikemukakan hadits itu secara lengkap dengan sanad-nya masing-masing, kemudian untuk kepentingan penelitian dijelaskan kualitas
hadits yang bersangkutan. (Kegiatan ilmiah melacak sumber hadits)
• KESIMPULAN
Takhrij al-ahadits adalah
“Kegiatan penelusuran atau pencarian hadits pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadits yang bersangkutan, yang di dalam
sumber tersebut dikemukakan secara lengkap matan dan sand hadits yang bersangkutan”.
• MENGAPA PERLU TAKHRIJ?
• Untuk mengetahui asal-usul riwayat hadits yang akan diteliti.
• Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadits yang akan diteliti.
• Untuk mengetahui ada tidaknya syahid atau muttabi’ pada sanad yang diteliti.
• BUKU-BUKU TENTANG
METODE TAKHRIJ AL-AHADITS
• Dr. Mahmud ath-Thahhan, Ushul at-Takhrij wa Dirasat al-Asanid, (Halb: Mathba’ah al-’Arabiyyah, 1398 H/1972)
• Dr. M. Syuhudi Ismail, Cara Praktis Mencari Hadits, (Jakarta: Bulan Bintang, 1412 H/1991 M)
• MACAM-MACAM METODE
YANG DIGUNAKAN
• Takhrij al-hadits bi al-lafz (penelusuran hadits melalui kata yang digunakan dalam matan hadits)
• Takhrij al-hadits bi al-Maudlu’ (penelusuran hadits berdasarkan tema permasalahan).
• TAKHRIJ AL-HADITS BI AL-LAFZ
• Digunakan untuk mencari hadits yang hanya diketahui sebagian kata saja dari matan haditsnya.
Referensi yang diperlukan:
1. Kamus Hadits:
Dr. A.J. Wensinck dkk, (terj. Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi), Al-Mu’jam Al-Mufahras Li Alfazh Al-Hadits An-Nabawi

• 2. Kitab-kitab yang dijadikan rujukan kamus tersebut, antara lain:

• Sahih al-Bukhari
• Sahih Muslim
• Sunan Abi Dawud
• Sunan At-Turmudzi
• Sunan An-nasa’i
• Sunan Ibn Majah
• Sunan Ad-Darimi
• Muwaththa’ Malik
• Musnad Ahmad Ibn Hanbal

• KEMUNGKINAN HASIL PENELITIAN TAKHRIJ BI AL-ALFAZH


• Setelah kegiatan takhrij dilakukan, mungkin belum semua riwayat telah tercakup. Maka hadits yang telah ditakhrij tadi perlu
dicross check lagi menggunakan kata kunci lainnya. Dengan demikian, dapat diketahui semua riwayat yang berkaitan dengan hadits yang
ditelusuri tadi.
• Misal: hadits:
‫من رأى منكم منكرا فليغيره بيده‬
Dengan bermodal kata kunci ‫منكرا‬, maka kata tersebut dapat ditelusuri melalui halaman kamus yang memuat kata ‫نكر‬. Setelah
diketemukan kata tersebut, kemudian dicari kata ‫منكرا‬. Hasilnya akan ditemukan bahwa hadits yang dicari mempunyai sumber yang cukup
banyak, yaitu:
• Sahih Muslim, kitab Al-Iman, no hadits 78.
• Sunan Abi Dawud, Ash-Shalat, bab 242; dan kitab Al-Malahim, bab 17;
• Sunan At-Turmudzi, kitab Al-Fitan, bab 11;
• Sunan An-Nasa’i, kitab Iman, bab 17;
• Sunan Ibn Majah, kitab Iqamah, bab 155; dan kitab Fitan, bab 20;
• Musnad Ahmad ibn Majah, Juz III, hlm. 10, 20, 49, 52-53.
• Setelah ditelusuri semua kata yang termuat dalam matan hadits, ternyata diperoleh tambahan keterangan bahwa hadits tersebut
termuat juga dalam Musnad Ahmad ibn Hanbal, juz III, hlm. 92 dengan menggunakan kata kunci ‫قلب‬.
• Untuk penelusuran kata ‫رأى‬, data yang tercantum pada kamus terdapat banyak kesalahan.
• Sedangkan untuk kata-kata lainnya, yakni: ‫لسانه‬, …‫يده‬,‫ يغير‬data yang dikemukakan justru kurang lengkap.

• STUDI PENDALAMAN
HADIS MAUDHU’
• KULIAH X
• Pengertian Hadis Maudhu’
Bahasa :
• Menggugurkan (‫وضع الجناية عنه ;)الوضع‬
• Meninggalkan (‫إبل موضوعة ;)الترك‬
• Mengada-ada (‫وضع فالن هذه القصة ;)اإلفتراء واإلختالق‬

Definisi :
• ‫ هو الكذب المختلق المصنوع المنسوب إلى رسول هللا‬: ‫الموضوع‬
Hadis dusta yang dicipta serta dibuat dan dinisbahkan kepada Rasulullah saw.

• Pertanyaan
• Mengapa penting mendalami Hadis Maudhu’ ?
• Hadis Maudhu’ bukan hadis; lalu mengapa disebut dengan istilah Hadis (Maudhu’) ?
• Beberapa Jawaban
• Hadis Maudhu’ adalah hadis dhaif yang paling jelek dan membahayakan bagi agama Islam dan pemeluknya.
• Ada ancaman khusus Rasulullah SAW dalam sebuah Hadis Mutawatir.
• Para ulama ada membahasnya secara tersendiri.
• Awal Kemunculan
• Situasi politik kaum muslimin, khususnya pada masa khalifah Ali ra.
• Kaum muslimin terpolarisasi menjadi beberapa kelompok : mendukung Ali (Syiah), mendukung Mu’awiyah, Khawarij (sesudah
perang Shiffin), dan kelompok “netral” (Murjiah).
• Menurut Ajjaj al-Khatib sebab-sebab pemalsuan hadis menjelang berakhirnya abad pertama Hijriyah.
• Sebab-sebab Pemalsuan Hadis
• Golongan-golongan politik (kelompok Syi’ah dan pendukun Mu’awiyah)
o ‫وصيي وموقع سري وخليفتي في أهلي وخير من أخلف بعدي علي‬
o …‫يا علي إن هللا غفر لك ولذريتك ولوالديك وألهلك ولشيعتك… ولمحبي شيعتك‬
o ‫ أنا وجبريل ومعاوية‬: ‫األمناء عند هللا ثالثة‬
o ‫أبو بكر وزيري والقائم في أمتي من بعدي وعمر حبيبي ينطق على لساني وأنا من عثمان وعثمان مني وعلي أخي وصاحب لوائي‬

• Khawarij dan pemalsuan hadis.

• Propaganda kaum zindik

“Bahwa sekelompok Yahudi datang kepada Rasulullah, lalu berkata : “Siapa yang menyangga arasy?” Beliau menjawab : “Arasy
disangga oleh singa dengan taring-taringnya. Air yang turun dari langit itu merupakan keringatnya” Mereka berkata : “Kami bersaksi
bahwa engkau adalah Rasulullah SAW”.

• Perbedaan ras dan fanatisme suku

o ‫إن كالم الذين حول العرش بالفارسية‬


o ‫وكالم أهل الجنة العربية‬...‫أبغض الكالم إلى هللا الفارسية‬
o ‫ مكة والمدينة وبيت المقدس ودمشق‬: ‫أربع مدائن من مدن الجنة في الدنيا‬
o ‫ ويكون في أمتي رجل يقال له أبو حنيفة هو سراج أمتي‬,‫يكون في أمتي رجل يقال له محمد ابن إدريس أضر على أمتي من إبليس‬
• Bualan tukang cerita
Ahmad bin Hanbal dan Yahya bin Ma’in mendapati langsung nama mereka dicatut dalam periwayatan hadis berikut :
‫من قال ال إله إال هللا خلق هللا من كل كلمة طيرا منقاره من ذهب وريشه من مرجان‬
• Perbedaan teologi
‫كل ما في السموت واألرض وما بينهما فهو مخلوق غير القرأن وسيجيئ أقوام من أمتي يقولون القرأن مخلوق فمن قاله منهم فقد كفر باهلل العظيم وطلقت إمرأته من ساعته‬

• Upaya Ulama Memerangi Hadis Palsu


• Berpegang pada isnad. Ungkapan dari Abdullah ibn Mubarak.
• Riwayat Sufyan bin Uyainah soal wanita haidh berhaji.
• Menggiatkan semangat ilmiah penelitian hadis.
• Menjelaskan hal ihwal para pendusta.
• Memerangi langsung para pendusta. Abd al-Karim ibn Abu al-Arja’ dipancung.
• Meletakkan kaidah

• Kriteria Kepalsuan Hadis

• Pada sanad; pengakuan pendusta sendiri


• Pada matan; kejanggalan redaksi, kekacauan makna, bertentangan dengan al-Qur’an, hadis, dan ijma’, bertentangan dengan
realitas sejarah.

• Penutup
• Terimakasih.

• GERAKAN INKAR AL-SUNNAH

• KULIAH XI
• DEFINISI
• Kata Inkar as-Sunnah terdiri dari dua kata yaitu : “inkar” dan “as-Sunnah”.
• Kata inkar berasal dari kata (‫ إنكارا‬- ‫ )أنكر – ينكر‬yang mempunyai arti: “tidak mengakui dan tidak menerima baik di lisan dan hati,
dan menolak apa yang tidak tergambarkan dalam hati. Misalnya:
• )58( َ‫فَ َدخَ لُوْ ا َعلَ ْي ِه فَ َع َرفَهُ ْم َوهُ ْم لَهُ ُم ْن ِكرُوْ ن‬
• “Lalu mereka (saudara-saudara Yusuf) masuk ke (tempat) nya. Maka Yusuf mengenal mereka, sedang mereka tidak kenal (lagi)
kepadanya”. (QS.Yusuf(12):58)
• )83( َ‫ْرفُوْ نَ نِ ْع َمةَ هللاِ ثُ َّم يُ ْن ِكرُوْ نَهَا… َوأَ ْكثَ ُرهُ ُم الكَافِرُوْ ن‬
ِ ‫يَع‬
• “Mereka mengetahui nikmat Allah, kemudian mengingkarinya dan kebanyakan mereka adalah orang-orang kafir. (QS.An-Nahl
(16):83)
• PERBEDAAN INKAR DENGAN JUHD
• Al-Askari membedakan antara makna Al-Inkar dan Al-Juhdu.
• Kata Al-Inkar terhadap sesuatu yang tersembunyi dan tidak disertai pengetahuan, sedangkan Al-Juhdu terhadap sesuatu yang
tampak dan disertai dengan pengetahuan.
• Dengan demikian, bisa jadi orang yang mengingkari sunnah sebagai hujjah di kalangan orang yang tidak banyak pengetahuannya
tentang ulumul hadist
• Abi Hilal Al-Askari, Al-Lum’ah min Al-Furuq, hal 2

• MAKNA KATA GABUNG


INKAR AS-SUNNAH
• Dari beberapa kata “inkar” di atas dapat disimpulkan bahwa inkar secara etimologis diartikan menolak, tidak mengakui, dan
tidak menerima sesuatu, baik lahir dan bathin atau lisan dan hati yang dilatarbelakangi oleh faktor ketidaktahuannya atau factor lain,
misalnya karena gengsi, kesombongan, keyakinan, dan lain-lain.
• Sedangkan kata “sunnah” ialah “Segala yang dinukilkan/bersumber dari Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan,
perbuatan, maupun berupa taqrir (ketetapan), tabi’at, budi pekerti, perjalanan hidup, baik yang terjadi sebelum Nabi Muhammad diutus
menjadi Rasul maupun sesudahnya
• MAKNA ISTILAHI
 Paham yang timbul dlam masyarakat Islam yang menolak hadis atau sunnah sebagai sumber ajaran Islam yang kedua setelah al-
Qur’an.
 Suatu paham yang timbul pada sebagian minoritas umat Islam yang menolak dasar hukum Islam dari Sunnah Sahihah, baik
sunnah praktis atau yang secara formal dikodifikasikan para ulama.

• TIGA JENIS KELOMPOK


INKAR AL-SUNNAH.
• Pertama, kelompok yang menolak hadist-hadist Rasulullah SAW secara keseluruhan.
• Kedua, kelompok yang menolak hadist-hadist yang tak disebutkan dalam Al-Qur’an secara tersurat ataupun tersirat.
• Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadist-hadist mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang atau
periodenya, tak mungkin mereka berdusta) dan menolak hadist-hadist ahad (tidak mencapai derajat mutawatir) walaupun shahih.
• SEJARAH INKAR AS-SUNNAH
MASA KLASIK
Masa Sahabat
• Pada masa sahabat, seperti diturunkan oleh Imam Al –Hasan Al-Bashri (w. 110 H), ada sahabat yang kurang begitu
memperhatikan kedudukan sunnah Nabi SAW, yaitu ketika sahabat nabi SAW, Imran bin Hushain (w. 52 H) sedang mengajarkan hadis.
Tiba-tiba, ada seorang yang meminta agar ia tidak usah mengajarkan hadis, tetapi cukup mengajarkan Al-Qur’an saja.
• Jawab Imran “Tahukah anda, seandainya anda dan teman-teman hanya memakai Al-Quran, apakah anda dapat menemukan
dalam Al-Qur’an bahwa shalat dhuhur itu empat rakaat, shalat ashar empat rakaat, dan shalat Maghrib tiga rakaat? Apabila anda hanya
memakai Al-Qur’an dari mana anda tahu bahwa tawaf (mengelilinging ka’bah) dan Sa’i antara Shafa dan Marwa itu tujuh kali?”
Mendengar jawaban itu, orang tersebut berkata, “Anda telah menyadarkan saya. Mudah-mudahan, Allah selalu menyadarkan anda.”
Akhirnya sebelum wafat, orang itu menjadi ahli Fiqh

• INKAR AS-SUNNAH MASA KLASIK


• Hal yang serupa juga pernah terjadi pada Ummayah bin ‘Abdillah bin Khalid (w.87 H), ketika ia mencoba mencari semua
permasalahan dalam Al-Qur’an saja. Karena tidak menemukan jawaban atas masalah yang dihadapinya, akhirnya ia bertanya kepada
‘Abdullah bin Umar (w. 74 H).
• Ia berkata, “Didalam Al-Qur’an, saya hanya menemukan keterangan tentang shalat di rumah dan shalat dalam peperangan
(shalat al-khauf), sedangkan masalah shalat dalam perjalanan tidak ditemukan. ‘Abduillah bin umar menjawab, “Wahai kemenakanku,
Allah telah mengutus Nabi Muhammad SAW kepada kita, sementara kita tidak mengetahui apa-apa. Karena itu, kita kerjaan apa saja yang
kita lihat Nabi SAW mengerjakannya
• MASA KLASIK
• semakin jauh dari masa Nabi SAW, semakin banyak orang-orang yang mencari pemecahan masalah-masalah yang mereka
hadapi hanya dalam Al-Qur’an.
• Bahkan, tokoh ahli hadis Ayyub As-Sakhtiyani (w. 131 H) berkata, “Apabila anda mengajarkan hadist kepada seseorang,
kemudian ia berkata, ‘Ajarilah kami dengan Al-Qur’an saja, tidak usah memakai hadist, ketahuilah bahwa orang tersebut adalah sesat dan
menyesatkan.
• SIKAP KHAWARIJ TERHADAP AS-SUNNAH
• Kata khawarij merupakan bentuk jama’ dari kata kharij’ yang berarti “sesuatu yang keluar”.
• Sementara menurut pengertian terminologis, khawarij adalah kelompok atau golongan yang keluar dan tidak loyal kepada
pimpinan yang sah.
• Yang dimaksud khawarij disini adalah golongan tertentu yang memisahkan diri dari kepemimpinan Ali bin Abu Tholib r.a.
• SIKAP KHAWARIJ TERHADAP HADIS
• Hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat sebelum kejadian fitnah (perang saudara antara Ali bin Abu Thalib r.a dan
Muawiyah r.a) diterima oleh kelompok khawarij.
• Dengan alasan bahwa sebelum kejadian itu para sahabat dinilai sebagai orang-orang yang ‘adil (muslim yang sudah akil-baligh,
tidak suka berbuat maksiat, dan selalu menjaga martabatnya).
• Namun sesudah kejadian fitnah tersebut, kelompok khawarij menilai mayoritas sahabat Nabi SAW sudah keluar dari islam.
Akibatnya, hadis-hadis yang diriwayatkan oleh para sahabat sesudah kejadian itu ditolak kelompok khawarij
• SYI’AH DAN SUNNAH
• Kata Syi’ah berarti “para pengikut” atau “para pendukung”.
• Sementara menurut pengertian terminologis, Syi’ah adalah golongan yang menganggap bahwa ‘Ali bin Abu Thalib r.a lebih
utama daripada khalifah sebelumnya (Abu Bakar, ‘Umar dan Utsman), dan berpendapat bahwa Ahl-Bait (keluarga nabi SAW) lebih
berhak menjadi khalifah daripada yang lain.
• Golongan Syi’ah ini terdiri diri berbagai kelompok dan tiap-tiap kelompok menilai kelompok lain sudah keluar dari islam.
Sementara kelompok yang masih eksis hingga sekarang adalah kelompok Itsna ‘asyariyah. Kelompok ini menerima hadis Nabawi sebagai
salah satu sumber syariat Islam. Hanya saja, ada perbedaan mendasar antara kelompok Syi’ah ini dengan golongan Ahl-Sunnah (golongan
mayoritas umat islam), yaitu dalam hal penetapan hadis.
• SIKAP SYI’AH TERHADAP HADIS
• Golongan Syi’ah menganggap bahwa sepeninggalan Nabi SAW, mayoritas para sahabat sudah murtad (keluar dari islam),
kecuali beberapa orang saja yang menurut mereka masih tetap muslim.
• Karena itu, golongan Syi’ah menolak hadis-hadis yang diriwayatkan oleh mayoritas para sahabat tersebut. Syi’ah hanya
menerima hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Ahl Al-Bait saja.
• MU’TAZILAH DAN SUNNAH
• Kata mu’tazilah adalah “sesuatu yang mengasingkan diri”.
• Sementara yang dimaksud di sini adalah golongan yang mengasingkan diri dari mayoritas umat islam karena mereka berpendapat
bahwa seorang muslim yang fasiq (berbuat maksiat) tidak dapat disebut mukmin atau kafir.
• golongan ini disebut Mu’tazilah karena, ketika Washil bin ‘Ata sedang berguru kepada Al-Hasan Al-Bashri di masjid Bashrah,
ada seseorang yang bertanya tentang status orang muslim yang berbuat maksiat. Sebelum Al-Hasan Al-Bashri menjawab pertanyaan itu,
Washil bin ‘Ata berkata, “Menurut saya orang tersebut berada di tempat antara dua tempat (manzilah baina manzilataini), bukan mukmin
dan bukan kafir.”
• Washil kemudian berdiri dan meninggalkan pengajian Al-Hasan Al-Bashri. Ia pergi menuju suatu tiang di dalam masjid tersebut
dan menerangkan pendapatnya kepada orang-orang yang mengikutinya. Melihat kejadian itu, Al-Hasan Al-Bashri berkomentar, “I’tazala
‘anna Washil” (Washil telah memisahkan diri dari kita). Akhirnya, kelompok ini disebut Mu’tazilah
• SIKAP TERHADAP SUNNAH
• Syeikh Muhammad Al-Khudhari berpendapat bahwa Mu’tazilah menolak sunnah. Pendapat ini berdasarkan adanya diskusi
antara Imam Asy-Syafi’I (w. 204 H) dan kelompok yang mengingkari Sunnah. Sementara kelompok atau aliran yang ada pada waktu itu
di Bashrah Irak adalah Mu’tazilah.
• Ada sebagian ulama Mu’tazilah yang tampaknya menolak Sunnah, yaitu Abu Ishaq Ibrahim bin Sajyar, yang populer dengan
sebutan Al-Nadhdham (w. 221-223 H). ia mengingkari kemukjizatan Al-Quran dari segi susunan bahasanya, mengingkari mukjizat Nabi
Muhammad SAW, dan mengingkari hadis yang tidak dapat memberikan pengertian yang pasti untuk dijadikan sumber syariat islam.
• Bahkan mayoritas ulama Mu’tazilah, misalnya Abu Al-Hudzail Al-‘Allaf (w. 226 H) dan Muhammad bin Abd Al-Wahab Al-
Jubba’i (w. 303 H), justru menilai bahwa Al-Nadhdham telah keluar dari islam.
• PEMBELA SUNNAH
• Pada masa klasik, Imam Asy-Syafi’i telah memainkan perannya dalam menundukan kelompok pengingkar sunnah.
• Seperti telah disebutkan dalam kitabnya Al-Umm, beliau menuturkan pendebatanya dengan orang yang menolak hadis. Setelah
melalui perdebatan yang panjang, rasional, dan ilmiah pengingkar Sunnah tersebut akhirnya tunduk dan menyatakan menerima hadist.
• Oleh karena itu, Imam Asy- Syafi’i kemudian diberi julukan sebagai Nashir As-Sunnah (pembela Sunnah). [35] Asy-Syafi’I.
op.cit hlm. 273-278; As-Siba’i. op.cit. hlm. 148

• INKAR AS-SUNNAH MASA KINI


• Pada abad keempat belas Hijriah, pemikiran inkar as-sunnah muncul kembali kepermukaan dengan bentuk dan penampilan yang
berbeda dari ingkar as-sunnah klasik.
• Apabila ingkar as-sunnah klasik muncul di Bashra, Irak akibat ketidaktahuan sementara orang terhadap fungsi dan kedudukan
Sunnah, ingkar as-sunnah modern muncul di Kairo Mesir akibat pengaruh pemikiran kolonialisme yang ingin melumpuhkan dunia Islam.
• Apabila ingkar as-sunnah klasik masih banyak bersifat perorangan dan tidak menamakan dan tidak menamakan dirinya mujtahid
atau pembaharu, ingkar as-sunnah modern banyak yang bersifat kelompok yang terorganisir, dan tokoh-tokohnya banyak yang
mengklaim dirinya sebagi mujtahid dan pembaharu.

• Muhammad Mustafa Azami menuturkan bahwa ingkar as-sunnah modern lahir di kairo Mesir pada masa Syeikh Muhammad
Abduh (1266-1323 H/1849-1905 M).
• Dengan kata lain, Syeikh Muhammad Abduh adalah orang yang pertama kali melontarkan gagasan ingkar as-sunnah pada masa
modern. Pendapat Azami ini masih diberi catatan, apabila kesimpulan Abu Rayyah dalam kitabnya Adhwa ‘ala As-Sunnah al-
Muhammadiyah itu benar.
• Abu Rayyah menuturkan bahwa Syeikh Muhammad Abduh berkata, “Umat Islam pada masa sekarang ini tidak mempunyai
imam (pimpinan) selain Al-Qur’an, dan Islam yang benar adalah Islam pada masa awal sebelum terjadinya fitnah (perpecahan)”.
• Beliau juga berkata, “Umat Islam sekarang tidak mungkin bangkit selama kitab-kitab ini (maksudnya kitab-kitab yang diajarkan
yang diajarkan di Al-Azhar dan sekenisnya) masih tetap diajarkan. Umat islam tidak mungkin maju tanpa ada semangat yang menjiwai
umat islam abad pertama, yaitu Al-Qur’an. Semua hal selain Al-Qur’an akan menjadi kendala yang menghalangi antara Al-Qur’an dan
ilmu tentang amal.

• Abu Rayyah dalam menolak sunnah banyak merujuk pada pendapat Syeikh Muhammad Abduh dan Sayyid Rasyid Ridha,
sehingga kedua tokoh ini-khususnya Syeikh Muhammad Abduh disebut-sebut sebagai pengingkar Sunnah. Namun benarkah Syeikh
Muhammad Abduh mengingkari Sunnah? Seperti dituturkan di atas, Azami masih belum memastikan hal itu karena ia hanya menukil
pendapat Abu Rayyah yang belum dapat dipastikan kebenaranya.
• Sementara Mustafa As-Siba’i secara tidak langsung menuduh Syeikh Muhammad Abduh sebagai pengingkar sunnah. As-Siba’I
menilai Abduh sebagai orang yang sedikit perbendaharaan hadisnya.
• Menurut As-Siba’i, Syeikh Muhammad Abduh memiliki prinsip bahwa senjata yang paling ampuh untuk membela islam adalah
logika dan argument yang rasional. Berangkat dari prinsip ini, Abduh kemudian mempunyai penilaianyang lain terhadap Sunnah dan pada
akhirnya dijadikan argument kuat oleh Abu Rayyah dalam mengingkari Sunnah.
• SIKAP MUHAMMAD ABDUH
• Sebenarnya keterangan Abduh, sebagaimana yang dinukil Abu Rayyah masih perlu ditinjau kembali. Masalahnya, boleh jadi,
Abduh ketika mengatakan hal itu didorong oleh semangat yang menggebu-gebu untuk membumikan Al-Qur’an sehingga ia berpendapat
bahwa selain Al-Qur’an, tidak ada gunanya sama sekali. Namun bagaimanapun, ia telah dituduh sebagai pengingkar Sunnah.
• Sementara itu, ada suatu hal yang sudah kongkret tentang Syeikh Muhammad Abduh dalam kaitanya dalam hadis, yaitu ia
menolak hadis ahad untuk dijadikan dalil dalam masalah akidah (tauhid).
• Hadis ahad adalah hadis yang dalam setiap jenjang periwayatannya (thabaqah al-ruwat) hanya terdapat maksimal sembilan orang
rawi. Sebaliknya, hadis mutawatir adalah hadis yang dalam setiap jenjang periwayatannya terdapat minimal sepuluh orang rawi. Menurut
Abduh, untuk masalah-masalah akidah hanya dapat dipakai hadis-hadis mutawatir
• SIKAP TAUFIQ SIDQI
• Pemikiran Syeikh Muhammad Abduh dalam ‘menolak’ sunnah ini diikuti oleh Taufiq Shidqi, yang menulis dua sebuah artikel
dalam majalah Al-Manar nomer 7 dan 12 tahun IX dengan judul “Islam adalah Al-Qur’an itu sendiri”. Sambil mengutip ayat-ayat Al-
Qur’an Taufiq Shidiq mengatakan bahwa islam tidak memerlukan Sunnah.
• Pendapat Taufiq Shidqi ini ditanggapi positif oleh Sayyid Rasyid Ridha, antara lain dengan mengatakan, “Dalam masalah ini ada
suatu hal yang perlu dikaji ulang, yaitu apakah hadis yang mereka sebut sebagai Sunnah Qauliyah itu merupakan agama dan syariat yang
bersifat umum, meskipun hal itu tidak merupakan aturan-aturan yang harus dikerjakan, khususnya pada masa-masa awal? Apabila kita
menjawab “Ya”, ada pertanyaan besar yang perlu kita jawab, yaitu mengapa Nabi SAW justru melarang penulisan apapun selain Al-
Qur’an? Begitupula, para sahabat, mengapa mereka tidak menulis hadis, bahkan para ulama dari kalangan mereka seperti para Khalifah
juga tidak terpanggil untuk memerhatikan dan melestarikan hadist?

• SIKAP SAYYID RIDLA


• Sayyid Rasyid Ridha tampaknya sangat mendukung pemikiran Taufiq Shidqi. Bahkan, ia berpendapat bahwa hadis-hadis yang
sampai kepada kita dengan riwayat mutawatir, seperti jumlah rakaat shalat, puasa, dan lain-lain, haarus diterima dan hal itu disebut aturan
agama secara umum. Akan tetapi, hadis-hadis yang periwayatanya tidak mutawatir disebut aturan agama secara khusus dimana kita tidak
wajib menerimanya.
• Namun demikian, belakangan ia mencabut pendapatnya itu, bahkan dikenal sebagai pembela hadis. As-Siba’i menuturkan, “Pada
awalnya Sayyid Rasyid Ridha terpengaruh dengan pemikiran gurunya, ia pun sedikit perbendarahannya dalam masalah hadis dan tidak
banyak mengetahui ilmu-ilmu hadis. Namun, sesudah Syeikh Muhammad Abduh wafat dan Sayyid Rasyid Ridha menerima tongkat
estafet pembaharuan, ia banyak mendalami ilmu-ilmu fiqh, hadis, dan lain-lain, sehingga ia menjadi tempat bertanya umat islam di
seluruh dunia. Karena itu pengetahuan beliau tentang hadis semakin dalam sehingga akhirnya ia menjadi pengibar panji-panji Sunnah di
Mesir
• SIKAP AHMAD AMIN
• Babak berikutnya, pada tahun 1929, Ahmad Amin menerbitkan buku Fajr Al-Islamy ang mengulas masalah hadis dalam suatu
bahasan khusus (bab IV pasal 2). Kemudian, pada tahun 1353 H (1933 M), Ismail Adham mempublikasikan bukunya tentang sejarah
hadis.
• Ia berkesimpulan bahwa hadis-hadis yang terdapat dalam kitab-kitab sahih (antara lain Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim)
tidak dapat dipertanggungjawabkan sumbernya. Menurutnya hadis-hadis itu secara umum diragukan otentisitasnya
• ARGUMENTASI INKAR AL-SUNNAH
1. Agama bersifat konkret dan pasti
• Mereka berpendapat bahwa agama harus dilandaskan pada suatu hal yang pasti. Apabila kita mengambil dan memakai sunnah,
berarti landasan agama itu tidak pasti. Al-Qur’an yang kita jadikan landasan agama itu bersifat pasti, seperti dituturkan dalam ayat berikut:
• )2-1 : ‫ هُدًى لِ ْل ُمتَّقِي َ…ْن (البقرة‬,‫ْب فِ ْي ِه‬َ ‫ ذلِكَ ْال ِكتَابُ اَل َري‬.‫الم‬
• ً
)31: ‫ص ِّدقا لِ َما بَيْنَ يَ َد ْي ِه (فاطر‬
َ ‫ق ُم‬ ُّ ‫الح‬ َ ‫ب ه َُو‬ ِ ‫َوالَّ ِذي أَوْ َح ْينَا إِلَيْكَ ِمنَ ْال ِكتَا‬
• Sementara apabila agama islam itu bersumber dari hadist, ia tidak akan memiliki kepastian sebab keberadaan hadist, khususnya
hadist ahad- bersifat dhanni (dugaan yang kuat), dan tidak sampai pada peringkat pasti. Karena itu, apabila agama Islam berlandaskan
hadist disamping Al-Qur’an, Islam akan bersifat ketidak pastian. Dan ini dikecam oleh Allah dalam firmannya,
• )28: ‫ق َش ْيئًا (النجم‬ ِّ ‫َوإِنَّ الظَّنَّ اَل يُ ْغنِي ِمنَ ْال َح‬
• ARGUMEN KEDUA
2. Al-Qur’an Sudah Lengkap
• Dalam syari’at Islam, tidak ada dalil lain, kecuali Al-Qur’an. Allah SWT berfirman,
• )38: ‫َي ٍء (األنعام‬ ْ ‫ب ِم ْن ش‬ ِ ‫َّطنَا فِي ْال ِكتَا‬ ْ ‫َما فَر‬
• Jika Al-Qur’an masih memerlukan penjelasan, berarti mendustakan pernyataan Al-Qur’an yang membahas segala hal secara
tuntas. Oleh karena itu, dalam syari’at Allah tidak mungkin diambil pegangan lain, kecuali Al-Qur’an.
• ARGUMEN KETIGA
• Ketiga, al-Qur’an tidak memerlukan penjelas
• Al-Qur’an tidak memerlukan penjelasan, justru sebaliknya Al-Qur’an merupakan penjelasan terhadap segala hal. Allah SWT
berfirman,
• )89 : ‫َي ٍء َوهُدًى َو َرحْ َمةً َوبُ ْش َرى لِ ْل ُم ْسلِ ِميْنَ (النحل‬ َ ‫َونَ َّز ْلنَا َعلَيْكَ ْال ِكت‬
ْ ‫َاب تِ ْبيَانًا… ِل ُكلِّ ش‬
• )114: ‫صاًل (األنعام‬ َّ َ‫َاب ُمف‬ ْ َ َّ
َ ‫َوه َُو ال ِذي أ ْنزَ َل إِلَ ْي ُك ُم ال ِكت‬
• Mereka menganggap Al-Qur’an sudah cukup karena memberikn penjelasan terhadap segala masalah. Mereka adalah orang-orang
yang menolak hadist secara keseluruhan, seperti Taufiq Sidqi dan Abu Rayyah.
• ARGUMEN PENOLAKAN
• Keempat, al-Qur’an diwahyukan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui malaikat jibril dalam bahsa arab. Orang-orang
yang memiliki pengetahuan bahsa arab mampu memahami Al-Qur’an secara langsung tanpa bantuan penjelasan dari hadis Nabi. Dengan
demikian hadis Nabi tidak diperlukan untuk memahami petunjuk Al- Qur’an.
• Kelima, dalam sejarah, umat islam telah mengalami berbagai kemunduran disegala bidang. Umat islam mundur karena mereka
terpecah belah menjadi berbagai golongan dan firqoh-firqoh yang beraneka macam ragamnya. Perpecahan itu terjadi karena umat islam
berpegang pada hadis nabi. Jadi menurut pengingkar As-Sunnah hadist Nabi merupakan sumber kemunduran umat islam. Agar umat
islam maju, maka umat islam harus meninggalkan hadist Nabi
• ARGUMEN PENOLAKAN
• Keenam, asal mula hadis Nabi yang dihimpun dalam kitab-kitab hadis adalah dongeng-dongeng semata. Dinyatakan demikian
karena hadis nabi lahir setelah lama wafat Nabi. Dalam sejarah sebagian hadis baru muncul pada zaman tabi’in dan atba’ at tabi’in yakni
pada tahun sekitar 40 atau lima puluh tahun sesudah Nabi wafat. Kitab-kitab hadis yang terkenal misalnya, shahih al-bukhori dan shahih
muslim, adalah kitab-kitab yang menghimpun berbagai hadis palsu. Disamping itu banyak matan hadist yang termuat dalam berbagai
kitab hadist, isinya bertentangan dengan Al-Qur’an ataupun logika.
• ARGUMEN PENOLAKAN
• Ketujuh, menurut dokter Taufik Sidqi tiada satupun hadis nabi yang dicatat pada zaman Nabi. Pencatatn hadis terjadi setelah
Nabi wafat. Dalam masa tidak tertulisnya hadis itu, manusia berpeluang untuk mempermaiankan an merusak hadis sebagaimana yang
telah terjadi.
• Kedelapan, menurut para pengingkar as sunnah, kritik sanad yang terkenal dalam ilmu hadis sangat lemah untuk menentukan
kesahihan hadis dengan alasan
Dasar kritik sanad itu, yang dalam ilmu hadis dikenal dengan istilah ilmu jarh wa at ta’dil (ilmu yang membahas ketercelaan dan
keterpujian para periwayat hadis) baru muncul setelah satu setengah abad Nabi wafat. Dengan demikian para periwayat generasi sahabat
Nabi, al tabi’in dan atba’ at tabi’in tidak dapat ditemui dan diperiksa lagi
• BANTAHAN TERHADAP ARGUMENTASI
INKAR AL-SUNNAH
a). Bantahan terhadap argumen pertama:
Alasan mereka bahwa Sunnah itu dhanni (dugaan kuat) sedang kita diharuskan mengikuti yang pasti (yakin), tidaklah tepat,
sebab Al-Qur’an sendiri meskipun kebenaranya sudah diyakini sebagai Kalamullah, tidak semua ayat memberikan petunjuk hukum yang
pasti sebab banyak ayat yang pengertiannya masih dhanni (dhanni ad-dalalah).
• )36: …‫ق َش ْيئًا (يونس‬ِّ ‫َو َما يَتَّ ِب ُع أَ ْكثَ ُرهُ ْم إِاَّل ظَنًّا ً إِنَّ الظَّنَّ اَل يُ ْغ ِني ِمنَ ْال َح‬
• Yang dimaksud dengan ‘kebenaran’ (al-haq) disini adalah masalah yang sudah tetap dan pasti. Jadi, maksud ayat ini
selengkapnya adalah, bahwa dhanni tidak dapat melawan kebenaran yang sudah tetap dengan pasti, sedangkan dalam hal menerima hadis,
masalahnya tidak demikian.
• BANTAHAN TERHADAP ARGUMENTASI
INKAR AL-SUNNAH
b). Bantahan terhadap Argumen kedua
• Dalam ayat 44 surat An-Nahl Allah berfirman,
• ِ َّ‫َوأَ ْنزَ ْلنَا ِإلَيْكَ ال ِّذ ْك َر ِلتُبَيِّنَ ِللن‬
)44: ‫اس َما نُ ِّز َل إِلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّهُ ْم يَتَفَ َّكرُوْ نَ (النحل‬
• Apabila Allah sendiri yang menurunkan Al-Qur’an itu sudah membebankan kepada Nabi-Nya agar ia menerangkan isi Al-
Qur’an, dapatkah dibenarkan seorang muslim menolak keterangan atau penjelasan tentang isi Al-Qur’an tersebut, dan memakai Al-Qur’an
sesuai pemahamanya sendiri seraya tidak mau memakai penjelasan-penjelasan yang beraasal dari Nabi SAW?
• Apakah ini tidak berati percaya kepada sejumlah ayat Al-Qur’an dan tidak percaya kepada ayar-ayat yang lain?
• BANTAHAN TERHADAP ARGUMENTASI
INKAR AL-SUNNAH
c) . Bantahan terhadap Argumen Ketiga,
• Sedangkan argument mereka dengan ayat 38 surat Al-An’aam,
• )85: ‫َي ٍء (األنعام‬ْ ‫ب ِم ْن ش‬ ِ ‫َّطنَا ِفي ْال ِكتَا‬ ْ ‫َما فَر‬
• Hal itu tidak pada tempatnya sebab Allah juga menyuruh kita untuk memakai apa yang disampaikan oleh Nabi SAW, seperti
dalam firman-Nya,
• )7: ‫َو َما ات ُك ُم ال َّرسُوْ ُل فَ ُخ ُذوْ هُ َو َما نَه ُك ْم َع ْنهُ فَاْنتَهُوا (الحشر‬
• )36 : ‫ضلاًل ُّمبِ ْينًا (األحزاب‬ َ ‫ض َّل‬ َ ‫ْص هللاَ َو َرسُوْ لَهُ فَقَ ْد‬ ِ ‫ َو َم ْن يَع‬,‫ضى هللاُ َو َرسُوْ لُهُ أَ ْمرً ا أَ ْن يَ ُكوْ نَ لَهُ ُم ْال ِخيَ َرةُ ِم ْن أَ ْم ِر ِه ْم‬
َ َ‫َو َما َكانَ ِل ُم ْؤ ِم ٍن َواَل ُم ْؤ ِمنَ ٍة إِ َذا ق‬
• Berdasarkan teks Al-Qur’an di atas, Rasulullah SAW sajalah yang diberi tugas untuk menjelaskan kandungan Al-Qur’an,
sedangkan kita diwajibkan untuk menerima dan mematuhi penjelasan-penjelasan beliau, baik berupa perintah maupun larangan. Semua ini
bersumber dari Al-Qur’an.
• GERAKAN INKAR AS-SUNNAH DI INDONESIA
• Pada tahun delapan puluhan, muncul kepermukaan sebuah gerakan inkar sunnah yang diketuai oleh Azwar Syamsu. Gerakan ini
mulai menyebar di beberapa kawasan di Jakarta dan menyebut kelompok pengajian mereka dengan sebutan Kelompok Qur’ani (Pengikut
Al-Qur’an).
• Pengajian ini tumbuh subur di beberapa wilayah Jakarta. Beberapa masjid di Jakarta mereka kuasai. Misalnya masjid Asy-Syifa
di Rumah Sakit Mangunkusumo.
• Di Jakarta sendiri pengajian inkar sunnah ini berpusat di Rumah Sakit Pusat Indonesia. Pengajian ini dipimpin oleh Haji Abdur
Rahman.
• Awalnya, tidak ada tanda-tanda ajaran sesat yang tampak. Lambat laun, muncul kebusukan yang selama ini mereka tutup-tutupi.
Mereka tidak lagi menggunakan adzan dan iqamah pada waktu shalat karena tidak ada tuntunannya dalam Al-Qur’an. Dan seluruh shalat
mereka berjumlah dua rakaat.
• PAHAM INKAR AS-SUNNAH DI YOGYAKARTA
• Pada Tahun 2009 an Paham Inkar Sunnah mulai menyebar diberbagai kota diantaranya DI Yogyakarta. Istilah yang mereka
gunakan “Paham Qurani”. Selama bulan ramadhan, kelompok Paham Qur’ani meminta untuk ikut serta dalam mensukseskan rangkaian
acara Ramadhan bil Jamiah masjid UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
• Dengan model cuci otak yang mereka lakukan, mereka sanggup merekrut jamaah dari berbagai kalangan mulai pengangguran
hingga pengusaha sukses, mulai anak-anak hingga orang tua. Kemasan ajaran kelompok ini sangat bagus yaitu awalnya mengajak untuk
berbagi kepada sesama hingga lama kelamaan mereka mengatasnamakan golongannya menjadi golongan penengah “wasit” dari semua
agama dan aliran yang ada di dunia ini, bahkan salah satu dari mereka mengatakan semua pengikut ajaran ini adalah nabi dan rasul.
• Selain mengadakan berbagai majelis taklim, mereka juga menerbitkan buku-buku, modul-modul, dan kaset-kaset untuk
menyebarkan paham sesatnya pada kalangan luas. Diantara tokoh yang bergerak dibidang ini adalah Lukman Saad, sarjana muda lulusan
IAIN Sunan Kali Jaga, Yogyakarta. Dengan dukungan mesin cetak yang modern, ia berhasil mencetak beribu-ribu buku inkar sunnah
• POKOK-POKOK AJARAN
• Tidak percaya kepada semua hadis Rasulullah. Menurut mereka hadis itu karangan Yahudi untuk menghancurkan Islam dari
dalam.
• Dasar hukum Islam hanya Al-Quran saja.
• Syahadat mereka; Isyhadu bi anna muslimin.
• Shalat mereka bermacam-macam, ada yang shalatnya dua rakaat – dua rakaat dan ada hanya felling saja (ingat).
• Puasa wajib hanya bagi orang yang melihat bulan saja, kalau seorang saja yang melihat bulan, maka dialah yang wajib berpuasa.
• POKOK-POKOK AJARAN
• Haji boleh dilakukan selama 4 bulan haram yaitu Muharram Rajab, Zulqa’dah, dan Zulhijjah.
• Pakaian ihram adalah pakaian Arab dan membuat repot. Oleh karena itu, waktu mengerjakan haji boleh memakai celana panjang
dan baju biasa serta memakai jas/dasi.
• Rasul tetap diutus sampai hari kiamat.
• Nabi Muhammad tidal berhak menjelaskan tentang ajaran Alquran (kandungan isi Al-Qur’an).
• Orang yang meninggal dunia tidak dishalati karena tidak ada perintah Al-Quran.

• KULIAH XII
• HADIS DALAM PERSPEKTIF ORIENTALIS
• APA ITU ORIENTALISME?
• Orientalisme adalah sebuah istilah yang berasal dari kata orient yang secara harfiah berarti timur. Kata ini secara geografis berarti
dunia belahan timur, dan secara etnologis berarti bangsa-bangsa di timur.
• Oriental adalah sebuah kata sifat yang berarti hal-hal yang bersifat timur yang cakupannya amat luas.
• Orientalis adalah ilmuwan Barat yang mendalami masalah-masalah ketimuran, yang di dalamnya tentang bahasa-bahasa,
kesusastraan, peradaban dan agama-agama timur. Sejauh ini, belum ada keterangan yang pasti mengenai kapan dan siapa tokoh barat yang
pertama kali mengkaji dan mendalami Islam
• IGNAZ GOLDIZER
• Goldziher menganggap bahwa hadits merupakan produk kreasi kaum muslimin belakangan, karena kondifikasi hadits baru
terjadi setelah beberapa abad dari masa hidup nabi. Lebih lanjut dia mengatakan bahwa hadits yang membolehkan penulisan
(penkodifikasian) lebih banyak dari pada pelarangan hadits yang lebih mengandalkan pada hafalan.
• Ignaz Goldziher menganggap bahwa hadits yang disandarkan nabi Muhammad saw dan para sahabat yang terhimpun dalam
kumpulan hadits-hadits klasik bukan merupakan laporan yang autentik, tetapi merupakan refleksi doktrinal dari perkembangan politik
sejak dua abad pertama sepeninggal Muhammad.
• IGNAZ GOLDIZER
• Sebagaimana H. A Gibb dan W. Montgomery watt, ia beranggapan bahwa tradisi penulisan hadits sebenarnya merupakan
pengadopsian dari gagasan- gagasan besar agama yahudi yang didalamnya ada larangan atas penulisan aturan–aturan agama.
• Ia menyatakan bahwa redaksi atau matan hadits yang diriwayatkan oleh perowi-perowi hadits dinilai tidak akurat, karena
mereka lebih menitik beratkan pada aspek makna hadits sehingga para ahli bahasa enggan menerima periwayatan hadits disebabkan
susunan bahasnya tergantung pada pendapat perowinya.
• JOSEPH SCHACHT: PROJECTING BACK
• Joseph Schacht adalah seorang murid Ignaz Goldziher dalam mengkaji hadits nabi dia lebih banyak menyoroti aspek sanad
(transisi, silsilah keguruan) dari pada aspek matan (materi hadits).
• Sanad hadits itu merupakan buatan qadhi yang ingin meligimitasi pendapat mereka dengan menyandarkannya kepada rasul atau
tokoh- tokoh yang ada dibelakang mereka yang dikenal dengan teori projecting back.
• JOSEPH SCHACHT…
• Keputusan –keputusan hukum yang dikeluarkan qadhi ini memerlukan legitimasi dari orang- orang yang memiliki otoritas yang
lebih tinggi. Karenanya mereka tidak menisbahkan keputusan- keputusan itu kepada diri mereka sendiri melainkan menisbahkan kepada
tokoh- tokoh sebelumya. Misalnya orang Irak menisbahkan pendapat mereka kepad Ibrahim al- Nakha’i (w 95 H).
• Langkah selanjutnya untuk memperoleh legistimasi yang lebih kuat. Pendapat- pendapat itu dinisbahkan tokoh yang memiliki
otoritas paling tinggi, misalnya Abdullah ibnu mas’ud dan pada tahap terakhir, pendapat- pendapat itu dinisbahkan kepada nabi
Muhammad saw. yaitu dengan memproyeksikan pendapat- pendapat itu pada tokoh yang legitimit yang ada dibelakang mereka, inilah
teori yang disebut Schacht dengan teori projecting back.
• BACKWARD PROJECTION
• Backward Projection:
“Penyandaran hadith kepada Nabi adalah rekayasa para ulama untuk menguatkan doktrin atau fatwanya.”
• BACKWARD PROJECTION
• Argumenta e Silentio
“Suatu hadith bisa dinyatakan tidak ada pada suatu masa, jika tidak dipakai sebagai argumen hukum”.
• BACKWARD PROJECTION
• Common Link (Kaitan Bersama)
“Orang yang pertama kali menyebarkan hadith kepada lebih dari seorang murid.”
“Common Link adalah pemalsu hadith tersebut.”
• Cara Kerja Teori Backward Projection &
Common Link
Syafi’i
• HADIS IMAM ASY-SYAFI’I
• )228 ‫ ص‬/ 2 ‫ (ج‬- ‫األم‬
• (‫وهكذا رواه سليمان بن بالل (قال الشافعي) وأخبرنا الدراوردى عن عمرو بن أبى عمرو عن رجل من بنى سلمة عن جابر بن عبد هللا أن رسول هللا صلى )قال الشافعي‬
‫" هللا عليه وسلم قال لحم الصيد " حالل لكم في االحرام ما لم تصيدوه أو يصد لكم‬
• Kesimpulan Joseph Schacht
• Juynboll: Teori Common Link
• “Semakin banyak jalur periwayatan yang sampai atau menyebar dari seseorang, maka semakin besar klaim kesejarahan orang
tersebut.”
• “Hanya Common Link yang didukung lebih seorang perawi yang memiliki banyak murid (Partial Common Link) yang memiliki
klaim kesejarahan.”
• “Common Link adalah pemalsu hadith tersebut”

• Teori
Common Link Juynboll
Bukhari
• Kesalahan Penafsiran Common Link
• Jika memang benar-benar ditemukan seorang periwayat menyampaikan hadith kepada sejumlah murid dan ia telah dikenal
kejujurannya, maka tidak ada alasan untuk mencurigai dan menuduhnya sebagai pemalsu hadith.
• Diperlukan bukti historis yang kuat untuk mencurigai seorang periwayat, tak cukup hanya karena ia meriwayatkan sendirian.
(MM. Azami)
• Kesalahan Penafsiran Common Link
• Common Link adalah para kolektor sistematis pertama sekaligus berperan sebagai guru yang mengajarkan ilmu pengetahuan
secara umum dan hadith secara khusus.
• Jalur tunggal tidak harus berarti hanya satu jalur periwayatan, ia menunjukkan satu jalur riwayat versi yang periwayat ketahui.
• Prinsip the more people the better tidak realistis karena tidak logis jika seorang pengkaji hadith menolak kesejarahan hanya
karena adanya beberapa jalur yang tergabung dalam satu jaringan isnad. (Harald Motzki)
• Kesalahan Penafsiran Common Link
“Common Link belum tentu pemalsu hadith sebab untuk menyatakan suatu jalur hadith bersambung atau tidak kepada Nabi
SAW, yang perlu diperhatikan adalah reliabilitas periwayatnya.” (David Powers)

Anda mungkin juga menyukai