Anda di halaman 1dari 20

Pai-Pertemuan ke 4

Pendidikan Agama Islam


Mustofa, S.S.I, M.I.Kom.

Sumber Hukum Islam (Hadits/Assunnah)

Pengertian

Sejarah hadits

Nama-nama lain hadits

Kedudukan dan fungsi tHadits terhadap al quran

Macam-macam hadits

Istilah-istilah hadits
Sumber Hukum Islam ke 2 (Assunnah)
nama lain As-Sunnah = Al-Hadits = Khabar =
Atsyar
1. Pengertian Assunnah / Al-Hadits

Secara bahasa Assunnah artinya cara, Jalan, kebiasaan, tradisi.


Secara Etimologi menurut ‘Ajaj Al Khatib (1975), identik dengan
Hadits, yaitu Informasi yang disandarkan kepada Rasulullah SAW,
berupa ucapan, perbuatan, atau ke izinan (taqrir).

Kata Assunnah dalam Al Quran dibahas dalam (QS. Al-Fath : 23),


(QS. Annisa : 26), dan hadits Nabi SAW, yang artinya : Barang
siapa yang membuat sunnah (cara) yang baik-baik dalam islam,
maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatannya dan pahala
yang diberikan kepada pengikutnya dengan tidak berkurang
sedikitpun darinya. Barang siapa yang membuat sunnah (cara)
yang buruk dalam islam, maka ia akan mendapatkan dosanya dari
perbuatannya dan dosa yang diberikan kepada pengikutnya
dengan tidak berkurang sedikitpun darinya. (HR. Muslim dan Jabir)
Al-Hadits
Pengertian Al-Hadits
• Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang
dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang
diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang
lain.
• Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW,
baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir).

Hadits Qauliyah ( ucapan) yaitu hadits hadits Rasulullah SAW, yang


diucapkannya dalam berbagai tujuan dan persuaian (situasi).

Hadits Fi’liyah yaitu perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW,


seperti pekerjaan melakukan shalat lima waktu dengan tatacaranya dan rukun-
rukunnya, pekerjaan menunaikan ibadah hajinya dan pekerjaannya mengadili
dengan satu saksi dan sumpah dari pihak penuduh.

Hadits Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah
diikrarkan oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan,
sedangkan ikrar itu adakalanya dengan cara mendiamkannya, dan atau
melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar
dan persetujuan itu. Bila seseorang melakukan suatu perbuatan atau
mengemukakan suatu ucapan dihadapan Nabi atau pada masa Nabi, Nabi
mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu menyanggahnya, namun
Nabi diam dan tidak menyanggahnya, maka hal itu merupakan pengakuan dari
Nabi.
Taqrir dapat dilakukan dengan dua cara :

Pertama, Nabi mengetahui bahwa perbuatan itu pernah dibenci dan


dilarang oleh Nabi. Dalam hal ini kadang-kadang Nabi mengetahui
bahwa siapa pelaku berketerusan melakukan perbuatan yag pernah
dibenci dan dilarang itu.
Diamnya Nabi dalam bentuk ini tidaklah menunjukkan bahwa
perbuatan tersebut boleh dilakukannya. Dalam bentuk lain, Nabi
tidak mengetahui berketerusannya si pelaku itu melakukan
perbuatan yang di benci dan dilarang itu. Diamnya Nabi dalam
bentuk ini menunjukkan pencabutan larangan sebelumnya.

Kedua, Nabi belum pernah melarang perbuatan itu sebelumnya dan


tidak diketahui pula haramnya. Diamnya Nabi dalam hal ini
menunjukkan hukumnya adalah meniadakan keberatan untuk
diperbuat. Karena seandainya perbuatan itu dilarang, tetapi Nabi
mendiamkannya padahal ia mampu untuk mencegahnya, berarti
Nabi berbuat kesaahan ; sedangkan Nabi terhindar bersifat terhindar
dari kesalahan.
Pengertian Khabar
Khabar (‫ )الخبر‬secara bahasa berarti An-Naba’ (‫ )النبأ‬yang berarti kabar atau
berita. Adapun secara istilah khabar ini semakna dengan hadits sehingga
memiliki definisi yang sama dengan hadits.

Pengertian Atsar
Atsar (‫ )األثر‬secara bahasa berarti Baqiyyatu Asy-Syaii’ (‫ )بقية الشيء‬yang berarti
sisa dari sesuatu, atau jejak. Adapun secara istilah, atsar adalah :

‫َم ا ُأِض ْيُف ِإَلى الَّص َح اِبي َأْو الَّتاِبِع ي‬

Segala sesuatu yang disandarkan pada sahabat atau tabi’in.

Pengertian Hadits Qudsi


Hadits qudsi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasallam dari Allah ta’ala. Hadits qudsi ini juga terkadang disebut dengan
hadits rabbaaniy atau hadits ilaahiy. Syaikh Utsaimin mengatakan :

‫ َم ا َر َو اُه الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َع ْن َر ِّبِه َتَع اَلى‬:‫اْلَح ِد ْيُث اْلُقْد ِس ي‬

Hadits qudsi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasllam dari Tuhannya ta’ala.
Dengan demikian, hadits qudsi juga merupakan firman Allah ta’ala yang maknanya disampaikan
kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, namun redaksi yang disampaikan dari
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam.

Contoh hadits qudsi :

‫ َف ِإْن‬،‫ َو َأَن ا َمَع ُه ِإَذ ا َذ َك َر ِني‬،‫ َأَن ا ِع ْن َد َظ ِّن َع ْب ِدي ِبي‬:‫ َي ُق وُل ُهَّللا َت َع اَلى‬: ‫ َق اَل الَّن ِبُّي َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم‬: ‫ َق اَل‬،‫َع ْن َأِبي ُه َر ْي َر َة َر ِض َي ُهَّللا َع ْن ُه‬
‫ َو ِإْن َذ َك َر ِني ِفي َم ٍإَل َذ َك ْر ُت ُه ِفي َم ٍإَل َخ ْي ٍر ِم ْن ُهْم‬،‫َذ َك َر ِني ِفي َن ْف ِس ِه َذ َك ْر ُت ُه ِفي َن ْف ِس ي‬

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda : Allah ta’ala berfirman :

“Sesungguhnya Aku di sisi persangkaan hamba-Ku, dan Aku bersamanya ketika ia mengingat-
Ku. Jika ia mengingat-Ku di dalam dirinya maka Aku mengingatnya di dalam diri-Ku. Dan jika ia
mengingat-Ku di kumpulan orang, maka Aku mengingatnya di kumpulan orang banyak yang
lebih baik dari mereka.

Perbedaan Hadits Nawabi, Hadits Qudsi dan Al Quran


Perbedaan hadits nabawi, hadits qudsi dan Al Quran adalah dilihat dari penisbatan redaksi dan
maknanya. Redaksi dan makna Al Quran dinisbatkan kepada Allah ta’ala. Sedangkan hadits
nabawi, redaksi dan maknanya dinisbatkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Adapun
hadits qudsi, hanya maknanya saja yang dinisbatkan kepada Allah ta’ala, bukan redaksinya.

Maka dari itu, membaca hadits qudsi tidak dinilai sebagai ibadah, tidak dapat digunakan
sebagai qiraat dalam shalat, tidak terdapat tantangan (bagi orang kafir untuk menandinginya),
dan juga tidak dinukil secara mutawatir sebagaimana Al Quran. Sehingga hadits qudsi juga ada
yang shahih, dha’if, bahkan palsu.
Perbedaan Antara Hadits dan Sunnah
Menurut prespektif ahli hadits, hadits adalah sesuatu yang diriwayatkan
dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam setelah kenabiannya.

Sedangkan sunnah pengertiannya lebih menyeluruh dan lebih umum.


Karena sunnah juga mencakup perjalanan hidup Nabi shallallaahu
‘alaihi wasallam sebelum kenabiannya dan setelah kenabiannya.

Perbedaan Antara Khabar dan Atsyar


Menurut prespektif ahli hadits, Khabar adalah sifatnya lebih umum
seperti sunnah

Sedangkan Atsyar sifatnya hanya tambahan atas dasar shabat dan


tabiin.
2. Kedudukan Hadits / Assunnah

Jumhur ulama berpendapat :


bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil kedua setelah Al-Quran dan
mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat Islam. Banyak
ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat mentaati Rasul. Ketaatan kepada rasull sering
dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah ;
seperti yang tersebut dalam surat
(QS. An-Nisa : 59) : artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan
taatilah Rasul (Nya),

(QS. An-Nisa : 80): Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya
ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka
Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.

Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat tersebut adalah mengikuti
apa-apa yang dilakukan atau dilakukan oleh Rasul sebagaimana tercakup dalam
Sunnahnya.

Dari ayat diatas jelaslah bahwa Hadits itu adalah juga wahyu. Bila wahyu
mempunyai kekuatan sebagai dalil hukum, maka hadits pun mempunyai kekuatan
hukum untuk dipatuhi.
Kekuatan hadits sebagai sumber hukum ditentukan oleh dua segi:
1. Kebenaran materinya
2. Kekuatan penunjukannya terhadap hukum.
3. Fungsi Hadits terhadap Al-Quran

a. Sebagai penguat Al-Quran


1. Menegaskan Kedudukan Hukum
2. Menerangkan posisi kewajiban dan larangan dalam syariat Allah swt.
3. Menjelaskan sangsi hukum bagi pelakunya. Contoh : (QS. Annisa :
136)

b. Sebagai Penjelas Al-Quran


1. Menjelaskan ayat-ayat yang rumit = (QS. Al-Baqarah : 238)
2. Mengikat makna-makna yang bersifat lepas = (Qs. Al-Maidah : 38)
3. Mengkhususkan ketetapan yang bersifat umum = (QS. Al-Baqarah :
275)

c. Sebagai pembuat Hukum (QS. Al-Maaidah : 3)


4. Macam-Macam Hadits / Assunnah

a. Berdasarkan jumlah perawi Hadits / Assunnah


1. Mutawatir
2. Ahad

b. Berdasarkan Tingkat Keaslian Hadits


1. Shohih
2. Hasan
3. Dhoif
4. Maudlu

Berdasarkan Ujung Sanadnya


5. Marfu
6. Mauquf
7. Maqthu

Berdasarkan Keutuhan Rantai Sanadnya


8. Musnad
9. Munqothi’
10. Mu’dal
11. Mudallas
5. Sejarah Hadits / Assunnah

Sejarah perkembangan hadits di tempuh dalam tujuh periode :


1. Masa Wahyu dan pembentukan hukum serta dasar-dasar permulaan
nabi diangkat hingga wafat (13 SH – 11 H)
2. Masa Khulafaurrasidin (12 H - 41 H)
3. Masa perkembangan mencari Hadits (41 H – Hingga akhir abad 1 H)
4. Masa pembukuan hadits dari akhir abad pertama hingga akhir.
5. Masa menyaring atau mentashihkan hadits awal abad ke tiga
6. Masa menyusun kitab-kitab hadits 656 H
7. Masa membuat kitab syarah hadits (656 H hingga sekarang).
Istilah-istilah dalam ilmu hadits :
Pertama, dhabth. Yakni, keteladanan periwayat hadits berdasarkan pada
kekuatan hafalan yang dimilikinya.
Kedua, adl. Yakni, keteladanan seorang periwayat hadits dinilai berdasarkan
pada ketaatannya dalam beragama.
Ketiga, kadzdzab. Yakni, penilaian yang sangat negatif yang disematkan
kepada seorang periwayat hadits karena sebagaian besar hadis.
Keempat, mukhalafah. Yakni, metode penyeleksian hadits dengan cara
melihat titik perbedaan dan pertentangan suatu riwayat tertentu dengan
berbagai jalur periwayatan hadits lainnya.
Kelima, marfu. Yakni, hadits yang jalur periwayatannya dan penyandarannya
sampai kepada Rasulullah SAW.
Keenam, shahih li-dzatihi. Yakni, hadits yang dikualifikasi sebagai sahih
bukan karena pertimbangan ragam jalur periwayatannya, melainkan karena
secara intrinsik, hadits ini sudah terkategori sahih berdasarkan periwayat-
periwayat di dalamnya yang bersifat tsiqat.
Ketujuh, shahih li-ghairihi. Yakni, hadits hasan yang diriwayatkan dengan
berbagai jalur periwayatan sehingga saling menguatkan dan kemudian menjadi
sahih.
Kedelapan, tadlis. Yakni, keahlian yang dimiliki periwayat hadits yang
menisbahkan sebuah hadits tidak kepada sumbernya langsung.
Kedelapan, ushul. Yakni, hadits yang diletakkan secara utuh pada awal bab,
kemudian disertakan mutaba’ah-nya dari jalur periwayatan lain. Menurut
beberapa ulama, hadits yang diletakkan dalam ushul ini biasanya diriwayatkan
oleh periwayat-periwayat tsiqat.
Kesembilan, shaduq. Yakni, penilaian posisitif yang biasanya disematkan
kepada para periwayat hadits yang kualitas ke-dhabith-annya kurang,
tetapi memiliki ke-adl-an yang bagus dan hadisnya dapat diterima.
Kesepuluh, matruk. Yakni, hadits yang diriwayatkan oleh seorang yang
tertuduh melakukan kedustaan.

Istilah Lain :
Matan adalah istilah khusus untuk menyebut redaksi hadits itu sendiri atau
lafadz selain sanad.
Sanad artinya berdasarkan bahasa adalah penopang, pendukung,
penyangga. sanad menurut istilah ilmu hadits adalah rangkaian atau
silsilah orang yang menyampaikan matan hadits.
Rawi adalah setiap individu yang meriwayatkan hadits langsung dari nabi
Muhammad, sahabat, atau tabi'in.
Perawi Hadits, Banyak sekali para perawi hadits diantaranya :
Perawi Hadits dari para shahabat :
1. Abu Hurairah RA 5374 Hadits
2. Abdullah Bin Umar RA 2630 Hadits
3. Anas bin Malik 2286 Hadits
4. Aisyah Binti Abu Bakar 2210 Hadits
5. Abdullah bin Abbas 1660 Hadits
6. Jabir bin Abdillah 1540 Hadits
7. Abu Sa’id Al Hudri 1170 Hadits

Perawi Hadits dari para Tabi’in :


1. SA'ID BIN MUSAYYAB
2. URWAH BIN ZUBAIR
3. NAFI' AL MADANI
4. HASAN AL BASHRI
5. MUHAMMAD IBNU SIRIN
6. MUHAMMAD IBNU SYIHAB AZ ZUHRI
Imam Hadits dari ulama
1. IMAM BUKHARI (194-256 H/ 773-835 M) 600.000 Hadits, Kitab Shohih
Bukhori
2. IMAM MUSLIM (204-261 H/ 783-840 M) Kitab Shohih Muslim
3. IMAM ABU DAWUD (202-275 H/ 817-889 M) Sunan Abu Dawud
4. IMAM AT-TIRMIDZI (209-279 H/ 824-892 M) Kitab Sunan Tirmidzi
5. IMAM AN-NASA’I (215-303 H/ 830-915 M) Kitab Sunan Nasa’i
6. IMAM IBNU MAJAH (209-273 H/ 824-887 M) Kitab Sunan Ibnu Majah
7. IMAM AHMAD (164-241 H/ 780-855 M) Kitab Sunan Ahmad
Selesai....
Penjelas :
Hadist mutawatir adalah hadist yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari
beberapa sanad. Dan juga tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua
sepakat untuk berdusta mengenai hal terebut. Jadi hadist mutawatir memiliki
beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan generasi (thaqabah)
berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum
hadist mutawatir. Sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan
sanad.
Hadist mutawatir dapat dibedakan menjadi 2 macam-macam hadist, yakni:
a. Mutawatir lafzhy, yang merupakan lafaz redaksional sama pada tiap riwayat.
b. Mutawatir Ma’nawy, yang dimana pada redaksional terdapat perbedaan
namun makna sama pada tiap riwayat.

Hadist Ahad
Hadist ahad adalah hadist yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun
tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadist ahad dibedakan menjadi tiga
macam-macam hadist, antara lain:
a. Gharib: bila hanya terdapat satu jalur sanad. Pada salah satu lapisan terdapat
hanya satu penutur, meski pada lapisan lain mungkin terdapat banyak penutur.
b. Aziz: Bila terdapat dua jalur sanad. Dua penutur pada salah satu lapisan,
pada lapisan lain lebih banyak.
c. Masyhur: Bila terdapat lebih dari dua jalur sanad. tiga atau lebih penutur pada
salah satu lapisan, dan pada lapisan lain lebih banyak. Namun, tidak mencapai
derajat mutawatir. Dinamai juga hadits mustafidl.
Katagori Hadits / Assunnah
1. Hadits Sahih
Macam-macam hadist adalah hadist Sahih. Hadits Sahih adalah
tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits sahih
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Sanadnya bersambung. Sanad ialah rantai periwayat hadits.
b. Diriwayatkan oleh para penutur atau rawi yang adil, memiliki
sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga
muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya. Rawi adalah
masing-masing orang yang menyampaikan hadits tersebut (contoh:
Bukhari, Musaddad, Yahya, Syu'bah, Qatadah dan Anas).
c. Pada saat menerima hadits, masing-masing rawi telah cukup
umur (baligh) dan beragama Islam.
d. Matannya tidak bertentangan serta tidak ada sebab
tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadist.
2. Hadist Hasan
Macam-macam hadist yang lainnya adalah hadist Hasan. Jika hadist
yang tersebut sanadnya bersambung, tetapi ada sedikit kelemahan
pada rawi-rawinya. Misalnya diriwayatkan oleh rawi yang adil
namun tidak sempurna ingatannya. Namun matanya tidak syadz
atau cacat.
3. Hadist Dhaif
Macam-macam hadist yang lainnya adalah hadist Dhaif. Hadist
Dhaif adalah hadist yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa
hadits mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’
atau mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau
tidak kuat ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat.
4. Hadist Maudlu’
Bila hadist dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai
sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta.
5. Hadist Marfu’
Hadist Marfu’ adalah hadist yang sanadnya berujung langsung pada Nabi
Muhammad SAW.
6. Hadist Mauquf
Hadist Mauquf adalah hadist yang sanadnya terhenti pada para sahabat
Nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan
yang menunjukkan derajat marfu. Sebagai contoh, Al Bukhari dalam kitab
Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas
dan Ibnu Al-Zubair mengatakan:
"Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Dan dalam pernyataan
contoh itu tidak memiliki kejelasan, apakah berasal dari Nabi atau sekadar
pendapat para sahabat. Akan tetapi jika ekspresi yang digunakan sahabat
adalah seperti "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami
terbiasa... jika sedang bersama Rasulullah", maka derajat hadist tersebut
tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'
7. Hadist Maqthu’
Hadist Maqthu’ diartikan sebagai hadist yang sanadnya berujung pada
para tabi'in (penerus) atau sebawahnya. Contoh hadist ini adalah:
Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin
mengatakan: "Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-
hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu".
8. Hadist Musnad
Hadist yang tergolong musnad jika urutan sanad yang dimiliki tidak terpotong pada
bagian tertentu. Urutan penutur memungkinkan terjadinya penyampaian hadits
berdasarkan waktu dan kondisi, yakni rawi-rawi itu memang diyakini telah saling
bertemu dan menyampaikan hadist. Hadits ini juga disebut muttashilus sanad atau
maushul.
Hadist Mursal, jika penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in
menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW. Sebagai contoh, seorang tabi'in
(penutur 2) mengatakan "Rasulullah berkata..." tanpa ia menjelaskan adanya sahabat
yang menuturkan kepadanya).
9. Hadist Munqathi’
Hadist ini berarti jika sanad putus pada salah satu penutur, atau pada dua penutur yang
tidak berturutan, selain shahabi.
10. Hadist Mu’dlal
Hadist mu'dlal berarti jika sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut. Dan
hadist Mu’allaq, jika sanad terputus pada penutur 5 hingga penutur 1, alias tidak ada
sanadnya. Sebagai contoh, "Seorang pencatat hadist mengatakan, telah sampai
kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya
hingga Rasulullah.
11. Hadist Mudallas
Untuk hadist ini dapat dicontohkan, bila salah satu rawi mengatakan "..si A berkata .."
atau "Hadist ini dari si A.." tanpa ada kejelasan "..kepada saya.."; yakni tidak tegas
menunjukkan bahwa hadist itu disampaikan kepadanya secara langsung. Bisa jadi
antara rawi tersebut dengan si A ada rawi lain yang tidak terkenal, yang tidak disebutkan
dalam sanad. Hadist ini disebut juga dengan hadist yang disembunyikan cacatnya
karena diriwayatkan melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada
cacatnya. Padahal sebenarnya ada, atau dengan kata lain merupakan hadist yang
ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.

Anda mungkin juga menyukai