Pengertian
Sejarah hadits
Macam-macam hadits
Istilah-istilah hadits
Sumber Hukum Islam ke 2 (Assunnah)
nama lain As-Sunnah = Al-Hadits = Khabar =
Atsyar
1. Pengertian Assunnah / Al-Hadits
Hadits Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah
diikrarkan oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan,
sedangkan ikrar itu adakalanya dengan cara mendiamkannya, dan atau
melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar
dan persetujuan itu. Bila seseorang melakukan suatu perbuatan atau
mengemukakan suatu ucapan dihadapan Nabi atau pada masa Nabi, Nabi
mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu menyanggahnya, namun
Nabi diam dan tidak menyanggahnya, maka hal itu merupakan pengakuan dari
Nabi.
Taqrir dapat dilakukan dengan dua cara :
Pengertian Atsar
Atsar ( )األثرsecara bahasa berarti Baqiyyatu Asy-Syaii’ ( )بقية الشيءyang berarti
sisa dari sesuatu, atau jejak. Adapun secara istilah, atsar adalah :
َم ا َر َو اُه الَّنِبِّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َع ْن َر ِّبِه َتَع اَلى:اْلَح ِد ْيُث اْلُقْد ِس ي
Hadits qudsi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi
wasllam dari Tuhannya ta’ala.
Dengan demikian, hadits qudsi juga merupakan firman Allah ta’ala yang maknanya disampaikan
kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, namun redaksi yang disampaikan dari
Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam.
َف ِإْن، َو َأَن ا َمَع ُه ِإَذ ا َذ َك َر ِني، َأَن ا ِع ْن َد َظ ِّن َع ْب ِدي ِبي: َي ُق وُل ُهَّللا َت َع اَلى: َق اَل الَّن ِبُّي َص َّلى ُهللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم: َق اَل،َع ْن َأِبي ُه َر ْي َر َة َر ِض َي ُهَّللا َع ْن ُه
َو ِإْن َذ َك َر ِني ِفي َم ٍإَل َذ َك ْر ُت ُه ِفي َم ٍإَل َخ ْي ٍر ِم ْن ُهْم،َذ َك َر ِني ِفي َن ْف ِس ِه َذ َك ْر ُت ُه ِفي َن ْف ِس ي
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda : Allah ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya Aku di sisi persangkaan hamba-Ku, dan Aku bersamanya ketika ia mengingat-
Ku. Jika ia mengingat-Ku di dalam dirinya maka Aku mengingatnya di dalam diri-Ku. Dan jika ia
mengingat-Ku di kumpulan orang, maka Aku mengingatnya di kumpulan orang banyak yang
lebih baik dari mereka.
Maka dari itu, membaca hadits qudsi tidak dinilai sebagai ibadah, tidak dapat digunakan
sebagai qiraat dalam shalat, tidak terdapat tantangan (bagi orang kafir untuk menandinginya),
dan juga tidak dinukil secara mutawatir sebagaimana Al Quran. Sehingga hadits qudsi juga ada
yang shahih, dha’if, bahkan palsu.
Perbedaan Antara Hadits dan Sunnah
Menurut prespektif ahli hadits, hadits adalah sesuatu yang diriwayatkan
dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam setelah kenabiannya.
(QS. An-Nisa : 80): Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya
ia telah mentaati Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka
Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.
Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat tersebut adalah mengikuti
apa-apa yang dilakukan atau dilakukan oleh Rasul sebagaimana tercakup dalam
Sunnahnya.
Dari ayat diatas jelaslah bahwa Hadits itu adalah juga wahyu. Bila wahyu
mempunyai kekuatan sebagai dalil hukum, maka hadits pun mempunyai kekuatan
hukum untuk dipatuhi.
Kekuatan hadits sebagai sumber hukum ditentukan oleh dua segi:
1. Kebenaran materinya
2. Kekuatan penunjukannya terhadap hukum.
3. Fungsi Hadits terhadap Al-Quran
Istilah Lain :
Matan adalah istilah khusus untuk menyebut redaksi hadits itu sendiri atau
lafadz selain sanad.
Sanad artinya berdasarkan bahasa adalah penopang, pendukung,
penyangga. sanad menurut istilah ilmu hadits adalah rangkaian atau
silsilah orang yang menyampaikan matan hadits.
Rawi adalah setiap individu yang meriwayatkan hadits langsung dari nabi
Muhammad, sahabat, atau tabi'in.
Perawi Hadits, Banyak sekali para perawi hadits diantaranya :
Perawi Hadits dari para shahabat :
1. Abu Hurairah RA 5374 Hadits
2. Abdullah Bin Umar RA 2630 Hadits
3. Anas bin Malik 2286 Hadits
4. Aisyah Binti Abu Bakar 2210 Hadits
5. Abdullah bin Abbas 1660 Hadits
6. Jabir bin Abdillah 1540 Hadits
7. Abu Sa’id Al Hudri 1170 Hadits
Hadist Ahad
Hadist ahad adalah hadist yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun
tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadist ahad dibedakan menjadi tiga
macam-macam hadist, antara lain:
a. Gharib: bila hanya terdapat satu jalur sanad. Pada salah satu lapisan terdapat
hanya satu penutur, meski pada lapisan lain mungkin terdapat banyak penutur.
b. Aziz: Bila terdapat dua jalur sanad. Dua penutur pada salah satu lapisan,
pada lapisan lain lebih banyak.
c. Masyhur: Bila terdapat lebih dari dua jalur sanad. tiga atau lebih penutur pada
salah satu lapisan, dan pada lapisan lain lebih banyak. Namun, tidak mencapai
derajat mutawatir. Dinamai juga hadits mustafidl.
Katagori Hadits / Assunnah
1. Hadits Sahih
Macam-macam hadist adalah hadist Sahih. Hadits Sahih adalah
tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadits. Hadits sahih
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Sanadnya bersambung. Sanad ialah rantai periwayat hadits.
b. Diriwayatkan oleh para penutur atau rawi yang adil, memiliki
sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga
muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya. Rawi adalah
masing-masing orang yang menyampaikan hadits tersebut (contoh:
Bukhari, Musaddad, Yahya, Syu'bah, Qatadah dan Anas).
c. Pada saat menerima hadits, masing-masing rawi telah cukup
umur (baligh) dan beragama Islam.
d. Matannya tidak bertentangan serta tidak ada sebab
tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadist.
2. Hadist Hasan
Macam-macam hadist yang lainnya adalah hadist Hasan. Jika hadist
yang tersebut sanadnya bersambung, tetapi ada sedikit kelemahan
pada rawi-rawinya. Misalnya diriwayatkan oleh rawi yang adil
namun tidak sempurna ingatannya. Namun matanya tidak syadz
atau cacat.
3. Hadist Dhaif
Macam-macam hadist yang lainnya adalah hadist Dhaif. Hadist
Dhaif adalah hadist yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa
hadits mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’
atau mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau
tidak kuat ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat.
4. Hadist Maudlu’
Bila hadist dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai
sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta.
5. Hadist Marfu’
Hadist Marfu’ adalah hadist yang sanadnya berujung langsung pada Nabi
Muhammad SAW.
6. Hadist Mauquf
Hadist Mauquf adalah hadist yang sanadnya terhenti pada para sahabat
Nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan
yang menunjukkan derajat marfu. Sebagai contoh, Al Bukhari dalam kitab
Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas
dan Ibnu Al-Zubair mengatakan:
"Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Dan dalam pernyataan
contoh itu tidak memiliki kejelasan, apakah berasal dari Nabi atau sekadar
pendapat para sahabat. Akan tetapi jika ekspresi yang digunakan sahabat
adalah seperti "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami
terbiasa... jika sedang bersama Rasulullah", maka derajat hadist tersebut
tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'
7. Hadist Maqthu’
Hadist Maqthu’ diartikan sebagai hadist yang sanadnya berujung pada
para tabi'in (penerus) atau sebawahnya. Contoh hadist ini adalah:
Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin
mengatakan: "Pengetahuan ini (hadits) adalah agama, maka berhati-
hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu".
8. Hadist Musnad
Hadist yang tergolong musnad jika urutan sanad yang dimiliki tidak terpotong pada
bagian tertentu. Urutan penutur memungkinkan terjadinya penyampaian hadits
berdasarkan waktu dan kondisi, yakni rawi-rawi itu memang diyakini telah saling
bertemu dan menyampaikan hadist. Hadits ini juga disebut muttashilus sanad atau
maushul.
Hadist Mursal, jika penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in
menisbatkan langsung kepada Rasulullah SAW. Sebagai contoh, seorang tabi'in
(penutur 2) mengatakan "Rasulullah berkata..." tanpa ia menjelaskan adanya sahabat
yang menuturkan kepadanya).
9. Hadist Munqathi’
Hadist ini berarti jika sanad putus pada salah satu penutur, atau pada dua penutur yang
tidak berturutan, selain shahabi.
10. Hadist Mu’dlal
Hadist mu'dlal berarti jika sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut. Dan
hadist Mu’allaq, jika sanad terputus pada penutur 5 hingga penutur 1, alias tidak ada
sanadnya. Sebagai contoh, "Seorang pencatat hadist mengatakan, telah sampai
kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya
hingga Rasulullah.
11. Hadist Mudallas
Untuk hadist ini dapat dicontohkan, bila salah satu rawi mengatakan "..si A berkata .."
atau "Hadist ini dari si A.." tanpa ada kejelasan "..kepada saya.."; yakni tidak tegas
menunjukkan bahwa hadist itu disampaikan kepadanya secara langsung. Bisa jadi
antara rawi tersebut dengan si A ada rawi lain yang tidak terkenal, yang tidak disebutkan
dalam sanad. Hadist ini disebut juga dengan hadist yang disembunyikan cacatnya
karena diriwayatkan melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada
cacatnya. Padahal sebenarnya ada, atau dengan kata lain merupakan hadist yang
ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.