Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Appendiksitis
1. Definisi Appendiksitis
Appendiksitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu
atau umbai cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya sekum (cecum).
Infeksi ini mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan
tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya
berbahaya (Nurarif, 2013).
Appendiksitis merupakan kondisi dimana infeksi terjadi di umbai
cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi
banyak kasus memerlukan laparatomi dengan penyingkiran umbai
cacing yang terinfeksi. Baik tidak terawat, angka kematian cukup tinggi,
dikarenakan oleh peritonitis dan shock ketika umbai cacing yang
terinfeksi hancur. Appendiksitis merupakan peradangan akibat infeksi
pada usus buntu atau umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa
mengakibatkan pernanahan. Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu
bias pecah (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012).
Apendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks
dilakukan segera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi (Corwin,
2010).

2. Klasifikasi Appendiksitis
Klasifikasi appendiksitis dapat dibagi menjadi lima berdasarkan
gejala dan penyebab. Klasifikasinya yaitu appendiksitis akut,
appendiksitis perforate, appendiksitis rekurens, appendiksitis kronik, dan
mukokel apendiks (Sjamsuhidayat, 2010).
1) Appendiksitis akut
Terjadi karena peradangan mendadak pada umbai cacing yang
memberikan tanda setempat. Gejalanya nyeri sama-sama dan
tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium
disekitar umbilikus. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah
ketitik mcBurney, disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Sering
disertai mual, muntah dan nafsu makan berkurang.
2) Appendiksitis perforasi
Pecahnya apendiks yang sudah gangren yang menyebabkan pus
masuk kedalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis.
3) Appendiksitis rekurens
Didiagnosa jika adanya riwayat serangan nyeri berulang dibagian
perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya apendektomi
dan hasil patologi menunjukkan peradangan akut. Kelainan ini
terjadi bila serangan appendiksitis pertama kali sembuh spontan.
Pada appendiksitis rekurens biasanya dilakukan apendektomi
karena penderita sering mengalami serangan akut.
4) Appendiksitis kronik
Jika ditemukan adanya riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
2 minggu, radang kronik apendiks secara mikroskopik. Kriteria
mikroskopik appendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh
dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks,
adanya jaringan perut dan ulkus lama dimukosa dan adanya sel
inflamasi kronik.
5) Mukosa apendiks
Dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin akibat adanya
obsturuksi kronik pangkal apendiks yang biasanya berupa jaringan
fibrosa. Penderita sering datang dengan keluhan ringan berupa rasa
tidak enak diperut kanan bawah. Kadang teraba masa memanjang
diregio iliaka kanan.
B. Konsep Appendiksitis
Appendiksitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
faktor predisposisi yaitu :
1) Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena:
a) Hiperlasia folikul limpoid, ini merupakan penyebab terbanyak
b) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c) Adanya benda asing seperti biji-bijian
d) Striktur lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2) Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
streptoccos.
3) Jenis kelamin, laku-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak
pada umur 15-30 tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh
karena peningkatan jaringan limpoid pada masa tersebut.
4) Tergantung pada bentuk appendiks:
a) Appendik yang terlalu panjang
b) Masa appendiks yang pendek
c) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d) Kelainan katup di pangkal appendik (Sjamsuhidayat, 2010).

a. Patofisiologi
Appendiksitis mula-mula di sebabkan oleh sumbatan lumen.
Penyimpanan lumen akibat hiperplasi jaringan limpoid submukosa
menyebabkan feses mengalami penyerapan air dan terbentuk fekolit
yang merupakan kausa sumbatan lumen appendiks menyebabkan feses
mengalami penyerapan air dan terbentuk fekolit yang merupakan kausa
sumbatan. Sumbatan lumen appendiks menyebabkan keluhan sakit
sekitar umbilicus dan epigastrium, mual dan muntah (Reksoprodjo,
2010). Appendiks dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan
didinding appendiks dalam waktu 24-48 jam pertama. Untuk membatasi
proses peradangan pertahanan tubuh menutup appendiks dengan
omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk masa pra
apendikuler. Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh
sempurna tetapi membentuk jaringan perut yang melekat dengan
jaringan sekitarnya, sehingga dapat menimbulkan keluhan berulang
perut kanan bawah jika organ ini meradang akut kembali maka akan
mengalami eksaserbasi akut (Sjamsuhidayat, 2010).

b. Tanda dan Gejala


Menurut (Nuzulul, 2010) gejala awal yang khas, yang merupakan
gejala klasik. Appendiksitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah
epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini
biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada
umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri
akan beralih ke kanan kuadran bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini
nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya. Sehingga merupakan nyeri
somatik setempat. Namun, terkadang tidak dirasakan nyeri di daerah
epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa
memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena
bias mempengaruhi terjadinya perforasi. Terkadang appendiksitis juga
disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5-38,5°C.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat muncul
sebagai akibat dari appendiksitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada
letak appendiks ketika meradang. Berikut gejala yang timbul.
Bila letak appendiks retrosekal retroperitineal, yaitu di belakang
sekum (terlindung oleh sekum) tanda nyeri perut kanan bawah tidak
begitu jelas dan tidak ada rangsangan retroperitoneal, rasa nyeri lebih ke
arah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti
berjalan, bernafas dalam, batuk dan mengedan.
1) Bila appendiks terletak di rongga pelvis
2) Bila appendiks terletak didekat atau menempel pada rectum, akan
timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rectum sehingga
peristaltic meningkat, pengosongan rectum akan menjadi lebih
cepat dan berulang-ulang (diare).
3) Bila appendiks terletak didekat atau menempel pada kandung
kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena
rangsangan dindingnya.

c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Hitung jenis leukosit dengan hasil leukositosis.
b) Pemeriksaan urin dengan hasil sedimen dapat normal atau
terdapat leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila appendiks
yang meradang menepel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan
leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Pada
appendiksitis akut dan perforasi akan terjadi leukositosis yang
lebih tinggi lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap
darah (LED) meningkat pada keadaan appendiksitis infiltrat.
Urin rutin penting untuk melihat apakah tedapat infeksi pada
ginjal.
2) Pemeriksaan radiologi
a) Apendikogram
Apendikogram dilakukan dengan cara pemberian kontras
BaSO4 serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3
secara peroral dan diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih
8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil
apendikogram dibaca oleh dokter spesialis radiologi.
b) Ultrasonografi (USG)
USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong nanah.
Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati,
pneumonia basal, atau efusi pleura.

d. Komplikasi
Adapun jenis komplikasi yang terjadi yaitu:
1) Abses
Abses ialah sebuah peradangan appendiks yang berisi pus. Pada
saat di palpasi teraba massa lunak di kuadran kanan bawah pada
daerah pelvis. Massa ini awalnya berupa flegmon dan berkembang
menjadi rongga yang di dalamnya mengandung pus. Hal ini akan
terjadi apabila appendiksitis gangren/mikroperforasi ditutup oleh
omentum.
2) Perforasi
Perforasi ialah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga
bakteri dapat menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi
dalam waktu 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat
sesudah 24 jam. Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70%
kasus dengan gambaran klinis yang timbul lebih dari waktu 36 jam
sejak sakit, panas lebih dari 38,5°C, tampak adanya toksik, nyeri
tekan seluruh perut, dan adanya leukositosis terutama
polymorphonuclear (PMN). Perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun mikroperforasi bisa menyebabkan peritonitis.
3) Peritonitis
Peritonitis ialah suatu peradangan peritoneum, merupakan
komplikasi berbahaya yang bisa saja terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis. Apabila infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum maka akan menyebabkan timbulnya peritonitis umum.
Aktivitas peristaltik akan berkurang sampai timbul ileus paralitik,
usu merengang, dan hilangnya cairan elektrolit dapat
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oligouria.
Peritonitis disertai adanya rasa sakit perut yang semakin hebat,
muntah, nyeri abdomen, demam, dan leukositosis.
1. Kecemasan
a. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang di tandai
dengan perasan ketakutan dan kekhawatiran yang mendalam dan
berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realistis,
kepribadian tetap utuh, perilaku dapat terganggu, tetapi dalam
batas-batas normal (Kusnadi Jaya, 2015).
Beberapa orang kadang tidak mampu mengontrol
kecemasan yang dihadapi, sehingga terjadi ketidakseimbangan
dalam tubuh. Hal ini akan berakibat buruk, karena apabila tidak
segera di atasi akan meningkatkan tekanan darah dan pernafasan
yang dapat menyebabkan perdarahan baik pada saat pembeahan
ataupun pasca operasi. Intervensi keperawatan yang tepat
diperlukan untuk mempersiapkan klin baik secara fisik maupun
psikis sebelum dilakukan operasi (Efendy, 2012).
Menurut Hawk dan Black (2014). Klien memiliki respon
yang berbeda-beda terhadap ketakutan. Ada yang berespon dengan
menjadi pendiam dan menari diri, kekanak-kanakan, agresif,
menghindari masalah, menangis, atau ketegantungan dengan orang
lain. Sebagian klien merasa putus asa ketika pergi ke fasilitas
layanan kesehatan. Meskipun pembedahan merupakan hal yang
biasa bagi tenaga kesehatan yang profesional, hal trsebut
merupakan pengalaman yang menakutkan bagi klien dan keluarga.
Laporkan kecemasan dan ketakutan yang ekstim kepada tim
anastesi sehingga obat sedatife dapat diberikan. Prosedur bedah
dapat dibatalkan bila ketakutan menjadi sangat berat.
Salah satu tindakan untuk mengurangi tingkat kecemasan
adalah dengan cara mempersiapkan mental dari klien. Persiapan
mental tersebut salah satunya dapat dilakukan melalui pendidikan
kesehatan (Health education). Kemampuan perawatan untuk
mendengarkan secara aktif untuk pesan baik verbal dan nonverbal
sangat penting untuk membangun hubungan saling percaya dengan
pasien dan keluarga. Pendidikan kesehatan pre operasi dapat
menbantu klien dan keluarga mengidentifikasi kekhawatiran yang
dirasakan. Perawat kemudian dapat merencanakan intervensi
keperawatan dan perawatan suportif untuk mengurangi tingkat
kecemasan klien. Pendidikan kesehatan pada hakikatnya ialah
suatu kegiatan untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada
masyarakat, kelompok atau individu untuk memperoleh
pengetahuan tentang kesehatan yang baik. Sehingga, pengetahuan
tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap perubahan
perilaku kearah yang lebih baik (Notoatmojo, 2010).

Kecemasan atau anxiety adalah suatu perasaantakut,


kekhawatiran atau kecemasan yang sering kali terjadi tanpa ada
penyebab yang jelas. Kecemasan dibedakan dari rasa takut yang
sebenarnya, rasa takut itu timbul karena penyebab yang jelas dan
adanya fakta-fakta atau keadaan yang benar-benar membahayakan,
sedangkan kecemasan timbul karena respon terhadap situasi yang
kelihatannya tidak menakutkan, atau bias juga dikatakan sebagai
hasil dari rekaan, rekaan pikiran sendiri (pradugasubyektif), dan
juga suatu prasangka pribadi yang menyebabkan seseorang
mengalami kecemasan. (Alim Baitul Muhamad, 2011).

Anxiety atau dalam bahsa Indonesia dapat diartikan dengan


kecemasan, merupakan salah satu factor psikologis yang tidak
dapat lepas dari kehidupan manusia. Kata dasar anxiety dalam
bahasa Jerman adalah “angh” yang dalam bahasa Latin
berhubungan dengan kata “angustus, ango, angor, anxius,
anxietas, angina”. Nietzal berpendapat bahwa kecemasan berasal
dari bahasa Latin (anxius) dari bahasa Jerman (anst) yaitu suatu
kata yang digunakan untuk menggambarkan efek negative dan
rangsangan fisiologis. (Gufron dan Risnawati, 2010)

b. Tanda dan Gejala


Menurut Hawari (2008), ada beberapa keluhan yang sering
muncul pada orang yang mengalami kecemasan, antara lain:
1) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikiranya sendiri,
mudah tersinggung.
2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, dan mudah terkejut
3) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang.
4) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat
6) keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan
tulang, pedengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar,
sesak napas, gangguan pencernaan, gangguan perkemihan,
sakit kepala dan sebagainya.
c. Tingkat Kecemasan
Menurut Peplau dalam Suliswati (2015) ada empat tingkatan
yaitu :
1) Kecemasan ringan
Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami seharihari.
Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas,
menajamkan indera. Dapat memotivasi individu untuk belajar
dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
2) Kecemasan Sedang
Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi
perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih
dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain.
3) Kecemasan Berat
Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat
perhatiannya pada detil yang kecil dan spesifik dan tidak
dapat berfikir hal-hal lain. Seluruh perilaku dimaksudkan
untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak
perintah/arahan untuk terfokus pada area lain.
4) Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detil perhatian hilang.
Karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan
apapun meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan
aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan
dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya
pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif.
Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian.
d. Faktor Kecemasan
Menurut Stuart (2013), faktor yang mempengaruhi kecemasan
dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Faktor prediposisi yang menyangkut teori kecemasan :
a) Teori Psikoanalitik
Teori Psikoanalitik menjelaskan tentang konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian
diantaranya Id dan Ego. Id mempunyai dorongan naluri
dan impuls primitive seseorang, sedangkan Ego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan
oleh norma-norma budaya seseorang. Fungsi kecemasan
dalam ego adalah mengingatkan ego bahwa adanya
bahaya yang akan datang.
b) Teori Interpersonal
Kecemasan merupakan perwujudan penolakan dari
individu yang menimbulkan perasaan takut. Kecemasan
juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan
kecemasan. Individu dengan harga diri yang rendah akan
mudah mengalami kecemasan.
c) Teori perilaku
Pada teori ini, kecemasan timbul karena adanya stimulus
lingkungan spesifik, pola berpikir yang salah, atau tidak
produktif dapat menyebabkan perilaku maladaptif.
Penilaian yang berlebihan terhadap adanya bahaya dalam
situasi tertentu dan menilai rendah kemampuan dirinya
untuk mengatasi ancaman merupakan penyebab
kecemasan pada seseorang.
d) Teori biologis
Teori biologis menunjukan bahwa otak mengandung
reseptor khusus yang dapat meningkatkan neuro
regulatorin hibisi (GABA) yang berperan penting dalam
mekanisme biologis yang berkaitan dengan kecemasan.
Gangguan fisik dan penurunan kemampuan individu
untuk mengatasi stressor merupakan penyerta dari
kecemasan.
2) Faktor Presipitasi
a) Faktor Eksternal
(1) Ancaman Integritas Fisik
Meliputi ketidak mampuan fisiologis terhadap
kebutuhan dasar sehari-hari yang bisa disebabkan
karena sakit, trauma fisik, kecelakaan.
(2) Ancaman Sistem Diri
Diantaranya ancaman terhadap identitas diri, harga
diri, kehilangan, dan perubahan status dan peran,
tekanan kelompok, sosial budaya.
b) Faktor Internal
(1) Usia
Gangguan kecemasan lebih mudah dialami oleh
seseorang yang mempunyai usia lebih muda
dibandingkan individu dengan usia yang lebih tua.
(2) Stressor
Mendefinikan stressor merupakan tuntutan adaptasi
terhadap individu yang disebabkan oleh perubahan
keadaan dalam kehidupan. Sifat stresor dapat berubah
secara tiba-tiba dan dapat mempengaruhi seseorang
dalam menghadapi kecemasan, tergantung mekanisme
koping seseorang.
(3) Lingkungan
Individu yang berada di lingkungan asing lebih
mudah mengalami kecemasan dibanding bila dia
berada di lingkungan yang biasa dia tempati.
(4) Jenis kelamin
Wanita lebih sering mengalami kecemasan dari pada
pria. Wanita memiliki tingkat kecemasan yang lebih
tinggi dibandingkan pria. Hal ini dikarenakan bahwa
wanita lebih peka dengan emosinya, yang pada
akhirnya mempengaruhi perasaan cemasnya.
(5) Pendidikan
Kemampuan berpikir individu dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan
maka individu semakin mudah berpikir rasional dan
menangkap informasi baru. Kemampuan analisis akan
mempermudah individu dalam menguraikan masalah
baru.

Menurut Lutfa dan Maliya (2008), ada beberapa faktor yang


mempengaruhi kecemasan operasi,yaitu:

1) Faktor-faktor Instrinsik
Ada 3 faktor instrinsik menurut Lutfa dan Maliya yaitu,
faktor usia, pengalaman, serta konsep diri dan peran.
a) Faktor usia
Gangguan kecemasan lebih sering terjadi pada usia
dewasa dan lebih banyak pada wanita.
b) Pengalaman
Menjelaskan bahwa pengalaman awal ini sebagai bagian
penting dan sangat menentukan bagi kondisi mental
individu di kemudian hari. Apabila pengalaman individu
tentang pengobatan kurang, maka cenderung
mempengaruhi peningkatan kecemasan saat menghadapi
tindakan pengobatan selanjutnya.
c) Konsep diri dan peran
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan
pendirian yang diketetahui individu terhadap dirinya dan
mempengaruhi individu untuk berhubungan dengan orang
lain. Peran adalah pola, sikap, perilaku dan tujuan yang
diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di
masyarakat.
Banyak faktor yang mempengaruhi peran seperti
kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan
peran, konsistensi respon orang lain yang berarti terhadap
peran, kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang
dialaminya, serta keselarasan budaya dan harapan
individu terhadap perilaku peran. Selain itu terjadinya
situasi yang menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran,
akan mempengaruhi kehidupan individu. Pasien yang
mempunyai peran ganda baik di dalam keluarga atau di
masyarakat akan cenderung mengalami kecemasan yang
berlebih disebabkan konsentasi terganggu.
2) Faktor-faktor ekstrinsik
Ada 7 faktor ekstrinsik menurut Lutfa dan Maliya antara lain,
yaitu:
a) Kondisi medis
Terjadinya kecemasan yang berhubungan dengan
kondisi medis sering ditemukan, walaupun insidensi
gangguan bervariasi untuk masing-masing kondisi medis,
misalnya: pada pasien yang mendapatkan diagnosa
operasi akan lebih mempengaruhi tingkat kecemasan
pasien dibandingkan dengan pasien yang didiagnosa baik.
b) Tingkat pendidikan
Pendidikan pada umumnya berguna dalam merubah
pola pikir, pola bertingkah laku dan pola pengambil
keputusan. Tingkat pendidikan yang cukup akan lebih
mudah dalam mengidentifikasi stressor dalam diri sendiri
maupun dari luarnya.
c) Akses informasi
Akses informasi merupakan pemberitahuan tentang
sesuatu agar orang membentuk pendapat berdasarkan
sesuatu yang diketahuinya. Informasi yang akan
didapatkan pasien sebelum pelaksanaan tindakan operasi
terdiri dari tujuan, proses, resiko dan komplikasi serta
alternatif tindakan yang tersedia, serta proses
administrasi.
d) Adaptasi
Kozier dan Olivery dalam Lutfa dan Maliya (2008),
menjelaskan bahwa tingkat adaptasi manusia dipengaruhi
oleh stimulus internal dan eksternal dan membutuhkan
respon perilaku yang terus menerus. Proses adaptasi
seringmenstimulasi individu untuk mendapatkan bantuan
dari sumber-sumber dimana individu berada. Perawat
merupakan sumber daya yang tersedia dirumah sakit yang
mempunyai pengetahuan dan ketrampilan untuk
membantu pasien mengembalikan atau mencapai
keseimbangan diri dalam menghadapi lingkungan yang
baru.
e) Tingkat sosial ekonomi
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
masyarakat kelas sosial ekonomi rendah memililki
prevalensi gangguan psikiatrik yang lebih banyak. Dari
penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa keadaan
ekonomi yang rendah atau tidak dapat mempengaruhi
tingkat kecemasan pada pasien menghadapi tindakan
operasi.
f) Tindakan operasi
Adalah klasifikasi tindakan terapi medis yang dapat
mendatangkan kecemasan karena terdapat ancaman pada
integritas tubuh dan jiwa seseorang.
g) Lingkungan
Lingkungan atau sekitar tempat tinggal
mempengaruhi cara berfikir. Hal ini bisa saja disebabkan
pengalaman dengan keluarga, sahabat, rekan sejawat dan
lain-lain. Kecemasan wajar timbul jika and merasa tidak
aman terhadap lingkungan.
e. Rentan Respon Kecemasan
Rentang respon sehat-sakit dapat juga dipakai untuk
menggambarkan respon adaptif - maladaptif pada rentan respon
kecemasan. (Heriana, 2014).

Adaptif Maladaptif
x x x x x
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan

a) Antisipasi
Pada tingkat ini seseorang akan dapat merencanakan kegiatan
dengan baik
b) Kecemasan ringan
Pada tingkatan ini dikatakan kecemasan normal. Pada tingkat
ini individu mampu belajar dan memecahkan masalah secara
efektif, motivasi untuk melakukan sesuatu sangat besar
(dalam kehidupan sehari-hari), dapat memotivasi diri maupun
orang lain untuk bertindak.
c) Kecemasan sedang
Pada kecemasan sedang ini pasien atau individu mempunyai
lapangan persepsi yang menyempit atau persepsi terhadap
permasalahan menyempit sehingga perlu pengarahan orang
lain untuk memecahkan permasalahannya, sedangkan
rangsangan dari luar tidak mampu diterima oleh pasien.
d) Kecemasan berat
Kecemasan berat ini menjadi pusat perhatian pasien atau
individu pada detail yang kecil atau perhatiannya terpecah,
muncul perasaan tidak percaya pada orang lain. Kemampuan
untuk menilai keadaan yang dapat memperluas wawasannya
dalam pemecahan masalahnya semakin menyempit (lapangan
persepsinya menyempit). Tak mampu membuat kaitan yang
masuk akal, tidak sadar bahwa dirinya cemas dan tidak sabar,
tidak nyaman.
e) Panik
Panik Adalah tingkatan kecemasan yang paling berat, disini
pasien kacau, sehingga berbahaya untuk dirinya maupun
orang lain, pasien tidak mampu untuk melakukan tindakan
untuk pemecahan masalahnya (sehingga seolah-olah
lumpuh), hiperaktif dan gelisah (agitasi).
f. Alat Ukur Skala Kecemasan
Menurut Hawari (2013) untuk mengetahui sejauh mana
derajat kecemasan seseorang dapat menggunakan alat ukur
(instrument) yang dikenal dengan nama HemiltonRating Scale For
Anxiety ( HRS-A). Skala HARS merupakan pengukuran
kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom pada
individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS
terdapat 14 symptom yang nampak pada individu yang mengalami
kecemasan. Setiap item diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0
(nol present) sampai dengan 4 (serve).
Menurut Hawari (2008), tingkat kecemasan dapat diukur dengan
menggunakan alat ukur (instrumen) yang dikenal dengan nama
Hamilton Rating Scale for Anxiety (HARS), yang terdiri dari 14
kelompok gejala, antara lain sebagai berikut :
1) Perasaan cemas: cemas, firasat buruk, takut akan pikiran
sendiri dan mudah tersinggung
2) Ketegangan: merasa tegang, lesu, tidak dapat beristirahat
dengan tenang, mudah terkejut, mudah menangis, gemetar dan
gelisah.
3) Ketakutan: pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri,
pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas dan pada
kerumunan orang banyak.
4) Gangguan tidur: sukar untu tidur, terbangun pada malam hari,
tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi,
mimpi buruk dan mimpi yang menakutkan
5) Gangguan kecerdasan: sukar berkonsentrasi, daya ingat
menurun dan daya ingat buruk.
6) Perasaan depresi (murung): hilangnya minat, berkurangnya
kesenangan pada hobi, sedih, terbangun pada saat dini hari dan
perasaan berubah-ubah sepanjang hari.
7) Gejala somatik/fisik (otot): sakit dan nyeri di otot, kaku,
kedutan otot, gigi gemerutuk dan suara tidak stabil.
8) Gejala somatik/fisik (sensorik): tinnitus (telinga berdenging),
penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas dan
perasaan ditusuk-tusuk.
9) Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah): takikardi
(denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut
nadi mengeras, rasa lesu/lemas seperti mau pingsan dan detak
jantung menghilang/berhenti sekejap/
10) Gejala respiratori (pernafasan): rasa tertekan atau sempit di
dada, rasa tercekik, sering menarik nafas pendek/sesak
11) Gejala gastrointestinal (pencernaan): sulit menelan, perut
melilit, gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah
makan, perasaan terbakar di perut, rasa penuh atau kembung,
mual, muntah, BAB konsistensinya lembek, sukar BAB
(konstipasi) dan kehilangan berat badan.
12) Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin): sering buang air
kecil, tidak dapat menahan BAK, tidak datang bulan (tidak
dapat haid), darah haid berlebihan, darah haid sangat sedikit,
haid beberapa kali dalam sebulan, menjadi dingin, ejakulasi
dini, ereksi melemah, ereksi hilang dan impitensi
13) Gejala autoimun: mulut kering, muka merah, mudah
berkeringat, kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa
sakit dab bulu-bulu berdiri
14) Tingkah laku/sikap: gelisah, tidak tenang, jari gemetar,
kening/dahi berkerut, wajah tegang/mengeras, nafas pendek
dan cepat serta wajah merah.
Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score)
antara 0-4, dengan penilaian sebagai berikut:

Nilai 0 = tidak ada gejala sama sekali

Nilai 1 = terdapat satu dari yang ada

Nilai 2 = separuh dari gejala yang ada

Nilai 3 = lebih dari separuh gejala yang ada

Nilai 4 = semua gejala ada

Masing-masing nilai angka (score) dari 14 kelompok gejala


tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat
diketahui derajat kecemasan seseorang, yaitu nilai total (score):
kurang dari 14 = tidak ada kecemasan, 14-20 = kecemasan
ringan, 21-27 = kecemasan sedang, 28-41 = kecemasan berat,
42-56= kecemasan berat sekali (Hawari,2008).
2. Dampak Kecemasan Keluarga pada pasien Pre Operasi Appendictomy
Dalam tindakan operasi appendictomy dimana seseorang akan
mengalami kecemasan. Kecemasan merupakan keadaan dimana
seseorang mengalami perasaan gelisah atau cemas dan aktifitas
sistem syaraf otonom dalam merespon terhadap ancaman yang tidak
jelas dan tidak spesifik (Carpenito, 2010).
Segala bentuk prosedur pembedahan selalu didahului dengan
suatu reaksi emosional tertentu oleh pasien, apakah reaksi itu jelas
atau tersembunyi, normal atau abnormal. Sebagai contoh,
kecemasan pre operatif kemungkinan merupakan suatu respon
antisipasi terhadap suatu pengalaman yang dapat dianggap pasien
sebagai suatu ancaman terhadap perannya dalam hidup, integritas
tubuh, atau bahkan kehidupannya itu sendiri (Smeltzer 2010).

C. Karakteristik Tingkat Kecemasan Appendiksitis


Menurut Asmadi (2010), tiap tingkatan kecemasan mempunyai
karakteristik atau manifestasi yang berbeda satu sama lain. Manifestasi
kecemasan yang terjadi bergantung pada kematangan pribadi,
pemahaman dalam menghadapi ketegangan, harga diri, dan mekanisme
koping yang digunakannya.
Tabel 2.1 Tingkat Kecemasan Dan Kerakteristik Kecemasan
Tingkat
No Karakteristik
Kecemasan
1 Kecemasan 1. Berhubungan dengan ketegangan dalam
peristiwa sehari-hari, kewaspadaan
Ringan
meningkat, persepsi terhadap lingkungan
meningkat, dapat menjadi motivasi positif
untuk belajar dan menghasilkan kreativitas.
2. Respon fisiologis: sesekali napas pendek,
nadi dan tekanan darah meningkat sedikit,
gejala ringan pada lambung, muka berkerut
serta bibir bergetar.
3. Respon kognitif: mampu menerima
rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada
masalah, menyelesaikan masalah secara
efektif, dan terangsang untuk melakukan
tindakan.
4. Respon perilaku dan emosi: tidak dapat
duduk tenang, tremor halus pada tangan, dan
suara kadang-kadang meninggi.
2 Kecemasan 1. Respon fisiologis: sering napas pendek, nadi
ekstra sistol dan tekanan darah meningkat,
Sedang
mulut kering, anoreksia diare/konstipasi, sakit
kepala, sering berkemih, dan letih.
2. Respon kongnitif: memusatkan perhatiannya
pada hal yang penting dan mengesampingkan
yang lain, lapang persepsi menyempit, dan
rangsangan dari luar tidak mampu diterima.
3. Respon perilaku dan emosi: gerakan tersentak
sentak, terlihat lebih tegang, bicara banyak
dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan
tidak aman
3 Kecemasan 1. Individu cenderung memikirkan hal yang
kecil saja dan mengabaikan hal yang lain.
Berat
2. Respon fisiologis: napas pendek, nadi dan
tekanan darah meningkat, berkeringat dan
sakit kepala, penglihatan berkelabut, serta
tampak tegang
3. Respons kognitif: tidak mampu berpikir berat
lagi dan membutuhkan banyak
pengarahan/tuntutan, serta lapang persepsi
menyempit.
4. Respons perilaku dan emosi: perasaan
terancam meningkat dan komunikasi menjadi
terganggu (verbalisasi cepat).

a. Cara penilaian kecemasan


Tabel 2.2 Penilaian Kecemasan dan Kategori Kecemasan
No Penilaian Kategori Kecemasan

1 Terdapat satu dari yang ada 20-44 : kecemasan ringan

2 Separuh dari gejala yang ada 45– 59 : kecemasan sedang


Lebih dari separuh gejala yang
3 ada
60– 80 : kecemasan berat
(Sumber dari : Hawari, 2009)
b. Alat Ukur Skala Kecemasan
Menurut Hawari (2013) untuk mengetahui sejauh mana derajat
kecemasan seseorang dapat menggunakan alat ukur (instrumen) yang
dikenal dengan nama William W.K. Zung (ZSAS). Skala ZSAS
merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya
symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut Skala
ZSAS terdapat 20 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan dinilai 1-4 (1:
tidak pernah, 2: kadang-kadang, 3: sebagian waktu, 4: hampir setiap
waktu). Terdapat 15 pertanyaan ke arah peningkatan kecemasan dan 5
pertanyaan ke arah penurunan kecemasan dengan rentang penilaian 20-
80.

3. Dukungan Keluarga
a. Pengertian Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga merupakan sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Dukungan
keluarga tersebut dapat menekan munculnya suatu stressor karena
informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang
khusus pada individu. (Akhmadi 2009).
Dukungan keluarga merupakan informasi verbal atau non
verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan
oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan
sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat
memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah
laku penerimanya.(Azizah, 2011). Dukungan keluarga dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu; keiintiman, harga diri, keterampilan
sosial, umur, pendidikan, spiritual dan status sosial ekonomi
(Rahayu 2009).
b. Tingkat Dukungan Keluarga
Menurut Rahayu (2009). Pengetahuan memiliki 3 tingkatan yang
terdiri dari:
1. Tingkat Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang biasanya akan
memberikan pola pikir dan pemahaman yang lebih baik
terhadap suatu hal.
2. Tingkat Pekerjaan
Sedangkan tingkat pekerjaan yang dimiliki berdasarkan
penghasilan akan sangat berpengaruh terhadap tingkat
pendapatan keluarga terdiri dari 2 macam, yaitu:
a. Tingkat pendapatan tinggi
Keluarga dengat tingkat pendapatan yang tinggi secara tidak
langsung akan membuat keluarga tersebut masuk kedalam
keluarga dengan status soial atas
b. Tingkat pendapatan rendah
Jika pendapatanya rendah keluarga tersebuat akan masuk
dalam dalam kelas sosial bawah
3. Kelas sosial
Kelas sosial akan berpengaruh banyak terhadap keterlibatan
keluarga dalam memberikan dukungan keluarga terhadap salah
satu anggota keluarganya yang sakit
c. Faktor-faktor yang memperngaruhi dukungan keluarga
Menurut Notoatmodjo (2010) terdapat 5 faktor yang
mempengaruhi pengetahuan, antara lain yaitu:
1) Faktor Pendidikan
Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka akan
semakin mudah untuk menerima informasi tentang obyek
atau yang berkaitan dengan pengetahuan.
Pengetahuan umumnya dapat diperoleh dari informasi yang
disampaikan oleh orang tua, guru, dan media masa.
Pendidikan sangat erat kaitannya dengan pengetahuan,
pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
yang sangat diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan semakin
mudah untuk menerima, serta mengembangkan pengetahuan
dan teknologi.

2) Faktor Pekerjaan
Pekerjaan seseorang sangat berpengaruh terhadap proses
mengakses informasi yang dibutuhkan terhadap suatu obyek.
3) Faktor Pengalaman
Pengalaman seseorang sangat mempengaruhi pengetahuan,
semakin banyak pengalaman seseorang tentang suatu hal,
maka akan semakin bertambah pula pengetahuan seseorang
akan hal tersebut.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menyatakan tantang isi materi yang ingin
diukur dari subjek penelitian atau responden.
4) Faktor Keyakinan
Keyakinan yang diperoleh oleh seseorang biasanya bisa
didapat secara turun-temurun dan tidak dapat dibuktikan
terlebih dahulu, keyakinan positif dan keyakinan negatif
dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang.
5) Fakor Sosial Budaya
Kebudayaan berserta kebiasaan dalam keluarga dapat
mempengaruhi pengetahuan, presepsi, dan sikap seseorang
terhadap sesuatu.
D. Kerangka Teori

Faktor-faktor yang
mempenagruhi
dukungan keluarga:

a. Pendidikan
b. Pekerjaan
c. Pengalaman
d. Kepercayaan
e. Budaya

Tingkat kecemasan keluaga:

<14 = tidak ada kecemasan

14-20 = kecemasan ringan

21-27 = kecemasan sedang


Faktor-faktor yang
mempenagruhi 28-41 = kecemasan berat
kecemasan:
42-56= kecemasan berat sekali
a. Biologis
b. Psikologis
c. Kontribusi sosial
d. Usia
e. Pengalaman
f. Konsep diri dan
peran
g. Kondisi medis
h. Tingkat pendidikan
i. Akses informasi
j. Adaptasi
k. Tingkat sosial
ekonomi
l. Tindakan operasi
m. Lingkungan

Anda mungkin juga menyukai