Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penggunaan bahan alam, baik sebagai obat maupun tujuan lain cenderung
meningkat, terlebih dengan adanya isu back to nature (kembali ke alam). Obat
tradisioanal dan tanaman obat banyak digunakan di masyarakat menengah ke
bawah terutama dalam upaya preventif (pencegahan), promotif (promosi
kesehatan), maupun rehabilitatif (pemeliharaan). Sementara ini banyak orang
beranggapan bahwa penggunaan tanaman obat atau obat tradisional lebih aman
dibandingkan obat sintetis atau kimia. Sedangkan umumnya khasiat obat-obat
tradisional sampai saat ini hanya didasarkan pada pengalaman empiris dan belum
teruji secara ilmiah (1).
Penyakit kardiovaskular merupakan salah satu penyakit yang menjadi
perhatian khusus masyarakat. Prevalensi penyakit kardiovaskular terus
meningkat setiap tahunnya. Salah satu penyakit kardiovaskular yang memiliki
prevalensi tinggi adalah hipertensi. Hipertensi merupakan gangguan sistem
peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah lebih dar normal
(140/90 mmHg) (2). Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah
pneumonia dan cedera intrakranial, yakni mencapai 4,81% dari populasi
kematian pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia (3). Hasil Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
tahun 2007 menunjukkan prevalensi hipertensi nasional mencapai 31,7%. Angka
prevalensi hipertensi di Indonesia ini lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa
negara ASEAN seperti Singapura (27,3%), Thailand (22,7%), dan Malaysia
(20%) (4).
Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi dapat meningkatkan resiko
penyakit jantung koroner, gagal ginjal, demensia, stroke, dan sebagainya.
Perubahan gaya hidup penting dilakukan bagi penderita hipertensi untuk
memperkecil resiko kematian. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
mengontrol berat badan, olahraga, tidak mengonsumsi makanan berlemak,
mengurangi asupan garam, tidak merokok, dan hidup teratur. Selain dengan
perubahan gaya hidup, hipertensi juga dapat dikurangi dengan mengonsumsi
obat-obatan antihipertensi. Obat-obat hipertensi dapat bekerja pada berbagai
macam mekanisme, seperti golongan diuretik, antagonis kalsium, penghambat
Angiotensin Converting Enzyme (ACE), Alpha-2 receptor agonist, Angiotensin
II receptor blockers (ARB), penghambat adrenergik perifer, penghambat alfa,
penghambat beta, dan penghambat renin. (5) Obat-obat antihipertensi tersebut
mempunyai mekanisme kerja masing-masing yang spesifik untuk dapat
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi. Obat golongan
Angiotensin Converting Enzyme (ACE) merupakan suatu zink metallopeptidase
yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin dan bradikinin ke dalam
bentuk komponen aktif. Golongan obat Angiotensin Converting Enzyme (ACE)
umumnya aman dan dapat ditoleransi dengan baik, karena memili sedikit efek
samping dibandingkan dengan golongan yang lain. Oleh karena itu,
pengembangan agen yang menghambat pengubahan angiotensin I menjadi
angiotensin II, dan bradikinin ke dalam komponen aktif dapat dipilih sebagai
terapi hipertensi (6).
Dalam penelitian yang melibatkan pengujian terhadap bahan alam, diperlukan
adanya suatu standar mutu simplisia dan ekstrak yang dikenal sebagai penetapan
parameter mutu, yakni agar diperoleh simplisia dan ekstrak yang terstandar.
Standarisasi dalam kefarmasian adalah serangkaian parameter, prosedur, dan
cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsure-unsur terkait paradigm mutu
kefarmasian, mutu dalam artian memenuhi syarat standar (kimia, biologi, dan
farmasi), termasuk jaminan (batas-batas) stabilitas sebagai produk kefarmasian
umumnya. Persyaratan mutu ekstrak terdiri dari berbagai parameter standar
umum dan parameter spesifik. Pemerintah melakukan fungsi pembinaan dan
pengawasan serta melindungi konsumen untuk tegaknya trilogi “mutu-
keamanan-manfaat”. Pengertian standarisasi juga berarti proses menjamin bahwa
produk akhir (obat, ekstrak atau produk ekstrak) mempunyai nilai parameter
tertentu yang konstan (ajeg) dan ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih
dahulu (7).
Saat ini tujuan pengobatan hipertensi selain untuk mengendalikan tekanan
darah juga menurunkan komplikasi kardiovaskular. Ada pilihan tanaman obat
agar penderita hipertensi tidak tergantung pada obat farmakologis. Sudah banyak
obat tradisional yang mengandung fitofarmaka untuk mengobati hipertensi yang
telah dikonsumsi oleh masyarakat saat ini. Ada satu lagi jenis bahan alami yang
sudah dikenal sebagai sayuran yaitu kucai (Allium tuberosum Rottl ex Spreng) yang
memiliki kasiat antihipertensi. Kucai merupakan spesies bawang-bawangan
terkecil dari famili Alliaceae, tumbuhan asli di Eropa, Asia dan Amerika Utara.
Kucai memiliki zat aktif antara lain kuersetin, kaempferol, saponin dan allicin.
Kucai juga mengandung vitamin C. Quersetin dan kaempferol termasuk
flavonols yang merupakan salah satu sub- 3 group dari flavonoid. Aroma kucai
lebih dekat ke bawang putih daripada daun bawang, sehingga dalam bahasa
Inggris disebut Garlic chives, karena kucai banyak digunakan pada makanan
yang terpengaruh budaya Cina, kucai juga dikenal dengan nama Chinese chives.
Pada zaman dahulu, masyarakat memakan kucai dengan alasan enak. Selama ini
orang mengenal kucai sebagai penyedap masakan. Aromanya sedap, membuat
kucai jadi salah satu bumbu masakan favorit. Sayuran itu digunakan untuk
menambah rasa pedas dan menyeimbangkan rasa asam cuka pada asinan. Tidak
demikian halnya dengan zaman sekarang. Masyarakat memakan kucai untuk
mendukung kesehatan, salah satunya adalah sebagai antihipertensi (8).
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti daun kucai dengan
menggunakan etanol 70% untuk mengetahui adanya aktivitas penghambatan
Angiotensin Converting Enzyme (ACE) dari ekstrak etanol daun kucai sebagai
mekanisme kerja salah satu obat antihipertensi. Penentuan aktivitas
penghambatan Angiotensin Converting Enzyme (ACE) dilakukan dengan
menggunakan metode Chusman dan Cheung dengan menggunakan
Spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. (9).

Anda mungkin juga menyukai