Anda di halaman 1dari 17

Darurat Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana dalam Kejahatan

Terhadap Satwa Liar

Karya Tulis Ilmiah diajukan untuk memenuhi memenuhi persyaratan


UAS mahasiswa kuliah Teknik Penulisan Karya Ilmiah (TPKI)

Dosen Pembimbing :

Nur Aziz Asmuni, M.Pd

Disusun oleh :

Fachri M Krisna Adinegara

(20560035)

UNIVERSITAS SUNAN GIRI SURABAYA

FAKULTAS HUKUM dan SOSIAL HUKUM 2020


i

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT. Yang masih memberikan nafas
kehidupan, sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini
dengan judul “Darurat Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana dalam Kejahatan
Terhadap Satwa Liar” tepat pada waktunya.

Adapun Karya Tulis Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah bahasa indonesia. Dalam Karya Tulis Ilmiah ini membahas tentang. Selain
itu makalah ini juga bertujuan menambah wawasan tentang “Darurat Pengaturan
Pertanggungjawaban Pidana dalam Kejahatan Terhadap Satwa Liar” bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapakan terima kasih kepada semua yang telah memberikan


pengetahuan dan wawasan sesuai bidang studi matakuliah yang saya tekuni
sehingga saya dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Dengan segala kearendahan hati, saran-saran dan kritik yang membangun sangat
saya harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada
tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

Sidoarjo, 17 Januari 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
2.1 Teori Perlindungan Hukum........................................................................3
2.2 Teori Penegakan Hukum............................................................................3
2.3 Peraturan Perlindungan Terhadap Satwa....................................................5
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN........................................................................6
3.1 Pengertian Satwa Liar.....................................................................................6
BAB IV
PENUTUP..............................................................................................................12
4.1 KESIMPULAN.......................................................................................12
4.2 SARAN...................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Keanekaragaman satwa di Indonesia disebabkan karena wilayah yang luas
dan ekosistem yang beragam. Karena hal tersebut, wilayah Indonesia memiliki
berbagai jenis satwa khas atau endemik yang hanya terdapat di Indonesia.
Sehingga Indonesia memiliki berbagai jenis satwa yang dilindungi.
Indonesia adalah Negara yang kaya akan sumber daya alamnya baik hayati
maupun non hayati salah satu kekayaan alam Indonesia dapat dilihat dari
banyaknya jenis tumbuhan dan satwa yang tersebar di seluruh wilayah
Indonesia. Menurut rilis terakhir dari International Union for Conservation of
Nature (IUCN) pada tahun 2011 memperkirakan terdapat sebanyak 300.000
jenis satwa liar yang berhasil diidentifikasikan di Indonesia. Jumlah tersebut
mencakup sekitar 17% dari total jenis satwa liar yang masih tersisa di dunia.1
Diperkirakan 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17% satwa di dunia
terdapat di Indonesia, walaupun luas Indonesia hanya 1,3% dari luas daratan
dunia, Indonesia nomor satu dalam hal kekayaan mamalia (515 jenis) dan
menjadi habitat dari sekitar 1539 jenis burung. Sebanyak 45% ikan di dunia
hidup di perairan Indonesia. Daftar spesies baru yang ditemukan di Indonesia
itu akan terus bertambah, seiring dengan intensifnya penelitian atau eksplorasi
alam.

Namun Indonesia juga dikenal sebagai Negara pemilik daftar panjang


tentang satwa liar yang terancam punah. Saat ini jumlah satwa liar yang
terancam punah adalah 147 jenis mamalia, 114 jenis burung, 28 jenis reptil, 91
jenis ikan dan 28 jenis invertebrata (IUCN). Faktor utama yang mengancam
punahnya satwa liar tersebut adalah berkurang atau rusaknya habitat mereka
dan perburuan untuk diperdagangkan. Kini perdagangan satwa liar menjadi
ancaman serius bagi kelestarian satwa liar di Indonesia.

1
Saifullah, Hukum Lingkungan Paradigma Kebijakan Kriminal di Bidang Konservasi
Keanekaragaman Hayati, (Malang: UIN Malang Press, 2007), hlm 35.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diangkat
dalam Karya Tulis Ilmiah ini dirumusan sebagai berikut:

1. Bagaimana kedaruratan pengaturan mengenai pertanggungjawaban pidana


terhadap satwa liar
2. Bagaimanakah pertanggung jawabanpidana seseorang yang memiliki
satwa liar yang dilindungi undang-undang?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Tujuan yang hendak dicapai dalam Karya Tulis Ilmiah ini dirumuskan sebagai
berikut:

1. Mendeskripsikan dan menganalisis kedaruratan pengaturan mengenai


pertanggungjawaban pidana terhadap satwa liar
2. Mendeskripsikan dan menganalisis pertanggung jawabanpidana seseorang
yang memiliki satwa liar yang dilindungi undang-undang?
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Perlindungan Hukum


J. Van Kaan: “Kaidah-kaidah hukum adalah peraturan-peraturan
yang bersifat memaksa, dan pengertian hukum adalah serumpunan
peraturan yang bersifat memaksa, yang diadakan untuk melindungi
kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat. Tugas dari tata
hukum adalah mengadakan kaidah-kaidah untuk melindungi
kepentingan-kepentingan yang menghendaki perlindungan yang dapat
dipaksakan. Jadi, hukum memiliki tugas sebagai keseluruhan ketentuan-
ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang melindungi
kepentingan orang dalam masyarakat.

Sehingga hukum bertujuan menginteraksikan dan


mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena
dalam suatu lalulintas kepentingan perlindungan terhadap kepentingan
tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai
kepentingan dilain pihak.2
Akan tetapi pada kenyataannya perlindungan hukum tidak hanya
diberikan kepada manusia yang memiliki berbagai kepentingan dalam
kehidupan bermasyarakat. Satwa sebagai makhluk hidup juga memiliki
hak untuk mendapatkan perlindungan hukum, karena satwa merupakan
makhluk hidup yang memberikan manfaat bagi kehidupan manusia baik
secara langsung atau tidak langsung sehingga bentuk perlindungan
hukum terhadap satwa harus ditegaskan dan dijalankan secara nyata.
2.2 Teori Penegakan Hukum
Pada hakekatnya hukum mengandung ide atau konsep konsep yang
dapat digolongkan sebagai sesuatu yang abstrak. Kedalam kelompok yang
abstrak termasuk ide tentang keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan
sosial. Apabila berbicara mengenai penegakan hukum, maka pada

2
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm 53.
hakekatnya berbicara tentang penegakan ide-ide serta konsep-konsep yang
nota bene adalah abstrak tersebut. Dirumuskan secara lain, penegakan
hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut
menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide tersebut merupakan
hakekat dari penegakan hukum. Apabila berbicara mengenai perwujudan
ide-ide yang abstrak menjadi kenyataan maka sebetulnya sudah memasuki
bidang menejemen.3

Secara konsepsional, maka inti dan arti dari penegakan hukum


terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang
terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah,
dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk
menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan
hidup. Penegakan hukum sebagai suatu proses, pada hakikatnya
merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan
yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tetapi
mempunyai unsur penilaian pribadi.

Penegakan hukum selalu melibatkan manusia di dalamnya


dan melibatkan juga tingkah laku manusia. Hukum tidak dapat tegak
dengan sendirinya, artinya hukum tidak mampu mewujudkan sendiri
janji-janji serta kehendak kehendak yang tercantum dalam
(peraturan peraturan) hukum. Janji dan kehendak tersebut, misalnya
untuk memberikan hak kepada seseorang, memberikan perlindungan
kepada seseorang, mengenakan pidana terhadap seseorang yang
memenuhi persyaratan tertentu dan sebagainya.4
Dalam upaya perlindungan hukum terhadap satwa dari
perdagangan liar, penegakan hukum terhadap perdagangan satwa
dilindungi adalah suatu proses perwujudan dari aturan-aturan
mengenai perlindungan terhadap satwa dalam praktiknya secara

3
Mashuri, “Kajian Yuridis Sosiologis Implementasi Perda No 7 Tahun 1999 Terhadap Pekerja Seks
Komersial ( PSK) Studi Pada Satpol PP dan Dinas Sosial Kota Surabaya”, Skripsi Fakultas Hukum
Universitas Muhamadiyah Malang ( Malang, 2008),hlm 24
4
Satjipto Raharjo, Penegaka Hukum Progresif (Jakarta : Buku Kompas, 2010) hlm. 7.
hukum demi terwujud tujuan terhadap perlindungan satwa
dilindungi.
2.3 Peraturan Perlindungan Terhadap Satwa
Dalam upaya perlindungan hukum terhadap satwa dari
perdagangan liar, penegakan hukum terhadap perdagangan satwa
dilindungi adalah suatu proses perwujudan dari aturan-aturan
mengenai perlindungan terhadap satwa dalam praktiknya secara
hukum demi terwujud tujuan terhadap perlindungan satwa
dilindungi.

Satwa dilindungi merupakan satwa yang telah jarang keberadaanya


dan oleh karenanya dilindungi oleh berbagai peraturan. Salah satu
tindakan yang hingga saat ini masih sering terjadi dan melanggar
aturan dalam perlindungan satwa adalah perdagangan satwa secara
liar. Perdagangan satwa secara liar merupakan tindakan yang telah
melanggar ketentuan yang terdapat dalam Undang- Undang No. 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya. Dimana dalam pasal 21 telah disebutkan larangan
untuk memperdagangkan satwa dilindungi.
Undang - Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang memuat
perbuatan pidana, pertanggung jawaban pidana maupun sanksi
pidana yang menyangkut segala aktivitas yang dilakukan manusia
dikawasan konservasi, baik itu pada flora dan fauna yang dilindungi
maupun yang tidak dilindungi teramasuk habitatnya. Secara
substansial pengaturan perbuatan pidana, pertanggung jawaban
pidana, dan sanksi pidana yang termaktub dalam Undang-Undang
No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya tertera pada pasal 19, 21, 33 dan 40 merupakan
suatu kesatuan.5

5
Saifullah, Hukum Lingkungan Paradigma Kebijakan Kriminal di Bidang Konservasi
Keanekaragaman Hayati, (Malang: UIN Malang Press, 2007), hlm 35.
Pada pasal 21 yang berisikan tentang larangan bagi setiap
orang untuk mengambil, menebang, memiliki, merusak,
memusnahkan, memelihara, dan memperniagakan tumbuhan yang
dilindungi, maupun mengangkutnya, baik di dalam maupun di luar
Indonesia. Kemudian larangan untuk menangkap, melukai,
membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, memperniagakan
satwa yang dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun dalam
keadaan mati, dan larangan untuk memindahkan satwa dilindungi
baik di dalam maupun di luar Indonesia. Larangan tersebut juga
termasuk untuk kulit, tubuh, bagian-bagian lain, telur, dan sarang
satwa yang dilindungi.

BAB III

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Satwa Liar


Satwa merupakan sebagian sumber daya alam yang tidak ternilai harganya,
sehingga kelestariannya perlu dijaga agar tidak punah baik karena faktor alam,
maupun perbuatan manusia seperti perburuan, dan kepemilikan satwa yang tidak
sah. Menurut Pasal 1 ayat 5 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Satwa adalah semua
jenis sumber daya alam hewani yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di
udara.

Sedangkan yang dimaksud dengan Satwa liar dalam pasal 1 ayat 7 Undang -
Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau
di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun
yang dipelihara oleh manusia, selain itu juga satwa liar dapat diartikan semua
binatang yang hidup di darat dan di air yang masih mempunyai sifat liar, baik
yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.
Satwa migran satwa yang berpindah tempat secara teratur dalam waktu dan
ruang tertentu , Satwa yang boleh diburu adalah satwa yang menurut
undangundang atau peraturan telah ditetapkan untuk dapat diburu. Sedangkan
Satwa langka adalah binatang yang tinggal sedikit jumlahnya dan perlu dilindungi
(seperti jalak putih, cenderawasih).

1. Jenis satwa

Jenis satwa dapat kita lihat dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya :

a. Satwa yang dilindungi

Satwa yang populasinya jarang ditemui atau satwa yang berada dalam bahaya
kepunahan.

b. Satwa yang tidak dilindungi

Satwa atau hewan yang jumlah populasinya masih banyak dan mudah untuk
ditemukan.6

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki keanekaragaman


hayati tertinggi di dunia, sehingga membuat Indonesia memiliki peran yang
penting dalam perdagangan satwa dan menjadi salah satu pemasok terbesar
perdagangan satwa di dunia. Satwa-satwa tersebut tersebar diseluruh pulau-pulau
yang ada di Indonesia. Berdasarkan informasi yang didapatkan Tim Cegah Satwa
Punah dari ProFauna Indonesia Sekitar 300.000 jenis satwa liar atau sekitar 17%
dari jenis satwa yang ada di dunia berada di Indonesia. Indonesia bahkan
menempati urutan pertama dalam kekayaan mamalia dengan 515 jenis dan
menjadi habitat dari 1539 jenis ungags sekitar 45% jenis ikan di dunia hidup di
Indonesia

2. Pertanggungjawaban pidana atas tindakan perburuan terhadap


satwa liar yang dilakukan oleh pemburu

Dengan masih belum optimalnya pem.ahaman terhadap undang- undang


nomor 5 tahun 1990, maka akan menyebabkan kesulitan dalam penanganan suatu

6
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
perkara perburuan satwa liar yang dilindungi. Pengetahuan akan undang-undang
tersebut dan hal-hal yang diatur didalamnya akan mempengaruhi ketepatan dan
kepatutan dalam melakukan pemeriksaan pada tingkat kepolisian, penuntutan
pada tingkat kejaksaan dan penjatuhan hukuman pada tingkat pengadilan.

Kondisi ini terindikasi dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan


hukum, bahwa Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 yang merupakan alas
hukum atas penegakan hukum terhadap perburuan dan perdagangan satwa liar
yang dilindungi, kemudian sumber daya manusia dari aparat penegak hukum yang
menerapkan dan menegakkan aturan hukum dan fasilitas atau infrastruktur yang
dapat mendukung pelaksanaan aturan hukum serta masyarakat yang terkena ruang
lingkup aturan hukum tersebut.

Undang-undang nomor 5 tahun 1990 adalah suatu alas hukum sebagai dasar
dan bahan pertimbangan aparat penegak hukum dalam memeriksa, menuntut dan
mengadili perkara perburuan dan perdagangan satwa liar yang dilindungi. Hal
yang paling penting dalam menegakkan hukum dan penegakan hukum adalah
melihat fungsi dari membuat hukum (law making) dan fungsi menjalankan atau
melaksanakan hukum (law applying). ( Bagir Manan, 2005: 29) Hukum dibuat
tetapi tidak dijalankan tidak akan berarti, begitu pula sebaliknya tidak ada hukum
yang dapat dijalankan apabila hukumnya tidak ada. Agar hukum dapat dijalankan
atau ditegakkan maka terlebih dahulu harus ada hukum.

3. Upaya yang ditempuh untuk perlindungan satwa liar di indonesia

Upaya konservasi satwa langka di Indonesia – Indonesia memiliki satwa


langka dan juga flora langka yang dilindungi. Sayangnya akibat kebakaran lahan,
hutan dan kerusakan alam lainnya membuat fauna dan flora langka di Indonesia
semakin berkurang. Contohnya saja kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di
Riau membuat satwa langka Beruang Madu terancam kepunahan. Selain itu
kebakaran lahan di Kalimantan membuat beberapa orangutan mati terbakar.

Berkurangnya satwa langka tidak hanya terjadi di daratan namun juga di


lautan. Misalnya saja adalah kasus ikan pesut yang dilindungi menjadi mati akibat
tertangkap oleh jaring nelayan, padahal populasi ikan pesut tersebut terus
berkurang. Oleh sebab itulah penting untuk melakukan konservasi terhadap satwa-
satwa langka yang ada di Indonesia agar tidak punah. Berikut ini adalah upaya
konservasi satwa langka di Indonesia yang bisa dilakukan:

a. Memberikan Edukasi dan Sosialisasi dengan upaya konservasi satwa


langka di Indonesia yang bisa dilakukan adalah memberikan edukasi dan
sosialisasi terhadap masyarakat. Selama ini masyarakat tidak tahu jenis
satwa apa saja yang dilindungi oleh pemerintah. Hal itu dikarenakan
banyaknya jenis satwa yang dilindungi oleh pemerintah tersebut. Yang
harus mendapatkan edukasi dan sosialisasi ini adalah masyarakat yang
tinggal di pesisir laut dan juga yang ada di sekitar hutan untuk tidak
membunuh atau memburu satwa langka yang dilindungi tersebut.
b. Mendukung Upaya Pelestarian Lingkungan dengan langkah selanjutnya
yang bisa dilakukan adalah masyarakat harus mendukung upaya yang
dilakukan oleh pemerintah maupun lembaga lainnya yang sedang
melakukan pelestarian lingkungan. Cara mendukungnya adalah dengan
memberikan bantuan finansial maupun moril dalam setiap kampanye yang
dilakukan.
c. Membuat Penangkaran, melalui cara melestarikan satwa langka yang ada
di Indonesia selanjutnya adalah dengan membuat tempat untuk
penangkaran. Penangkaran tersebut bisa membuat satwa langka bisa
berkembang biak agar tidak punah. Perkembangan biakan ini bisa menjaga
satwa tersebut agar tidak punah.
d. Membuat papan larangan , cara untuk melindungi satwa langka yang bisa
dilakukan adalah dengan membuat papan larangan berburu. Dalam papan
larangan tersebut bisa disertai dengan ancaman pidana atau sanksi jika
perburuan tetap dilakukan. Saat ini sudah banyak yang melakukan cara ini
contohnya saja adalah masyarakat di sekitar lereng Muria Jepara sudah
memasang papan larangan untuk tidak berburu satwa langka yang ada di
lereng tersebut terutama burung.
e. Melaporkan orang yang berburu satwa liar, untuk melindungi satwa langka
yang ada di Indonesia adalah melaporkan orang yang berburu satwa
langka tersebut ke pihak yang berwajib. Hal ini bertujuan untuk membuat
efek jera terhadap orang yang melakukan perburuan tersebut dan
memberikan peringatan terhadap masyarakat lain yang ingin melakukan
perbuatan serupa.
f. Hindari Transaksi Binatang Langka, ditemukan beberapa kasus di
Indonesia dimana masyarakatnya memperjual belikan satwa langka yang
dilindungi seperti Burung Cenderawasih, Macan Dahan, Owa, Beruang
Madu dan masih banyak lagi lainnya. Satwa langka tersebut bahkan di
ekspor ke luar negeri dengan harga yang bervariasi.

Peraturan mengenai kejahatan terhadap satwa dalam buku kedua KUHP antara
lain diatur dalam pasal 302 ayat (1) yang berbunyi : Diancam dengan pidana
penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan:

a. Barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan
sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya;
b. Barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang
diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi
makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya
atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya,
atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya

Ayat (2) menyebutkan : Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari
seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang
bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau
pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.

Ayat (3) menyebutkan : Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu
dapat dirampas.

Ayat (4) menyebutkan : Percobaan melakukan kejahatan tersebut tidak


dipidana.

Peraturan mengenai satwa juga diatur dalam buku ketiga KUHP yaitu pada
pasal 495 ayat (1) yang berbunyi : Barang siapa tanpa izin kepala polisi atau
pejabat yang ditunjuk untuk itu, di tempat yang dilalui orang memasang ranjau
perangkap, jerat, atau perkakas lain untuk menangkap atau membunuh binatang
buas, diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima
rupiah.

Pasal 502 menyebutkan : Barang siapa tanpa izin penguasa yang berwenang
untuk itu, memburu atau membawa senjata api ke dalam hutan negara di mana
dilarang untuk itu tanpa izin, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu
bulan atau pidana denda paling banyak tiga ribu rupiah. Binatang yang ditangkap
atau ditembak serta perkakas dan senjata yang digunakan dalam pelanggaran,
dapat dirampas.

Peraturan tentang kegiatan penyiksaan terhadap satwa juga diatur dalam


KUHP yaitu Pasal 540 Ayat (1) butir (2) menyebutkan :

(1) Diancam dengan pidana kurungan paling lama delapan hari atau pidana denda
paling banyak dua ribu dua ratus lima puluh rupiah.

(2) barang siapa tanpa perlu menggunakan hewan untuk pekerjaan dengan cara
yang menyakitkan atau yang merupakan siksaan bagi hewan tersebut.
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Peraturan mengenai larangan perdagangan satwa dilindungi telah dicantumkan
dalam Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Larangan tentang perdagangan
satwa yang dilindungi tersebut dilanjutkan dengan adanya sanksi bagi pelaku
perdagangan satwa dilindungi.

Undang-undang nomor 5 tahun 1990 adalah suatu alas hukum sebagai dasar
dan bahan pertimbangan aparat penegak hukum dalam memeriksa, menuntut dan
mengadili perkara perburuan dan perdagangan satwa liar yang dilindungi. Hal
yang paling penting dalam menegakkan hukum dan penegakan hukum adalah
melihat fungsi dari membuat hukum (law making) dan fungsi menjalankan atau
melaksanakan hukum (law applying). ( Bagir Manan, 2005: 29) Hukum dibuat
tetapi tidak dijalankan tidak akan berarti, begitu pula sebaliknya tidak ada hukum
yang dapat dijalankan apabila hukumnya tidak ada. Agar hukum dapat dijalankan
atau ditegakkan maka terlebih dahulu harus ada hukum.

Upaya konservasi satwa langka di Indonesia – Indonesia memiliki satwa


langka dan juga flora langka yang dilindungi. Sayangnya akibat kebakaran lahan,
hutan dan kerusakan alam lainnya membuat fauna dan flora langka di Indonesia
semakin berkurang. Contohnya saja kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di
Riau membuat satwa langka Beruang Madu terancam kepunahan. Selain itu
kebakaran lahan di Kalimantan membuat beberapa orangutan mati terbakar.

4.2 SARAN
1. Selain adanya aturan yang telah mengatur mengenai perdagangan liar, penegak
hukum sangat berperan penting dalam tuntasnya masalah perdagangan liar satwa
yang dilindungi. Sehingga diperlukan upaya yang lebih dari penegak hukum
dalam melakukan operasi maupun patroli di pasar-pasar hewan yang ada dan
kepada pemerintah agar lebih menegaskan lagi tentang peraturan perlindungan
satwa liar.

2. Dikarenakan banyaknya masyarakat yg kurang memahami tentang peraturan


perlindungan satwa dan aturan yang mengatur tentang perburuan, lembaga
konservasi yang berfungsi sebagai tempat perlindungan satwa diharapkan agar
lebih mengerahkan fungsinya dalam perlindungan satwa dengan sosialisasi
mengenani satwa dilindungi agar masyarakat mengetahui bahwa satwa dilindungi
bukan merupakan satwa yang bebas untuk diperdagangkan dan mengetahui
mengenai sanksi terhadap para pelaku perdagangan satwa dilindungi
iii

DAFTAR PUSTAKA

Mashuri, “Kajian Yuridis Sosiologis Implementasi Perda No 7 Tahun 1999


Terhadap Pekerja Seks Komersial ( PSK) Studi Pada Satpol PP dan Dinas Sosial
Kota Surabaya”, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Malang
( Malang, 2008)

Saifullah, Hukum Lingkungan Paradigma Kebijakan Kriminal di Bidang


Konservasi Keanekaragaman Hayati, Malang: UIN Malang Press, 2007

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000

Satjipto Raharjo, Penegaka Hukum Progresif . Jakarta : Buku Kompas, 2010

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990

Anda mungkin juga menyukai