Dosen Pembimbing :
Disusun oleh :
(20560035)
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT. Yang masih memberikan nafas
kehidupan, sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini
dengan judul “Darurat Pengaturan Pertanggungjawaban Pidana dalam Kejahatan
Terhadap Satwa Liar” tepat pada waktunya.
Adapun Karya Tulis Ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah bahasa indonesia. Dalam Karya Tulis Ilmiah ini membahas tentang. Selain
itu makalah ini juga bertujuan menambah wawasan tentang “Darurat Pengaturan
Pertanggungjawaban Pidana dalam Kejahatan Terhadap Satwa Liar” bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Dengan segala kearendahan hati, saran-saran dan kritik yang membangun sangat
saya harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada
tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................3
2.1 Teori Perlindungan Hukum........................................................................3
2.2 Teori Penegakan Hukum............................................................................3
2.3 Peraturan Perlindungan Terhadap Satwa....................................................5
BAB III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN........................................................................6
3.1 Pengertian Satwa Liar.....................................................................................6
BAB IV
PENUTUP..............................................................................................................12
4.1 KESIMPULAN.......................................................................................12
4.2 SARAN...................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
Saifullah, Hukum Lingkungan Paradigma Kebijakan Kriminal di Bidang Konservasi
Keanekaragaman Hayati, (Malang: UIN Malang Press, 2007), hlm 35.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan diangkat
dalam Karya Tulis Ilmiah ini dirumusan sebagai berikut:
TINJAUAN PUSTAKA
2
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hlm 53.
hakekatnya berbicara tentang penegakan ide-ide serta konsep-konsep yang
nota bene adalah abstrak tersebut. Dirumuskan secara lain, penegakan
hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide tersebut
menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide tersebut merupakan
hakekat dari penegakan hukum. Apabila berbicara mengenai perwujudan
ide-ide yang abstrak menjadi kenyataan maka sebetulnya sudah memasuki
bidang menejemen.3
3
Mashuri, “Kajian Yuridis Sosiologis Implementasi Perda No 7 Tahun 1999 Terhadap Pekerja Seks
Komersial ( PSK) Studi Pada Satpol PP dan Dinas Sosial Kota Surabaya”, Skripsi Fakultas Hukum
Universitas Muhamadiyah Malang ( Malang, 2008),hlm 24
4
Satjipto Raharjo, Penegaka Hukum Progresif (Jakarta : Buku Kompas, 2010) hlm. 7.
hukum demi terwujud tujuan terhadap perlindungan satwa
dilindungi.
2.3 Peraturan Perlindungan Terhadap Satwa
Dalam upaya perlindungan hukum terhadap satwa dari
perdagangan liar, penegakan hukum terhadap perdagangan satwa
dilindungi adalah suatu proses perwujudan dari aturan-aturan
mengenai perlindungan terhadap satwa dalam praktiknya secara
hukum demi terwujud tujuan terhadap perlindungan satwa
dilindungi.
5
Saifullah, Hukum Lingkungan Paradigma Kebijakan Kriminal di Bidang Konservasi
Keanekaragaman Hayati, (Malang: UIN Malang Press, 2007), hlm 35.
Pada pasal 21 yang berisikan tentang larangan bagi setiap
orang untuk mengambil, menebang, memiliki, merusak,
memusnahkan, memelihara, dan memperniagakan tumbuhan yang
dilindungi, maupun mengangkutnya, baik di dalam maupun di luar
Indonesia. Kemudian larangan untuk menangkap, melukai,
membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, memperniagakan
satwa yang dilindungi baik dalam keadaan hidup maupun dalam
keadaan mati, dan larangan untuk memindahkan satwa dilindungi
baik di dalam maupun di luar Indonesia. Larangan tersebut juga
termasuk untuk kulit, tubuh, bagian-bagian lain, telur, dan sarang
satwa yang dilindungi.
BAB III
Sedangkan yang dimaksud dengan Satwa liar dalam pasal 1 ayat 7 Undang -
Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau
di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun
yang dipelihara oleh manusia, selain itu juga satwa liar dapat diartikan semua
binatang yang hidup di darat dan di air yang masih mempunyai sifat liar, baik
yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia.
Satwa migran satwa yang berpindah tempat secara teratur dalam waktu dan
ruang tertentu , Satwa yang boleh diburu adalah satwa yang menurut
undangundang atau peraturan telah ditetapkan untuk dapat diburu. Sedangkan
Satwa langka adalah binatang yang tinggal sedikit jumlahnya dan perlu dilindungi
(seperti jalak putih, cenderawasih).
1. Jenis satwa
Jenis satwa dapat kita lihat dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya :
Satwa yang populasinya jarang ditemui atau satwa yang berada dalam bahaya
kepunahan.
Satwa atau hewan yang jumlah populasinya masih banyak dan mudah untuk
ditemukan.6
6
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990
perkara perburuan satwa liar yang dilindungi. Pengetahuan akan undang-undang
tersebut dan hal-hal yang diatur didalamnya akan mempengaruhi ketepatan dan
kepatutan dalam melakukan pemeriksaan pada tingkat kepolisian, penuntutan
pada tingkat kejaksaan dan penjatuhan hukuman pada tingkat pengadilan.
Undang-undang nomor 5 tahun 1990 adalah suatu alas hukum sebagai dasar
dan bahan pertimbangan aparat penegak hukum dalam memeriksa, menuntut dan
mengadili perkara perburuan dan perdagangan satwa liar yang dilindungi. Hal
yang paling penting dalam menegakkan hukum dan penegakan hukum adalah
melihat fungsi dari membuat hukum (law making) dan fungsi menjalankan atau
melaksanakan hukum (law applying). ( Bagir Manan, 2005: 29) Hukum dibuat
tetapi tidak dijalankan tidak akan berarti, begitu pula sebaliknya tidak ada hukum
yang dapat dijalankan apabila hukumnya tidak ada. Agar hukum dapat dijalankan
atau ditegakkan maka terlebih dahulu harus ada hukum.
Peraturan mengenai kejahatan terhadap satwa dalam buku kedua KUHP antara
lain diatur dalam pasal 302 ayat (1) yang berbunyi : Diancam dengan pidana
penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima
ratus rupiah karena melakukan penganiayaan ringan terhadap hewan:
a. Barang siapa tanpa tujuan yang patut atau secara melampaui batas, dengan
sengaja menyakiti atau melukai hewan atau merugikan kesehatannya;
b. Barang siapa tanpa tujuan yang patut atau dengan melampaui batas yang
diperlukan untuk mencapai tujuan itu, dengan sengaja tidak memberi
makanan yang diperlukan untuk hidup kepada hewan, yang seluruhnya
atau sebagian menjadi kepunyaannya dan ada di bawah pengawasannya,
atau kepada hewan yang wajib dipeliharanya
Ayat (2) menyebutkan : Jika perbuatan itu mengakibatkan sakit lebih dari
seminggu, atau cacat atau menderita luka-luka berat lainnya, atau mati, yang
bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan, atau
pidana denda paling banyak tiga ratus rupiah, karena penganiayaan hewan.
Ayat (3) menyebutkan : Jika hewan itu milik yang bersalah, maka hewan itu
dapat dirampas.
Peraturan mengenai satwa juga diatur dalam buku ketiga KUHP yaitu pada
pasal 495 ayat (1) yang berbunyi : Barang siapa tanpa izin kepala polisi atau
pejabat yang ditunjuk untuk itu, di tempat yang dilalui orang memasang ranjau
perangkap, jerat, atau perkakas lain untuk menangkap atau membunuh binatang
buas, diancam dengan pidana denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima
rupiah.
Pasal 502 menyebutkan : Barang siapa tanpa izin penguasa yang berwenang
untuk itu, memburu atau membawa senjata api ke dalam hutan negara di mana
dilarang untuk itu tanpa izin, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu
bulan atau pidana denda paling banyak tiga ribu rupiah. Binatang yang ditangkap
atau ditembak serta perkakas dan senjata yang digunakan dalam pelanggaran,
dapat dirampas.
(1) Diancam dengan pidana kurungan paling lama delapan hari atau pidana denda
paling banyak dua ribu dua ratus lima puluh rupiah.
(2) barang siapa tanpa perlu menggunakan hewan untuk pekerjaan dengan cara
yang menyakitkan atau yang merupakan siksaan bagi hewan tersebut.
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Peraturan mengenai larangan perdagangan satwa dilindungi telah dicantumkan
dalam Pasal 21 ayat 2 Undang-Undang No 5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Larangan tentang perdagangan
satwa yang dilindungi tersebut dilanjutkan dengan adanya sanksi bagi pelaku
perdagangan satwa dilindungi.
Undang-undang nomor 5 tahun 1990 adalah suatu alas hukum sebagai dasar
dan bahan pertimbangan aparat penegak hukum dalam memeriksa, menuntut dan
mengadili perkara perburuan dan perdagangan satwa liar yang dilindungi. Hal
yang paling penting dalam menegakkan hukum dan penegakan hukum adalah
melihat fungsi dari membuat hukum (law making) dan fungsi menjalankan atau
melaksanakan hukum (law applying). ( Bagir Manan, 2005: 29) Hukum dibuat
tetapi tidak dijalankan tidak akan berarti, begitu pula sebaliknya tidak ada hukum
yang dapat dijalankan apabila hukumnya tidak ada. Agar hukum dapat dijalankan
atau ditegakkan maka terlebih dahulu harus ada hukum.
4.2 SARAN
1. Selain adanya aturan yang telah mengatur mengenai perdagangan liar, penegak
hukum sangat berperan penting dalam tuntasnya masalah perdagangan liar satwa
yang dilindungi. Sehingga diperlukan upaya yang lebih dari penegak hukum
dalam melakukan operasi maupun patroli di pasar-pasar hewan yang ada dan
kepada pemerintah agar lebih menegaskan lagi tentang peraturan perlindungan
satwa liar.
DAFTAR PUSTAKA
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000