Dasar Hukum
Undang – Undang (UU) No. 36 Tahun 2008 Perubahan Keempat
atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
Badan
Bentuk usaha tetap (BUT), merupakan subyek pajak yang
perlakuan pajaknya dipersamakan dengan subyek pajak
badan.
Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (1 dan 1a)
Subjek Pajak
Pasal 2 Ayat (2)
Orang Pribadi :
Bertempat tinggal/ berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam 12 bulan; atau
Dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di
Indonesia.
Badan:
Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu badan pemerintah
yang memenuhi kriteria:
Pembentukannya berdasarkan peraturan perundangan.
Pembiayaan bersumber APBN/ APBD.
Penerimaannya dimasukkan dalam APBN/ APBD.
Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
Mulai: Mulai:
Saat menerima/memperoleh penghasilan Saat melakukan usaha/ kegiatan melalui
dari Indonesia. BUT di Indonesia.
Berakhir: Berakhir:
Saat tidak lagi menerima/ memperoleh Saat tidak lagi menjalankan usaha melalui
penghasilan dari Indonesia. BUT di Indonesia.
Kewajiban Pajak Subjektif
Pasal 2A Ayat (6)
14
Definisi Penghasilan
Pasal 4 Ayat (1)
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak;
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha
koperasi;
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
Objek Pajak (4)
Pasal 4 Ayat (1)
Dorongan Pengembangan
Investasi dan Tabungan
Perkembangan Ekonomi dan
Moneter
Objek Pajak Dikenai Pajak Final
Pasal 4 Ayat (2)
• Jika Ingin Mengikuti Tarif Skema Normal, Wajib Pajak Perlu Mengajukan
Diri
• Jika tidak ingin berstatus sebagai wajib pajak PPh 0,5%, Anda harus lebih dulu
mengajukan permohonan pada Ditjen Pajak. Selanjutnya, Anda akan
mendapatkan keterangan sebagai wajib pajak yang dikenai PPh yang mengacu
pada pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan
• Namun, wajib pajak yang sudah memilih untuk dikenai PPh dengan skema
normal tidak dapat memilih untuk dikenai PPh Final 0,5%. (#)
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (1)
Pasal 4 Ayat (3)
a. Bantuan atau sumbangan, zakat yang diterima oleh badan/ lembaga amil zakat
yang disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang
berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang
berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah garis keturunan lurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, sosial termasuk yayasan, koperasi,
atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan PMK, sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (2)
Pasal 4 Ayat (3)
c. Warisan;
d. Harta, termasuk setoran tunai, sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti
penyertaan modal;
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/ atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau
pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan WP, WP yang dikenakan pajak
secara final atau WP dengan Norma Penghitungan Khusus (deemed profit);
f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi bea siswa;
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (3)
Pasal 4 Ayat (3)
g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai WP dalam
negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari
penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik
daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah
modal yang disetor;
h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (4)
Pasal 4 Ayat (3)
i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun dalam bidang-bidang
tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha di
Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; dan
Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
Dikecualikan Sebagai Objek Pajak (5)
Pasal 4 Ayat (3)
Firma Mulia menjual mobil yang digunakan untuk kegiatan usaha. Nilai buku menurut fiskal
Rp 200.000.000,00. Mobil tersebut dijual dengan harga Rp 300.000.000,00.
a. Bagaimanakah pengakuan penghasilan oleh Firma Mulia?
b. Bagaimana jika mobil tersebut dijual kepada seorang sekutu dengan harga
Rp 260.000.000,00?
Jawaban:
a. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan mobil sebesar Rp 100.000.000,00
diakui sebagai penghasilan oleh Firma Kelana dan merupakan objek pajak.
b. Firma Mulia tetap mengakui penghasilan atas penjualan mobil sebesar Rp
100.000.000,00. Sekutu yang membeli mobil tersebut sebagai WP OP,
mengakui penghasilan kena pajak sebesar Rp 40.000.000,00 karena
membeli mobil dengan harga lebih murah.
Biaya untuk Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara (3M)
Penghasilan (1)
Pasal 6 Ayat (1)
d. Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi beasiswa yang
dibayar oleh WP orang pribadi;
e. Penggantian/ imbalan atas pekerjaan/jasa yang diberikan dalam bentuk natura
dan kenikmatan, kecuali:
Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai ;
Diberikan di daerah tertentu atau diberikan berkaitan dengan pelaksanaan
pekerjaan sebagaimana ditetapkan KMK;
f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau
pihak yang mempunyai hubungan istimewa;
g. Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan, selain sumbangan yang
ditetapkan sebagai deductible expense serta selain sumbangan keagamaan yang
bersifat wajib kepada lembaga yang dibentuk atau disahkan pemerintah;
h. Pajak penghasilan;
Non Deductible Expenses
Pasal 9 Ayat (1) UU PPh
49
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
Pasal 16
Wajib pajak orang pribadi dalam Penghasilan, dikurangi biaya yang dapat
dikurangkan, dikurangi PTKP, dikurangi
negeri. kompensasi kerugian.
Wajib pajak badan dalam negeri, serta Penghasilan, dikurangi biaya yang dapat
dikurangkan, dikurangi kompensasi
WP BUT. kerugian.
Penghasilan dikalikan dengan NPPN,
Wajib Pajak yang menggunakan NPPN. dikurangi PTKP untuk WP orang pribadi.
Tarif pajak tertinggi dapat diturunkan menjadi 25%, diatur dengan PP.
Tarif bagi WP badan dapat berlaku 5% lebih rendah, jika memenuhi persyaratan
minimal 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan
persyaratan lain sesuai ketentuan PP.
Nilai Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah menuju ribuan terdekat.
Bagian pajak terutang bagi WP yang terutang dalam bagian tahun pajak adalah:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑥 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
360
Atas kurun waktu satu bulan penuh diasumsikan setara dengan 30 hari.
Perbandingan Utang dan Modal;
Serta Saat Diperolehnya Dividen
Pasal 18 Ayat (1), dn (2)
Syarat:
55
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
Pasal 16
Wajib pajak orang pribadi dalam Penghasilan, dikurangi biaya yang dapat
dikurangkan, dikurangi PTKP, dikurangi
negeri. kompensasi kerugian.
Wajib pajak badan dalam negeri, serta Penghasilan, dikurangi biaya yang dapat
dikurangkan, dikurangi kompensasi
WP BUT. kerugian.
Penghasilan dikalikan dengan NPPN,
Wajib Pajak yang menggunakan NPPN. dikurangi PTKP untuk WP orang pribadi.
Tarif pajak tertinggi dapat diturunkan menjadi 25%, diatur dengan PP.
Tarif bagi WP badan dapat berlaku 5% lebih rendah, jika memenuhi persyaratan
minimal 40% sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan
persyaratan lain sesuai ketentuan PP.
Nilai Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah menuju ribuan terdekat.
Bagian pajak terutang bagi WP yang terutang dalam bagian tahun pajak adalah:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑥 𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑠𝑎𝑡𝑢 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
360
Atas kurun waktu satu bulan penuh diasumsikan setara dengan 30 hari.
Perbandingan Utang dan Modal;
Serta Saat Diperolehnya Dividen
Pasal 18 Ayat (1), dn (2)
Syarat:
61
Cara Pelunasan Pajak
Pasal 20
WP Orang Pribadi
Beban pajak terutang 115,450,000
Kredit pajak
Pemotongan oleh pemberi kerja (PPh 21) (15,850,000)
Pemungutan oleh pihak lain (PPh 22) (3,250,000)
Pemotongan atas penerimaan penggunaan aset (PPh 23) (5,650,000)
Kredit pajak luar negeri (PPh 24) (16,525,000)
Pembayaran sendiri angsuran pajak (PPh 25) (23,825,000)
Total kredit pajak (65,100,000)
Pajak kurang (lebih) bayar Rp 50,350,000.00
Pajak Kurang (Lebih) Bayar
Pasal 28A, dan 29
PPN atas
PBB penyerahan
Penghasilan Meterai barang/jasa
BPHTB
Beban yang dapat dikurangkan Pajak Daerah
Penghasilan kena pajak
X tarif pajak
Pajak terutang 1thn fiskal Lapor
Kredit pajak KPP
• Angsuran pajak (PPh25)
• Dipotong pihak lain (22,23) Setor
• Pajak luar negeri (24) Kas negara
Pajak kurang/lebih bayar (29/28
Perbedaan Pajak dan Akuntansi
PSAK Undang-Undang
AKUNTANSI PAJAK
PERBEDAAN
Permanen Temporer
Pajak Tangguhan:
Aktiva/utang
Beban/Pendapatan
67
Pasal 11 (Penyusutan)
Tabel Tarif dan Masa Manfaat Penyusutan Fiskal
I. Bukan Bangunan
II. Bangunan
Permanen 20 tahun 5%
REKONSILIASI FISKAL
REKONSILIASI FISKAL
PENDAHULUAN
Rekonsiliasi Fiskal
REKONSILIASI FISKAL
Contoh Rekonsiliasi Fiskal --->Penghasilan
Tujuan:
Agar laporan keuangan komersial sebelum datanya
dimasukan dalam SPT tahunan PPh terlebih dahulu disesuaikan
dengan ketentuan perpajakan yang berlaku
HAL-HAL YANG PERLU DILAKUKAN DIPERHATIKAN DALAM
REKONSILIASI FISKAL
OBJEK PPh
1. P E N G H A S I L A N DIPOTONG FINAL
PENGHASILAN BUKAN
OBJEK PPh
DEDUCTIBLE EXPENSE :
2. BIAYA DAPAT DIJADIKAN PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
BEDA TETAP
(PERMANENT DIFFERENCE)
BEDA
FISKAL BEDA SEMENTARA
(TEMPORARY DIFFERENCE)
POSITIF
PENYESUAIAN
FISKAL
NEGATIF
78
Koreksi Positif
Keperluan
Perpajakan
Koreksi Negatif
Koreksi Fiskal
Beda Waktu
Keperluan
Penerapan
PSAK 46
Beda Permanen
KOREKSI FISKAL
80
Koreksi Fiskal Positif
Menyebabkan Bertambahnya jumlah pajak penghasilan terutang
Contoh:
a. Biaya yang dibebakan/dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WP atau orang
yang menjadi tanggungannya
b. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayarkan oleh WP
c. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan
d. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan
e. Harta yang dihibahkan, bantuan, atau sumbangan
f. Pajak penghasilan
g. Gaji yang dibayarkan kepada pemilik
h. Sanksi administrasi
i. Selisih penyusutan/amortisasi komersial di ats penyusutan/ amortisasi fiskal
j. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang
dikenakan Pajak Penghasilan Final dan penghasilan yang tidak termasuk Objek
Pajak
Koreksi Fiskal Negatif
Menyebabkan Berkurangnya jumlah pajak penghasilan terutang
Contoh:
a. Penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan Final dan penghasilan
yang tidak termasuk Objek Pajak tetapi termasuk dalam peredaran
usaha
b. Selisih penyusutan/amortisasi komersial dibawah penyusutan atau
amortisasi fiskal
Beda Tetap dan Beda
Sementara
BEDA TETAP (Permanent Different) :
Perbedaan antara laba akuntansi dan penghasilan kena pajak
yang disebabkan ketentuan perpajakan dan tidak akan
menimbulkan permasalahan akuntansi serta tidak
memberikan pengaruh terhadap kewajiban perpajakan masa
mendatang.
1. Penentuan masa manfaat Tergantung pada justifikasi Sudah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan
manajemen secara kaku
2. Besaran nilai perolehan Mengenal prinsip materialitas, bila Tidak mengenal prinsip materialitas. Bila memiliki
tidak material bisa dibebankan masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun harus
sekaligus sebagai biaya dibebankan melalui penyusutan sesuai Keputusan
Menteri Keuangan
3. Metode penyusutan Metode garis lurus Kelompok bangunan harus menggunakan metode garis
Metode saldo menurun lurus,
Metode satuan produksi Kelompok selain bangunan boleh memilih antara
Metode identifikasi khusus metode garis lurus atau saldo menurun
4. Aset yang boleh disusutkan Semua aset tetap yang dimiliki badan Hanya aset yang dimiliki dan digunakan untuk
usaha, kecuali tanah. memelihara (3M) penghasilan yang merupakan obyek
pajak tidak final
5. Penghitungan jumlah bulan Jumlah bulan dapat dibulatkan ke atas Jumlah bulan selalu dibulatkan ke atas, walaupun
sejak saat dimulainya atau ke bawah. Misalnya pembelian di dibeli di atas tanggal 15 setiap bulannya.
penyusutan atas tanggal 15 dibulatkan ke bawah
dan belum diakui penyusutannya
JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL
I. Peredaran Usaha
1.1 Potongan Penjualan Realisasi Realisasi No
Penyisihan - Temporer
1.3 Jasa Konstruksi oleh Pengusaha Kecil Pendapatan PPh Final Tetap
(2%, 3%, 4% atau 6%)
89
JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL
90
JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL
3.6 Penghasilan dari Hadiah atas Undian Pendapatan PPh Final (25%) Tetap
91
JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL
92
JENIS-JENIS KOREKSI FISKAL
CONTOH
96
- SISA RUGI FISKAL TAHUN 2009 Rp 100.000.000.
YANG MASIH TERSISA PADA AKHIR TH 2014,
TIDAK BOLEH DIKOMPENSASIKAN DGN LABA FISKAL
TAHUN 2015. SEDANGKAN :
97
KREDIT PAJAK
DAN
TARIF PPh BADAN
KREDIT PAJAK
Kredit Pajak adalah:
Dasar:
- UU PPh Pasal 24
- UU PPh pasal 28
- PP Nomor 42 tahun 1995 jo. PP Nomor 25 tahun 2001
Terdiri dari:
2. PPh Pasal 21
Kredit PPh asal 21 adalah jumlah PPh yang telah dipotong
oleh pemotong pajak PPh Pasal 21 dalam tahun pajak yang
bersangkutan, baik terhadap WP sendiri maupun terhadap
istri WP yang bekerja pada lebih dari satu pemberi kerja, dan
anak/ anak angkat yang belum dewasa
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea Cukai, atas impor barang;
b. Direktorat jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik tingkat pusat
maupun daerah, BUMD dan BUMN, yang melakukan pembayaran atas
pembelian barang dari belanja negra atu belanja daerah;
c. Badan Usaha yang bergerak di bidang industri semen,industri kertas, industri
baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak, atas penjualan hasil produksinya dalam negeri;
d. Pertamina atas penjualan hasil produksi berupa premium, solar, pelumas,
minyak tanah, dan gas LPG kepada pembeli yang bukan sebagai
penyalur/agen/dealer
e. Bulog atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu kepada pembeli yang
bukan penyalur/grosir.
4. PPh Pasal 23
Kredit Pajak PPh Pasal 23 adalah jumlah PPh yang telah dipotong dalam
Tahun Pajak yang bersangkutan oleh pemotong PPh Pasal 23 atas
penghasilan berupa dividen, royalti, hadiah dan penghargaan, sewa,
imbalan atas jasa teknik, jasa manajemen, jasa konsultan, dan jasa lain
yang ditentukan Direktorat Jenderal Pajak, kecuali PPh yang bersifat
final.
5. PPh Pasal 24
Kredit Pajak PPh Pasal 24 adalah jumlah pajak yang
dibayar/dipotong/terutang di luar negeri atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh di luar negeri dalam tahun yang bersangkutan, sebesar PPh
yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tetapi tidak bolah melebihi
perhitungan pajak yang terutang berdasarkan UU PPh.
Contoh perhitungan:
Pajak yang telah dilunasi dalam tahun berjalan, baik yang dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak ataupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain, dapat dikreditkan
terhadap pajak yang terutang pada akhir tahunyang bersangkutan.
UU PPh Pasal
PERHITUNGAN PPH SECARA UMUM
Komersial Fiskal
Penghasilan xxx xxx
Biaya ( dan bukan biaya) (xxx) (xxx)
Laba/Penghasilan netto xxx xxx
Kompensasi rugi tahun sebelumnya (xxx)
Penghasilan kena pajak (PKP) xxx
PPh terhutang (PKP x Tarif) xxx
Kredit Pajak :
- PPh 22/23/24/25 (xxx)
Kurang (lebih) bayar xxx
UU PPh Pasal
TARIF PPH BADAN
LAMA BARU
Lapisan Penghasilan
Tarif
Tarif
Kena Pajak
Tunggal
> 0 juta – 50 juta 10%
UU PPh Pasal