Anda di halaman 1dari 22

Pengertian Nebulizer

Nebulizer adalah alat yang dapat mengubah obat yang berbentuk larutan
menjadi aerosol secara terus- menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang
dipadatkan atau gelombang ultrasonik.Nebulizer adalah alat untuk merubah cairan
(obat) menjadi uap yang sangat halus agar bisa dihisap ke dalam saluran pernafasan
dan paru-paru.

Tujuan

Untuk mengurangi sesak pada penderita asma, untuk mengencerkan dahak,


bronkospasme berkurang/ menghilang. Pengobatan dengan uap dapat membantu
mengeluarkan lendir (Riak) dari tenggorokan (khususnya pada anak) dan
membersihkan saluran pernafasan akibat polusi udara, rokok.

Keuntungan Menggunakan Nebulizer

 Relatif aman jarena efek samping kecil atau tidak ada karena tidak perlu
melalui saluan pencernaan atau predaran darah.
 Obat langsung mencapai daerah yang membutuhkan sehingga efek
penyembuhan lebih cepat.
 Cara menggunakannya mudah sehingga efek penyembuhan lebih cepat.
 Cara menggunakannya mudah sehingga mudah digunakan di rumah.

Obat-obat Nebulizer:

 Pulmicort: kombinasi anti radang dengan obat yang melonggarkan saluran


napas
 Nacl : mengencerkan dahak
 Bisolvon cair : mengencerkan dahak
 Atroven : melonggarkan saluran napas
 Berotex : melonggarkan saluran napas
 Inflamid :untuk anti radang
 Combiven : kombinasi untuk melonggarkan saluran napas
 Meptin : melonggarkan saluran napas.
Kombinasi yang dianjurkan:

 Bisolvon-Berotec-Nacl
 Pulmicort-Nacl
 Combivent-Nacl
 Atroven-Bisolvon-Nacl

Indikasi dan kontraindikasi Nebulizer:

 Indikasi Nebulizer:

Untuk penderita asma, sesak napas kronik, batuk, pilek, dan gangguan saluran
pernapasan.

 Kontraindikasi Nebulizer:

Pada penderita trakeotomi, pada fraktur didaerah hidung.

Macam-macam Nebulizer:

 Nebulizer mini

Adalah alat genggam yang menyemburkan medikasi atau agens pelembab, seperti
agans bronkodilator atau mukolitik menjadi partikel mikroskopik dan
mengirimkannya kedalam paru-paru ketika pasien menghirup napas.

Cara pemberian Nebulizer

 Persiapan alat :

1) Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter, humidifier


2) Masker Nebulizer
3) Obat yang akan diberikan
4) Spuit 2 cc (sesuai dengan jumlah obat yang diberikan)
5) Alat tulis
 Persiapan pasien :

 Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan


 Menyiapkan lingkungan yang aman untuk klien dan memasang sampiran

c. Langkah- langkah :

 Memberi posisi yang nyaman pada klien


 Mengontrol flowmeter dan humidifier
 Mencuci tangan
 Menyambungkan masker nebulizer dengan tabung oksigen k/p dengan selang
penghubung
 Mengontrol apakah selang dan masker berfungsi dengan baik
 Menghisap obat sesuai instruksi medik dan memasukkannya ke dalam tabung
masker nebulizer
 Memasang masker sesuai wajah klien
 Mengalirkan oksigen sesuai indikasi medic
 Mengevaluasi respon klien (pola napas)
 Merapihkan pasien
 Cuci tangan
 Dokumentasi
 Jenis obat dan jumlah liter oksigen yang diberikan
 Waktu pemberian
 Reaksi pasien

d. Sikap

 Teliti
 Sabar
 Hati-hati
 Tanggap terhadap reaksi pasien
Nonrebreathing oxygen face mask (NRM)

Nonrebreathing oxygen face mask (NRM) atau sungkup oksigen


nonrebreathing adalah alat untuk mengalirkan oksigen kecepatan rendah pada pasien
yang bisa bernapas spontan. NRM memiliki komponen reservoir oksigen murni dan
katup pernapasan satu arah arah yang memungkinkan pengiriman oksigen konsentrasi
tinggi kepada pasien (FiO2 sekitar 90%).

Tindakan pemberian terapi oksigen pada konsentrasi yang lebih tinggi dari
konsentrasi oksigen di udara bebas, misalnya dengan penggunaan nasal kanul dan
nonrebreathing oxygen face mask (NRM), merupakan prosedur yang sering
dilakukan pada tata laksana pasien gawat darurat. Hal ini bertujuan untuk mengatasi
atau mencegah hipoksemia sehingga meningkatkan ketersediaan oksigen bagi
jaringan tubuh. Jumlah dan metode terapi oksigen yang diberikan ditentukan oleh
penyebab hipoksemia serta karakteristik gagal napas yang dialami pasien.

NRM adalah bagian dari sistem pengiriman oksigen aliran rendah (low-flow
oxygen delivery) yang secara parsial membantu meningkatkan fraksi oksigen dalam
udara yang dihirup pasien. Dengan demikian, sistem oksigen aliran rendah tidak
memberikan konsentrasi oksigen yang dihirup pada tingkat yang konstan, dengan
variabilitas yang dipengaruhi oleh pernapasan pasien.

Teknik Nonrebreathing Oxygen Face Mask

Teknik non-rebreathing oxygen mask (NRM) yang benar meliputi


pemasangan selang ke sumber oksigen, memastikan kantung reservoir mengembang,
dan memastikan terdapat katup satu arah yang berfungsi baik. Ubah laju aliran
oksigen menjadi 10-15 liter per menit dan letakkan sungkup pada wajah pasien,
menutupi hidung dan mulut. Gunakan tali elastis untuk menahan sungup.

Teknik pemberian NRM juga mencakup penilaian kondisi klinis pasien yang
berisiko mengalami hipoksia atau hipoksemia, disertai pencatatan bukti klinis yang
mendukung penilaian dokter (misalnya pencatatan kondisi di rekam medis secara
lengkap, hasil pengukuran oksimeter, dan analisis gas darah). Pengamanan segala
instrumen yang terhubung dengan NRM dan penghubung ke suplai oksigen utama
dan pemantauan perkembangan kondisi klinis berkala juga harus dilakukan.
Persiapan Pasien

Persiapan pasien yang akan mendapatkan terapi oksigen secara umum


maupun yang diberikan melalui NRM dimulai dengan evaluasi kegawatdaruratan
sesuai prinsip pengamanan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi. Jika pasien
mengalami kondisi kritis, tindakan pengamanan jalan napas dan resusitasi harus
dilakukan sebelum survei sekunder.

Hal lain yang juga penting dalam tatalaksana pasien dengan hipoksemia
adalah mencari penyebab dasar hipoksemia, karena pemberian terapi oksigen hanya
membantu mengurangi efek hipoksemia namun tidak mengobati penyebab dasarnya.

Setelah kegawatdaruratan akut dievaluasi dan diatasi, dilakukan penilaian dan


pencatatan laju pernapasan, denyut nadi, tekanan darah, suhu, dan saturasi oksigen
darah (SpO2). Penelusuran riwayat medis dan pemeriksaan fisik dapat dilakukan
hampir bersamaan guna mengoptimalkan waktu pemeriksaan agar diagnosis dapat
ditegakkan dengan cepat.

Pada pasien yang mengalami gangguan kesadaran serta agitasi tanpa sebab
yang jelas, maupun pasien yang mengalami syok atau hipotensi, pemeriksaan analisis
gas darah arteri harus dilakukan.

Setelah evaluasi klinis awal, NRM dapat digunakan. Jelaskan secara singkat
pada pasien bahwa sungkup oksigen akan dipasang pada wajah mereka untuk
membantu bernapas. NRM dapat digunakan untuk pasien konfusi atau penurunan
kesadaran yang bernapas spontan dan dicurigai mengalami hipoksemia, tetapi perlu
dilakukan pemantauan terhadap status mental.

Peralatan

Non-rebreathing oxygen mask (NRM) merupakan peralatan utama yang


diperlukan dalam terapi oksigen menggunakan NRM. NRM terdiri atas sebuah
sungkup oksigen yang menutup bagian mulut serta hidung pasien yang terhubung
dengan reservoir oksigen yang menerima suplai oksigen dari luar, serta lubang masuk
penghubung antara suplai oksigen luar dengan reservoir.

Antara ujung distal sungkup oksigen dan leher reservoir terdapat struktur
pegas yang berfungsi sebagai jalan udara dari reservoir menuju sungkup pasien. Pada
sambungan antara pegas dan ujung distal sungkup terdapat katup satu arah yang
mengatur arah aliran oksigen agar hanya menuju ke bagian sungkup saja. [5] Selain
itu, bila memungkinkan, oksimeter denyut nadi, elektroda EKG, dan
sfigmomanometer dipasang sesuai indikasi untuk memantau tanda vital pasien selama
terapi oksigen berlangsung.

Posisi Pasien

Setelah menjelaskan tujuan, manfaat, dan risiko terapi oksigen yang akan
diberikan kepada pasien, serta memperoleh persetujuan medis tentang pemasangan
NRM, posisi pasien dibuat senyaman mungkin dalam posisi setengah duduk atau
duduk di atas kursi. Mengingat oksigen tak dapat mengalir melalui jalan napas yang
penuh oleh sekresi, pastikan bahwa langkah-langkah evakuasi sputum telah
dilakukan, misalnya memastikan agar rongga mulut tetap lembab, menyediakan pot
sputum atau tisu, serta menilai pasien secara rutin untuk melihat kemampuan pasien
dalam menarik napas dalam serta mengeluarkan dahak melalui batuk.

Prosedural

 Apabila persetujuan medis telah didapatkan untuk melakukan pemasangan


non-rebreathing oxygen mask (NRM), maka prosedur pemasangan NRM
dapat dilanjutkan sebagai berikut:
 Pasang alat humidifikasi bilamana diperlukan pada sambungan ke sistem
suplai oksigen. Hal ini bertujuan untuk menghindari masuknya oksigen dan
udara kering ke jalan napas dan paru-paru serta membuat pasien merasa lebih
nyaman.
 Lalu, sambung selang penghubung ke humidifier atau suplai oksigen lainnya
(misalnya tabung oksigen) sementara ujung lain dari selang dihubungkan ke
sambungan di sungkup NRM.
 Putar kenop meteran arus oksigen dan sesuaikan kecepatan aliran oksigen
sesuai kebutuhan. Untuk NRM, pasang oksigen dengan kecepatan aliran 10-
15 liter per menit.
 Tekan katup yang terdapat antara reservoir dengan sungkup NRM
menggunakan jari untuk memastikan bahwa oksigen masuk dan mengisi
reservoir dengan baik, kemudian lepaskan jari dari katup tersebut apabila
reservoir terisi dengan baik.
 Selanjutnya, perlahan-lahan remas reservoir untuk mengosongkan oksigen
yang telah mengisi reservoir agar keluar melalui katup. Ini bertujuan untuk
menilai patensi katup NRM. Apabila katup berfungsi baik, maka udara
dengan mudah keluar dari reservoir melewati katup menuju sungkup NRM.
Jika terdapat gangguan pengosongan reservoir, hal ini mengindikasikan
adanya malfungsi katup dan NRM sebaiknya diganti dengan yang baru.
 Jika fungsi katup dan pengosongan reservoir telah dipastikan baik, pasang
sungkup NRM dengan benar sedemikian hingga bagian sungkup menutupi
tulang hidung di bagian superior dan dagu di bagian inferior. Sesuaikan
kerapatan sungkup dengan mendekatkan klip yang terdapat pada bagian
sungkup yang menutup hidung.
 Pastikan karet sungkup NRM tidak terlalu ketat namun cukup untuk menjaga
sungkup tetap pada tempatnya. Pemasangan sungkup terlalu ketat dapat
berisiko menimbulkan lecet pada bagian kulit wajah dan telinga yang dilewati
karet sungkup.
 Buat pasien merasa tenang dan nyaman selama pemberian terapi oksigen
sambil melakukan pencatatan dan pemantauan tanda vital, usaha napas,
perubahan warna kulit di ujung jari, saturasi oksigen, dan kesadaran.
 Lakukan pemantauan analisis gas darah sebelum dan selama pemberian terapi
oksigen menggunakan NRM sesuai kebutuhan.
 Pertimbangkan untuk menghentikan penggunaan NRM apabila pasien merasa
tidak nyaman, gelisah, atau mulai menunjukkan perbaikan gejala klinis yang
diharapkan.
 Titrasikan oksigen menjadi kadar terendah yang dapat mempertahankan
saturasi >88% atau pO2 100 mmHg. Penggunaan NRM kemudian diturunkan
menjadi sungkup biasa dan nasal kanul.
Pedoman Klinis Nonrebreathing Oxygen Face Mask

Pedoman klinis yang penting diperhatikan pada prosedur penggunaan non-


rebreathing oxygen mask (NRM) adalah:

NRM merupakan salah satu alat yang digunakan dalam terapi oksigen pada
pasien yang mengalami kondisi medis akut, masih sadar penuh, bernapas spontan,
memiliki volume tidal yang cukup, dan membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi
tinggi.NRM masih menjadi pilihan pertama metode terapi oksigen pada pasien
trauma mayor atau hipoksemia berat tanpa risiko gagal napas hiperkapnia.

Pasien yang berisiko mengalami gagal napas hiperkapnia selama pemakaian


NRM memiliki karakteristik klinis berupa riwayat paru obstruktif kronik (PPOK),
obesitas berat, fibrosis kistik, deformitas dinding dada, penyakit neuromuskular,
bronkiektasis, serta overdosis opiat dan benzodiazepin.Prinsip keamanan pasien
merupakan hal yang utama diperhatikan selama penggunaan NRM dan mencakup
pengujian fungsi semua instrumen yang berkaitan dengan NRM guna mencegah
komplikasi.

Selama penggunaan NRM, hal-hal yang harus diawasi antara lain adalah tanda
vital, saturasi oksigen, usaha napas, kesadaran, dan tanda-tanda distres pernapasan
pada pasien. Apabila pasien berespons baik setelah mendapat terapi oksigen
menggunakan NRM, maka kecepatan aliran oksigen harus diturunkan perlahan-lahan
guna mencegah hipoksemia balasan.

Indikasi Nonrebreathing Oxygen Face Mask

Indikasi penggunaan non-rebreathing oxygen mask (NRM) antara lain untuk


pasien yang mengalami kondisi medis akut yang masih sadar penuh, bernapas
spontan, memiliki volume tidal yang cukup, serta memerlukan terapi oksigen
konsentrasi tinggi.

NRM dapat dipertimbangkan pada kelompok pasien yang perjalanan


penyakitnya sangat berpeluang membaik dengan intervensi segera, misalnya penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK), edema paru akut, dan asthma berat; sehingga NRM
dapat membantu memperbaiki gejala klinis serta mengurangi risiko tindakan intubasi
jalan napas. Kemudian, pada pasien yang mungkin memiliki indikasi relatif untuk
menjalani tata laksana jalan napas tingkat lanjut namun masih menunjukkan refleks
protektif jalan napas yang baik, misalnya batuk dan muntah yang adekuat,
penggunaan NRM juga bisa dipertimbangkan.

Komplikasi Nonrebreathing Oxygen Face Mask

Komplikasi yang dapat muncul akibat penggunaan non-rebreathing oxygen


mask (NRM) sebagai metode terapi oksigen sangat berkaitan dengan komplikasi dari
terapi oksigen pada umumnya, yakni gagal napas hiperkapnia (retensi karbon
dioksida), hipoventilasi, atelektasis absorpsi, dan toksisitas oksigen. [2,9]

Gagal Napas Hiperkapnia

Gagal napas hiperkapnia dapat dicegah dengan mengenali kelompok pasien


yang berisiko tinggi terhadap komplikasi tersebut, yaitu pasien yang mendapat terapi
oksigen jangka panjang, memiliki obstruksi jalan napas permanen akibat
bronkiektasis, pasien PPOK, mempunyai jaringan parut luas di paru-paru akibat
tuberkulosis, obesitas morbid, mengalami penyakit neuromuskular, atau overdosis
opiat dan benzodiazepin.
Mengenal Prosedur Trakeostomi, Indikasi dan Risikonya

Trakeostomi merupakan prosedur yang dilakukan pada situasi gawat darurat


atau pada penderita penyakit yang parah. Tujuan utama prosedur ini adalah untuk
mempertahankan jalan napas. Namun di samping manfaatnya, prosedur ini juga
memiliki risiko komplikasi, selama atau sesudah trakeostomi dijalankan.

Trakeostomi dikenal juga dengan istilah stoma. Gangguan kesehatan yang


membutuhkan prosedur ini umumnya berhubungan dengan saluran pernapasan.
Dengan tujuan membuat penderita dapat bernapas dengan baik. Prosedur ini biasanya
dilakukan pada kondisi darurat medis atau pada penyakit tertentu yang menyebabkan
hambatan jalan napas atau gagal napas. Kondisi ini merupakan kondisi serius yang
dapat mengancam nyawa apabila tidak ditangani segera, oleh karena itu trakeostomi
dilakukan untuk menjaga agar proses pernapasan dapat berjalan dengan baik guna
menunjang kelangsungan kehidupan.

 Mengenal Prosedur Trakeostomi, Indikasi dan Risikonya

Pembukaan Batang Tenggorokan

Trakeostomi adalah operasi pembukaan atau pembuatan lubang yang


dilakukan pada pada batang tenggorokan atau trakea, melalui sayatan pada kulit di
leher bagian depan, dengan bantuan anestesi umum, untuk dijadikan akses langsung
bagi tabung pernapasan. Pada kasus gawat darurat seringkali anestesi umum tidak
sempat dilakukan sehingga dokter akan memberikan anestesi lokal di daerah leher
yang akan dibedah. Setelah obat bius bekerja, dokter akan mulai membedah area
leher di bawah jakun dan proses pembedahan dilakukan hingga bagian cincin tulang
rawan trakea. Setelah terbuka, pada lubang tersebut akan dipasang tabung
pernapasan.

Tabung pernapasan kemudian dimasukkan ke dalam lubang yang dibuat di


tenggorokan, tepat di bawah pita suara. Kemudian udara akan masuk melalui tabung,
menuju paru-paru. Penderita kemudian akan bernapas melalui tabung ini, bukan
melalui hidung atau mulut. Jika diperlukan, tabung pernapasan dapat disambungkan
ke tabung oksigen atau mesin ventilator. Lubang ini bisa bersifat sementara maupun
permanen. Tindakan operasi ini harus dilakukan oleh dokter ahli.
Kondisi yang Membutuhkan Trakeostomi

Beberapa kondisi kesehatan yang memerlukan prosedur trakeostomi, antara lain:

 Gangguan saluran pernapasan kongenital atau bawaan lahir


 Luka di saluran pernapasan akibat menghirup bahan korosif
 Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
 Disfungsi diafragma
 Infeksi berat
 Luka pada laring/laringektomi
 Luka di dinding dada
 Luka bakar atau operasi besar pada wajah
 Kondisi yang memerlukan bantuan pernapasan atau ventilator yang
berkepanjangan misalnya lumpuh.
 Penyumbatan saluran pernapasan oleh benda asing atau tumor.
 Apnea tidur, karena adanya sumbatan pada jalan napas.
 Syok anafilaktik
 Kelumpuhan otot yang digunakan untuk menelan
 Koma
 Cedera mulut atau leher yang parah
 Kelumpuhan pita suara
 Kanker leher

Selain memudahkan pernapasan, trakeostomi juga dilakukan untuk berbagai


alasan berikut:

 Membuat alur pernapasan alternatif yang mengelilingi atau melalui jalur yang
tersumbat agar oksigen tetap bisa mencapai paru-paru
 Agar lebih mudah membersihkan saluran pernapasan dan juga sebagai saluran
pembuangan cairan yang berasal dari paru-paru.
 Sebagai penghubung antara organ pernapasan dan mesin bantu pernapasan
mekanik (ventilator) jangka panjang.

Risiko Komplikasi

Walau meninggalkan bekas luka yang kecil ketika tabung diangkat (pada
trakeostomi sementara), pasien yang melalui prosedur ini tidak terlepas dari risiko
komplikasi trakeostomi yang perlu diwaspadai, yaitu:
 Kerusakan kelenjar tiroid yang ada di leher
 Adanya jaringan parut di trakea
 Kebocoran atau gagal fungsi paru-paru
 Infeksi
 Perdarahan
 Udara yang terjebak di jaringan sekitarnya atau di rongga dada.
 Gangguan fungsi menelan dan vokal.

Ada pula beberapa risiko komplikasi yang lebih jarang ditemui, namun tetap
perlu diwaspadai, seperti kerusakan pada laring (kotak pita suara) atau saluran udara,
dan berujung pada perubahan suara yang sifatnya permanen serta perlukaan atau erosi
pada jaringan di sekitar tabung pernapasan.

Dokter biasanya akan menyesuaikan prosedur trakeostomi dengan kondisi


pasien dan terus memantau hasil oksimeter maupun EKG sepanjang prosedur
dilangsungkan. Prosedur ini memang tidak nyaman bagi pasien. Pada beberapa kasus
setelah terpasang pipa pada trakea seringkali pasien sulit atau bahkan tidak dapat
berbicara atau menelan, meski demikian indikasi tindakan trakeostomi bertujuan
untuk mencegah komplikasi fatal berlanjut. Selain tindakan pembedahan trakeostomi
konvensional, kini terdapat teknik pemasangan tabung pernapasan melalui jaringan
lemak di leher yang kurang invasif. Meski demikian, tindakan trakeostomi melalui
jaringan lemak (perkutaneus) ini berisiko tinggi untuk mengalami komplikasi pada
penderita obesitas, gangguan struktur leher dan tenggorokan, anak-anak dan
pembesaran tiroid.

Setelah terpasang tabung pernapasan pada lubang yang dibuat pada trakea,
pasien umumnya memerlukan waktu tiga hari sebelum terbiasa dengan adanya tabung
pernapasan di leher mereka. Untuk pengguna jangka panjang, dokter akan
memberitahukan cara merawat dan membersihkan tabung pernapasan dan tidak lupa
untuk rutin memeriksakan kondisi sesuai saran dokter.
Perawatan Trakheostomi dam Prosedur

Penghisapan

Trakheostomi ialah operasi membuat jalan udara melalui leher langsung ke


trachea untuk mengatasi asfiksia apabila ada gangguan lalu lintas udara pernafasan.

Trakheostomi di indikasikan untuk membebaskan obstruksi jalan nafas bagian


atas, melindungi trachea serta cabang-cabangnya terhadap aspirasi dan tertimbunnya
discharge broncus, serta pengobatan terhadap penyakit (keadaan) yang
mengakibatkan insufisiensi respirasi.

Perawatan pasca trakheostomi yang baik meliputi :

 Penghisapan discharge (sputum, mucus)


 Pemeriksaan periodik kanul
 Humidifikasi buatan
 Perawatan luka operasi di stoma
 Pencegahan infeksi skunder

Perawatan kanul trakheostomi dirumah sakit dilakukan oleh paramedis yang


terlatih dan mengetahui komplikasi trakheostomi, yang dapat disebabkan oleh alatnya
sendiri maupun akibat perubahan anatomis dan fisiologis jalan nafas pasca
trakheostomi.

Perubahan-perubahan Fisiologis Akibat Trakheostomi

Disamping efek pada laring yang menyebabkan pasien tidak dapat bicara,
trakheostomi juga meniadakan produksi pemanasan dan pelembaban udara inspirasi.
Perubahan-perubahan ini menyebabkan gagalnya silia mucosa bronkus mengeluarkan
partikel-partikel tertentu dari paru, sehingga lendir menjadi kental.

Trakheostomi dapat mengganggu gerakan pengangkatan laring pada waktu


menelan. Keadaan ini menyebabkan penderita enggan menelan dan sering tersedak
karena aspirasi yaitu ludah masuk ke laring dan trachea.

Trakheostomi meniadakan mekanisme filtrasi saluran nafas bagian superior,


mengefektifitas batuk, dan mengganggu gerakan penurunan glottis hingga sering
terjadi aspirasi ludah.
Perawatan Pasca Traheostomi

Adanya kanul didalam trachea yang merupakan benda asing akan merangsang
pengeluaran lendir. Lendir ini akan keluar bila penderita batuk, pada saat dilakukan
penghisapan atau pada saat penggantian kanul.

Pengeluaran diseharge dengan jalan membatukkan pada penderita dengan


trakheostomi tidak seefektif pada orang normal, karena penderita tidak dapat menutup
glottis untuk menghimpun tekanan yang tinggi, sehingga perlu dilakukan
penghisapan. Beberapa jam pertama pasca bedah, dilakukan penghisapan discharge
tiap 15 menit, selanjutnya tergantung pada banyaknya discharge dan keadaan pasien.
Penghisapan discharge dilakukan dengan kakter penghisap yang steril dan disposable.
Pada saat penghisapan dilakukan kedalam trachea, jangan diberi tekanan negative,
begitu pula antara penghisapan harus diberi periode istirahat agar udara paru tidak
terlalu banyak terhisap, dengan demikian residual volume tidak banyak berkurang,
setelah ujung penghisap sampai di broncns, dilakukan penghisapan perlahan-lahan
sambil memutar kanul penghisap. Jika kanul trachea mempunyai kanul dalam ini
harus sering diangkat dan dibersihkan.

Sebelum dilakukan penghisapan, sebaiknya pasien diberi oksigen selama 2-3


menit. Bila didapatkan secret yang kental, teteskan larutan garam fisiologis terlebih
dahulu.Dengan adanya trakheostomi, fungsi humidifikasi yang sebelumnya dilakukan
oleh saluran nafas bagian atas menghilang. Untuk itu untuk menggantikannya perlu
dilakukan humidifikasi buatan.

Adapun cara untuk membuat humidifikasi udara inspirasi dapat dikerjakan


dengan cara sederhana yaitu, menaruh lembaran kassa yang telah dibasahi didepan
mulut kanul. Kassa tersebut diikatkan pada leher dan harus diganti setiap
shift/pergantian jaga dinas.

Prosedur Penghisapan

 Cuci tangan.
 Siapkan alat-alat untuk suction, pastikan posisi tempat tidur pasien sudah
tepat dan pas dengan perawat yang akan melakukan suction.
 Jelaskan prosedur tindakan kepada pasien dengan bahasa yang sederhana
agar mudah dimengerti pasien dan ps menjadi kooperatif selama tindakan.
 Buka bungkusan suction kateter, letakkan kateter disebelah alat-alat yang
telah disediakan.
 Memastikan tekanan suction yang akan diberikan yaitu 80-100 mmhg
maximum untuk dewasa. Set tekanan suction sesuai ketentuan, jika tekanan
suction terlalu tinggi, dapat menyebabkan colaps paru atau terjadi
kerusakan jaringan/sel-sel trachea. Namun jika terlalu kecil/rendah tekanan
yang diberikan dapat menyebabkan tidak efektifnya penghisapan.
Kesalahan dalam memberikan tekanan penghisap pada ps dapat
membahayakan pasien, karena dalam melakukan penghisapan tidak hanya
lendir yang keluar tapi juga udara.
 Pasang slang cateter kedalam lubang penghisap.
 Buka bungkus container suction set penampung mucus (container) dengan
hanya menyentuh bagian luarnya saja. Isi container suction dengan cairan
pembunuh kuman,isi cairan fisiologis kedalam com steril yang sudah
disediakan untuk melakukan pembilasan pada saat melakukan penghisapan.
 Lakukan hiperventilasi terlebih dahulu, bisa dengan ambubag dengan cara
manual, dan dapat dengan memberikan oksigen selama 2-3 menit. Hal ini
sangat penting dilakukan sebelum melakukan penghisapan.
 Pasang sarung tangan steril dengan tehnik tangan yang dominant dijaga
kesterilannya, dan tangan yang non dominant menjadi yang tidak steril
(non steril), dengan tangan yang tidak steril dapat membantu saat petugas
memasukkan slang kateter kedalam lubang trakhea.
 Ambil slang kateter dari bungkus dengan tangan yang tidak steril,
pasangkan ujung slang kelubang slang container suetion dengan
membiarkan slang kateter masih didalam bungkusan untuk menjaga
kesterilannya. Untuk menjaga kateter penghisap tetap steril lalu pegang
ujung kateter suction yang steril dengan tangan yang steril pula.
 Lakukan penghisapan dengan terlebih dahulu memasukkan slang suction
kedalam cairan normal saline, untuk mengetahui tekanan yang diberikan
apakah sudah efektif/belum.
 Tutup lubang penghisap dengan jempol saat dilakukan penghisapan. Saat
memasukkan cateter penghisap putar-putar slang cateter. Gerakan yang
constant dan teratur dapat mencegah iritasi dan mengurangi kerusakan
jaringan-jaringan trachea yang sensitive. Biasanya penghisapan yang
dilakukan dengan waktu yang singkat dan tepat dapat mengurangi
kerusakan jaringan trachea. Selama penghisapan cateter masuk kedalam
trachea kira-kira 2-3 cm disisakan bagian yang masuk. Sebab terlalu dalam
masuknya kateter dapat menyebabkan iritasi, kerusakan trachea, khususnya
bagian carina yang sensitive. Ketika jika terjadi hambatan/halangan, atau
pasien batuk, tarik kateter 1 cm dan lanjutkan penghisapan dengan menarik
kateter. Waktu yang baik selama melakukan penghisapan (dari
memasukkan kateter sampai dengan menarik kateter keluar) tidak melebihi
10 detik.
 Menganjurkan pasien untuk bernafas, atau batuk diantara waktu
penghisapan. Mengganti slang pernafasan agar pasien dapat menghirup
udara selama dilakukan penghisapan.
 Observasi respon pasien, gambaran muka atau batuk dapat
mengindikasikan kateter terlalu dalam masuk dan terjadinya iritasi pada
mucosa tracheal atau carina. Observasi adanya distress pernafasan. Jika
pasien tampak mengalami distress pernafasan stop penghisapan segera.
Pada keadaan demikian tanyakan pada pasien keadaannya lalu monitor
tanda-tanda vital pasien.
 Bilas kateter dengan cairan fisiologis.
 Ulangi prosedur yang penting dengan selalu memperhatikan kemampuan
pasien selama melakukan tindakan.

Indikasi untuk melakukan penghisapan ulang:

 Masih tampak lender dan bunyi stridor


 Lender tampak pada lubang trakheos
 Saturasi O2 mengalami penurunan
 Pasien meminta untuk dilakukan penghisapan lagi
 Matikan mesin penghisap.
 Lepaskan slang kateter dari lubang penghisap. Bungkus kateter kedalam
sarung tangan kemudian buang. Buang kateter dan cairan pembilas
kemudian bereskan semua peralatan yang sudah dipakai.
 Cuci tangan.
 Atur kembali posisi pasien, kaji keefektifan selama dilakukan penghisapan.
 Catat waktu melakukan penghisapan, pengeluaran lender, konsistensi,
warna, jumlah pengeluaran (secret) catat respon pasien, suara paru, tanda-
tanda vital, dan saturasi oksigen selama dilakukan penghisapan.
Literatur

Pengertian

WSD merupakan tindakan invasive yang dilakukan untuk mengeluarkan


udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan
menggunakan pipa penghubung.

Indikasi

A. Pneumothoraks :
 Spontan > 20% oleh karena rupture bleb
 Luka tusuk tembus
 Klem dada yang terlalu lama
 Kerusakan selang dada pada sistem drainase
B. Hemothoraks :
 Robekan pleura
 Kelebihan antikoagulan
 Pasca bedah thoraks
C. Thorakotomy :
 Lobektomy
 Pneumoktomy
D. Efusi pleura :
 Post operasi jantung

E. Emfiema :
 Penyakit paru serius
 Kondisi inflamsi

Tujuan

 Mengeluarkan cairan atau darah, udara dari rongga pleura dan rongga thorak
 Mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura
 Mengembangkan kembali paru yang kolaps
 Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
Tempat Pemasangan WSD

Bagian apex paru (apical)


 anterolateral interkosta ke 1-2 fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga
pleura b. Bagian basal
 postero lateral interkosta ke 8-9 fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah,
pus) dari rongga pleura

Jenis-jenis WSD

a. WSD dengan sistem satu botol


 Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple
pneumothoraks
 Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang
yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol
 Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm untuk
mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru
 Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi
udara dari rongga pleura keluar
 Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi
 Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan : Inspirasi akan
meningkat, ekpirasi menurun

b. WSD dengan sistem 2 botol

 Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan botol ke-2


botol water seal
 Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong dan
hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang di botol
2 yang berisi water seal
 Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga
pleura masuk ke water seal botol 2
 Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan mengalir dari
rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang
masuk ke WSD
 Bisasanya digunakan untuk mengatasi hemothoraks, hemopneumothoraks,
efusi peural
c. WSD dengan sistem 3 botol

 Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah


hisapan yang digunakan
 Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan
 Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3.
Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam
air botol WSD
 Drainage tergantung gravitasi dan jumlah hisapan yang ditambahkan
 Botol ke-3 mempunyai 3 selang : (1) Tube pendek diatas batas air
dihubungkan dengan tube pada botol ke dua, (2) Tube pendek lain
dihubungkan dengan suction, dan (3) Tube di tengah yang panjang sampai di
batas permukaan air dan terbuka ke atmosfer

Komplikasi Pemasangan WSD

 Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial


aritmia
 Komplikasi sekunder : infeksi, emfiema

Prosedur pemasangan WSD

a. Pengkajian

 Memeriksa kembali instruksi dokter


 Mencek inform consent
 Mengkaji status pasien; TTV, status pernafasan

b. Persiapan pasien

 Siapkan pasien
 Memberi penjelasan kepada pasien mencakup :
 Tujuan tindakan
 Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD. Posisi klien dapat
duduk atau berbaring
 Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti nafas dalam,
distraksi
 Latihan rentang sendi (ROM) pada sendi bahu sisi yang terkena
c. Persiapan alat

 Sistem drainage tertutup


 Motor suction
 Slang penghubung steril
 Botol berwarna putih/bening dengan kapasitas 2 liter, gas, pisau jaringan/silet,
trokart, cairan antiseptic, benang catgut dan jarumnya, duk bolong, sarung
tangan , spuit 10cc dan 50cc, kassa, NACl 0,9%, konektor, set balutan, obat
anestesi (lidokain, xylokain), masker

d. Pelaksanaan

Prosedur ini dilakukan oleh dokter. Perawat membantu agar prosedur dapat
dilaksanakan dengan baik , dan perawat member dukungan moril pada pasien e.
Tindakan setelah prosedur

Perhatikan undulasi pada sleng WSD Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi
dapat terjadi antara lain :

 Motor suction tidak berjalan,


 Slang tersumbat,
 Slang terlipat,
 Paru-paru telah mengembang Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi
penyebab, segera periksa kondisi sistem drainage, amati tanda-tanda kesulitan
bernafas
 Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar
 Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah
ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air
 Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui
jumlah cairan yg keluar
 Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama
 Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan
 Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan
sampai slang terlipat
 Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi
 Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
 Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang
dibuang
 Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran
 Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema
subkutan
 Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk efektif
 Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
 Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD
 Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan
gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD

Perawatan pada klien yang menggunakan WSD

 Kaji adanya distress pernafasan & nyeri dada, bunyi nafas di daerah paru yg
terkena & TTV stabil
 Observasi adanya distress pernafasan

Observasi :

 Pembalut selang dada


 Observasi selang untuk melihat adanya lekukan, lekukan yang menggantung,
bekuan darah
 Sistem drainage dada
 Segel air untuk melihat fluktuasi inspirasi dan ekspirasi klien
 Gelembung udara di botol air bersegel atau ruang
 Tipe & jumlah drainase cairan. Catat warna & jumlah drainase, TTV & warna
kulit
 Gelembung udara dalam ruang pengontrol penghisapan ketika penghisap
digunakan

d. Posisikan klien :

 Semi fowler sampai fowler tinggi untuk mengeluarkan udara (pneumothorak)


 Posisi fowler untuk mengeluarkan cairan (hemothorak)

e. Pertahankan hubungan selang antara dada dan selang drainase utuh dan menyatu

f. Gulung selang yang berlebih pada matras di sebelah klien. Rekatkan dengan plester

g. Sesuaikan selang supaya menggantung pada garis lurus dari puncak matras sampai
ruang drainase. Jika selang dada mengeluarkan cairan, tetapkan waktu bahwa
drainase dimulai pada plester perekat botol drainase pada saat persiaan botol atau
permukaan tertulis sistem komersial yang sekali pakai
h. Urut selang jika ada obstruksi

i. Cuci tangan

j. Catat kepatenan selang, drainase, fluktuasi, TTV klien, kenyamanan klien

Cara mengganti botol WSD

a. Siapkan set yang baru

 Botol berisi cairan aquadest ditambah desinfektan

b. Selang WSD di klem dulu

c. Ganti botol WSD dan lepas kembali klem

d. Amati undulasi dalam slang WSD

Pencabutan selang WSD

Indikasi pengangkatan WSD adalah bila :

a. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan :

 Tidak ada undulasi


 Cairan yang keluar tidak ada
 Tidak ada gelembung udara yang keluar
 Kesulitan bernafas tidak ada
 Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara
 Dari pemeriksaan tidak ada cairan atau udara

b. Slang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan
pada slang

Anda mungkin juga menyukai