Anda di halaman 1dari 61

MAKALAH PENERAPAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK

DENGAN GANGGUAN HIV/AIDS

Disusun Oleh :

1. Angelina Dwi Agusti P07220219077


2. Echa Amelia P07220219086
3. Hanin Nafi’ P07220219091
4. Inahanik Puspita Aisyahrani P07220219094
5. Lis Diana P07220219101
6. Mirhamsyah P07220219103
7. Rinawati P07220219114

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES KALTIM

PRODI PENDIDIKAN NERS

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya kami bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. kami
berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik beserta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah yang lebih baik dikemudian hari.
Walaupun demikian, kami berharap dengan disusunnya makalah ini dapat
memberikan sedikit gambaran mengenai intelegensi dan kreativitas dalam mata
kuliah keperawatan anak.

Samarinda, 10 Maret 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang...................................................................................1

B. Rumusan Masalah..............................................................................1

C. Tujuan.................................................................................................1

BAB II KONSEP DASAR PENYAKIT...............................................................2

A. Definisi.................................................................................................2

B. Etiologi.................................................................................................4

C. Patofisiologi.........................................................................................7

D. Pathway.............................................................................................11

E. Gejala HIV/AIDS..............................................................................12

F. Diagnosis............................................................................................13

G. Komplikasi........................................................................................13

H. Pencegahan Penularan.....................................................................14

BAB III ASKEP STUDI KASUS........................................................................16

BAB III PENUTUP..............................................................................................52

A. Kesimpulan.......................................................................................52

B. Saran..................................................................................................52

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................53

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan virus yang
menyerang sistem kekebalan tubuh dan biasanya menyerang sel CD4
(Cluster of Differentiation 4) sehingga mengakibatkan penurunan sistem
pertahanan tubuh. Kecepatan produksi HIV berkaitan dengan status
kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut (Bruner & Suddarth,
2002). HIV umumnya ditransmisikan melalui hubungan seksual, darah, air
mani, dan sekresi vagina (McCann,dkk, 2007).
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah kumpulan
gejala klinis yang merupakan hasil akhir dari infeksi HIV dan menandakan
infeksi HIV yang sudah berlangsung lama (Price, 2006). Replikasi virus
yang terus berlangsung mengakibatkan semakin beratnya kerusakan sistem
kekebalan tubuh dan kerentanan terhadap Infeksi. Infeksi yang timbul
sebagai akibat dari gangguan sistem imun dinamakan Infeksi Oportunistik
(Bruner & Suddarth, 2002).

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah antara lain sebagai
berikut.
1. Apa itu penyakit HIV/AIDS dan bagaimana penerapannya?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah antara lain sebagai berikut.
1. Mampu memahami askep pada HIV/AIDS pada anak.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan pathogen yang
menyerang sistem imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penenda
CD 4+ dipermukaannya seperti makrofag dan limfosit T. AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu kondisi immunosupresif yang
berkaitan erat dengan berbagai infeksi oportunistik, neoplasma sekunder, serta
manifestasi neurologic tertentu akibat infeksi HIV (Kapita Selekta, 2014).
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah suatu retrovirus yang
berarti terdiri atas untai tunggal RNA virus yang masuk ke dalam inti sel
pejamu dan ditranskripkan kedalam DNA pejamu ketika menginfeksi pejamu.
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) adalah suatu penyakit virus
yang menyebabkan kolapsnya sistem imun disebabkan oleh infeksi
immunodefisiensi manusia (HIV), dan bagi kebanyakan penderita kematian
dalam 10 tahun setelah diagnosis (Corwin, 2009).
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau kumpulan
berbagai gejala penyakit akibat turunnya kekebalan tubuh individu akibat HIV
(Hasdianah dkk, 2014).
Definisi kasus surveilensi untuk HIV dari CDC menurut Sylvia dan
lorraine (2012) yaitu kriteria yang direfisi pada tahun 2000 untuk pelaporan
tingkat nasional mengombinasikan infeksi HIV dan AIDS dalam suatu definisi
kasus. Pada orang dewasa, remaja, atau anak-anak berusia 18 bulan atau lebih,
definisi kasus suveilensi HIV dipenuhi apabila salah atui kriteria laboratorium
positif atau dijumpai bukti klinis yang secar spesifik menunjukan infeksi HIV
dan penyakit HIV berat (AIDS).
Kriteria klinis mencakup suatu diagnosa infeksi HIV yang didasarkan
pada daftar kriteria laboratorium yang tercatat dalam rekam medis oleh dokter
atau penyakit-panyekit yang memenuhi kriteria tercakup dalam definisi untuk
AIDS.

2
Kriteria untuk kasus AIDS adalah :
1. Semua pasien yang terinfeksi oleh HIV dengan :
a. Hitungan sel T CD4 +>200/µl atau
b. Hitungan sel T CD4 + < 14% sel total, tanpa memandang kategori klinis,
simtomatik atau asimptomatik
2. Adanya infeksi-infeksi oportunistik terkait HIV, seperti:
a. Kandidiasis bronkus, trakea, atau paru
b. Kandidiasis esofagus
c. Kanker serviks, infasif
d. Diseminata atau ekstraparu
e. Kriptosporidiosis, usus kronik (lama sakit lebih dari satu bulan)
f. Kriptokokus, esktraparu
g. Penyakit sitomegalovirus (selain ahti, limpa, atau kelenjar getah bening)
h. Retnitis sitomegali virus (disertai hiloangnya penglihatan)
i. Ensalopati, terkait HIV
j. Herpes simpleks; ulkus-ulkus kronik lebih dari 1 bulan ; atau bronkitis,
pneumonitis, esofagitis
k. Histoplamosis, diseminata atau esktraparu
l. Isospariasis, usus kronik (lama sakit lebih dari 1 bulan)
m.Sarkoma sarposi (SK)
n. Limfoma, burkit (atau ekivalen)
o. Limfoma, imunoblastik ( atau yang ekivalen)
p. Microbakterium avium compleks atau Microbakterium kansasi
q. Microbakterium tuberkolosis, semua tempat, paru-paru, ekstra paru
r. Microbakterium, spesiesb lain yang teridentifikasi
s. Pneumonia Pneumesistis carinii (PPC)
t. Pneumonbia rekuren
u. Leukoensefalopati multifokus progresif
v. Septikemia salmonela, rekuren
w. Toksoplamosis otak
x. Sindrome pengurusan yang disebabkan oleh HIV

3
Infeksi pada kehamilan adalah penyebab morbiditas ibu dan neonatal
yang sudah diketahui. Banyak kasus dapat dicegah, dan dalam makalah ini
akan dibahas mengenai penyakit infeksi yang sering ditemukan yang dapat
terjadi dalam kehamilan. 

B. Etiologi
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang
disebut HIV dari sekelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut
Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukimia
Virus (HTL-III) yang juga disebut Human T-Cell Lympanotropic Virus
(retrovirus). Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam
eoksiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu (Nurrarif &
Hardhi, 2015).
Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut Human
Immunodeficiency Virus (HIV). Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari
lima fase yaitu:
1. Periode jendela: lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak
ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut: lamanya 1 –2 minggu dengan gejala flu like
illness.
3. Infeksi asimtomatik: lamanya 1 –15 atau lebih tahun dengan gejala tidk
ada.
4. Supresi imun simtomatik: diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat
malam hari, berat badan menurun, diare, neuropati, lemah, rash,
limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS: lamanya bervariasi antara 1 –5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai sistem tubuh, dan manifestasi neurologis.
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh
Human immunodeficiency Virus (HIV), suatu retrovirus pada manusia yang
termnasuk dalam keluarga lentivirus (termasuk pula virus imunodefisiensi

4
pada kucing, virus pada imunodefisiensi pada kera, virus visna virus pada
domba, virus anemia infeksiosa pada kuda). Dua bentuk HIV yang berbeda
secara genetik, tetapi berhubungan secara antigen, yaitu HIV-1 dan HIV-2
yang telah berhasil diisolasi dari pendrita AIDS. Sebagian retrovirus, viron
HIV-1 berbentuk sferis dan mengandung inti berbentuk bkerucut yang padat
elektron dan dikelilingi selubung lipid yang berasal dari membran sel
penjamu. Inti virus tersebut mengandung kapsid utama protein p24,
nukleukapsid protein p7 atau p9, dua sirina genom, dan ketiga enzim virus
(protease, reserve, ytranscriptase dan integrase). Selain ketiga gen retrovirus
yang baku ini HIV ini mengandung beberapa gen lain (diberi nama misalnya
tat, rev, nef, vpr dan vpu) yang mengatur sintesi serta perakitan partikel virus
yang ineksius. (Robbins dkk, 2011).
Menurut Nursalam dan Kurniawati (2011) virus HIV menular melalui
enam cara penularan, yaitu :
a. Hubungan seksual dengan penderita HIV/AIDS
Hubungan seksual secara vaginal, anal dan oral dengan penderita HIV
tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual
berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah yang dapat mengenai
selaput lendir, penis, dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam
cairan tersebut masauk kedalam aliran darah (Nursalam 2007). Selama
berhubungan bisa terjadi lesi mikro pada dinding vagina, dubur, dan mulut
yang bisa menjadi jalan HIV untuk masuk kedalam aliran darah pasangan
seksual.
b. Ibu pada bayinya
HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi kepada janinnya
sewaktu hamil, sewaktu persalinan, dan setelah melahirkan melalui
pemberian Air Susu Ibu (ASI). Angka penularan selama kehamilan sekitar
5-10%, sewaktu persalinan 10-20%, dan saat pemberian ASI 10-20%.
Namun diperkirakan penularan dari ibu ke janin atau bayi terutama terjadi
pada masa perinatal. Hal ini didasarkan saat identifikasi infeksi oleh teknik
kultur atau Polymerase Chain Reaction (PCR) pada bayi setelah lahir

5
(negatif saat lahir dan positif beberapa bulan kemudian). Virus dapat
ditemukan di dalam ASI sehingga ASI merupakan perantara penularan
HIV dari ibu kepada bayi pascanatal. Bila mungkin pemberian ASI oleh
ibu yang terinfeksi harus dihindar.
Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero).
Berdasarkan CDC Amerika, prevelensi dari ibu ke bayi 0,01% sampai
dengan 7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV belum ada gejala AIDS,
kemungkinan bayi terinfeksi 20% sampai 30%, sedangkan gejala AIDS
sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50% (PELKESI , 1995
ddalam Nursalam 2007).
Penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui transfusi
fetomaternal atatu kontak kulit atau membran mukosa bayi dengan darah
atau sekresi maternal saat melahirkan. (Lili V 2004 dalam Nursalam
2007). Transmisi lain terjadi selama periode post partum melalui ASI dari
Ibu yang positif sekitar 10%.
Penularan secara perinatal:
1) Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang
dikandungnya.
2) Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena
pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan
bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
3) Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewaktu berada dalam
kandungan atau juga melalui ASI
4) Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI
c. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS sangat cepat menular
HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar
keseluruh tubuh.
d. Pemakaian alat kesehatan yang tidak streril
Alat pemeriksaan kandungan sperti spekulum, tenakulum, dan alat- alat
lainnya yang menyentuh dara, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi

6
HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi HIV
bisa menularkan HIV.
e. Menggunakan jarum suntik secara bergantian
Jarum suntik yang digunakan oleh parah pengguna narkoba (Injekting
Drug User - IDU) sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik
para pengguna IDU secara bersama-sama menggunakan tempat
penyampur, pengaduk dan gelas pengoplos obat, sehingga berpotensi
tinggi menularkan HIV. HIV tidak menular melalui peralatan makan,
pakaian, handuk, sapu tangan, hidup serumah dengan pederita HIV/AIDS,
gigitan nyamuk, dan hubunga sosial yang lainnya.

C. Patofisiologi
1. HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan
dirinya pada protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah
virus dalam tubuh penderita) turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid)
berubah menjadi viral DNA (deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim
yang disebut reverse transcriptase. Viral DNA tersebut menjadi bagian
dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan lebih banyak sel
jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virus–virus HI.
2. Enzim lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–
virus yang baru. Virus–virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan
bergerak bebas dalam aliran darah, dan berhasil menulari lebih banyak sel.
Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit dimana akhirnya
merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi mudah
diserang oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu
untuk menularkan virus tersebut dari orang ke orang.
3. Respons tubuh secara alamiah terhadap suatu infeksi adalah untuk
melawan sel–sel yang terinfeksi dan mengantikan sel–sel yang telah
hilang. Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali
dirinya.

7
4. Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–
1200 sel/ml kubik darah. Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+
T–nya terhitung dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh
infeksi–infeksi oportunistik.
5. Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika
sistem kekebalan tertekan. Pada seseorang dengan sistem kekebalan yang
sehat infeksi–infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka
tetapi bagi seorang pengidap HIV hal tersebut dapat menjadi fatal.

Periode Penularan HIV pada Ibu hamil


1. Periode Prenatal
Timbulnya HIV pada wanita hamil diperkirakan meningkat
(Minkoff, 1987). Sejarah kesehatan, uji fisik dan tes laboratorium harus
merefleksikan pengharapan ini jika wanita dan bayinya menerima
perawatan yang tepat. Para wanita yang termasuk dalam kategori beresiko
tinggi terhadap infeksi HIV mencakup:
a. Wanita dan atau pasangannya yang berasal dari wilayah geografis
dimana HIV merupakan sesuatu yang umum.
b. Wanita dan atau pasangannya yang menggunakan obat-obatan yang
disuntikkan melalui pembuluh darah.
c. Wanita yang menderita STD tetap dan kambuhan.
d. Wanita yang menerima tranfusi darah dari pengidap HIV.
e. Wanita yang yakin bahwa dirinya mungkin terjangkit HIV.
Tes HIV sebaiknya ditawarkan kepada wanita beresiko tinggi pada
awal mereka memasuki perawatan prenatal. Namun, soronegativitas pada
uji prenatal pertama bukan jaminan untuk titer negative yang berlangsung.
Misalnya, seorang wanita berusia 24 tahun yang mendapatkan perawatan
prenatal selama 8 minggu mempunyai hasil tes western blot yang negative.
Namun, setelah terinfeksi HIV, serum antibody membutuhkan waktu
sampai 12 minggu untuk berkembang. Tes western blot harus diulangi
dalam 1 atau 2 bulan dan pada trimester ketiga. Tes prenatal rutin dapat

8
membantu mengidentifikasi wanita yang terinfeksi HIV (Foster, 1987;
Kaplan et al, 1987; Minkoff, 1987; Rhoads et al, 1987).
Tes ini juga dapat mengungkap Gonhorhea, Siphilis, Herpes yang
tetap dan menjadi lebih lama, C.Trakomatis, Hepatic B, Micobacterium
tuberculosis, Candidiasis (oropharingeal atau infeksi Vagian Chronic),
Cytomegalo Virus (CMV), dan Toxophlasmosis. Sekitar separuh penderita
AIDS mengalami peningkatan titer CMV. Karena masuknya penyakit
CMV memiliki bahaya yang serius terhadap janin, para wanita hamil
dianjurkan dengan yang terinfeksi HIV. Sejarah vaksinasi dan kekebalan
telah didokumentasikan. Titer untuk cacar dan rubella ditentukan dan tes
kulit tuberkulosa (Derivasi protein yang dimurnikan/puriviet protein
derivatif (PPD)) telah dilakukan vaksinasi sebelumnya dengan vaksin
rekonbivak Hb dicatat karena vaksin tersebut berisi produk darah manusia
(Vaksin ini sekarang bebas dari darah manusia dan produk-produk
darah).  Wanita dapat menjadi calon yang menerima Rho D
Imunoglobulin. Penularan HIV belum ditemukan adanya vaksin Rh.
Proses persiapan melibatkan alcohol ethyl yang membuat virus tidak aktif.
Vaksin ini dibuat dari darah yang diambil dari kelompok donor regular
yang tidak dikenali. Darah yang digunakan untuk memproduksi vaksin
menjalani tes darah yang dapat mendeteksi darah adanya HIV (Francis,
Chin, 1987, MMWR, 1987).
Beberapa ketidaknyamanan yang dihadapi pada masa prenatal
(seperti kelelahan, anoreksia, dan penurunan berat badan) menyiratkan
tanda-tanda dan gejal-gejala infeksi HIV.
2. Periode Intrapartum
Perawatan wanita yang sakit saat melahirkan tidak diubah secara
substansial untuk infeksi tanpa gejala dengan HIV (Minkoff,1987).
Cara kelahiran didasarkan hanya pada pertimbangan obstetric
karena virus melalui plasenta pada awal kehamilan. Fokus utama
pencegahan penyebaran HIV nosocomial  dan perlindungan terhadap
pelaku perawatan. Resiko penularan HIV dianggap rendah selama

9
kelahiran vaginal. EPM (Elektrinic Fetal Monitoring) eksternal dilakukan
jika EPM diperlukan. Terdapat kemungkinan inokulasi virus ke dalam
neonatus jika dilakukan pengambilan sempel darah pada bayi dilakukan
atau jika elektroda jangat kepala bayi diterapkan. Disamping itu, seseorang
yang melakukan prosedur ini berada pada resiko tertular virus HIV.
3. Periode Postpartum.
Hanya sedikit yang diketahui tentang tindakan klinis selama
periode postpartum yang dapat dilakukan pada wanita yang terinfeksi
HIV. Walaupun periode postpartum pertengahan tercatat signifikan
(update, 1987), tindak lanjut yang lebih lama telah mengungkap frekwensi
penyakit kilinis yang tinggi pada ibu-ibu yang anaknya menderita penyakit
(Skott, 1985; Minkoff et al, 1987).
Tindakan pencegahan universal dilakukan terhadap ibu dan bayi,
seperti yang dilakukan terhadap semua pasien. Wanita dan bayinya
diarahkan pada dokter yang berpengalamn dalam pengobatan AIDS dan
keadaan-keadaan yang menyertainya. Pengaruh infeksi pada bayi dan
neonatal mungkin tidak jelas. Karena virus yang melalui plasenta, darah di
tali pusat akan menunjukkan antibody HIV baik apabila bayi terinfeksi
ataupun tidak. Selama itu antibody yang melalui palang plasenta mungkin
tidak terdapat pada bayi yang tidak terinfeksi sampai usia 15 bulan. Ketika
infeksi HIV menjadi aktif banyak infeksi lain yang biasa menyertai pada
orang dewasa terjadi pada bayi. Komplikasi yang menyertai infeksi HIV
pada bayi mencakup Enchephalopati, Microchephalli, Defisit Kognitif,
system saraf pusat (CNS/central nervous system) Lhympoma, Cerebro
Vaskuler Accident, gagal pernapasan dan Lhympaclenophaty.

10
D. Pathway

11
E. Gejala HIV AIDS
1. Gejala mayor
a. BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 1 bulan
c. Penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis
d. Demensia / HIV Ensefalopati
2. Gejala minor
a. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
b. Dermatitis generalist
c. Adanya herpes zoster yang berulang
d. Kandidiasis orofaringeal
e. Herpes simplex kronik progresif
f. Limfadenopati generalist
g. Infeksi jamur berulang pada kelamin wanita
h. Retinitis Cytomegalovirus
Penderita yang terinfeksi HIV dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan,
yaitu:
1. Penderita asimtomatik tanpa gejala yang terjadi pada masa inkubasi yang
berlangsung antara 7 bulan sampai 7 tahun lamanya
2. Persistent generalized lymphadenophaty (PGL) dengan gejala
limfadenopati umum.
3. AIDS Related Complex (ARC) dengan gejala lelah, demam, dan gangguan
sistem imun atau kekebalan
4. Full Blown AIDS merupakan fase akhir AIDS dengan gejala klinis yang
berat berupa diare kronis, pneumonitis interstisial, hepatomegali,
splenomegali, dan kandidiasis oral yang disebabkan oleh infeksi
oportunistik dan neoplasia misalnya sarcoma kaposi. Penderita akhirnya
meninggal dunia akibat komplikasi penyakit infeksi sekunder (Soedarto,
2009).

12
F. Diagnosis
Metode yang umum untuk menegakkan diagnosis HIV meliputi:
1. ELISA (Enzyme-Linked ImmunoSorbent Assay)
Sensitivitasnya tinggi yaitu sebesar 98, 1-100%. Biasanya tes ini
memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi.
2. Western blot
Spesifikasinya tinggi yaitu sebesar 99,6-100%. Pemeriksaannya cukup
sulit, mahal, dan membutuhkan waktu sekitar 24 jam.
3. PCR (Polymerase Chain Reaction)
Tes ini digunakan untuk:
a. Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang
dapat menghambat pemeriksaan secara serologis.
b. Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok
berisiko tinggi.
c. Tes pada kelompok tinggi sebelum terjadi serokonversi.
d. Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunyai sensitivitas
rendah untuk HIV-2 (Widoyono, 2014).

G. Komplikasi
1. Oral lesi
Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis,
peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,
nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
2. Neurologik
a. Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan
kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan
isolasi sosial.
b. Ensefalophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,
ketidakseimbangan elektrolit, meningitis atau ensefalitis. Dengan efek:
sakit kepala, malaise, demam, paralise total/parsial.

13
H. Pencegahan Penularan
Diagnosis HIV ditegakkan dengan kombinasi antara gejala klinis dan
pemeriksaan laboratorium. Diagnosis laboratorium HIV dapat dilakukan
dengan pemeriksaan serologis untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap
HIV dan pemeriksaan untuk mendeteksi keberadaan virus HIV. Deteksi
adanya virus HIV dalam tubuh dapat dilakukan dengan isolasi dan biakan
virus, deteksi antigen, dan deteksi materi genetic dalam darah pasien. Hal
yang perlu diperhatikan dalam melakukan tes terhadap antibody HIV ini yaitu
adanya masa jendela. Masa jendela adalah waktu sejak tubuh terinfeksi HIV
sampai mulai timbulnya antibody yang dapat dideteksi dengan pemeriksaan.
Antibodi mulai terbentuk pada4-8 minggu setelah infeksi. Jika pada masa ini
hasil tes HIV pada seseorang yang sebenarnya sudah terinfeksi HIV dapat
memberikan hasil yang negatif. Jika kecurigaan akan adanya risiko terinfeksi
cukup tinggi, perlu dilakukan pemeriksaan ulangan 3 bulan kemudian.
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk mendiagnosis HIV
antara lain :
1. Secara umum
Lima cara pokok untuk mencegah penularan HIV (A, B, C, D, E) yaitu:
a. A: Abstinence - memilih untuk tidak melakukan hubungan seks
berisiko tinggi, terutama seks pranikah
b. B: Be faithful - saling setia
c. C: Condom - menggunakan kondom secara konsisten dan benar
d. D: Drugs - menolak penggunaan NAPZA
e. E: Equipment - jangan pakai jarum suntik bersama
2. Untuk pengguna Napza
Pecandu yang IDU dapat terbebas dari penularan HIV/AIDS jika: mulai
berhenti menggunakan Napza sebelum terinfeksi, tidak memakai jarum
suntik bersama.
3. Untuk remaja
Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah, menghindari
penggunaan obat-obatan terlarang dan jarum suntik, tato dan tindik, tidak

14
melakukan kontak langsung percampuran darah dengan orang yang sudah
terpapar HIV, menghindari perilaku yang dapat mengarah pada perilaku
yang tidak sehat dan tidak bertanggung jawab (Hasdianah & Dewi, 2014)

15
BAB III
ASKEP STUDI KASUS
A. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi: Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, alamat,
penanggung jawab, tanggal pengkajian dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama/alasan masuk rumah sakit
Mudah lelah, tidak nafsu makan, demam, diare, infermitten, nyeri panggul,
rasa terbakar saat miksi, nyeri saat menelan, penurunan BB, infeksi jamur
dimulut, pusing, sakit kepala, kelemahan otot, perubahan ketajaman
penglihatan, kesemutan pada extremitas, batuk produksi/non.
c. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi: keluhan yang dirasakan biasanya klien mengeluhkan diare,
demam berkepanjangan dan batuk berkepanjangan.
 Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat menjalani transfusi darah, penyakit herper simplek, diare yang
hilang timbul, penurunan daya tahan tubuh, kerusakan imunitas
hormonal (antibody), riwayat kerusakan respon imun seluler (limfosit
T), batuk yang berdahak sudah lama tidak sembuh.
 Riwayat keluarga
Human Immuno Deficiency virus dapat ditularkan melalui hubungan
seksual dengan penderita HIV positif, kontak langsung dengan darah
penderita melalui ASI.
d. Pemeriksaan fisik
 Aktivitas istirahat
Muda lemah, toleransi terhadap aktivitas berkurang, progresi,
kelelahan/malaise, perubahan pola tidur.
 Gejala subyektif

16
Demam kronik, demam atau tanpa menggigil, keringat malam hari
berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.
 Psikososial
Kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup,
ungkapkan perasaan takut, cemas, meringis.
 Status mental
Marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl,
hilanginterest pada lingkungan sekitar, gangguan proses piker, hilang
memori, gangguan atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.
 Neurologis
Gangguan reflex pupil, nystagmus, vertigo, ketidak seimbangan, kaku
kuduk, kejang, paraf legia.
 Muskuloskletal
Focal motor deficit, lemah, tidak mampu melakukan ADL
 Kardiovaskuler
Takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness
 Pernafasan
Nafas pendek yang progresif, batuk (sedang-parah), batuk
produktif/non produktif, bendungan atau sesak pada dada
 Integument
Kering, gatal, rash, dan lesi, turgor jelek, petekie positif
e. Kemungkinan diagnosa yang muncul
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan
nafsu makan
2. Nyeri akut b.d agen injuri fisik
3. Intoleransi aktivitas b.d penurunan nafsu makan
4. Perubahan eliminasi BAB
5. Kelelahan b.d status penyakit, anemia, malnutrisi
6. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengn faktor, penurunan
respon imun, kerusakan kulit.

17
f. Intervensi (rencana asuhan keperawatan)
No. DIAGNOSA NOC NIC

1. Ketidakseimbangan Tujuan : 1. Kaji adanya alergi


nutrisi kurang dari -Nutritional status makanan
kebutuhan tubuh b.d -Nutritional status : 2. Monitor adanya
penurunan nafsu food and fluid intake penurunan berat badan
makan -Nutritional status : 3. Monitor adanya mual,
nutrient intake muntah dan diare
Weight control 4. Kolaborasi dengan
dokter untuk
Kriteria hasil : pemasangan NGT
-adanya peningkatan 5. Monitor jumlah nutrisi
berat badan sesuai dan kandungan kalori
dengan tujuan 6. Monitor kadar albumin,
-Berat badan ideal Hb dan Ht
sesuai dengan tinggi 7. Kolaborasi dengan ahli
badan gizi untuk menentukan
-tidak adanya tanda jumlah kalori dan
tanda malnutrisi nutrisi yang dibutuhkan
-menunjukkan pasien
peningkatan fungsi 8. Berikan substansi gula
menelan 9. Berikan makanan yang
-mampu sudah dikonsultasikan
mengidentifikasi dengan ahli gizi.
kebutuhan nutrisi
2. Nyeri akut b.d agen Tujuan : 1. Lakukan pengkajian
injuri fisik -pain level nyeri secara
-pain control komprehensif
-comfort level termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
Kriteria hasil : frekuensi, kualitas dan
-pasien dapat faktor presipitasi
mengontrol nyerinya 2. Control lingkungan
-skala nyeri berkurang yang dapat
dari skala 6 menjadi mempengaruhi nyeri,
skala 3 seperti suhu ruangan,
-klien mengatakan pencahayaan dan
nyeri sudah berkurang kebisingan.
-dapat mengenali faktor 3. Ajarkan tentang teknik
penyebab nyeri nonfarmakologi

18
4. Berikan analgetik
untuk mengurangi
nyeri
5. Ajarkan teknik
relaksasi

3. Intoleransi aktivitas Tujuan : 1. Monitoring vital sign


b.d penurunan -Joint Movement : sebelum/sesudah
kekuatan otot Active latihan dan lihat respon
-Mobility level pasien saat latihan
-Self care : ADLs 2. Konsultasikan dengan
-transfer performance terapi fisik tentang
rencana ambulasi
Kriteria hasil : sesuai dengan
-klien meningkat dalam kebutuhan
aktivitas fisik 3. Bantu klien untuk
-mengerti tujuan dan menggunakan tongkat
peningkatan mobilitas saat berjalan dan cegah
-memverbalisasikan terhadap cedera
perasaan dalam 4. Ajarkan pasien atau
meningkatkan kekuatan tenaga kesehatan lain
dan kemampuan tentang teknik ambulasi
berpindah 5. Kaji kemampuan
-memperagakan pasien dalam
penggunaan alat bantu mobilisasi
untuk mobilisasi 6. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
7. ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
8. Damping dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan
9. ADLs pasien. Berikan
alat bantu jika klien
memerlukan.
4. Perubahan eliminasi Tujuan : 1. Evaluasi efek samping
BAB -Bowel elimination pengobatan terhadap
-fluid balance gastrointestinal
-hydration 2. Ajarkan pasien untuk
-electrolyte and acid menggunakan obat
base balance antidiare
3. Instruksikan
Kriteria hasil : pasien/keluarga untuk
-feses berbentuk, BAB mencatat warna,
sehari sekali-tiga hari jumlah, frekuensi, dan

19
-menjaga daerah sekitar konsistensi dari feses.
rectal dari iritasi 4. Evaluasi intake
-tidak mengalami diare makanan yang masuk
-menjelaskan penyebab 5. Identifikasi faktor
diare dan rasional penyebab dari diare
tendakan 6. Monitor tanda dan
-mempertahankan gejala diare
turgor kulit 7. Observasi turgor kulit
secara rutin
8. Ukur diare/keluaran
BAB
9. Instruksikan pasien
untuk makan rendah
serat, tinggi protein dan
tinggi kalori jika
memungkinkan
10. Instruksikan untuk
menghindari laksative
11. Ajarkan teknik
menurunkan stress
monitor persiapan
makanan yang aman.

5. Kelelahan b.d status Tujuan : Energy management


penyakit, anemia, -indurance 1. Observasi adanya
malnutrisi -concentration pembatasan klien
-energy conservation dalam melakukan
-nutritional status : aktivitas
energy 2. Dorong anal untuk
mengungkapkan
Kriteria hasil : perasaan terhadap
-memverbalisasikan keterbatasan
peningkatan energi dan 3. Kaji adanya faktor
merasa lebih baik yang menyebabkan
-menjelaskan kelelahan
penggunaan energi 4. Monitor nutrisi dan
untuk mengatasi sumber energi adekuat
kelelahan. 5. Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik
dan emosi secara
berlebihan
6. Monitor respon
kardiavaskuler
terhadap aktivitas
7. Monitor pola tidur dan
lamanya tidur/istirahat

20
pasien.

6. Risiko tinggi terhadap Tujuan : 1. Berikan obat antibiotik


infeksi berhubungan -western blot positif dan evaluasi ke
dengan faktor efektifannya
penurunan respon Kriteria hasil : 2. Jamin pemasukan
imun, kerusakan kulit -temperature dan SDP cairan paling sedikit 2-
kembali keatas normal 3 liter sehari
-keringat malam 3. Pelihara kenyamanan
berkurang dan tidak ada suhu kamar. Jaga
batuk kebersihan dan
-meningkatnya keringnya kulit
masukan makanan 4. Pantau hasil JDL dan
tercapai CD4 pantau temperatur
setiap 4 jam
5. Pantau status umum
(apendiks F) setiap 8
jam.

g. Implementasi
Implementasi merupakan tahap dari proses keperawatan dimana rencana
keperawatan dilaksanakan. Melaksanakan intervensi/aktivitas yang telah
ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk melaksanakan intervensi dan
aktivitas yang telah dicatat dalam rencana keperawatan pada klien. Agar
implementasi perencanaan dapat tepat waktu dan efektif terhadap biaya,
pertama-tama harus mengidentifikasi prioritas perawatan klien, kemudian
bila perawatan telah dilaksanakan, memantau dan mencatat respons pasien
terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada
penyedia perawatan kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan
data, dapat mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap
proses keperawatan berikutnya.
h. Evaluasi
Tahap evaluasi menentukan kemajuan pasien terhadap pencapaian hasil
yang diinginkan dan respons pasien terhadap dan keefektifan intervensi
keperawatan kemudian mengganti rencana perawatan jika diperlukan.
Tahap akhir dari proses keperawatan perawat mengevaluasi kemampuan
pasien kearah pencapaian hasil.

21
22
TINJAUAN KASUS

Pengkajian
Identitas diri klien
Nama : Tn. R
Umur : 20 tahun
No. MR : 499193
Jenis kelamin : laki-laki
Status perkawinan : menikah
Agama : islam
Pekerjaan : pedagang
Pendidikan : tamat SD
Ruang rawat : interne
Alamat : malalak
Tanggal masuk : 05-06-2018
Tanggal pengkajian : 06-06-2018
Suku bangsa : minang-Indonesia
Sumber informasi : ibu kandung dan istri
Diagnosa medis : HIV-AIDS
Identitas penanggung jawab
Nama : Ny. M
Umur : 42 tahun
Jenis kelamin : perempuan
Agama : islam
Pekerjaan : petani
Hubungan keluarga : ibu kandung
Alasan masuk
Klien masuk ke rumah sakit dr. achmad mochtar kiriman atau rujukan dari rumah
sakit yarsi bukittinggi melalui IGD pada tanggal 05 juni 2018 dengan keluhan
demam hilang timbul sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit.

23
Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Saat dilakukan pengkajian tanggal 06 juni 2018 pada pukul 08.00 WIB,
keluarga klien mengatakan klien mempunyai riwayat hubungan sex bebas
semenjak 3 tahun yang lalu, klien mengatakan badan letih, nafsu makannya
kurang, makan klien selama dirumah sakit hanya 2 sendok makan, muntah
(-), mual (+) klien mengatakan tenggorokannya sakit saat menelan, klien
mengatakan tidur sering terbangun pada malam hari. Klien kadang merasakan
pusing, klien mengatakan badannya terasa lemas, nyeri pada perut nyeri tekan
(+) skala nyeri 5-6, pasien merasakan nyeri pada persendian saat istirahat dan
aktivitas. Klien mengatakan batuk berdahak, klien mengatakan dada sakit jika
batuk, nafas sesak, pendengaran pasien mulai terganggu pada telinga bagian
kanan, pasien mengatakan dia tidak mampu untuk beraktivitas dari berbaring
ke posisi duduk sangat lemah, pasien mengalami penurunan berat badan
seberat 8 kg, klien tampak pucat. BAB (-) sejak 1 hari saat pengkajian selama
dirawat di rumah sakit klien tampak tidak menghabiskan porsi makannya,
hanya 2 sendok makan, klien tampak lemah dan letih, klien tampak susah
untuk beraktivitas secara mandiri, klien tampak kurus, klien tampak meringis
menahan sakit, klien tampak pucat, mulut klien tampak ada sariawan dan
kering, klien tampak terbaring.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Keluarga klien mengatakan tidak pernah menderita penyakit seperti ini
sebelumnya. Keluarga mengatakan pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit
sebelumnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga mengatakan keluarganya tidak ada mengalami riwayat penyakit
yang sama dengan yang diderita klien dan tidak memiliki penyakit keturunan
seperti DM, hipertensi, jantung. Penyakit menular seperti, TBC, HIV,
Hepatitis dll.

24
Pemeriksaan fisik

Kesadaran : composmentis (CM)

GCS : 13 (E4M5V4)

BB sehat : 51 kg

BB sakit : 43 kg

TB : 160 cm

Tanda tanda vital

Tekanan darah: 92/57 mmHg

Nadi : 104x/i

Temperatur : 36,9 C

Pernafasan : 22x/i

25
1. Kepala
 Rambut
I : rambut klien tampak kotor, berminyak, tidak ada ketombe, rambut
tidak beruban, rambut tampak kering, mulai rontok, bau tidak sedap dan
rambut klien tampak tidak rapi
P : tekstur rambut kering
 Mata
I : mata terlihat simetris kiri dan kanan, penglihatan mulai menurun,
konjungtiva anemis, palpebral tidak oedema, skelaraikterik, mata
tampak kering, pupil isokor, reflek cahaya (+/+)
 Telinga
I : telinga tampak simetris kiri dan kanan
P : tidak ada nyeri tekan, pendengaran mulai terganggu pada telinga
kanan, tidak ada pembesaran disekitar telinga, tidak ada oedema, tidak
ada perdarahan disekitar telinga.
 Hidung
I : lubang hidung simetris kiri dan kanan, tidak ada lecetan di daerah
hidung, lubang hidung tampak bersih tidak ada secret, penciuman masih
bagus dan normal.
 Mulut dan gigi
I : rongga mulut tampak kotor, mokusa bibir kering, gigi tidak lengkap,
gigi berkaries, lidah klien kotor, tonsil tidak ada peradangan

2. Leher
I : simetris kiri dan kanan, warna kulit sawo matang
P : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid

3. Thorax
Paru paru
I : terlihat simetris kiri dan kanan (ekspansi dinding dada), frekuensi
pernafasan 22x/menit

26
P : traktil premitus melemah dibagian paru ka/ki
P : bunyi sonor
A : bunyi nafas wheezing

Jantung
I : tidak terlihat pembengkakan, iktus kordis tidak terlihat
P : tidak ada nyeri tekan, iktus teraba, nadi 104xi
P : terdengar bunyi redup
A : iramanya teratur (BJ 1 Lup, BJ 2 Dup) heart rate : 104x/i

4. Abdomen
I : tidak ada pembesaran
A : bising usus 18x/i
P : nyeri tekan pada epigastrium
P : bunyi normal (tympani)

5. Punggung
I : tidak ada lesi, lecet dan tanda decubitus pada klien
P : tidak ada pembengkakan

6. Ekstremitas
Atas: simetris kiri dan kanan, ada mengalami kelemahan, ada otot pada
lengan kanan klien
Bawah: simetris kiri dan kanan mengalami kelemahan, ada otot pada kaki
kanan klien

27
Keterangan :

5 : dapat melakukan ROM secara penuh dan dapat melawan gravitasi dan
tahanan
4 : dapat melakukan ROM yang penuh dan dapat melawan tahanan yang
sedang
3 : dapat melakukan ROM secara penuh dengan melawan gravitasi tetapi
tidak bisa melawan tahanan
2 : tidak mampu melawan gaya gravitasi
1 : kontraksi otot hanya dapat dipalpasi
0 : tidak ada kontraksi otot

7. Genetalia
Genetalia tampak kotor, ada herpes dibagian batang penis dan scrotum,
sudah bernanah, rambut pubis tidak ada, berbau.

8. Integument
Warna kulit sawo matang, turgor kulit kering

28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
HIV (Human Immunodeficiency Virus) merupakan pathogen yang
menyerang sistem imun manusia, terutama semua sel yang memiliki penenda
CD 4+ dipermukaannya seperti makrofag dan limfosit T. AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) merupakan suatu kondisi immunosupresif yang
berkaitan erat dengan berbagai infeksi oportunistik, neoplasma sekunder, serta
manifestasi neurologic tertentu akibat infeksi HIV (Kapita Selekta, 2014).
Penyebab kelainan imun pada AIDS adalah suatu agen viral yang disebut
HIV dari sekelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut
Lympadenopathy Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukimia
Virus (HTL-III) yang juga disebut Human T-Cell Lympanotropic Virus
(retrovirus). Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam
eoksiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu (Nurrarif &
Hardhi, 2015).
B. Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali
kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan.
Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada
sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang
pembahasan makalah diatas.

56
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC


Corwin, ElizabethJ. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC. di unduh
melalui web : http://repository.unimus.ac.id/2643/3/BAB%20II.pdf.
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3, alih bahasa : I
Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Hasdianah dkk. (2014). Imunologi Diagnosis dan Tehnik Biologi Molekuler.
Yogyakarta: Nuha Medika. di unduh melalui web :
http://repository.unimus.ac.id/2643/3/BAB%20II.pdf
Marcelena R, RengganisI. Kapita Selekta Kedokteran: InfeksiHIV/AIDS. Jilid2.
Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius. 2014. Hlm 573-83. di unduh melalui
web : http://repository.unimus.ac.id/2643/3/BAB%20II.pdf.
Nurarif, Amin Huda & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jilid 3. Mediaction
publising. di unduh melalui web :
http://repository.unimus.ac.id/2643/3/BAB%20II.pdf.
Nursalam, N. (2011). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS.
Jakarta: Salemba Medika.
Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC; 2012
Dinas kesehatan kota Bukittinggi 2016.Gambaran kasus HIV dan AIDS di
Sumatra Barat Sampaidengan2016.
Dirjen. PP & PL. Kemenkes. RI. (2012). Laporan Kasus Hiv-Aids Di Indonesia
Triwulan IV, bulan Januari sampai bulan Desember tahun 2011
Drew , W. Lawrence . 2001. HIV & AIDS Retrovirus. USA: The McGraw-Hill
Companies. Jakarta, Gramedia
Muma, Richard D. (1997). HIV : Manual untuk tenaga kesehatan. Jakarta : EGC
Nasronudin . 2007. HIV & AIDS Pendekatan Biologi Mollekuler, Klinis dan
Sosial. Surabaya

57
Pohan H.T .2009. Infeksi dibalik ancaman HIV . Jakarta. Farmacia
Profil Kesehatan Sumatra Barat 2017, Diakses dari http://id.kesehatan+sumbar
pada 11 juni 2008
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi
HIV dan Terap Antiretroviral. Jakarta
KPA. (2010). Pedoman Program Pencegahan HIV melalui Transmisi Seksual.
Jakarta
Yayasan Spiritia. (2009). Dasar AIDS. Jakarta

58

Anda mungkin juga menyukai