Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang progresif,
artinya penyakit ini berlangsung seumur hidup dan semakin memburuk secara lambat dari
tahun ke tahun. Dalam perjalanan penyakit ini terdapat fase-fase eksaserbasi akut. Berbagai
faktor berperan dalam perjalanan penyakit ini, antara lain faktor resiko yaitu faktor yang
menimbulkan dan memperburuk penyakit yaitu merokok, polusi udara, infeksi, genetik dan
perubahan cuaca. Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan di tandai dengan
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofiisologi utamanya. Ketiga
penyakit bersatu dan membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan PPOK adalah :
bronkithis kronik, enfisema paru-paru, dan asma bronchial (Smeltzer, 2011).
Dampak dari penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) jika dibiarkan bisa mengganggu
aliran darah ke paru-paru, bisa juga mengganggu kebutuhan dasar manusia (KDM), klien
yang terkena penyakit tersebut bisa sering kelelahan karna batuk dan sesak nafas, sehingga
Activity Daily Living (ADL) klien juga dapat terganggu, klien juga bisa mengalami gangguan
istirahat dan tidur juga nutrisi, dan jika terus dibiarkan bisa menyebabkan kematian.
Penyakit PPOK selayaknya mendapatkan pengobatan yang baik dan terutama perawatan
yang komprehensif, semenjak serangan sampai dengan perawatan di rumah sakit. Dan yang
lebih penting dalah perawatan untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada pasien
dan keluarga tentang perawatan dan pencegahan serangan berulang pada pasien PPOK di
rumah.
Pelayanan kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggungjawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang
pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Farmasi klinik bertujuan mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait
obat. Tuntutan masyarakat terkait pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit mengharuskan
adanya perluasan dari paradigma lama yang berorientasi kepada produk (drug oriented)
menjadi paradigma baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
Pelayanan Kefarmasian (Pharmaceutical Care).
Pada pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan sangat diperlukan
peran profesionalisme apoteker, sebagai salah satu pelaksana pelayanan Kesehatan. Menurut
Permenkes RI bahwa pelayanan farmasi yang dilakukan meliputi pengkajian dan pelayanan
resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, konseling, pemantauan terapi
obat, monitoring efek samping obat dan pemantauan kadar obat dalam darah.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana penanganan rekonsiliasi obat pada pasien penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) dalam study kasus yang telah diberikan?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Pengertian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas dari
gangguan yang mencakup bronkitis kronik, bronkiektasis, emfisema dan asma yang
merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan
penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
adalah suatu penyakit yang menimbulkan obstruksi saluran termasuk di dalamnya adalah
asma, bronkitis kronis dan emfisema pulmonum.
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit
paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran
udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Irman, 2011).
B. Etiologi
Etiologi Menurut Eisner penyebab dari Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah :
1. Kebiasaan merokok
Merokok merupakan faktor risiko paling umum pada PPOK. Prevalensi tertinggi
gejala gangguan pernafasan dan penurunan fungsi paru terjadi pada perokok.
Angka penurunan FEV1, dan angka mortalitas lebih tinggi didapat pada perokok
dibanding non perokok. Paparan asap rokok pada perokok pasif juga merupakan
faktor risiko terjadinya gangguan pernafasan dan PPOK dengan peningkatan
kerusakan paru akibat partikel dan gas yang masuk pada penelitian yang telah di
lakukan di negaranegara Eropa dan Asia, menunjukan bahwa adanya hubungan
antara merokok dan terjadinya PPOK menggunakan metode cross-sectional dan
cohort (Eisner et al, 2010 ).
2. Polusi oleh zat-zat produksi
Polusi udara di daerah kota dengan level tinggi sangat menyakitkan bagi pasien
PPOK. Penelitian cohort longitudinal menunjukan bukti kuat tentang hubungan
polusi udara dan penurunan pertumbuhan fungsi paru di usia anak-anak dan
remaja. Hubungan tersebut di observasi dengan ditemukannya karbon hitam di
makrofag pada saluran pernafasan dan penurunan fungsi paru yang progresif. Hal
ini menunjukkan hal 29 yang masuk akal secara biologi bagaimana peran polusi
udara terhadap penurunan perkembangan fungsi paru.
3. Faktor genetik
Genetik sebagai faktor risiko yang pernah di ditemukan adalah defisiensi berat
antitripsin alfa-1 yang merupakan inhibitor dari sirkulasi serin protease, walaupun
defisiensi antitripsin alfa-1 relevan hanya pada sedikit populasi di dunia, itu cukup
menggambarkan interaksi antara genetik dan paparan lingkungan dapat
menyebabkan PPOK. Risiko genetik terhadap keterbatasan bernafas telah di
observasi pada saudara atau orang terdekat penderita PPOK berat yang juga
merokok, dengan sugesti dimana genetik dan faktor lingkungan secara bersamaan
dapat mempengaruhi terjadinya PPOK gen tunggal seperti gen yang memberi
kode matriks metalloproteinase 12 (MMP12) berhubungan dengan menurunnya
fungsi paru.
C. Manifestasi Klinis
Gejala–gejala awal Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) yang bisa muncul setelah
5 – 10 tahun merokok adalah batuk yang berlendir. Batuk biasanya ringan dan sering
dianggap sebagai batuk normal seorang perokok. Selain itu, sering terjadi nyeri kepala
dan pilek. Selama pilek dahak menjadi kuning atau hijau karena ada nanah akibat infeksi
sekunder oleh bakteri. Setelah beberapa lama gejala tersebut akan semakin sering
dirasakan.
Mengi/bengek pun bisa timbul sebagai salah satu gejala PPOK. Pada usia sekitar 60
tahun sering timbul sesak nafas ketika bekerja dan bertambah parah secara perlahan.
Akhirnya sesak nafas akan dirasakan ketika melakukan kegiatan rutin sehari-hari, seperti
di kamar mandi, mencuci pakaian, berpakaian, dan menyiapkan makanan. Sekitar 30%
penderita mengalami penurunan berat badan karena setelah selesai mereka sering
mengalami sesak napas yang berat sehingga penderita sering tidak mau makan. Gejala
lain yang mungkin menyertai adalah pembengkakan pada kaki akibat gagal jantung. Pada
stadium akhir bisa terjadi sesak nafas berat, yang bahkan timbul ketika penderita tengah
beristirahat, yang mengindikasikan adanya kegagalan pernapasan yang akut. (dr. Iskandar
junaidi, 2010).
D. Patofisiologi
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pengukuran Fungsi Paru
a. Kapasitas inspirasi menurun.
b. Volume residu : meningkat pada emfisema, bronkhitis, dan asma.
c. FEV1 selalu menurun = derajat obstruksi progresif penyakit paru obstruktif
kronik.
d. FVC awal normal : menurun pada bronkhitis dan asma.
e. TLC normal sampai meningkat sedang (predominan pada emfisema).
2. Analisa Gas Darah PaO2 menurun, PCO2 meningkat, sering menurun pada asma.
Nilai pH normal, asidosis, alkalosis respiratorik ringan sekunder.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht) meningkat pada polisetimia sekunder.
b. Jumlah darah merah meningkat.
c. Eosinofil dan total IgE serum meningkat.
d. Pulse oksimetri : SaO2 oksigenasi menurun.
e. Elektrolit menurun karena pemakaian obat diuretic
4. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan gram kuman / kultur adanya infeksi campuran. Kuman patogen yang
biasa ditemukan adalah streptococcus pneumoniae, hemophylus influenzae, dan
moraxella catarrhalis
5. Pemeriksaan Radiologi Thoraks Foto (AP dan lateral)
Menunjukan adanya hiperinflasi paru, pembesaran jantung, dan bendungan area
paru. Pada emfisema paru didapatkan diagpragma dengan letak yang rendah dan
mendatar, ruang udara retrosternal ˃ntung, (foto lateral), jantu memanjang dan
menyempit.
6. Pemeriksaan Bronkhogram Menunjukan di latasi bronkus kolap bronkhiale pada
ekspirasi kuat.
7. EKG
Kelainan EKG yang paling awal terjadi adalah rotasi clock wise jantung. Bila
sudah terdapat kor pulmonal, terdapat deviasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada
hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah. Di V1 rasio R/S lebi dari 1 dan di
V6 V1 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet (Arif Mutaqin,
2009).
F. Rekonsiliasi Obat
Rekonsiliasi obat merupakan proses membandingkan instruksi pengobatan dengan
obat yang telah didapat pasien. rekonsiliasi dilakukan untuk mencegah terjadinya
kesalahan obat (medication error) seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis
atau interaksi obat. Kesalahan obat (medication error) rentan terjadi pada pemindahan
pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada
pasien yang keluar dari Rumah Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah:
a. Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang digunakan pasien.
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya instruksi dokter.
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi dokter.
Tahap proses rekonsiliasi obat menurut Permenkes RI No.58 (2014) yaitu:
1) Pengumpulan data
Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan digunakan
pasien, meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat mulai diberikan, diganti,
dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping obat yang pernah
terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping obat, dicatat tanggal kejadian, obat
yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang terjadi, dan
tingkat keparahan. Data riwayat penggunaan obat didapatkan dari pasien, keluarga
pasien, daftar obat pasien, obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication
chart. Data obat yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya.
semua obat yang digunakan oleh pasien baik resep maupun obat bebas termasuk
herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.
2) Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah, sedang dan akan
digunakan. Discrepancy atau ketidak cocokan adalah bilamana ditemukan ketidak
cocokan/perbedaan diantara data-data tersebut. Ketidak cocokan dapat pula terjadi
bila ada obat yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan
yang didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidak cocokan ini dapat bersifat
disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan Resep maupun tidak disengaja
(unintentional) dimana dokter tidak tahu adanya perbedaan pada saat menuliskan
Resep.
3) Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian dokumentasi.
Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam.
Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
a) Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja
b) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti
c) Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi obat.
4) Komunikasi
Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien atau perawat
mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker bertanggung jawab terhadap
informasi obat yang diberikan. Petunjuk teknis mengenai rekonsiliasi obat akan diatur
lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
BAB III
PEMBAHASAN
STUDY KASUS PPOK

1. Informasi Lengkap Kondisi Pasien


a. Identitas Pasien
Nama : BR Usia 74 Tahun
No Rek Medik :-
Tempt/tgl lahir :-
Dokter yg merawat : -
Alamat :-
Pekerjaan :-

b. Riwayat masuk RS
Tidak dapat berbicara dalam kalimat penuh selama beberapa jam terakhir per menit,
Batuk produktif tetapi tidak diketahui warna dahak, Terdengar mengi sejak semalam,
sesak dada ringan, Dyspnea.

c. Riwayat penyakit terdahulu


 Gagal jantung setelah infark miokard pada usia 68 tahun
 PPOK (pada 2 L oksigen rumah)
 Hipertensi
 Appendektomi

d. Riwayat Keluarga
 Ayah meninggal karena infark miokard pada usia 59 tahun (diabetes, hipertensi,
perokok),
 Ibu hidup (fibrilasi atrium, gagal jantung), Saudara kandung yang sehat

e. Riwayat Sosial
 Menikah selama 30 tahun, 3 anak
 riwayat merokok (berhenti setelah MI), tidak/Tanpa alkohol dan tidak
menggunakan obat terlarang
f. Riwayat Alergi
Alergi : makanan yang mengandung kacang kacangan

g. Keluhan / Tanda Umum


Subjectif Objectif Hasil Normal Keterangan
Demam T 39,8ºC 37,8 ºC Tinggi
Sesak nafas, mengi RR 32 12-20/min tinggi
PPOK Saat di bawa Rasio FEV1 / FVC FEV1 80-120% PPOK
ke rumah sakit kurang dari 0,70 Moderate
dan FEV1 kurang
dari 50 %
PPOK Setelah FEV1 : 35 % FEV1 80-120% Memburuk
diberikan
bronkodilator
inhalasi
PPOK Setelah FEV1 : 82 % FEV1 80-120% Normal
dirawat di IGD
BP : 128/74 mmHg 120/80 mmHg Normal
P : 68 60-100 Normal
pH darah : 7,2-7,45 pH darah : 7,35- Normal
7,45
Terkanan PO2 : 11-15 kPa Rendah
penyerapan
oksigen (PaO2) : 4,7
kPa
Tekanan parsial PCO2 : 4,67-6,0 Tinggi
karbon dioksida kPa
(PaCO2) : 8 kPa
Bikarbonat (HCO3) HCO3: 22-28 Tinggi
: 30,0 mEq/L mEq/L
Tingkat SaO2 : 95-98 % Rendah
penyerapan
oksigen (SaO2) :
70%

h. Diagnosa
Kuku: ada noda tar (masih merokok)
Dada: peningkatan anteroposterior (AP) diameter; mengi difus ke auskultasi.
X-ray: dada menunjukkan hiperinflasi dan pneumonia lobus kanan bawah.
i. Data Riwayat Penggunaan Obat

No Nama Obat Indikasi Dosis Frekuensi Rute Interaksi Efek Samping Perhatian
Pemberia Pem
n beria
n
1. Lisinopril 20 mg Semua tingkat Hipertensi, 2 x sehari Oral  Penggunaan  pusing, Dosis pertama mungkin
hipertensi; gagal dosis awal 10 1 tablet inhibitor ACE pingsan, menyebabkan hipotensi
jantung kongestif mg sehari; dengan hipotensi terutama pada pasien yang
(tambahan); dosis diuretik loop menggunakan diuretika,
setelah infark penunjang atau thiazide dengan diet rendah natrium,
miokard pada lazim 20 mg biasanya aman dengan dialisis, atau dehidrasi;
pasien yang sehari; dan efektif, penyakit vaskuler perifer atau
secara maksimal 80 tetapi dapat aterosklerosis menyeluruh
hemodinamik mg sehari. menyebabkan karena risiko penyakit
stabil. hipotensi, renovaskuler yang tidak
terutama jika bergejala; pantau fungsi ginjal
dosis diuretik sebelum dan selama
tinggi (Dosis pengobatan, dan kurangi dosis
Furosemid ≥80 pada gangguan ginjal; mungkin
mg/hari) meningkatkan risiko
agranulositosis pada penyakit
vaskuler kolagen (disarankan
hitung jenis); reaksi
anafilaktoid (lihat keterangan
di bawah); menyusui; mungkin
menguatkan efek hipoglikemi
insulin atau antidiabetik oral.
2. Metoprolol 50 obat ini  Hipertensi, 2x sehari Oral Cimetidine, Co- Bradikardi, gagal  Hindari putus obat yang
mg menghambat awalnya 1 tablet artemether, jantung, hipotensi, mendadak, terutama pada
adrenoseptor beta 50 mg Phenobarbital, gangguan penyakit jantung iskemi,
(beta bloker) sehari, Primidone, konduksi, blok AV derajat pertama,
menghambat penunjang Propafenone, bronkospasme, hipertensi portal (risiko
adrenoreseptor 50-100 mg Rifampicin vasokonstriksi memburuknya fungsi hati);
beta di jantung, sehari perifer, gangguan diabetes; riwayat penyakit
pembuluh darah dalam 1-2 saluran cerna, paru obstruktif; miastenia
perifer, bronkus, dosis fatigue, gangguan gravis; pada anafilaksis
pankreas, dan terbagi; tidur, jarang ruam respons terhadap adrenalin
hati.  Angina, kulit dan mata berkurang.
50-100 mg kering (reversibel  Beta bloker dapat
2-3 kali bila obat mencetuskan asma. Karena
sehari; dihentikan), itu, harus dihindarkan
 Aritmia, eksaserbasi pemberiannya pada pasien
biasanya psoriasis. dengan riwayat asma atau
50 mg 2-3 bronkospasme. Jika tidak
kali sehari; ada alternatif lainnya, beta
bila perlu bloker kardioselektif dapat
sampai digunakan dengan sangat
dengan hati-hati di bawah
300 mg pengawasan dokter
sehari spesialis.
dalam
dosis
terbagi;
 Profilaksis
migren,
100-200
mg sehari
dalam
dosis
terbagi;
 Tirotoksik
osis,
(tambahan
), 50 mg 4
kali sehari.
3. Spironolactone edema dan asitas Dosis 100-200 1x sehari Oral Aspirin, Digoxin, Gangguan saluran Gangguan hati; gangguan
25 mg pada sirosis hati, mg sehari, jika 1 tablet Lithium, cerna; impotensi, ginjal (hindari bila sedang
asites malignan, perlu Potassium. ginekomastia, sampai berat); pantau elektrolit
sindroma nefrotik, tingkatkan Interaksi Sinergis menstruasi tidak (hentikan bila terjadi
gagal jantung sampai 400 dengan furosemid teratur, letargi, hiperkalemia, hiponatremia;
kongestif; mg sakit kepala, penyakit Addison)
hiperaldosteronis bingung; ruam
m primer. kulit; hiperkalemia;
hiponatremia;
hepatotoksisitas,
osteomalasia, dan
gangguan darah
dilaporkan.
4. Furosemid 40 udem karena Oral: Udem. 1x sehari Oral Colestipol, gangguan elektrolit, Hipotensi, pasien dengan risiko
mg penyakit jantung, Dewasa, dosis 1 tablet Colestyramine, dehidrasi, penurunan tekanan darah,
hati, dan ginjal. awal 40 mg Fosphenytoin, hipovolemia, diabetes melitus, gout, sindrom
Terapi tambahan pada pagi hari, Germanium, hipotensi, hepatorenal, hipoproteinemia,
pada udem penunjang 20- Phenytoin, peningkatan bayi prematur.
pulmonari akut 40 mg sehari, Sevelamer. kreatinin darah.
dan udem otak tingkatkan Interaksi Sinergis Hemokonsentrasi,
yang diharapkan sampai 80 mg dengan hiponatremia,
mendapat onset sehari pada Spironoolactone. hipokloremia,
diuresis yang kuat udem yang Menggunakan hipokalemia,
dan cepat. resistensi. furosemid peningkatan
bersama dengan kolesterol darah,
albuterol dapat peningkatan asam
meningkatkan urat darah, gout,
risiko enselopati hepatik
peningkatan pada pasien dengan
hipokalemia, atau penurunan fungsi
kalium darah hati, peningkatan
rendah. Pada volume urin.
kasus yang parah,
hipokalemia dapat
menyebabkan
kelemahan otot,
kesulitan
bernapas dan
menelan dan
irama jantung
yang tidak teratur.
5. Salmeterol/flutic obstruksi saluran  Obstruksi 2 x 1 puff Inhal Ritonavir, suara serak dan Agonis adrenoseptor beta-2
asone napas reversibel saluran inhalasi asi Itraconazole, kandidiasis di harus digunakan dengan hati-
termasuk asma. nafas sehari Ketoconazole mulut atau hati pada keadaan
Obstruksi Paru kronis: 12 Substrat atau tenggorokan, reaksi hipertiroidisme, penyakit
Kronis termasuk tahun penghambar hipersensitif pada kardiovaskular, aritmia,
bronkritis kronis keatas: CYP3A4, kulit kepekaan terhadap
dan emfisema. 2 inhalasi penghambat beta. perpanjangan interval QT, dan
25 mcg Menggunakan hipertensi.
salbutamol albuterol bersama Tidak untuk gejala asma akut,
dan 50 dengan salmeterol bronkodilator yang bekerja
mcg dapat cepat dan singkat, tidak boleh
flutikason meningkatkan dihentikan secara mendadak,
atau 2 efek samping tuberkulosis paru, penyakit
inhalasi 25 kardiovaskular kardiovaskular berat (aritmia),
mcg seperti diabetes melitus, hipokalemi,
salbutamol peningkatan tirotoksikosis, menyusui
dan 125 denyut jantung
mcg dan tekanan darah
flutikason atau irama
atau 2 jantung tidak
inhalasi 25 teratur.
mcg
salbutamol
dan 250
mcg
flutikason;
 Obstruksi
paru
kronis:
2 inhalasi
25/125-
25/250 dua
kali sehari;
tidak perlu
penyesuaia
n dosis
pada lansia
dan pasien
dengan
gangguan
ginjal atau
hati.
6. Tiotropium DPI terapi dewasa Dihirup Inhal antikolinergik dehidrasi, pusing, sebaiknya tidak digunakan
pemeliharaan (termasuk setiap hari asi digunakan sakit kepala, untuk terapi awal pada
obstruksi paru lansia), 1 kali bersamaan dalam insomnia, bronkospasme akut, penderita
kronik termasuk sehari satu waktu lama, tidak penglihatan kabur, glaukoma sudut dekat,
bronchitis dan kapsul untuk direkomendasikan peningkatan hiperplasia prostat, obstruksi
emfisema kronik inhalasi (22,5 Menggunakan tekanan intraokular, leher kandung kemih,
dan dispnea yang mcg ipratropium glaukoma, kehamilan dan menyusui.
menyertainya. tiotropium bersama dengan takikardi, palpitasi,
bromide setara tiotropium dapat takikardi
dengan18 mcg meningkatkan supraventikular,
tiotropium), efek samping atrial fibrilasi,
tidak boleh seperti kantuk, bronkospasme,
ditelan, tidak penglihatan epistaksis,
boleh kabur, mulut laringitis, faringitis,
digunakan kering, intoleransi sinusitis, disfonia,
lebih dari 1 panas, batuk, obstruksi
kali sehari. kemerahan, intestinal,
penurunan stomatitis,
keringat, kesulitan gingivitis, glositis,
buang air kecil, kandidiasis
kram perut, orofaringeal,
sembelit, detak refluks
jantung cepat, gastroesofagal,
kebingungan, disfagia, konstipasi,
masalah memori, mulutkering, mual,
dan glaukoma karies gigi, reaksi
hipersensitivitas,
udema
angioneurotik,
urtikaria, pruritus,
kulit kering, ruam
kulit,
pembengkakan
sendi, retensi urin,
disuria.
7. Albuterol/Ipratro asma dan kondisi Inhalasi Setiap 6 Inhal Menggunakan Efek samping dari Agonis adrenoseptor beta-2
pium lain yang aerosol: 100- jam asi metoprolol agonis adrenoseptor harus digunakan dengan hati-
berkaitan dengan 200 mcg (1-2 sesuai bersama dengan beta-2 termasuk hati pada keadaan
obstruksi saluran hirupan). kebutuhan albuterol dapat tremor (terutama di hipertiroidisme, penyakit
napas yang Untuk gejala mengurangi tangan), kardiovaskular, aritmia,
reversibel yang persisten manfaat kedua ketegangan, sakit kepekaan terhadap
3-4 kali sehari, obat tersebut, kepala, kram otot, perpanjangan interval QT, dan
Profilaksis karena keduanya dan palpitasi. Efek hipertensi
untuk memiliki efek samping lain
bronkospasme berlawanan dalam termasuk takikardi,
akibat latihan tubuh. Selain itu, aritmia,
fisik, 200 mcg metoprolol vasodilatasi perifer,
(2 hirupan), terkadang dapat gangguan tidur dan
anak 100 mcg menyebabkan tingkah laku.
(1 hirupan); penyempitan Bronkospasme
saluran udara, paradoksikal,
yang dapat urtikaria,
memperburuk intramuscular,
masalah hipotensi, dan
pernapasan atau kolaps juga telah
memicu serangan dilaporkan. Agonis
asma yang parah adrenoseptor beta-2
mungkin tidak menyebabkan
dapat hipokalemi pada
menggunakan dosis tinggi. Nyeri
metoprolol jika dapat terjadi pada
sering mengalami pemberian injeksi
serangan asma intramuscular.
atau asma parah
atau PPOK
(penyakit paru
obstruktif kronik),
atau harus
memerlukan
penyesuaian dosis
dan pemantauan
fungsi paru yang
lebih sering untuk
menggunakan
kedua obat
tersebut dengan
aman.
8. Levalbuterol untuk pengobatan Inhalation Di hirup 2 Inhal  Menggunakan Hipokalemia,  Perubahan EKG atau
MDI atau pencegahan Solution untuk x setiap 4- asi salmeterol Hipersensitivitas, hipokalemia yang mungkin
bronkospasme pasien berusia 6 jam bersama efek terjadi akibat pemberian
pada orang 12 tahun ke sesuai dengan kardiovaskuler. Diuretic hemat kalium
dewasa, remaja, atas adalah kebutuhan levalbuterol (seperti Diuretic loop dan
dan anak-anak 6 0,63 mg yang dapat tiazid) dapat diperparah
tahun ke atas diberikan tiga meningkatkan secara akut oleh beta-
dengan penyakit kali sehari, efek samping agonis, terutama bila dosis
saluran napas setiap 6 kardiovaskula beta-agonis yang
obstruktif sampai 8 jam, r seperti dianjurkan terlampaui.
reversibel. dengan cara peningkatan  Agen penghambat reseptor
nebulasi. denyut beta-adrenergik tidak
jantung dan hanya memblokir efek paru
tekanan darah dari agonis beta-adrenergik
atau irama Levabuterol Inhalation
jantung tidak Solution, tetapi juga dapat
teratur. menyebabkan
bronkospasme parah pada
pasien asma. Oleh karena
itu, pasien asma biasanya
tidak diobati dengan beta-
blocker. Namun, dalam
keadaan tertentu, misalnya,
profilaksis setelah infark
miokard, mungkin tidak
ada alternatif yang dapat
diterima untuk penggunaan
agen penghambat beta-
adrenergik pada pasien
dengan asma. Dalam
pengaturan ini, beta-
blocker kardioselektif
harus dipertimbangkan,
meskipun harus diberikan
dengan hati-hati.
9. Amoxicillin 500 Infeksi saluran oral: 250 mg 2 x sehari Oral  Meningkatnya mual, muntah,  Riwayat alergi, gangguan
mg kemih, otitis tiap 8 jam, 1 tablet risiko diare; ruam ginjal, ruam eritematous
media, sinusitis, dosis perdarahan, (hentikan umumnya pada glandular
infeksi pada digandakan jika penggunaan). fever, infeksi
mulut, bronkitis, pada infeksi digunakan sitomegalovirus, dan
uncomplicated berat. dengan obat leukemia limfositik akut
community- Pneumonia, pengencer atau. Pemakaian dosis
acquired 0,5 – 1 g setiap darah. tinggi atau jangka lama
pneumonia, 8 jam  Meningkatnya dapat menimbulkan
infeksi risiko alergi, superinfeksi terutama pada
Haemophillus jika saluran pencernaan. Pada
influenza, digunakan penderita gagal ginjal,
salmonellosis dengan takaran harus dikurangi.
invasif; listerial allopurinol.
meningitis.  Meningkatnya
efek samping
amoxicillin,
jika
digunakan
dengan
probenecid.
 Menurunnya
efektivitas
amoxicillin,
jika
digunakan
dengan
chlorampheni
col, makrolid,
sulfonamida,
dan
tetracycline
HCl.
 Menurunnya
efektivitas pil
KB.
10. Doksisiklin 100 infeksi saluran Dosis lazim 1 x sehari Oral  Menurunkan anoreksia,  Boleh digunakan pada
mg nafas yang dewasa: 200 1 tablet efektifitas kemerahan, dan gangguan fungsi ginjal;
disebabkan mg pada hari antibiotik tinnitus ketergantungan alkohol,
Mycoplasma pertama penisilin fotosensitifitas (hindari
pneumoniae; (diberikan dalam paparan dengan sinar
sebagai dosis membasmi matahari atau sinar lampu);
tunggal atau bakteri hindarkan pada porfiria.
100 mg setiap  Meningkatkan
12 jam) diikuti risiko
dengan dosis terjadinya
pemeliharaan efek samping
100 mg/hari obat-obat
(diberikan pengencer
sebagai dosis darah, seperti
tunggal atau warfarin
sebagai dosis  Meningkatkan
50 mg setiap risiko
12 jam). Untuk peningkatan
mengatasi intrakranial
infeksi yang bila
lebih berat digunakan
(terutama bersama
infeksi saluran isotretinoin
kemih kronis), dan acitrecin
200 mg sehari  Menurunkan
selama perioda efektivitas
terapi. doxycycline
bila
digunakan
bersama
antasida dan
obat
antikejang,
seperti
carbamazepin
e,
phenobarbital,
dan phenytoin
11. Prednison 5 mg menekan reaksi Oral, awal 10- 3 x sehari Oral  Penggunaan gangguan elektrolit  lanjut usia (memerlukan
radang dan reaksi 20 mg/hari 1 tablet kortikosteroid seperti lemah, lesu, supervise ketat terutama
alergi (penyakit berat dan dan nyeri otot atau pengobatan jangaka
sampai 60 furosemide kram panjang)
mg/hari), dapat
sebaiknya meningkatkan
diberikan pagi resiko
setelah sarapan hipokalemia
pagi, dosis dan gangguan
dapat elektrolit
diturunkan lainnya
dalam melalui efek
beberapa hari mineralokorti
tetapi koid.
dilanjutkan
selama
beberapa
minggu atau
bulan.
Pemeliharaan,
2,5-15
mg/hari, tetapi
dapat
ditingkatkan
bila
diperlukan,
efek samping
meningkat
pada dosis di
atas 7,5
mg/hari.
12. Salbuven asma dan kondisi Oral: 4 mg 3 x sehari Oral  Meningkatkan Efek samping dari  Agonis adrenoseptor beta-
(Salbutamol 4 lain yang (lansia dan 1 tablet risiko agonis adrenoseptor 2 harus digunakan dengan
mg) berkaitan dengan pasien yang terjadinya beta-2 termasuk hati-hati pada keadaan
obstruksi saluran sensitif dosis gangguan tremor (terutama di hipertiroidisme, penyakit
napas yang awal 2 mg) 3-4 pada fungsi tangan), kardiovaskular, aritmia,
reversibel. kali sehari, jantung, bila ketegangan, sakit kepekaan terhadap
dosis tunggal, digunakan kepala, kram otot, perpanjangan interval QT,
maksimal 8 bersama dan palpitasi. Efek dan hipertensi.
mg antidepresan samping lain
golongan termasuk takikardi,
trisiklik, aritmia,
seperti vasodilatasi perifer,
amitriptyline, gangguan tidur dan
obat golongan tingkah laku.
MAOI. Bronkospasme
 Menghambat paradoksikal,
efektivitas urtikaria,
obat dan angiodema,
meningkatkan hipotensi, dan
risiko sesak kolaps juga telah
napas, bila dilaporkan. Agonis
digunakan adrenoseptor beta-2
bersama obat menyebabkan
golongan hipokalemi pada
beta-blocker, dosis tinggi. Nyeri
seperti dapat terjadi pada
propranolol. pemberian injeksi
 Meningkatkan intramuskular.
potensi
hipokalemia
(kekurangan
kalium), bila
digunakan
bersama obat
golongan
diuretik,
seperti
furosemide.
13. Ceftriaxon inj infeksi bakteri pemberian 2 x sehari Injek  Penuruna diare dan kolitis  Pada gangguan fungsi hati
gram positif dan secara injeksi 1 ampl si n yang disebabkan yang disertai gangguan
gram negatif, intramuskular efektivita oleh antibiotik fungsi ginjal dapat terjadi
dalam, bolus s vaksin (keduany a karena penggeseran bilirubin dari
intravena atau BCG, penggunaan dosis ikatan plasma. Seftriakson
infus. 1 g/hari vaksin tinggi), sindroma kalsium dapat
dalam dosis kolera, Stevens-Johnson, menimbulkan presipitasi di
tunggal. dan ginjal atau empedu.
vaksin
tifoid
 Peningkat
an risiko
terjadinya
pengenda
pan
kristal
pada paru
dan ginjal
serta efek
samping
yang fatal
jika
digunaka
n bersama
cairan
yang
mengand
ung
kalsium,
seperti
kalsium
 Peningkat
an risiko
terjadinya
efek
samping
jika
digunaka
n bersama
probeneci
d,
warfarin
 Peningkat
an risiko
terjadinya
kerusakan
ginjal jika
digunaka
n bersama
antibiotik
golongan
aminoglik
osida
2. Terapi COPD sesuai dengan kondisi Pasien

a. Kondisi Pasien:
Pasien Memiliki Nilai Spirometri FEVI 82% tetapi pernah eksaserbasi 5 kali
tahun lalu dengan FEVI < 50%.
Kehabisan nafas jika dia berjalan lebih dari 10 kaki, dan memiliki episode mengi
jika dia sakit

b. Terapi Pengobatan:
1) Bronkodilator
Bronkodilator adalah pengobatan yang berguna untuk meningkatkan FEV1
atau mengubah variable spirometri dengan cara mempengaruhi tonus otot polos pada
jalan napas. Bronkodilator cenderung mengurangi hiperinflasi dinamis saat istirahat
dan selama olahraga.
β2Agonist (short-acting dan long-acting) Prinsip kerja dari β2 agonis adalah
relaksasi otot polos jalan napas dengan menstimulasi reseptor β2 adrenergik dengan
meningkatkan C-AMP dan menghasilkan antagonisme fungsional terhadap
bronkokontriksi. Efek bronkodilator dari short acting β2 agonist biasanya dalam
waktu 4-6 jam. Penggunaan β2 agonis secara reguler akan memperbaiki FEV1 dan
gejala. Long acting β2 agonist inhalasi memiliki waktu kerja 12 jam atau lebih.
a) Formoterol dan salmeterol memperbaiki FEV1 dan volume paru, sesak napas,
dan frekuensi eksaserbasi secara signifikan, tapi tidak mempunyai efek dalam
penurunan mortalitas dan fungsi paru.
b) Salmeterol mengurangi kemungkinan perawatan di rumah sakit.
c) Indacaterol merupakan Long acting β2 agonist baru dengan waktu kerja 24
jam dan bekerja secara signifikan memperbaiki FEV1, sesak dan kualitas
hidup pasien.
2) Antikolinergik
Obat yang termasuk pada golongan ini adalah ipratropium, oxitropium dan
tiopropium bromide. Efek utamanya adalah memblokade efek asetilkolin pada
reseptor muskarinik. Efek bronkodilator dari short acing anticholinergic inhalasi
lebih lama dibanding short acting β2 agonist. Tiopropium memiliki waktu kerja
lebih dari 24 jam. Aksi kerjanya dapat mengurangi eksaserbasi dan hospitalisasi,
memperbaiki gejala dan status kesehatan, serta memperbaiki efektivitas rehabilitasi
pulmonal.
b. Kondisi Pasien :
Batuk memburuk di pagi hari, batuk produktif dengan dahak abu-abu
Terapi Pengobatan:
Pada pasien PPOK yang tidak menerima kortikosteroid inhalasi (kortikosteroid inhalasi
diberikan jika FEVI 60%), pengobatan rutin dengan mukolitik seperti karbosistein dan
N-asetilsistein dapat mengurangi eksaserbasi dan sedang meningkatkan status kesehatan.
c. Kondisi Pasien :
Pasien tidak mengetahui kapan vaksin pneumokok terakhir dan vaksinasi flu
diberikan
Terapi Pengobatan:
- Vaksinasi influenza dapat mengurangi penyakit yang serius dan kematian pada
pasien PPOK. Vaksin lebih efektif pada pasien usia lanjut dengan COPD. Temuan
dari studi berbasis populasi menunjukkan bahwa pasien COPD, terutama lansia,
mengalami penurunan risiko jantung iskemik penyakit ketika mereka divaksinasi
dengan vaksin influenza selama bertahun-tahun.
Pasien juga memiliki riwayat jantung iskemik untuk itu direkomendasikan untuk
melakukan vaksin infuenza
- Vaksinasi pneumokokus, PCV13 dan PPSV23, direkomendasikan untuk semua
pasien yang berusia ≥ 65 tahun. PPSV23 juga direkomendasikan untuk pasien PPOK
yang lebih muda dengan kondisi komorbid yang signifikan termasuk penyakit
jantung atau paru-paru kronis.

3. Terapi Antibiotik yang sesuai


Antibiotik bermanfaat dan harus dimulai jika setidaknya ada dua dari tiga gejala
berikut ini: peningkatan dyspnea, peningkatan volume sputum, dan peningkatan
purulensi dahak. Penggunaan antibiotik dikategorikan menjadi dua yaitu untuk yang
uncompliceted eksaserbasi dan complicated eksaserbasi.
- Uncomplicated ekseserbasi untuk pasien COPD yang mengalami eksaserbasi <4 kali
pertahun dan tidak ada penyakit penyerta. Terapi antibiotik yang diberikan yaitu
golongan makrolida (azitromycin, clarithromycin), sefalosporin golongan 2 atau 3,
dan doksisiklin.
- Complicated eksaserbasi untuk pasien COPD ≥ 65 tahun dan mengalami >4 kali
eksaserbasi pertahun dan memiliki penyakit penyerta. Terapi Antibiotik yang dapat
diberikan adalah Amoxicilin Clavulanate (Co-Amox) atau golongan Fluoroquinolon
(Levofloxacin).

4. Form Rekonsiliasi dan Penggunan Obat


a. Terapi Obat yang didapatkan di IGD
Nama Obat Dosis
Oksigen 2-3 L/menit melalui canula
Duoneb (R) setiap 20 menit 4 x sehari
Prednisone 5 mg 3 x sehari 1 tablet
Salbuven 3 x sehari 1 tablet
Ceftriaxone inj 2 x 1 ampul
b. Form Rekonsiliasi dan Riwayat Pengobatan Pasien
FORM REKONSILIASI DAN
RIWAYAT PENGOBATAN PASIEN
Tanggal Wawancara Jam Wawncara Dikirim ke farmasi tanggal:... jam:...
Pasien menggunakan obat sebelum admisi: Ya menggunakan obat sebelum admisi ...Tidak
Alergi Makanan: Manifestasi Alergi Dampak:
Makanan yang ... Ringan
mengandung kacang- ... Sedang
kacangan ... Berat

REKONSILIASI OBAT SAAT ADMISI

Obat diteruskan
Waktu Obat Digunakan ketika keluar
No Jenis Obat Pemberian Pemberian saat di rawat RS
Dosis Frekuensi Cara Terakhir Ya Tidak Ya Tidak
Pemberian
1. Lisinopril 20 mg 2 x sehari Oral Sebelum  
1 tablet masuk RS
2. Metoprolol 50 mg 2x sehari Oral Sebelum  
1 tablet masuk RS
3. Spironolakto 25 mg 1x sehari Oral Sebelum  
n 1 tablet masuk RS
4. Furosemide 40 mg 1x sehari Oral Sebelum  
1 tablet masuk RS
5. Salmeterol / 50/500 2 x 1 puff Inhalasi Sebelum  
fluticasone inhalasi masuk RS
sehari
6. Tiotropium Dihirup inhalasi Sebelum  
DPI setiap hari masuk RS
7. Albuterol / Setiap 6 Inhalasi Sebelum  
ipratropium jam sesuai masuk RS
metered dose kebutuhan
inhaler
(MDI)
8. Levalbuterol Di hirup 2 inhalasi Sebelum  
MDI x setiap 4- masuk RS
6 jam
sesuai
kebutuhan
9. Amoxicillin 500 mg 2 x sehari oral 1 tahun lalu 

1 tablet
10. Doksisiklin 100 mg 1 x sehari oral 1 tahun lalu  
1 tablet
11. Oksigen 2-3 Inhalasi Hari 1 di  
L/menit IGD
12. Duoneb (R) 20 menit Inhalasi Hari 1 di  
4x sehari IGD
13. Prednison 5 mg 3 x sehari Oral Hari 1 di  
1 tablet IGD
14. Salbuven 3 x sehari Oral Hari 1 di  
1 tablet IGD
15 Ceftriaxone 2 x sehari IV Hari 1 di  
1 ampl IGD

5. Situasi Rekonsiliasi Obat oleh Apoteker

Apoteker : Assalamualaikum bapak, perkenalkan saya Apoteker Dinda ingin


melalukan rekonsiliasi obat atau menanyakan obat yang dipakai
bapak sebelum masuk Rumah Sakit.
Keluarga Pasien : Iya boleh ibu, tapi bisa dilakukan dengan saya saja ibu? Saya Eka
anak dari pasien, soalnya bapak agak sulit diajak komunikasi
Apoteker : baik bisa pak, saya mulai ya pak mohon maaf pak, bisa
menyebutkan nama dan tanggal lahir pasien?
Keluarga Pasien : Nama Ayah Saya Bahrudin Rasyid (nama samaran) tanggal lahir
23 januari 1947
Apoteker : (sambil melihat identitas pasien pada gelang Rumah sakit yang
dipakai pasien dan dengan data yang di bawah oleh apoteker) Baik
sudah sesuai ya pak nama pasien dan tanggal lahirnya. Baik kita
mulai pak ya? Sebelumnya apakah pasien ada alergi obat pak?
Keluarga Pasien : Kalau alergi obat sih tidak ada ya ibu, cuma bapak saya ini alergi
sama makanan yang mengandung kacang-kacangan.
Apoteker : Ohh iya ibu, gejalanya seperti apa ya kalau pasien sudah
mengkonsumsi makananan tersebut?
Keluarga Pasien : Gejalanya itu timbul bintik-bintik merah diseluruh badan ibu
Apoteker : bintik-bintik merah ya? Itu berlangsungnya berapa jam atau berapa
hari?
Keluarga Pasien : Sekitar satu hari bisa hilang ibu, tidak terlalu berat alerginya
Apoteker : Iya baik pak, sebelum pasien di rawat di Rumah Sakit pasien
sering mengkonsumsi obat-obat lain tidak dirumah pak?
Keluarga Pasien : Iya ibu ada
Apoteker : Obat apa saja ya itu pak?
Keluarga Pasien : ada lisinopril 20 mg, metoprolol 50 mg, masih banyak lagi ibu
Apoteker : iya pak bisa saya liat obat-obatnya pak?
Keluarga Pasien : (Mengambil obat-obatan) ini ibu obat-obatnya
Apoteker : Ini bapak di diagnosa dokter penyakit paru ya pak? kalau dilihat
dari obatnya bapak juga sering sesak napas, hipertensi penyakit
jantung ya pak?
Keluarga Pasien : Iya ibu bapak saya punya penyakit penyerta lain.
Apoteke : Ini obatnya ada Lisinopril 20 mg, Metoprolol 50 mg, Sprinolakton
25 mg, Furosemid 40 mg. Ini obat inhalernya ada
Salmaterol/fluticason, tiotropium, albuterol sama levalbuterol ya
pak? Ini diminumnya dan dipakainya setiap berapa kali sehari ya
pak?
Keluarga Pasien : Lisinopril 20 mg dua kali sehari, Metoprolol 50 mg dua kali sehari
Spironolactone 25 mg setiap hari, Furosemide 40 mg sehari, yang
inhalernya tidak semua dipakai ibu kalau yang albuterol/iprotropium
sama levalbuterol dipakai kalau sesak napasnya kambuh tiap 6 jam
sesuai kebutuhan saja ibu, tapi yang salmaterol/fluticason dipakai
dua kali sehari dan tiotropium dipakai setiap hari untuk kontrol
penyakitnya ibu.
Apoteker : Untuk saat ini obat yang pasien bawa saya serahkan dulu ke
perawat ya pak, Pasien sementara minum dulu obat yang dokter
resepkan dulu ya pak.
Keluarga Pasien : Iya baik bu
Apoteker : Baik, sebagai bukti kalau saya sudah melakukan rekonsiliasi obat
atau identifikasi penggunaan obat boleh saya minta tanda tangan
bapak eka?
Pasien sambil menandatangani berkas rekonsiliasi apoteker…
Apoketer : Baik bapak terimakasih atas waktunya, semoga bapak Bahrudin
lekas sembuh, mari pak assalamualaikum warahmatullah
wabrakatuh.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, John R. 2008. Problem soving dan Learning. American Psychologist, hal 48. No.
I.35.4.1.
Arif, Muttaqin., 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem. Kardiovaskular
dan hematologi. Salemba Medika, Jakarta.
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi : Pemeriksaan dan Managemen.
Alih bahasa H. Y Kuncara: editor edisi bahasa Indonesia, Devi Yulianti, edisi 2
Jakarta : EGC.
Dipiro, J. T., Dipiro, C.V., Wells, B.G., & Scwinghammer, T.L. 2008. Pharmacoteraphy
Handbook Seventh Edition. USA : McGraw-Hill Company.
Eisner MD, Anthonisen N, Coultas D, Kuenzli N, Padilla R, Postma D, et. al., 2010. An
Official american thorocis sosiety public policy Statement : Novel risk factors and
the global burden of cronic obstructive pulmonary disease. Am J Respircrid Med,
182 (5) : 693-781.
Junaidi Iskandar. 2010. Penyakit Paru dan Saluran Nafas. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer.
Kemenkes RI, 2014, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58 42 tahun
2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Direktorat Bina
Farmasi Komunikasi dan Klinik, Depkes RI, Jakarta.
Smeltzer. 2011. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.
Somantri, Irman. 2011. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Pernafasan.
Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.
Stockley, 2008. Stockley’s Drug Interaction, 8th Edition. Pharmaceutical Press., London.

Anda mungkin juga menyukai