Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan perkembangan industri yang semakin hari

semakin maju, jelas memerlukan kegiatan tenaga kerja sebagai

unsur dominan yang mengelolah bahan baku/material, mesin,

peralatan, dan proses lainnya yang dilakukan di tempat kerja, guna

menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi masyarakat.

Oleh karna itu, tenaga kerja mempunyai peran penting sebagai

penggerak roda pembangunan nasional khususnya yang berkaitan

dengan sektor industri.

Dalam perkembangan industri, pemakaian beberapa macam

jenis dan peralatan mekanik dalam suatu industri makin meluas.

Pemakaian mesin-mesin dan peralatan mekanik pada umumnya

disuatu sisi memberikan keuntungan ekonomis, namun di sisi lain

dapat menimbulkan masalah kebisingan di lingkungan kerja yang

dapat meyebabkan gangguan kesehatan.

Ditempat kerja terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi lingkungan kerja, seperti faktor fisik, faktor kimia,

faktor biologi, dan faktor psikologi. Faktor-faktor tersebut dapat

menimbulkan gangguan terhadap kinerja. Salah satu faktor fisik di

lingkungan kerja yang dapat menganggu pekerja adalah

kebisingan. Menurut Word Health Organization (WHO) tahun 2004,

1
tingginya kadar kebisingan kerja menjadi masalah di seluruh

wilayah dunia, di Amerika Serikat lebih dari 30 juta pekerja terpapar

kebisingan berbahaya dan di Jerman 4-5 juta orang (12-15% dari

tenaga kerja) terpapar kebisingan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Republik Indonesia Nomor PER. 13/MEN/X/2011

tentang nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di

tempat kerja menyatakan bahwa nilai ambang batas untuk

kebisingan yaitu 85 dB merupakan nilai yang masih dapat diterima

oleh pekerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan

kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi

8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Di sektor munufaktur dan

pertambangan, 40% pekerja terpajan tingkat kebisingan yang

cukup tinggi selama lebih dari setengah waktu kerjanya, untuk

sektor konstruksi sebesar 35% dan sektor lain seperti agrikultur,

transportasi dan komunikasi sebesar 20% (European Agency for

Safety and Health at Work, 2008)

Kebisingan merupakan salah satu masalah lingkungan di

kota-kota besar. Suara bising, sebagai salah satu efek dari sektor

industri dapat menimbulkan gangguan pendengaran bahkan dapat

memicu ketulian pada seseorang yang berada dilingkungan

tersebut. Gangguang pendengaran akibat kebisingan dapat terjadi

secara mendadak atau perlahan pada pekerja, tidak menutup

2
kemungkinan dalam beberapa bulan ataupun tahun seorang

pekerja akan merasakan menurunnya sistem pendengaran yang

ada pada dirinya tanpa mereka sadari.

Kebisingan di tempat kerja bukan hanya menyebabkan

gangguan auditoir (gangguan yang berpengaruh langsung terhadap

pendengaran) seperti penurunan nilai ambang dengar karyawan,

namun juga dapat menyebabkan gangguan gangguan nonauditoir

(gangguan yang tidak berpengaruh langsung terhadap

pendengaran) yaitu stres, mempercepat denyut nadi, meningkatkan

tekanan darah, gangguan komunikasi, susah tidur dan lelah,

perasaan mudah marah, dan menurunnya gairah kerja yang

meyebabkan meningkatkan absensi (Soerikto, 1996) dalam skripsi

martina lapu

Gangguan pendengaran adalah suatu penyakit berkurang

atau hilangnya fungsi pendengaran di salah satu atau kedua

telinga. Gangguan pendengaran dibagi menjadi dua macam, yaitu

gangguan pendengaran yang bersifat sementara dan tetap.

Gangguan pendengaran yang bersifat sementara diakibatkan oleh

pajanan kebisingan dengan intensitas tinggi dan waktu yang

singkat. Sedangkan gangguan pendengaran yang bersifat menetap

diakibatkan oleh pajanan kebisingan dengan waktu yang lama

(Kusunawati, 2012).

3
Kebisingan merupakan salah satu aspek terpenting dalam

higiene industri karena kebisingan dapat mengakibatkan kerusakan

pada kesehatan dan menurunnya produktivitas tenaga kerja.

Kerusakan yang terjadi diantaranya adalah kerusakan pendengaran

secara sementara maupun secara permanen. Selain itu, kebisingan

yang terus menerus juga dapat menurunkan konsentrasi pekerja

dan mengakibatkan stres sehingga kecelakaan kerja dapat terjadi

(Pradana, 2013).

Kebisingan yang bernada tinggi sangat mengganggu bagi

seseorang, terlebih jika kebisingan tersebut yang jenisnya datang

hilang secara tiba-tiba sehingga dapat menganggu kesehatan jiwa.

Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf

pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang di

timbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang

merambat melalui media udara atau penghantar lainnya, dan

manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki karena

menganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan,

maka bunyi-bunyi atau suara demikian dinyatakan sebagai

kebisingan (Suma’mur, 2009).

World Health Organization (WHO), meyebutkan bahwa pada

tahun 2001 secara global penderita gangguan pendengaran di

seluruh dunia mencapai 222 juta jiwa umur dewasa. Pada tahun

2010 tingkat kehilangan pendengaran di Amerika mencapai 33,4%

4
juta jiwa dan diperkirakan akan kembali meningkat pada tahun

2015 menjadi 35,8 juta jiwa.

Survei terakhir dari Multi Center Study (MCS) juga

meyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu dari empat

negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan

pendengaran cukup tinggi, yaitu Sri Lanka (8,8%), Myanmar

(8,4%), dan India (6,3%). Menurut studi tersebut prevalensi 4,6%

sudah bisa menjadi referensi bahwa gangguan pendegaran

memiliki peran besar dalam menimbulkan masalah sosial di tengah

masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian Nur Faizah (2014) dibengkel

resmi sepeda motor Kabupaten Jember, menunjukkan paparan

taraf intensitas yang di terima oleh mekanik dan tester setiap hari

berbeda-beda. Taraf intensitas adalah logarima perbandingan

intensitas dengan intensitas ambang pendengaran manusia. Taraf

intensitas yang tertinggi diterima oleh mekanik yaitu 95,3 dB dan

tester 94,2 dB. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut bahwa

paparan taraf intensitas melebihi nilai acuan sebesar 7% untuk

mekanik dan tester 6% dari 88 dB. Sehingga karyawan perlu

dilindungi agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan

yaitu diantaranya dengan cara menggunakan pelindung telinga saat

melakukan kegiatan di bengkel tersebut.

5
Berdasarkan hasil penelitian Ivana Anggelia (2013) di

kecamatan Mapanget Kota Manado, mengatakan gangguan

pendengaran yang cukup tinggi, terdapat kelompok yang berprofesi

sebagai pekerja bengkel las yang sudah bekerja selama >11 tahun

sebanyak 21 responden dengan presentase total yang mengalami

gangguan 70%. Hal ini membuktikan bahwa pajanan dalam jangka

waktu lama, menurut teori lebih dari 5 tahun terpapar bising dapat

meyebabkan gangguan pendengaran.

Berdasarkan hasil penelitian Heinsye tahun 2013, terdapat

tingkat kebisingan yang tinggi di lokasi kerja bagian produksi PT

Pertamina RU VII Kasim Sorong yang dapat mengakibatkan

gangguan pendengaran pada pekerja. Pada telinga kanan terdapat

21 orang (61,76%) pekerja mengalami gangguan pendengaran dan

13 orang (38,24%) pekerja tidak mengalami gangguan

pendengaran (normal) dan pada telinga kiri terdapat 5 orang

(14,7%) pekerja mengalami gangguan pendengaran dan 12 orang

(35,3%) pekerja tidak mengalami gangguan pendengaran (normal).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Billy Tumewu pada

bulan Desember 2013 – Januari 2014 dengan menggunakan

sampel sebanyak 20 orang pekerja, dapat disimpulkan bahwa

terdapat gangguan pendengaran pada 40% pekerja. Pekerja

dengan masa kerja >10 tahun lebih berisiko dibandingkan yang

bekerja kurang dari 10 tahun. Pada uji statistik, terdapat hubungan

6
antara bising dengan gangguan ambang pendengaran pada

pekerja yang bekerja di tempat mainan anak Manado Town Square.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh St. Nurmia tahun

2012 di PT. PLN (Persero) Wilayah Sulselrabar Unit PLTD

Pembangkitan Tello Makassar, menunjukkan hasil bahwa

pekerja dengan intensitas bising melebihi NAB yang mengalami

gangguan sebanyak 11 orang (29,7%) dan 1 orang (6,7%) yang

intensitas bising tidak melebihi NAB. Terdapat 9 pekerja (39,1%)

dengan penggunaan APD tidak sesuai yang mengalami

gangguan pendengaran dan 3 orang dengan penggunaan

APD y a n g sesuai. Pekerja yang tingkat pengetahuan kurang

yang mengalami gangguan pendengaran 4 pekerja (16,7%) dan

20 orang (83,3%).

Hasil penelitian Ulandari tahun 2014 mengatakan pekerja

laundry Rumah Sakit Makassar Kota Makassar yang mengalami

gangguan pendengaran pada lingkungan kerja dengan intensitas

kebisingan 72-76 dB sebanyak 10 orang (69,2%), sedangkan

kelompok umur pekerja 22 – 38 tahun mengalami gangguan

pendengaran sebanyak 16 orang (38,9%) dan responden yang

mengalami gangguan pendengaran dengan masa kerja 1 – 9 tahun

sebanyak 15 orang (27,8%).

Dari pengambilan data awal melalui survei oleh peneliti di

area bengkel PT Kalla Toyota kota Makassar pada bulan januari

7
tahun 2016 diperoleh hasil pengukuran intensitas kebisingan di

area tersebut sebesar 95,55 dB dan dari 8 orang pekerja yang di

wawancarai terdapat 2 orang pekerja yang mengalami gangguan

pendengaran.

Berdasarkan uraian di latar belakang, peneliti tertarik ingin

melakukan penelitian mengenai “Faktor Yang Mempengaruhi

Ambang Pendengaran Pekerja Pada Area Workshop (Bengkel) Di

PT. Kalla Toyota Kota Makassar”

B. Rumusan Masalah

1. Apakah intensitas kebisingan mempengaruhi nilai ambang

pendengaran pekerja pada area workshop (bengkel) di PT Kalla

Toyota Makassar ?

2. Apakah umur mempengaruhi nilai ambang pendengaran

pekerja pada area workshop (bengkel) di PT Kalla Toyota

Makassar ?

3. Apakah lama waktu kerja mempengaruhi nilai ambang

pendengaran pekerja pada area workshop (bengkel) di PT Kalla

Toyota Makassar ?

4. Apakah masa kerja mempengaruhi nilai ambang pendengaran

pekerja pada area workshop (bengkel) di PT Kalla Toyota

Makassar ?

8
5. Apakah alat pelindung diri (APD) mempengaruhi nilai ambang

pendengaran pekerja pada area workshop (bengkel) di PT Kalla

Toyota Makassar ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi Nilai Ambang

Pendengaran pekerja pada Area workshop (Bengkel) di PT

Kalla Toyota Makassar

2. Tujuan khusus

a. Untuk mengetahui pengaruh intensitas kebisingan terhadap

nilai ambang pendengaran pekerja pada area workshop

(bengkel) di PT Kalla Toyota Makassar

b. Untuk mengetahui pengaruh umur terhadap nilai ambang

pendengaran pekerja pada area workshop (bengkel) di PT

Kalla Toyota Makassar

c. Untuk mengetahui pengaruh lama waktu kerja terhadap nilai

ambang pendengaran pekerja pada area workshop

(bengkel) di PT Kalla Toyota Makassar

d. Untuk mengetahui pengaruh masa kerja terhadap nilai

ambang pendengaran pekerja pada area workshop

(bengkel) di PT Kalla Toyota Makassar

9
e. Untuk mengetahui pengaruh alat pelindung diri (APD)

terhadap nilai ambang pendengaran pekerja pada area

workshop (bengkel) di PT Kalla Toyota Makassar

D. Manfaat Penelitian

1. Penelitian

Sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan

yang telah di pelajari selama perkuliahan dan mengaplikasikan

di dunia nyata serta memberikan pengalaman langsung dalam

pelaksanaan dan penulisan penelitian serta penyususnan hasil

penelitian.

2. Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

informasi dan ilmu pengetahuan kesehatan kerja terutama

tentang faktor ambang pendengaran pada pekerja.

3. Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan informasi bahwa kebisingan yang ditimbulkan

oleh alat-alat dibagian workshop perbengkelan dapat

menimbulkan gangguan kesehatan bagi tenaga kerja yang

berada disekitarnya, seperti gangguan pendengaran.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum tentang Pendengaran

1. Struktur telinga manusia

Telinga manusia adalah sebagai penerima suara. Secara

garis besar, struktur anatomi telinga terdiri atas tiga bagian yaitu

telinga bagian luar, telinga bagian tengah, dan telinga bagian

dalam. Tulang berbentuk spiral di bagian dalam telinga disebut

cochlea yang dilapisi sel rambut yang halus. Gelombang bunyi

dihantarkan dari telinga bagian luar ke bagian tengah dan

telinga bagian dalam. Di telinga bagian dalam, melalui jaringan

syaraf, tentang suara yang didengar telinga dan mengurangi

kemampuan telinga untuk mendengar dan menghantarkan

informasi ke otak. Jika sel rambut ini rusak, tidak dapat

diperbaiki sehingga kehilangan pendengaran.

a. Telinga bagian luar

Telinga bagian luar terdiri atas pinna dan lubang

telinga yang berakhir di membrane timpani. Panjang lubang

telinga sekitar 3.175 cm. Telinga luar berfungsi sebagai

pendeteksi suara dan menyetarakan tekanan.

b. Telinga bagian tengah

Suara dalam bentuk mekanik melewati telinga tengah

yang terdiiri atas tiga tulang yang di sebut malleus, incus,

11
dan stapes secara berurutan. Stapes berfungsi sebagai

piston hidrolik yang mengubah gerak mekanik suara menjadi

gerak fluida. Tiga tulang kecil yang terdapat dalam stapes

dan tulang oval akan bekerja sama dalam menyetarakan

tekanan dan merintangi udara di telinga luar dan fluida di

telinga dalam.

c. Telinga bagian dalam

Bagian paling penting di telinga dalam adalah koklea.

Bentuk koklea seperti tulang siput. Lingkaran dan

ditengahnya terdapat serabut saraf yang berhubungan

dengan otak. Sekitar setengah dari jalur spiral dalam koklea

yang merupakan bagian terpenting adalah organ korti.

Organ korti terdiri dari beribu-ribu sel rambut yang berfungsi

menghantarkan rangsangan suara ke otak. Jika sel rambut

ini selalu menghantarkan suara dengan frekuensi yang tinggi

maka sel rambut akan kelelahan dan kemudian mati

(Khakim, 2011).

2. Mekanisme pendengaran manusia

Gelombang suara yang tertangkap oleh telinga luar akan

diteruskan ke gendang telinga (membran tympani) dan

menyebabkan membran tersebut akan ikut bergetar. Getaran

kemudian akan diperkeras oleh tulang-tulang pendengaran

12
(malleus, incus, dan stapes) yang terdapat di telinga bagian

tengah.

Selanjutnya getaran ini akan menimbulkan gerakan

bergelombang pada cairan perilimfe yang terdapat di dalam

canalis vestibularis, dan gelombang ini kemudian akan menjalar

dari basis cochlea menuju ke apex dan selanjutnya ke canalis

tympani dan berakhir pada foramen rotundum. Gelombang yang

ditimbulkan oleh cairan ferilimfe akan meyebabkan distorsi pada

membran vestibularis (reissner) dan membran basilaris dari

ductus cochlearis, dan hal ini akan meyebabkan hair cells dari

organon Corti terangsang. Ransangan mekanik meyebabkan

kanal ion sel rambut terbuka dan terjadi pelepasan ion

bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan

proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan

neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan

potensial aksi pada saraf audiotorius, lalu dilanjutkan ke nukleus

auditorius sampai ke kortek pendengaran (area 39-40) di lobus

temporalis (Marjin, 2013).

3. Ambang Pendengaran

Ambang pendengaran adalah suara terendah yang masih

dapat didengar. Makin rendah tingkat suara yang terlepas yang

dapat didengar berarti makin rendah Nilai Ambang

Pendengaran (NAP). Hal ini berarti semakin baik pula

13
telinganya. Kebisingan dapat mempengaruhi Ambang

Pendengaran, pengaruh ini bersifat sementara atau bersifat

menetap.

Tabel 2.1
Klasifikasi Derajat Gangguan Dengar Menurut
International Standard Organization (ISO)
Derajat Pendengaran Gangguan Pendengaran
Normal 0 sampai 25 dB
Gangguan pendengaran ringan 26 sampai 40 dB
Gangguan pendengaran sedang 41 sampai 60 dB
Gangguan pendengaran berat 61 sampai 90 dB
Tuli sangat berat Lebih dari 90 dB
Sumber : Buchari, 2007

Daya dengar seseorang di dalam menangkap suara dipengaruhi

oleh faktor internal maupun eksternal. Faktor internal meliputi umur,

kondisi kesehatan, maupun riwayat penyakit yang pernah diderita.

Sedangkan faktor eksternal meliputi tingkat intensitas suara

disekitarnya lama terpajan kebisingan karakterstik kebisingan serta

frekuensi suara yang ditimbulkan. Dari berbagai faktor yang

mempengaruhi ambang dengar tersebut, yang paling menonjol

adalah faktor umur dan lamanya pemajanan terhadap kebisingan

(Tarwaka dkk, 2004).

Penderita penurunan fungsi pendengaran bisa mengalami

beberapa atau seluruh gejala berikut:

a. Kesulitan dalam mendengarkan percakapan, terutama jika di

sekelilingnya berisik.

b. Terdengar gemuruh atau suara berdenging di telinga

(tinnitus).

14
c. Tidak dapat mendengarkan suara televisi atau radio dengan

volume yang normal.

d. Kelelahan dan iritasi karena penderita berusaha keras untuk

bisa mendengar.

e. Pusing atau gangguan keseimbangan.

4. Tingkat Gangguan Pendengaran

Frekuensi pendengaran yang dapat diterima oleh manusia

adalah berkisar 20 Hz – 20.000 Hz. Gangguan pendengaran

terjadi karena adanya perubahan pada tingkat pendengaran

yang mengakibatkan kesulitan dalam melaksanakan kehidupan

normal, biasanya dalam hal memahami pembicaraan. Gradasi

gangguan pendengaran karena bising dapat ditentukan

menggunakan parameter percakapan sehari-hari, sebagai

berikut :

Tabel 2.2
Tingkat Gangguan Pendengaran

15
Gradasi Parameter
Normal Tidak mengalami kesulitan

dan percakapan biasa (6m)


Sedang Kesulitan dalam percakapan

sehari-hari mulai jarak > 1,5

m
Menengah Kesulitan dalam percakapan

keras sehari-hari mulai > 1,5

m
Berat Kesulitan dalam percakapan

keras/berteriak pada jarak >

1,5 m
Sangat berat Kesulitan dalam percakapan

keras/berteriak pada jarak

<1,5 m
Tuli total Kehilangan kemampuan

pendengaran dalam

berkomunikasi
Sumber: Buchari, 2007.

Menurut OSHA, derajat gangguan pendengaran adalah

sebagai berikut :

1. Jika peningkatan ambang ≤25 dBA, masih normal

2. Jika peningkatan ambang antara >25-40 dBA, disebut

gangguan pendengaran ringan

3. Jika peningkatan ambang antara >40-55 dBA, disebut

gangguan pendengaran sedang

16
4. Jika peningkatan ambang antara >55-70 dBA, disebut

gangguan pendengaran berat

5. Jika peningkatan ambang antara >70-90 dBA, disebut

gangguan pendengaran sangat berat

6. Jika peningkatan ambang >90 dBA, disebut gangguan

pendengaran total (OSHA, 2008)

B. Tinjauan Umum tentang Kebisingan

1. Bunyi

Bunyi adalah rangsangan yang diterima oleh telinga karena

getaran media elastis. Sifat bunyi ditentukan oleh frekuensi dan

intensitasnya. Frekuensi bunyi adalah jumlah gelombang bunyi

yang lengkap di terima oleh telinga setiap detik (Anizar, 2009).

Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada

telinga oleh getaran-getaran melalui media elastis, dan

manakala bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan

sebagai kebisingan. Kualitasnya terutama ditentukan oleh

frekuensi dan intensitasnya.

Sifat bunyi ditentukan oloeh frekuensi dan intensitasnya.

Frekuensi adalah jumlah gelombang lengkap yang merambat

per satuan waktu yang dinyatakan dalam getaran per detik atau

dalam Hertz (Hz). Frekuensi suara di bawah 20 Hz disebut

sebagai infrasonik, sedangkan di atas 20.000 Hz merupakan

gelombang ultrasonik. Bunyi yang dapat di dengar oleh manusia

17
sangat terbatas yaitu terletak pada kisaran frekuensi antara 20-

20.000 Hz. Frekuensi antara 250-3000 Hz adalah frekuensi

yang paling penting untuk percakapan. Frekuensi 4000 Hz

adalah frekuensi yang paling peka ditangkap telinga dan

ketulian yang disebabkan oleh kebisingan ialah adanya

pengurangan/penurunan pendengaran pada frekuensi ini

(Khakim, 2011).

2. Definisi Kebisingan

Bising adalah bunyi yang ditimbulkan oleh gelombang suara

dengan intensitas dan frekuensi yang tidak menentu. Menurut

keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: Kep-

48/MENLH/11/1996 ”Bising adalah bunyi yang tidak diinginkan

dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang

dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan

kenyamanan lingkungan”.

Berdasarkan keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.

13/MEN/X/2011, Nilai Ambang Dengar (NAB) kebisingan adalah

85 dBA untuk waktu pajanan 8 jam sehari 40 jam seminggu.

Salah satu faktor fisik yang berpengaruh terhadap tenaga kerja

adalah kebisingan, yang bisa menyebabkan berkurangnya

pendengaran (Depnaker, 2011).

Menurut Kepmenaker No.51/MEN/1999, kebisingan

didefinisikan sebagai semua suara yang tidak dikehendaki yang

18
bersumber dari alat proses produksi dan atau alat kerja yang

pada tingkat tertentu dapat meyebabkan gangguan

pendengaran.

Menurut Suma’mur (2009), bunyi atau suara didengar

sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar dalam telinga

oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari

sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat

melalui media udara atau penghantar lainnya, dan manakala

bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena

menganggu atau timbul diluar kemauan orang yang

bersangkutan, maka bunyi-bunyian atau suara tersebut

dinyatakan sebagai kebisingan.

Rangsangan suara yang berlebihan atau tidak dikehendaki

(bising), yang dijumpai diperusahaan akan mempengaruhi

fungsi pendengaran. Berbagai faktor seperti intensitas,

frekuensi, jenis atau irama bising, lama pemajanan serta lama

waktu istrahat antar dua periode pemajanan sangat

menentukan dalam proses terjadinya ketulian atau kurang

pendengaran akibat bising. Demikian juga faktor kepekaan tiap

pekerja misalnya umur, pemajanan kebisingan sebelumnya,

kondisi kesehatan, penyakit telinga yang pernah di derita, perlu

pula dipertimbangkan dalam menentukan gangguan

pendengaran akibat bising (Dewi, 2009).

19
3. Jenis Kebisingan

Menururt Suma’mur (2009) kebisingan dibedakan

menjadi beberapa macam kebisingan antara lain :

a. Kebisingan menetap berkelanjutan tanpa putus-putus

dengan spektrum frekuensi yang lebar (steady state, wide

band noise), misalnya bising mesin, kipas angin, dapur pijar.

b. Kebisingan menetap berkelanjutan dengan spektrum

frekuensi tipis (stedy state, narrow band noise), misalnya

bising gergaji sirkuler, katup gas.

c. Kebisingan terputus-putus (intermittent). Kebisingan yang

berlangsung tidak terus-menerus, misalnya bising lalu-lintas,

suara kapal terbang dilapangan udara.

d. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise) : kebisingan

dengan intensitas yang agak cepat berubag, seperti bising

pukulan pukul, tembakan bedil atau meriam, ledakan.

e. Kebisingan impulsif berulang : sama seperti bising impulsif

tetapi terjadi berulang-ulang, misalnya bising mesin tempat di

perusahaan atau tempaan tiang pancang bangunan.

4. Sumber Kebisingan

Sumber kebisingan dibedakan menjadi :

a. Bising industri, industri besar termaksud di dalamnya

pabrik, bengkel dan sejenisnya. Bising industri dapat oleh

karyawan maupun masyarakat di sekitar industri.

20
b. Bising rumah tangga, umumnya disebabkan oleh alat-alat

rumah tangga dan tingkat kebisingannya tidak terlalu tinggi.

c. Bising spesifik, bising yang disebabkan oleh kegiatan-

kegiatan khusus, misalnya pemasangan tiang pancang tol

atau bangunan.

Dilihat dari sifatnya, sumber bising dibagi menjadi

dua, yaitu :

a. Sumber kebisingan statis, misalnya pabrik, mesin, tape,

dan lainnya.

b. Sumber kebisingan dinamis, misalnya mobil, pesawat

terbang, kapal laut, dan lainnya.

Dilihat dari bentuk sumber suara yang

dikeluarkannya, sumber bising dapat dibagi dua, yaitu:

a. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik atau bola

atau lingkaran. Misalnya : sumber bising dari mesin-mesin

industri atau mesin yang tidak bergerak

b. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis,

misalnya kebisingan lalu lintas.

5. Tingkatan Kebisingan

Terdapat dua karakteristik utama yang menentukan kualitas

suatu bunyi atau suara, yaitu frekuensi atau intensitasnya.

Frekuensi yang dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik

dengan Herz (Hz), yaitu jumlah gelombang bunyi yang sampai

21
ditelinga setiap detiknya. Sesuatu benda yang bergetar

menghasilkan bunyi atau suara dengan frekuensi tertentu yang

merupakan ciri khas dari benda tersebut. Biasanya suatu

kebisingan terdiri atas campuran sejumlah gelombang sederhan

dari aneka frekuensi. Nada suatu kebisingan ditentukan oleh

frekuensi getaran sumber bunyi (Suma’mur, 2009).

Intensitas atau arus energi per satuan luas biasanya

dinyatakan dalam suatu satuan logaritmis yang disebut desibel

(db) dengan memperbandingkannya dengan kekuatan standar

0,0002 dine (dyne)/cm² yaitu kekuatan bunyi dengan frekuensu

1000 Hz yang tepat terdengar oleh telinga normal (Suma’mur,

2009).

6. Pengaruh Kebisingan

Pengaruh utama kebisingan kepada kesehatan adalah

kerusakan kepada indera pendengar, yang menyebabkan

proresif, dan akibat demikian telah diketahui dan diterima

umum.

Kebisingan mengganggu perhatian yang terus-menerus

diacuhkan kepada pelaksanaan pekerjaan dan juga pencapaian

hasil kerja yang sebaik-baiknya. Maka dari itu, tenaga kerja

yang melakukan pengamatan dan pengawasan terhadap satu

proses produksi atau hasilnya dapat membuat kesalahan-

kesalahan, akibat dari terganggunya konsentrasi, dan kurang

22
fokusnya perhatian, terganggunya pelaksaan dan pencapaian

hasil oleh kebisingan dapat dikarenakan adanya perasaan

terganggu atau melemahnya semangat kerja atau masalahb

lainnya seperti kurang sempurnanya istrahat, terganggunya

pencernaan, sistem kardiovaskuler dan sistem saraf (Suma’mur,

2009).

7. Nilai Ambang Batas (NAB) Kebisingan

Menurut Permenakertrans No. 13 tahun 2013, nilai ambang

batas faktor fisika untuk kebisingan di tempat kerja adalah

intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih

dapat di terima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya

daya dengar yang tetap untuk waktu terus menerus, tidak lebih

dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Depnaker, 2011).

Tabel 2.3
Nilai Ambang Batas Kebisingan di Tempat Kerja

23
Intensitas Pemajanan max Waktu Pemajanan per Hari

(dBA)
85 8 jam
88 4 jam
91 2 jam
94 1 jam
97 30 menit
100 15 menit
103 7,5 menit
106 3,75 menit
109 1,88 menit
112 1,44 menit
115 28,12 detik
118 14,06 detik
121 7,03 detik
124 3,52 detik
127 1,76 detik
130 0,88 detik
133 0,44 detik
136 0,22 detik
139 0,11 detik
140 -
Sumber : Permenakertrans Nomor 13 tahun 2011

Sedangkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 tahun 1987

tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan menyatakan

pembagian wilayah dalam empat zona.

a. Zona A adalah untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat

perawatan kesehatan atau sosial. Tingkat kebisingannya

berkisar 35-45 dB.

b. Zona B untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi.

Angka kebisingan 45-55 dB.

c. Zona C, antara lain perkantoran, pertokoan, perdagangan,

pasar, dengan kebisingan sekitar 50-60 dB.

24
d. Zona D, bagi lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api,

dan terminal bus. Tingkat kebisingan 60-70 dB.

8. Pengaruh kebisingan terhadap pekerja

Bising dapat meyebabkan gangguan terhadap pekerja

seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologi, gangguan

komunikasi, dan gangguan pendengaran. Sebagian ahli

menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditory,

misalnya gangguan terhadap pendengaran dan gangguan non

audiotory, seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya

keselamatan, menurunnya performance kerja, kelelahan, dan

stres (Wibowo, 2012).

Gangguan yang terjadi adalah sebagai berikut :

a. Gangguan fisiologis

Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah,

peningkatan nadi, metabolisme basal, konstruksi pembulu

darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat meyebabkan

pucat, dan gangguan sensoris.

b. Gangguan psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak

nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, dan emosi.

Pajanan bising jangka waktu lama dapat menimbulkan

penyakit psikomatik seperti gastritis dan penyakit jantung

koroner.

25
c. Gangguan komunikasi

Gangguan komunikasi ini meyebabkan terganggunya

pekerjaan, bahkan mungkin terjadi keselahan, terutama

bagi pekerja baru yang belum berpengalaman. Gangguan

komunikasi ini secara tidak langsung akan mengakibatkan

bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja,

karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya

dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan

produktivitas kerja.

d. Gangguan kebisingan

Gangguan kebisingan ini mengakibatkan gangguan

fisiologis seperti pusing maupun mual.

e. Gangguan pendengaran

Di antara gangguan yang ditimbulkan oleh bising,

gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang

paling serius karena dapat meyebabkan hilangnya

pendengaran. Gangguan pendengaran ini bersifat atau

awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus menerus

di tempat bising tersebut, maka daya dengar akan menurun

(Wibowo, 2012).

Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh

pekerjaan (occupational hearing loss), misalnya akibat

kebisingan, trauma akustik, dapat pula disebabkan oleh

26
bukan karena kerja (non occupational hearing loss).

Frekuensi pendengaran yang mengalami penurunan

intensitas akibat bising di tempat kerja adalah antara 3000-

6000 Hz dan kerusakan reseptor bunyi yang terberat terjadi

pada frekuensi 4000 Hz (OSHA, 2008).

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap gangguan

pendengaran akibat kerja adalah sebagai berikut :

1) Intensitas bunyi yang terlalu tinggi

2) Usia pekerja

3) Gangguan pendengaran yang sudah ada sebelum

kerja (pre employment hearing impairment)

4) Tekanan dan frekuensi bising tersebut

5) Lamanya bekerja

6) Jarak dari sumber bising

7) Gaya hidup pekerja diluar tempat kerja. Pajanan

bising yang didapat pekerja saat tidak bekerja,

misalnya bengkel yang bising, mendengarkan musik

terlalu keras dan lain-lain.

9. Gangguan pendengaran akibat bising

Gangguan pendengaran akibat bising (noise induced

hearing loss) adalah gangguan pendengaran yang berkembang

secara perlahan dalam jangka waktu yang cukup lama

(beberapa tahun) diakibatkan oleh terpajan kebisingan yang

27
keras secara terus menerus atau terputus-putus. Secara

audiologi, bising adalah campuran bunyi nada murni dengan

berbagai frekuensi. Bising yang tekanannya 85 dBA atau lebih

dapat mengakibatkan kerusakan reseptor pendengaran korti di

telinga dalam. Yang sering mengalami kerusakan adalah organ

korti untuk reseptor bunyi yang berfrekuensi 3000 Hz sampai

6000 Hz dan yang terberat pada frekuensi 4000 Hz (OSHA,

2008).

Beberapa hal yang mempermudah seseorang terganggu

pendengarannya akibat terpajan bising antara lain intensitas

bising yang lebih tinggi, berfrekuensi lebih tinggu, lebih lama

terpajan bising, mendapatkan pengobatan yang bersifat racun

terhadap telinga (ototoksik).

Ciri gangguan pendengaran akibat bising sebagai berikut :

a. Kerusakan bersifat sensorineural, mempengaruhi sel rambut

telinga bagian dalam

b. Terjadi secara bilateral (pada kedua telinga)

c. Tanda awal gangguan pendengaran adanya takik pada

audiogram di frekuensi 3000, 4000, dan 6000 Hz dengan

kepulihan pada 8000 Hz.

d. Angka terbesar gangguan pendengarab pada seseorang

yang terpajan kebisingan menahun adalah bahwa 10-15

28
tahun terpajan kebisingan dan berkurang sesuai dengan

berubahnya ambang pendengaran.

e. Pajanan kebisingan yang lalu bukan berarti telinga akan

lebih sensitif pada pajanan berikutnya dan jika pajanan

terhenti, itu tidak berarti bahwa gangguan pendengaran

dapat pulih.

f. Pada umumnya, pajanan kebisingan yang terus menerus

selama beberapa tahun lebih merusak dibandingkan pajanan

kebisingan yang terputus-putus dengan telinga dapat cukup

istrahat. Pemajanan kebisingan pada tingkat tinggi walau

sesaat dapat mengakibatkan gangguan pendengaran yang

signifikan.

C. Tinjauan Umum Tentang Variabel Penelitian

1. Intensitas kebisingan

Kebisingan adalah salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap terjadinya gangguan pendengaran, terutama apabila

bising tersebut melampaui Nilai Ambang Batas yang diperkenakan

yaitu 85 dB untuk 8 jam per hari, yang berarti semakin tinggi

paparan intensitas bising yang diterima oleh setiap pekerja maka

semakin tinggi kecenderungan pekerja tersebut untuk mengalami

gangguan pendengaran (Nurmia, 2012).

Kebisingan dapat sangat merugikan dan mengganggu

kesehatan tenaga kerja yang berkaitan dengan produktifitas dan

29
efektivitas kerjanya. Kebisingan dapat menyebabkan berbagai

gangguan, ada yang menggolongkan gangguan berupa gangguan

auditory misalnya gangguan terhadap pendengaran dan juga

gangguan non auditory seperti gangguan komunikasi, ancaman

bahaya keselamatan, menurunnya performa (kinerja), stress dan

kelelahan. Kegiatan industri menghasilkan polusi yang dapat

menjadi tekanan pada lingkungan, dan kebisingan merupakan

salah satu bentuk polusi yang dapat menimbulkan tekanan

lingkungan dan akan berdampak secara fisik maupun non fisik

kepada manusia sebagai bagian dari lingkungan.

2. Umur

Umur sangat rentang berpengaruh terhadap ketulian,

maksudnya semakin tinggi usia karyawan jika terpapar bising

maka semakin besar resiko ketuliannya.

Bertambahnya umur setelah seseorang mencapai puncak

kekuatan fisik (25 tahun) akan diikuti penurunan kemampuan.

Pada usia lanjut jaringan otot akan mengerut dan digantikan

oleh jaringan ikat. Pengerutan otot meyebabkan daya elastisitas

otot berkurang yang mengakibatkan ketidakmampuan tubuh

dalam berbagai hal (Tarwaka, 2011)

3. Lama waktu kerja

30
Menurut Suma’mur (2009) waktu kerja bagi seseorang

menentukan kesehatan yang bersangkutan, efesiensi,

efektivitas dan produktivitas kerjanya.

Lama paparan atau lama kerja menurut Undang-Undang

Ketenagakerjaan yaitu ≤ 8 jam/hari. Semakin lama berada

dalam lingkungan bising maka semakin berbahaya bagi

pendengaran, hal ini berarti peluang pekerja untuk mengalami

gangguan pendengaran semakin tinggi. Lamanya seseorang

bekerja dengan baik dalam sehari pada umumnya 6 – 10 jam,

sisanya di pergunakan untuk kehidupan dalam keluarga dan

masyarakat, istrahat, tidur dan lain-lainnya, seperti yang

tercantum dalam Qur’an Surah Al-Furqan/25 : 47 sebagai

berikut :

Terjemahan : Dialah yang menjadikan untukmu malam


(sebagai) pakaian, dan tidur untuk istrahat, dan dia menjadikan
siang untuk bangun berusaha (QS. Al-Furqan/25 : 47)

Pada ayat tersebut manusia dianjurkan untuk

mempergunakan waktu dengan sebaik-baiknya, dan Allah telah

mengatur hal tersebut dengan sebaik-baiknya yakni pada siang

hari kita dianjurkan untuk bekerja sedangkan pada malam hari

31
manusia dianjurkan untuk beristrahat agar tubuh kembali segar

di siang hari dan dapat melakukan aktivitas seperti biasanya.

Jam kerja selama 8 jam per hari, diusahakan sedapat

mungkin tidak dilampaui. Apabila hal ini tidak dapat di hindari,

perlu di adakan grup kerja baru atau pengadaan kerja gilir (shift

work).

4. Masa Kerja

Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada

suatu perusahaan. masa kerja seseorang merupakan salah satu

faktor yang menentukan derajat penurunan pendengaran.

Penerunan pendengaran terutama terjadi selama 5 sampai 10

tahun pertama bekerja dalam lingkungan bising (Tarwaka,

2004).

Gangguan pendengaran terjadi apabila pekerja berada

dalam lingkungan yang intensitan bising melebihi ambang batas

yang telah di tentukan. Menurut Undang-Undang Republik

Indonesia No. 13 tahun 2003 pasal 156 ayat 2 kategori masa

kerja < 5 tahun dikategorikan masa kerja baru, masa kerja ≥ 5

tahun dikategorikan masa kerja lama, semakin lama pekerja

bekerja pada lingkungan kerja bising maka akan semakin

berpengaruh pada pendengar.

5. Alat Pelindung Diri (APD)

32
Alat pelindung diri (APD) adalah seperangkat alat yang

digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh

tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja.

Alat pelindung diri yang digunakan untuk menanggulangi

kebisingan pada pekerja yaitu earplug maupun earmuff.

Dalam Undang – Undang No 1 Tahun 1970 tentang

keselamatan kerja khususnya pasal 9, 12, dan 14 yang

mengatur peyedian dan penggunan alat pelindung diri di tempat

kerja baik pengusaha maupun bagi tenaga kerja, dan menjadi

keharusan bagi tenaga kerja untuk menggunakan alat

pelindung diri.

BAB III

KERANGKA KONSEP

33
A. Kerangka Pemikiran Variabel yang Diteliti

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja

yang mempengaruhi ambang pendengaran pada pekerja di bagian

bengkel (area body repair, pengamplasan, masking dan ketok

heavy) PT Kalla Toyota di kota Makassar. Dari beberapa faktor

yang ada, peneliti hanya mengambil beberapa faktor risiko untuk

diamati, yaitu intensitas kebisinga, umur, lama paparan, masa kerja

dan alat pelindung diri (APD). Alasan peneliti memilih variabel

tersebut karena faktor tersebutlah yang cukup berpengaruh besar

pada kejadian penurunan pendengaran akibat pajanan kebisingan.

1. Intensitas kebisingan

Kebisingan adalah salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap terjadinya gangguan pendengaran, terutama apabila

bising tersebut melampaui Nilai Ambang Batas yang dipekenakan

yaitu 85 dB untuk 8 jam per hari., yang berarti semakin tinggi

paparan intsnsitas bising yang diterima oleh setiap pekerja maka

semakin tinggi kecenderungan pekerja tersebut untuk mengalami

gangguan pendengaran (Nurmia, 2012).

2. Umur

Umur sangat rentang berpengaruh terhadap ketulian,

maksudnya semakin tinggi usia karyawan jika terpapar bising maka

semakin besar resiko ketuliannya. Jika umur seorang pekerja

34
bertambah maka tingkat kemampuannya akan mengalami

penurunan.

3. Lama paparan

Menurut Suma’mur (2009) waktu kerja bagi seseorang

menentukan kesehatan yang bersangkutan, efesiensi, efektivitas

dan produktivitas kerjanya.

Lama paparan atau lama kerja menurut Undang-Undang

Ketenagakerjaan yaitu ≤ 8 jam/hari. Semakin lama berada dalam

lingkungan bising maka semakin berbahaya bagi pendengaran, hal

ini berarti peluang pekerja untuk mengalami gangguan

pendengaran semakin tinggi.

4. Masa Kerja

Masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada

suatu perusahaan. masa kerja seseorang merupakan salah satu

faktor yang menentukan derajat penurunan pendengaran.

Penerunan pendengaran terutama terjadi selama 5 sampai 10

tahun pertama bekerja dalam lingkungan bising (Tarwaka, 2004).

5. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri (APD) adalah seperangkat alat yang

digunakan tenaga kerja untuk melindungi sebagian atau seluruh

tubuhnya dari adanya potensi bahaya atau kecelakaan kerja. Alat

pelindung diri yang digunakan untuk menanggulangi kebisingan

pada pekerja yaitu earplug maupun earmuff.

35
Dalam Undang – Undang No 1 Tahun 1970 tentang

keselamatan kerja khususnya pasal 9, 12, dan 14 yang mengatur

peyedian dan penggunan alat pelindung diri di tempat kerja baik

pengusaha maupun bagi tenaga kerja, dan menjadi keharusan

bagi tenaga kerja untuk menggunakan alat pelindung diri.

B. Bagan Kerangka Konsep

Intensitas kebisingan

Umur

Lama waktu kerja Ambang


Pendengaran

Masa kerja

Alat pelindung diri (APD)

Keterangan :

: Variabel dependen

: Variabel independen

C. Devisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Nilai Ambang Pendengaran

36
Ambang pendengaran adalah nilai suara terendah yang

masih dapat didengar oleh pekerja. Makin rendah tingkat suara

yang terlepas yang dapat didengar berarti makin rendah Nilai

Ambang Pendengaran (NAP). Hal ini berarti semakin baik pula

telinganya.

Kriteria Objektif

Normal : 0 – 25 dB

Tidak normal : Tuli ringan 26 - 40 dB

Tuli sedang 41 - 60 dB

Tuli berat 61 - 90 dB

Tuli sangat berat > 90 dB

Penurunan ambang dengar jika 26 – 40 dB

(Menurut International Standard Organization)

2. Intensitas kebisingan

Kebisingan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

keadaan atau tingkatan suara yang tidak diinginkan dalam

sebuah lingkungan kerja.

Kriteria Objektif :

Rendah : Intensitas bising < 85 dBA

Tinggi : Intensitas bising ≥ 85 dBA

3. Umur

37
Umur yang dalam penelitian ini adalah lamanya waktu

hidup pekerja yang terhitung sejak lahir sampai dengan

sekarang Kriteria Objektif :

Umur muda : Apabila umur pekerja < 25 tahun

Umur tua : Apabila umur pekerja ≥ 25 tahun

4. Lama paparan

Lama paparan adalah lamanya seseorang bekerja dalam

suatu lingkungan kerja dihitung dalam satuan waktu.

Kriteria Objektif :

Memenuhi syarat : Jika lamanya bekerja < 8 jam per hari

Tidak memenuhi syarat : Jika lamanya bekerja > 8 jam per hari.

5. Masa Kerja

Masa kerja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

suatu kurun waktu atau lamanya pekerja bekerja di suatu

tempat (UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003) pasal 156

ayat 2.

Kriteria Objektif :

Masa kerja baru : Jika masa kerja ≤ 5 tahun

Masa kerja tua : Jika masa kerja > 5 tahun

6. Alat Pelindung Diri (APD)

Alat pelindung diri berfungsi untuk meminimalisasi besaran

pajanan atau dosis yang diterima pekerja. Ketersediaan APD

yang ada di PT Kalla Toyota terutama APD telinga pihak

38
perusahaan meyediakan dan memberikan APD telinga buat

para pekerja.

Kriteria Objektif :

Memenuhi syarat : Jika pekerja menggunakan earplug

atau earmuff

Tidak memenuhi syarat : Jika pekerja tidak menggunakan

earplug atau earmuff

D. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Nol (H0)

a. Tidak ada hubungan antara intensitas kebisingan terhadap

ambang dengar pada Pekerja di Workshop (bengkel) PT

Kalla Toyota kota Makassar

b. Tidak ada hubungan antara umur terhadap ambang dengar

pada Pekerja di Workshop (bengkel) PT Kalla Toyota kota

Makassar

c. Tidak ada hubungan antara lama paparan terhadap ambang

dengar pada Pekerja di Workshop (bengkel) PT Kalla Toyota

kota Makassar

d. Tidak ada hubugan antara masa kerja terhadap ambang

dengar pada Pekerja di Workshop (bengkel) PT Kalla Toyota

kota Makassar

39
e. Tidak ada hubungan antara Alat Pelindung Diri (APD)

terhadap ambang dengar pada Pekerja di Workshop

(bengkel) PT Kalla Toyota kota Makassar

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan antara intensitas kebisingan terhadap

ambang dengar pada Pekerja di Workshop (bengkel) PT

Kalla Toyota kota Makassar

b. Ada hubungan antara umur terhadap ambang dengar pada

Pekerja di Workshop (bengkel) PT Kalla Toyota kota

Makassar

c. Ada ada hubungan antara lama paparan terhadap ambang

dengar pada Pekerja di Workshop (bengkel) PT Kalla Toyota

kota Makassar

d. Ada hubugan antara masa kerja terhadap ambang dengar

pada Pekerja di Workshop (bengkel) PT Kalla Toyota kota

Makassar

e. Ada hubungan antara penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

terhadap ambang dengar pada pekerja di workshop

(bengkel) PT Kalla Toyota kota Makassar

40
BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian

observasional dengan pendekatan deskriptif. Sedangkan metode

penelitian Cross Sectional yang bertujuan untuk mengidentifikasi

kualitas ambang pendengaran pada pekerja workshop (bengkel).

41
Teknik pengambilan sampel dengan metode random sampling

(sampel acak sederhana) yaitu tehnik pengambilan sampel yang

memberi peluang sama kepada populasi untuk dapat diperoleh

sebagai anggota sampel.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT Kalla Toyota kota Makassar

(area body repair, pengamplasan, masking dan ketok heavy) yang

dimulai pada bulan Februari 2016 sampai Maret 2016.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah pekerja

dari area body repair, pengamplasan, masking dan ketok heavy

yang berada di bengkel PT Kalla Toyota Makassar sebanyak 39

orang pekerja.

2. Sampel

Pengambilan sampel diantaranya dilakukan di empat area

(body repair, pengamplasan, masking dan ketok heavy) dengan

tenaga kerja pada bagian bengkel di PT Kalla Toyota Makassar

sejumlah 39 orang tenaga kerja.

Cara pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

total sampling yaitu dengan mengambil seluruh anggota

populasi menjadi sampel. Sampel dalam penelitian ini yaitu

42
seluruh pekerja di wilayah kerja bagian workshop (bengkel) PT

Kalla Toyota kota Makassar.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data ini penulis melakukan pengukuran

sound level meter dan audiometer pada pekerja dan menggunakan

teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Library Research

Yaitu mencari bahan dari sumber-sumber bacaan seperti

buku-buku, jurnal dan skripsi yang relevan dengan kelelahan

kerja

2. Field Reaserch

Dalam reaserch dikenal dalam 3 bentuk pengumpulan data

yaitu :

a. Kuesioner

Kuesioner atau yang dikenal sebagai angket merupakan

salah satu teknik pengumpulan data dalam bentuk

pengajuan pertanyaan tertulis melalui sebuah daftar

pertanyaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya, dan

harus diisi oleh responden.

b. Observasi

Teknik observasi merupakan salah satu teknik

pengumpulsan data dimana peneliti mengadakan

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap

43
obyek yang diteliti, baik dalam situasi buatan yang secara

khusus diadakan (laboratorium) maupun dalam situasi

alamiah atau sebenarnya (lapangan).

E. Sumber Data

1. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek

penelitian dengan menggunakan alat pengukur.

Data diperoleh dengan cara :

a. Pengukuran tingkat kebisingan dengan menggunakan

Sound Level Meter. Adapun cara mengukur intensitas

kebisingan adalah :

1) Menentukan area pengukuran

2) Sound Level Meter harus dikalibrasi terlebih dahulu

sebelum melakukan pengukuran

3) Sound Level Meter dipasang pada posisi Slow

kemudian pembacaan setiap 5 detik

4) Pada saat pengukuran alat ini diletakkan setinggi

telinga menghadap sumber bising

5) Pengukuran dilakukan selama 10 menit untuk setiap

titiknya dan dibaca setiap 5 detik

b. Pengukuran gangguan pendengaran dengan menggunakan

audiometri. Adapun cara pengukuran ambang dengar :

44
1) Sebelum dilakukan pemeriksaan siapkan tempat

untuk pengukuran pekerja selain itu dilakukan

penulisan status pekerja yang meliputi : nama, umur,

masa kerja, lama paparan, saat bekerja,

penggunaan alat pelindung telinga dan keluhan yang

dirasakan.

2) Tempatkan kartu audiogram dan selipkan pena pada

posisi ujung kiri dengan menekan tombol “RETURN”

3) Jelaskan pada pekerja sebagai berikut :

a) Anda akan diperiksa telingannya baik kiri

maupun kanan

b) Begitu dengar suara / nada tekan tombol

hansdwtich dan lepaskan dengan segera bila

sudah tidak dengar lagi. Jangan biarkan suara

/ nada tersebut terdengar semakin keras dan

jangan biarkan suara / nada tersebut

terdengar semakin keras.

4) Pasang earphone yang tepat dan posisi yang

nyaman. Untuk itu perlu :

a) Singkirkan semua gangguan antara earphone

dengan telinga seperti : rambut, kaca mata,

alat bantu dengan anting – anting dan lain –

lain.

45
b) Atur pembalut kepala sehingga terletak pada

bagian atas dari kepala pekerja.

c) Pastikan bahwa earphone harus hati – hati.

Goncangkan mekanik akan dapat mengubah

karakteristik dan mengharuskan untuk diganti.

d) Test dimulai dari frekuensi 500 Hz sampai

dengan frekuensi 400 Hz untuk kedua telinga

dan kemudian nada “CONT” untuk kedua

telinga.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh dari kepala HRD PT Kalla Toyota

kota Makassar tahun 2016.

F. Pengolahan Data

Data yang diperoleh akan diolah dengan komputer melalui

program SPSS (Statistical computer and Servise Solution).

Langkah-langkah pengolahan data menggunakan program SPSS

antara lain:

1. Editing, adalah proses memeriksa dan menyesuaikan data dengan

rencana semula yang diinginkan.

2. Coding, adalah memberi kode pada data dengan merubah kata

kata menjadi angka.

3. Sorting, adalah mensortir dengan memilah atau mengelompokkan

data menurut jenis yang dikehendaki (klasifikasi data)

46
4. Entry Data, yaitu memasukkan data dengan cara manual atau

melalui pengelolaan computer.

5. Cleaning adalah pembersihan data, lihat variable apakah data

sudah benar atau belum.

6. Mengeluarkan data yang diinginkan

Sedangkan analisis data yang akan digunakan, yaitu :

1. Analisis Univariat

Analisis univariat yaitu analisis distribusi frekuensi dan presentase

tunggal pada karakteristik umum responden (intensitas

kebisingan, umur, lama paparan, masa kerja dan alat pelindung

diri).

2. Analisis bivariate

Analisis bivariate dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel

dependen (ambang pendengaran) dan independen (intensitas

kebisingan, umur, lama paparan, masa kerja dan alat pelindung

diri) dalam bentuk tabulasi silang (crosstab) dengan menggunakan

sistem komputerisasi program SPSS dengan uji statistik Chi-

Square.

G. Penyajian Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer.

Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk naskah dan tabel

distribusi frekuensi untuk membahas tentang hasil penelitian yang

telah dilakukan.

47
H. Jadwal Penelitian

Penelitian Studi Kualitatif Penerapan Sistem Manajemen

Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Di PT. PLN (Persero) Area Tual

sebagai berikut;

Kegiatan Des-15 Jan-16 Feb-16 Mar-16


1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
proposal
Konsultasi
proposal
Seminar proposal
Perbaikan
proposal
Penelitian
Pengolahan data
Seminar hasil
Seminar
skripsi/Tutup

I. Organisasi Penelitian

1. Pembimbing I : Dr. Fatmah A. Gobel, SKM.,M.Epid

2. Pembimbing II : Ikhram Hardi S, SKM., M.Kes

3. Peneliti : Sri Jumianti Amir

4. Stambuk : 14120120264

48

Anda mungkin juga menyukai