Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN

DENGAN STEMI (ST-ELEVASI MIOKARD INFARK)


DI IGD RSUD WONOSARI

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritiis

Disusun Oleh

Fajeri Nurhasan
193203096

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XIV


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA
2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN


DENGAN STEMI (ST-ELEVASI MIOKARD INFARK)
DI IGD RSUD WONOSARI

Telah Disetujui pada


Hari :
Tanggal:

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

( ) ( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN
DENGAN STEMI (ST-ELEVASI MIOKARD INFRAK)

A. KONSEP DASAR
1. Definisi
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot
jantung secara permanen akibat insufiensi aliran darah kororner oleh
proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan
ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi
pada pemeriksaan EKG. . Menurut American Hearth Association (2013),
STEMI adalah sindrom klinis yang didefinisikan oleh karakteristik gejala iskemia
miokard berhubungan dengan persisten elevasi ST elektrokardiografi (EKG) dan
pelepasan biomarker nekrosis miokard jantung. STEMI adalah cermin dari
pembuluh darah koroner tertentu yang tersumbat total sehingga aliran
darahnya benar-benar terhenti, otot jantung yang dipendarahi tidak dapat
nutrisi serta oksigen.
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (ST Elevation
Myocardial Infarc) merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut
(SKA) yang terdiri atas angina pektoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST,
dan IMA dengan elevasi ST. Infark miokard akut dengan elevasi ST
(STEMI) terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak
akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid (Sudoyo, 2010).
2. Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti
merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
a. Trombus
b. Plak aterosklerotik
c. Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
d. Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
e. Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
f. Spasme otot segmental pada arteri kejang otot (Sudoyo, 2010).
3. Faktor resiko
Secara garis besar terdapat dua jenis faktor resiko bagi setiap orang untuk
terkena AMI, yaitu faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan faktor resiko
yang tidak bisa dimodifikasi
a. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
1) Merokok
Peran rokok dalam penyakit jantung koroner ini antara lain:
menimbulkan aterosklerosis; peningkatan trombogenessis dan
vasokontriksi; peningkatan tekanan darah; pemicu aritmia
jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan
penurunan kapasitas pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang
rokok atau lebih dalam sehari bisa meningkatkan resiko 2-3 kali
disbanding yang tidak merokok.
2) Konsumsi alkohol
Meskipun ada dasar teori mengenai efek protektif alcohol
dosis rendah hingga moderat, dimana ia bisa meningkatkan
trombolisis endogen, mengurangi adhesi platelet, dan
meningkatkan kadar HDL dalam sirkulasi, akan tetapi semuanya
masih controversial. Tidak semua literature mendukung konsep
ini, bahkan peningkatan dosis alcohol dikaitkan dengan
peningkatan mortalitas cardiovascular karena aritmia, hipertensi
sistemik dan kardiomiopati dilatasi.
3) Infeksi
Infeksi Chlamydia pneumoniae , organisme gram negative
intraseluler dan penyebab umum penyakit saluran perafasan,
tampaknya berhubungan dengan penyakit koroner aterosklerotik
4) Obesitas
Terdapat hubungan yang erat antara berat badan,
peningkatan tekanan darah, peningkatan kolesterol darah, DM
tidak tergantung insulin, dan tingkat aktivitas yang rendah
5) Kurang olahraga
Aktivitas aerobic yang teratur akan menurunkan resiko
terkena penyakit jantung koroner, yaitu sebesar 20-40 %.
6) Penyakit diabetes
Resiko terjadinya penyakit jantung koroner pada pasien
dengan DM sebesar 2- 4 lebih tinggi dibandingkan orang biasa.
Hal ini berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme lipid,
obesitas, hipertensi sistemik, peningkatan trombogenesis
(peningkatan tingkat adhesi platelet dan peningkatan
trombogenesis).
7) Hipertensi sistemik
Hipertensi sistemik menyebabkan meningkatnya after load
yang secara tidak langsung akan meningkan beban kerja jantung.
Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi ventrikel kiri sebagai
kompensasi dari meningkatnya after load yang pada akhirnya
meningkatan kebutuhan oksigen jantung.
b. Faktor resiko yang todak dapat dimodifikasi
1) Usia
Resiko meningkat pada pria datas 45 tahun dan wanita
diatas 55 tahun (umumnnya setelah menopause)
2) Jenis kelamin
Morbiditas akibat penyakit jantung koroner (PJK)pada laki-
laki dua kali lebih besar dibandingkan pada perempuan, hal ini
berkaitan dengan estrogen endogn yang bersifat protective pada
perempuan. Hal ini terbukti insidensi PJK meningkat dengan
cepat dan akhirnya setare dengan laki pada wanita setelah masa
menopause
3) riwayat keluarga
Riwayat anggota keluarga sedarah yang mengalami PJK
sebelm usia 70 tahun merupakan factor resiko independent untuk
terjadinya PJK. Agregasi PJK keluarga menandakan adanya
predisposisi genetic pada keadaan ini. Terdapat bukti bahwa
riwayat positif pada keluarga mempengaruhi onset penderita PJK
pada keluarga dekat

4. Patofisiologi
Kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplei oksigen
oleh pembuluh darah yang terserang penyakit menyebabkan iskemia
miokardium lokal. Pada iskemia yang bersifat sementara akan
menyebabkan perubahan reversibel pada tingkat sel dan jaringan, dan
menekan fungsi miokardium sehingga akan mengubah metabolisme yang
bersifat aerob menjadi metabolisme anaerob.Pembentukan fosfat berenergi
tinggi akan menurun. Hasil akhir metabolisme anaerob yaitu asam laktat
akan tertimbun sehingga pH sel menurun.
Iskemia miokardium secara khas disertai perubahan kardiogram
akibat perubahan elektrofisiologi seluler yaitu gelombang T terbalik dan
depresi segmen ST. Serangan iskemia biasanya mereda dalam beberapa
menit bila ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen sudah
diperbaiki. Perubahan metabolik, fungsional, hemodinamik, dan
elektrokardiografik bersifat reversibel.
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan
menyebabkan kerusakan seluler yang irreversibel dan kematian otot atau
nekrosis. Bagian miokardium yang mengelami infark atau nekrosis akan
berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark
dikelilingi oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Bila
pinggir daerah infark mengalami nekrosis maka besar dearah infark akan
bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan memperkecil daerah
nekrosis.
Infark miokardium biasanya menyerang daerah ventrikel kiri.
Infark trasmural mengenai seluruh tebal dinding yang bersangkutan,
sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian dalam
miokardium. Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian
inferoir, lateral, posterior, dan septum, infark luas yang melibatkan bagian
besar ventrikel dinyatakan sesuai dengan lokasi infark yaitu anteroseptal,
anterolateral, inferolateral. Infark dinding ventrikel kanan juga ditemukan
pada sekitar seperempat kasus infark dinding posterior kiri, pada kondisi
ini disebut sebagai infark biventrikuler.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian
perubahan selama berlangsungnya proses penyembuhan, mula-mula otot
yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat terputusnya
alioran darah regional kemudian dalam jangka waktu 24 jam akan timbul
edema pda sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-
enzim jantung akan terlepas dari sel-sel ini, menjelang hari kedua atau
ketiga mulai terjadi proses degradasi ringan dan pembuangan semua
serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis, kira-kira
pada minggu ketiga mulai terbentuk jaringan parut.
5. Pathway

Arterosklerosis, thrombosis, konstriksi arteri


koronaria

Aliran darah ke jantung menurun

O2 dan nutrisi turun

Jaringan miokard iskemik

Nekrosis >30 menit

Suplai kebutuhan O2 ke jantung tidak seimbang

Suplai O2 ke miokard menurun

Metabolism anaerob Seluler hipoksia

Timbunan asam Integritas membrane seluler berubah


laktat

Nyeri Kontraktilitas turun


fatigue
Resiko penurunan
Cema curah jantung
s
Intoleransi
aktivitas
COP menurun Kegagalan pompa jantung

Gangguan perfusi Gagal jantung


jaringan
(Sudoyo, 2010)
Resiko kelebihan
volume cairan
6. Tanda dan gejala
Secara khas nyeri dirasakan di daerah perikardial sering dirasakan
sebagai suatu desakan, diperas, ditekan, dicekik, dan nyeri seperti terbakar,
rasanya tajam dan menekan atau sangat nyeri, nyeri terus menerus, dan
dangkal. Nyeri dapat melebar ke belakang strenum sampai dada kiri,
lengan kiri, leher, rahang, atau bahu kiri.
Menurut WHO, dikatakan mengalami miokard infark acute apabila
memenuhi dua dari tiga kriteria :
a. Adanya riwayat nyeri dada yang khas, yaitu :
1) Lokasi nyeri dada dibagian dada depan ( bawah sternum )
2) Kwalitas nyeri, rasa berat seperti ditekan atau rasa panas seperti
terbakar.
3) Lama nyeri bisa lebih dari 15 detik sampai 30 menit.
4) Penjalaran bisa kedagu, leher, lengan kiri, punggung dan
epigastrium.
5) Kadang disertai gejala penyerta berupa keringat dingin, berdebar
atau sesak
6) Nyeri kadang hilang dengan istirahat
b. Adanya perubahan EKG. Berupa :
1) Gelombang Q.( significant infark )
2) Segmen ST ( elevasi )
3) Gelombang T ( meninggi atau menurun )
Infark: ST. segmen dan gelombang T dapat kembali normal,
perubahan gelombang Q tetap ada ( Q Patologi )
c. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim Jantung
1) CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6
jam, memucat dalam 12-24 jam, kembali normal dalam 38-48
jam.
2) LDH/HBDH
Meningkat dalam 12 jam dan memakan waktu lama untuk
kembali normal
3) AST/SGOT
Meningkat (kurang nyata/khusus) terjadi dalam 6-12 jam,
memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3-4 hari.
7. Komplikasi
a. Disfungsi Ventrikular
Ventrikel kiri mengalami perubahan serial dalam bentuk
ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non
infark. Proses ini disebut remodelling ventricular yang sering
mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam
hitungan bulan atau 16 tahun pasca infark. Pembesaran ruang jantung
secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan dengan ukuran dan lokasi
infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks ventrikel kiri
yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering
terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk.
b. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik
pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya.
c. Syok kardiogenik
Syok kardiogenik ditemukan pada saat masuk (10%),
sedangkan 90% terjadi selama perawatan. Biasanya pasien yang
berkembang menjadi syok kardiogenik mempunyai penyakit arteri
koroner multivesel.
d. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan menyebabkan tanda gagal ventrikel
kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda Kussmaul,
hepatomegali) dengan atau tanpa hipotensi.
e. Aritmia paska STEMI
Mekanisme aritmia terkait infark mencakup ketidakseimbangan
sistem saraf autonom, gangguan elektrolit, iskemi, dan perlambatan
konduksi di zona iskemi miokard.
f. Ekstrasistol ventrikel
Depolarisasi prematur ventrikel sporadis terjadi pada hampir
semua pasien STEMI dan tidak memerlukan terapi. Obat penyekat beta
efektif dalam mencegah aktivitas ektopik ventrikel pada pasien
STEMI.
g. Takikardia dan fibrilasi ventrikel
Takikardi dan fibrilasi ventrikel dapat terjadi tanpa bahaya
aritmia sebelumnya dalam 24 jam pertama.
8. Penatalaksanaan medis
Prinsip penatalaksanaan STEMI adalah mengembalikan aliran
darah koroner dengan trombolitik/ PTCA primer untuk menyelamatkan
jantung dari infark miokard, membatasi luasnya infark miokard, dan
mempertahankan fungsi jantung.
Pasien harus istirahat di ICCU dengan pemantauan EKG yang
kontinu untuk mendeteksi iskemia dan aritmia. Oksigen diberikan pada
pasien dengan sianosis atau distres pernafasan atau sebagai minimal
support O2. Perlu dilakukan pemasangan oksimetri jari (finger pulse
oximetry) atau evaluasi gas darah berkala untuk menetapkan apakah
oksigenasi kurang (SO2 < 90%).
a. Pasang infus intravena dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%
b. Pantau tanda-tanda vital setiap jam sampai stabil, kemudian tiap 4 jam
atau sasuai dengan kebutuhan, catat jika frekuensi jantung < 60
kali/mnt atau > 110 x/mnt; tekanan darah < 90 mmHg atau
>150mmHg. Frekuensi nafas <8 x/mnt atau > 22 x/mnt.
c. Aktifitas istirahat di tempat tidur, terapi aktifitas bertahap
d. Diet: puasa sampai bebas nyeri kemudian diet cair. Selanjutnya diet
jantung (kompleks karbohidrat 50-55% dari kalori, monounsaturated
dan unsaturated fats <30% dari kalori), termasuk makanan tingi kalium
(sayur, buah), magnesium (sayuran hijau, makanan laut) dan serat
(buah segar, sayur, serat).
e. Medika mentosa
1) Oksigen nasal mulai 2 lpm dalam 2-3 jam pertama, dilanjutkan jika
saturasi oksigen mulai naik
2) Mengatasi nyeri dengan morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat
diulang tiap menit sampai dosis total 20 mg, atau Petidin 25-50
mg intravena, atau tramadol 25-50 mg intravena. Nitrat
sublingual/patch, intravena jika nyeri berulang dan
berkepanjangan.
f. Terapi reperfusi (trombolitik) sreptokinase atau tPa:
1) Rekomendasi: Elevasi ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan
ekstremitas berdampingan atau > 0,2 mv pada 2 atau lebih sadapan
perikordial berdampingan, waktu mulai nyeri sampai terapi < 12
jam, usia < 75 tahun, BBB dan anamnesis dicurigai infark miokard
akut.
2) Dosis: streptokinase 1,5 juta UI dalam 1 jam, Aktivator
plasminigen jaringan (tPA): bolus 15 mg, dilanjutkan 0,75
mg/kgBB (maksimal 50 mg) dalam jam pertama dan 0,5 mg/kgBB
(maksimal 35mg) dalam 60 menit.
g. Antitrombolitik
1) Aspirin (160-325mg hisap atau telan)
2) Heparin direkomendasikan pada:
Pasien yang menjalani terapi revaskularisasi perkutan atau
bedah. Diberikan intaravena pada pasien yang menjalani terapi
reperfusi dengan alteplase: dosis yang direkomendasikan 70
IU/kgBB bolus pada saat mulai infus alteplase, dilanjutkan lebih
dari 48 jam terbatas hanya pada pasien dengan risiko tinggi terjadi
tromboemboli sistemik atau vena. Heparin direkomendasikan jika
aPTT < 2 kali kontrol (sekitar 70 detik), kemudian infus
dipertahankan dengan target aPTT 1,5-2 kali kontrol (infus awal
1000 UI/jam). Setelah 24 jam dapat dipertimbangkan diganti
heparin subcutan, walfarin, atau aspirin saja.
h. Mengatasi rasa takut dan cemas: diasepam 3 x 2-5mg oral atau
intravena
i. Obat pelunak tinja: laktulosa (laksadin) 2 x 15 m
9. Pengkajian
1. Identitas pasien
a. Nama
b. Umur
c. Alamat
d. Perkerjaan
e. Tanggal masuk
f. Status
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat masuk. Berapa jam sesak sebelum masuk RS, Onset 12
jam .
b. Riwayat kesehatan saat ini keluhan pasien, seperti:
1) Sesak
2) Edema
3) Nyeri dada
c. Riwayat kesehatan keluarga: tanyakan pada angota keluarganya
adakah anggota keluarganya yang mengalami penyakit yang sama
dengan pasien saat ini. Serta riwayat penyakit lainnya seperti:
1) Darah tinggi
2) Diabetes
3) Penyakit jantung
d. Riwayat kesehatan masa lalu: tanyakan pada pasien apakah pernah
mengalami penyakit yang sama dengan yang dialami saat ini atau
penyakit lain seperti:
1) Riwayat asma
2) Diabetes
3) Stroke
4) Gastritis
5) Alergi
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak
bisa beristirahat (gelisah) dengan ekstrimitas pucat disertai keringat
dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan banyak
keringat merupakan kecurigaan kuat\ adanya STEMI.
Serangan MI biasanya akut, dengan rasa sakit seperti angina, tetapi
tidak seperti angina yang biasa, maka disini terdapat rasa penekanan
yang luar biasa pada dada. Jika pasien sebelumnya pernah mendapat
serangan angina, maka ia tahu bahwa sesuatu yang berbeda dari
serangan angina sebelumnya sedang berlangsung. Kebalikan dengan
angina yang biasa, IMA terjadi sewaktu pasien dalam keadaan
istirahat, sering pada jam-jam awal dipagi hari.
Rasa sakitnya adalah diffus dan bersifat mencekam, mencekik,
mencengkeram atau membor. Paling nyata didaerah subternal, dari
mana ia menyebar kedua lengan, kerongkongan atau dagu, atau
abdomen sebelah atas (sehingga ia mirip dengan kolik cholelithiasis,
cholesistitis akut ulkus peptikum akut atau pancreatitis akut).
Pada NSTEMI, nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau
kadangkala di epigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti
diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan
menjadi gejala yang sering ditemukan. Walaupun gejala khas rasa
tidak enak di dada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik,
gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, syncope atau nyeri
di lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam
kelompok yang lebih besar pada pasien berusia lebih dari 65 tahun.
4. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan EKG 12 sandapan umumnya pada IMA terdapat
gambaran iskemia, injuri dan nekrosis yang timbul menurut urutan
tertentu sesuai dengan perubahan-perubahan pada miokard yang
disebut evolusi EKG. Evolusi terdiri dari fase-fase sebagai berikut:
1) Fase awal atau fase hiperaktif. Terdiri dari:
a) Elevasi ST yang non spesifik
b) T yang tinggi dan melebar.
2) Fase evolusi lengkap. Terdiri dari:
a) Elevasi ST yang spesifik, konveks ke atas
b) T yang negatif dan simetris
c) Q patologis
3) Fase infark lama. Terdiri dari:
a) Q patologis, bisa QS atau QR
b) ST yang kembali iso-elektrik
c) T bisa normal atau negative.
5. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam
tatalaksana pasien STEMI. Pemeriksaan petanda kerusakan jantung
yang dianjurkan adala creatinine kinase (CK) MB dan cardiac specific
troponin (cTn) T atau cTn 1 yang dilakukan secara serial. cTn harus
digunakan sebagai petanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai
kerusakan otot skletal karena pada keadaan juga akan diikuti
peningkatan CKMB. Peningkatan nilai enzim diatas dua kali batas atas
normal menunjukkan adanya nekrosis jantung. Selain itu,
Troponinjuga digunakan sebagai marker yang spesifik pada kerusakan
otot jantung, karena reseptor troponin lebih khas pada otot jantung
dibandingkan dengan CKMB.9,27 Pemeriksaan enzim jantung yang
lain yaitu mioglobin, creatinine kinase (CK), Lactic dehydrogenase
(LDH). Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard adalah
leukositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam
setelah onset nyeri dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat
mencapai 12.000- 15.000/ul.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan cura jantung berhubungan dengan perubahan
kontraktilitas jantung (00029).
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
(00132).
3. Intoleran aktifitas berhubungan dengan tirah baring dan
kelemahan (00093).
4. Perfusi jaringan perifer tidak efktif berhubungan degan
kurang pengetahuan tentang proses penyakit (00204).
5. Ansietas berhubungan dengan status kesehatan yang
dialaminya (00146).
C. RENCANA INTERVENSI

A. RENCANA KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA
NOC NIC
DX KEPERAWATAN
1 Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan Cardiac care
jantung berhubungan selama 3x24 jam masalah pasien teratasi dengan 1. Evaluasi nyeri pada eksterimitas atas
dengan Perubahan kriteria hasil : meliputi lokasi, intensitas, skala, radiasi dan
hasil elektrokardio faktor penyebab.
gram. cardiac pump effectiveness 2. Monitoring fluid balance.
1. Tekanan darah 3. Kolaborasi pemberian obat –obat
dalam batas normal. digutalis untuk meringankan beban jantung.
2. Sitol dalam batas
normal. Vital sign monitoring
3. Pengeluaran urin 1. Memonitor vital sign
lancar. 2. Tekanan darah.
4. Tidak ada 3. Frekuensi Nadi
intoleran aktifitas. 4. Frekuensi Napas
5. suhu tubuh

2 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 Pain management


berhubungan dengan x 24 jam
agen cidera biologis masalah klien dapat teratasi, dengan kriteria 1. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
(00132). hasil: kualitas dan faktor presipitasi dan reaksi non
Pain control verbal klien terhadap nyeri.
1. Mengakui 2. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas
nyeri berkurang dalam, dan berikan teknik guided imagery.
2. Mampu 3. Tingkatkan istirahat.
menggambarkan penyebab nyeri. 4. Monitor Vital sign.
3. Mampu
mengontrol nyeri dengan tehnik
nonfarmakologi.
4. Melaporka
n nyeri terkontrol.
3 Intoleran aktifitas Setelah dilakukan asuhan keprawatan selama 3x Activity therapy.
berhubungan dengan 24 jam masalah pasien teratasi dengan kriteri 1. Menentukan kemampuan pasien dalam kegiatan
ketidak efektifan hasil: tertentu.
antara suplai dan Activity tolerance 2. Bantu pasien untuk membuat jadwal kegiatan.
kebutuhan oksigen 1. Frekuensi nafas normal 3. Anjurkan keluarga untuk ikut dalam kegiatan
(00092). saat beraktivitas. aktivitas.
2. Sistol normal saat 4. Berikan lingkungan yang aman dalam
beraktifitas. beraktivitas.
3. Diastole normal saat 5. Bantu untuk membuat jadwal harian.
beraktifitas. 6. Beri reinforcement positive.
4. Mampu beraktifitas Manajemen energy
sehari-hari. 1. Ajarkan pada pasien dan orang terdekat tentang
teknik perawatan diri yang akan meminimakan
konsumsi oksigen.
2. Ajarkan tentang pengaturan aktivitas dan teknik
manajemen waktu untuk mencegah kelelahan.
Aktivitas kolaboratif
a. Berikan pengobatan nyeri sebelum aktivitas,
apabila nyeri merupakan salah satu penyebab.
b. kolaborasikan dengan ahli terapi okupasi, fisik
atau rekreasi untuk merencanakan dan
memantau program aktivitas, jika perlu
4 Perfusi jaringan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x Peripheral Sensation Management 
perifer tidak efktif 24 jam masalah ketidakefektifan perfusi (Manajemen sensasi perifer)
berhubungan degan jaringan perifer dapat teratasi dengan kriteria 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
kurang pengetahuan hasil: terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
tentang proses 2. lnstruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit
penyakit (00204). Tissue Perfusion : pheripheral jika ada isi atau laserasi.
1. Tekanan darah normal 3. Gunakan sarung tangan untuk proteksi.
2. Pusing berkurang 4. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
3. Lesu berkurang. 5. Monitor kemampuan BAB.
4. CRT <3 detik. 6. Kolaborasi pemberian analgetik.
5. Nadi radialis kuat. 7. Monitor adanya tromboplebitis.
8. Diskusikan menganai penyebab perubahan
sensasi.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selam Anxiety reduction
3x24 jam, diharapkan nyeri pasien teratasi 1. Bicara dengan kontak mata dan Jelaskan kepada
dengan kriteria hasil: pasien tentang tindakan operasi yang aman dan
Ansietas
Anxiety level: terlindungi.
berhubungan dengan
1. Tidak gelisah 2. Anjurkan pasien untuk mengungkapkan
5 status kesehatan
2. Mampu berkonsentrasi perasaanya.
yang dialaminya
3. Mengungkapkan cemas berkurang 3. Ajarkan pasien untuk menggunakan teknik nafas
(00146).
4. Penurunan hearth rate dalam dan relaksasi musik.
5. Wajah tidak tegang 4. Anjurkan keluarga untuk menemani pasien.
5. Beri dukungan kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA

American hearth association, 2013, Guideline for the Management of ST-


Elevation Myocardial Infarction, A Report of the American College of
Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on
Practice Guidelines, Greenville Avenue, Amerika.

Bulechek, Gloria M. Et All. Nursing Interventions Classification (NIC) Sixth


Edition. USA : Elsevier Mosby.

Herdman, T. Heather and Kamitsuru,Shigemi. 2014. Nursing Diagnoses


Definitions and Classification 2015-2016. India : Wiley Blackwell.

Moorhead, Sue. Et All. Nursing Outcome Classification (NOC) Fifth Edition.


USA : Elsevier Mosby.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Anda mungkin juga menyukai