Nyeri Hambatan
Mobilitas Fisik
5. MANIFESTASI KLINIK
Intra cerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam
sekitar setengah orang, hal itu diawali dengan sakit kepala
berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu,pada orang
tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan
gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk
sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan
mati rasa, seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian
tubuh. orang kemungkinan tidak bisa berbicara atau menjadi
pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu atau hilang. Mata
bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil
bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah,
serangan, dan kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa
terjadi di dalam hitungan detik sampai menit. Menurut Corwin
(2009) manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom
yaitu :
a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring
dengan membesarnya hematom.
b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan
tekanan intra cranium.
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan
fisik pada berbicara dan gerakan motorikdapat timbul segera
atau secara lambat.
f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring
dengan peningkatan tekanan intra cranium.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut
Sudoyo (2006)adalah sebagai berikut :
a. Angiografi
b. Ct scanning
c. Lumbal pungsid
d. MRI
e. Thorax photo
f. EKG
g. Laboratorium :
- Trombosit: melihat adanya risiko perdarahan
- Prothrombin time (PT) dan activated partial
thromboplastin time (aPTT): menilai fungsi koagulasi
darah. Pada pasien yang mendapat enoxaparin atau novel
oral anticoagulants (NOACs) seperti rivaroxaban dan
apixaban, PT dan aPTT akan tetap normal
- Gula darah dan elektrolit: kadar gula darah perlu
dipertahankan tetap normal. Hiponatremia diasosiasikan
dengan perdarahan intrakranial dan perlu dikoreksi
- Pemeriksaan kimia darah dan elektrolit: memastikan adanya
kelainan metabolik dan memonitor osmolaritas darah selama
diuresis. Kontrol gula darah dan natrium
- Pemeriksaan toksikologi: mengukur kadar alkohol darah
jika dicurigai adanya intoksikasi alkohol.
7. PENATALAKSANAAN
Pendarahan intra cerebral lebih mungkin menjadi fatal
dibandingkan stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya
besar dan catas trophic, khususnya pada orang yang mengalami
tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang
yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari.
Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa
fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan
tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada pendarahan intra cerebral berbeda dari
stroke ischemic. Anti
coagulant (seperti heparin dan warfarin), obatobatan tromboliti
k, dan obat- obatan obatan antip latelet (seperti aspirin)
tidak diberikan karena membuat pendarahan makin buruk. Jika
orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang
mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang
membantu penggumpalan darah seperti:
a. Vitamin K, biasanya diberikan secara infus.
b. Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah
mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet (plasma segar
yang dibekukan).
c. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa
pada protein di dalam darah yang membantu darah untuk
menggumpal (faktor penggumpalan)
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan
menghilangkan tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal
itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena
operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan
penumpukan darah bisa memicu pendarahan lebih, lebih lanjut
kerusakan otak menimbulkan kecacatan yang parah. Meskipun
begitu, operasi ini kemungkinan efektif untuk pendarahan
pada kelenjar pituitary atau pada cerebellum. Pada beberapa
kasus, kesembuhan yang baik adalah mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan
untuk Intra Cerebral Hematom adalah sebagai berikut :
a. Observasi dan tirah baring terlalu lama.
b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan
evakuasi hematom secara bedah.
c. Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
d. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
e. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium
termasuk pemberian diuretik dan obat anti inflamasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium seperti: CT-Scan, Thorax foto,
dan laboratorium lain yang menunjang.
1. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Primary Survey (ABCDE)
1. Airway. Tanda-tanda objektif-sumbatan Airway
a. Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi
atau kesadarannya memberikesan adanya hiperkarbia.
Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan
oleh kurangnya oksigenasi dan dapat dilihat dengan
melihat pada kuku-kuku dan kulit sekitar mulut.
Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot
napas tambahan yang apabila ada, merupakan bukti
tambahan adanya gangguan airway. Airway (jalan
napas) yaitu membersihkan jalan napas dengan
memperhatikan kontrol servikal, pasang servikal
kollar untuk immobilisasi servikal sampai terbukti
tidak ada cedera servikal, bersihkan jalan napas
dari segala sumbatan, benda asing, darah dari
fraktur maksilofasial, gigi yang patahdan lain-
lain. Lakukan intubasi (orotrakeal tube) jika
apnea, GCS (Glasgow Coma Scale) < 8, pertimbangan
juga untuk GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak
mencapai 90%.
b. Listen (dengar) adanya suara-suara abnormal.
Pernapasan yang berbunyi (suara napas tambahan)
adalah pernapasan yang tersumbat.
c. Feel (raba)
2. Breathing. Tanda-tanda objektif-ventilasi
yang tidak adekuat
a. Look (lihat) naik turunnya dada yang simetris dan
pergerakan dinding dada yang adekuat. Asimetris
menunjukkan pembelatan (splinting ) atau flail
chest dan tiap pernapasan yang dilakukan dengan
susah (labored breathing ) sebaiknya harus dianggap
sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan
harus segera dievaluasi. Evaluasi tersebut meliputi
inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan dada,
palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin
mengganggu ventilasi, perkusi untuk menentukan
adanya darah atau udara ke dalam paru
b. Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua
sisi dada. Penurunan atau tidak terdengarnya suara
napas pada satu atau hemitoraks merupakan tanda
akan adanya cedera dada. Hati-hati terhadap adanya
laju pernapasan yang cepat-takipneu mungkin
menunjukkan kekurangan oksigen.
c. Gunakan pulse oxymeter .Alat ini mampu memberikan
informasi tentang saturasi oksigen dan perfusi
perifer penderita, tetapi tidak memastikan adanya
ventilasi yang adekuat
3. Circulation dengan kontrol perdarahan
a. Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah
takikardi untuk mempertahankan cardiac output
walaupun stroke volum menurun
b. Selanjutnya akan diikuti oleh penurunan
tekanan nadi (tekanan sistolik-tekanandiastolik)
c. Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat
dipertahankan lagi, maka timbullahhipotensi
d. Perdarahan yang tampak dari luar harus segera
dihentikan dengan balut tekanpada daerah tersebut
e. Ingat, khusus untuk otorrhagia yang tidak membeku,
jangan sumpal MAE (Meatus Akustikus Eksternus)
dengan kapas atau kain kasa, biarkan cairan
ataudarah mengalir keluar, karena hal ini membantu
mengurangi TTIK (Tekanan Tinggi Intra Kranial)
4. Disability
a. GCS setelah resusitasi
b. Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupilc
c. Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada
parese atau tidak
5. Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian
yang menutupi tubuh penderita harus dilepas agar tidak
ada cedera terlewatkan selama pemeriksaan. Pemeriksaan
bagian punggung harus dilakukan secara log-rolling
dengan harus menghindari terjadinya hipotermi (America
College of Surgeons; ATLS)
b.Secondary Survey
1. Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan
tengkorak, warna dan distribusi rambut kulit
kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak,
kulit kepala,massa, pembengkakan, nyeri tekan,
fontanela (pada bayi)).Leher. Inspeksi (bentuk
kulit (warna, pembengkakan, jaringan
parut,massa), tiroid), palpasi (kelenjar limpe,
kelenjar tiroid, trakea), mobilitas leher.
2. Dada dan paru
Inspeksi. Dada di inspeksi terutama
mengenai postur, bentuk dan kesimetrisan ekspansi
serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan
baikpada saat dada bergerak atau pada saat diem,
terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan
pernapasan. Pengamatan dada saat bergerak
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
frekuensi, sifat dan ritme/irama pernapasan.
Palpasi dilakukan dengan tujuan untuk
mengkaji keadaan kulit pada dinding dada, nyeri
tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi,
dantactil vremitus (vibrasi yang dapat teraba
yang dihantarkan melalui system bronco pulmonal
selama seseorang berbicara.
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor atau”dull” yang
menunjukkan udara (pneumotorak) atau cairan (hemotorak)
yang terdapat pada rongga pleura.
3. Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung di
inspeksi dan palpasi secara stimultan untuk
mengetahui adanya ketidak normalan denyutan atau
dorongan (heaves). Palpasi dilakukan secara
sistematis mengikuti struktur anatomi. jantung
mulai area aorta, area pulmonal, area
trikuspidalis, area apikal danarea epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui
ukuran dan bentuk jantung. Akan tetapi dengan
adanya foto rontgen, maka perkusi pada area
jantung jarang dilakukan karena gambaran jantung
dapat dilihat pada hasil foto torakan
teroposterior.
4. Ekstermitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik
pada ekstremitas bersangkutan, antara lain :
a. Cedera pembuluh darah.
b. Fraktur di sekitar sendi lutut dan sendi siku.
c. Crush injury.
d. Sindroma kompartemen
e. Dislokasi sendi panggul.
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a. Pusasi arteri tidak teraba.
b. Pucat (pallor).
c. Dingin (coolness)
d. Hilangnya fungsi sensorik dan motorik.
e. Kadang-kadang disertai hematoma, ”bruit dan
thrill”
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan
cedera kepala sedapat mungkin dilaksanakan
secepatnya. Sebab fiksasi yang tertunda dapat
meningkatkan resiko ARDS (Adult Respiratory
Disstress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi
dini pada fraktur tulang panjang yang menyertai
cedera kepala dapat menurunkan insidensi ARDS.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
b.d peningkatan tekanan darah intracrania
2. Nyeri kepala akut b.d luka insisi pembedahan
3. Resiko: Ketidakseimbangan kebutuhan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
4. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan euromotorik
3. INTERVENSI
No Diagnosa Kep Tujuan Intevensi Rasional
1 Ketidakefekt Perfusi 1. memonitor Vi 1. Identifikasi
ifan perfusi jaringancer tal Sign. hipertensi.
jaringan ebral 2. Monitor ting 2. Mengetahu
cerebral b.d efektifsete kat iperkembangan
peningkatan lah kesadaran. 3. Mengetahui
tekanan dilakukanti 3. Monitor GCS. perkembangan
intracranial ndakankeper 4. Tentukan fac 4. Acuan interve
awatanselam tor nsi
a 3x24 penyebabpenu yang tepat.
jamdengan runan 5. Meningkatakan
KH: perfusi tekanan
Vital cerebral. arteri dan
Sign norm 5. Pertahankan sirkulasi
al. posisi tirah atau perfusi
Tidak baringatau cerebral.
ada tanda head up 6. Membuat klien
-tanda to30°. lebih tenang.
peningkat 6. Pertahankan
an lingkungan
TIK(takik yang nyaman.
ardi,Teka
nan
darahturu
n pelan2)
GCS
E4M5V6
3. Pola eliminasi
a. Buang air besar
Keluarga pasien mengatakan pasien BAB tidak menentu saat
sakit, kadang 1 atau 2 hari sekali.
Kemampuan 0 1 2 3 4
perawatan diri
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Mobilitas di tempat √
tidur
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
ANALISA DATA
DO: Mengganggu
TTV: aliran
- N: 71 x/menit
Peningkatan
- S: 36,8 oC
jumlah
- RR: 25 x/menit,
serebrospinal
- SpO2: 99%
- GCS: E3 V5 M5
Penurunan
- kesadaran apatis Kapasitas
- Diagnosa Medis ICH Adaptif
- Tingkat kesadaran Intrakranial
pasien apatis