Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KEPERAWATAN KRITIS INTENSIF 2

“Shock Hipovolemik”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Kritis Intensif 2
Dosen Pengampu:
Marwansyah S.Kep, Ns, M.Kep

Disusun oleh:
Kelompok 4

1. Diah Oktaviani
2. Erek Kuswanto
3. Indah Fitria lestari
4. Maulidia Selfianie
5. M. Irfan Sidik
6. Rachmawati Eka P. K.
7. Silva Niar Katamsi
8. M. Nurikhsan

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
JURUSAN D IV KEPERAWATAN
BANJARBARU

i
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya pada kami, sehingga kami dapat menyelesaikam tugas makalah ini
dengan baik. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen mata kuliah
Keperawatan Kritis Intensif 2 yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran
kepada kami. Kami menyusun makalah yang berjudul Shock Hipovolemik untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis Intensif 2 yang diberikan oleh
bapak Marwansyah S.Kep, Ns, M.Kep. Kemampuan maksimal dan usaha yang keras
telah kami curahkan dalam penyusunan makalah ini.
Akhirnya, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
karena kami menyusun makalah ini dalam rangka mengembangkan kemampuan diri.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun baik lisan maupun tulisan
sangat kami harapkan.

Banjarbaru, Januari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i

DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

A. Latar Belakang.................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah............................................................................................... 2

C. Tujuan Penulisan................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................... 4

A. Konsep Dasar Shock Hipovolemik..................................................................... 4

1. Pengertian......................................................................................................4
2. Etiologi..........................................................................................................5
3. Manifestasi Klinis ........................................................................................6
4. Patofisiologi .................................................................................................8
5. Komplikasi....................................................................................................10
6. Pathway.........................................................................................................10
7. Pemeriksaan Penunjang................................................................................11
8. Penatalaksanaan ...........................................................................................11
9. Algoritma shock hipovolemik.......................................................................14

BAB III PENUTUP.................................................................................................... 15

A. Simpulan............................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara patofisiologi shock merupakan gangguan sirkulasi yang diartikan


sebagai kondisi tidak adekuatnya transport oksigen ke jaringan atau perfusi yang
diakibatkan oleh gangguan hemodinamik. Gangguan hemodinamik tersebut dapat
berupa penurunan tahanan vaskuler sitemik terutama di arteri, berkurangnya
darah balik, penurunan pengisian ventrikel dan sangat kecilnya curah jantung.
Dengan demikian shock dapat terjadi oleh berbagai macam sebab dan dengan
melalui berbagai proses. Secara umum dapat dikelompokkan kepada empat
komponen yaitu masalah penurunan volume plasma intravaskuler, masalah
pompa jantung, masalah pada pembuluh baik arteri, vena, arteriol, venule atupun
kapiler, serta sumbatan potensi aliran baikpadajantung, sirkulasi pulmonal dan
sitemik.Penurunan hebat volume plasma intravaskuler merupakan faktor utama
yang menyebabkanterjadinya shock. Dengan terjadinyapenurunan hebat volume
intravaskuler apakah akibat perdarahan atau dehidrasi akibat sebab lain maka
darah yang balik ke jantung (venous return) juga berkurang dengan hebat,
sehingga curah jantungpun menurun. Pada akhirnya ambilan oksigen di paru juga
menurun dan asupan oksigen ke jaringan atau sel (perfusi) juga tidak dapat
dipenuhi. Begitu juga halnya bila terjadi gangguan primer di jantung, bila otot-
otot jantung melemah yang menyebabkan kontraktilitasnya tidak sempurna,
sehingga tidak dapat memompa darah dengan baik dan curah jantungpun
menurun. Pada kondisi ini meskipun volume sirkulasi cukup tetapi tidak ada
tekanan yang optimal untuk memompakan darah yang dapat memenuhi
kebutuhan oksigen jaringan, akibatnya perfusi juga tidak terpenuhi.

Gangguan pada pembuluh dapat terjadi pada berbagai tempat, baik arteri
(afterload), vena (preload), kapiler dan venula. Penurunan hebat tahanan tahanan
vaskuler arteri atau arteriol akan menyebabkan tidak seimbangnya volume cairan

1
intravaskuler dengan pembuluh tersebut sehingga menyebabkan tekanan darah
menjadi sangat rendah yang akhirnya juga menyebabkan tidak terpenuhianya
perfusi jaringan. Peningkatan tahanan arteri juga dapat mengganggu sistim
sirkulasi yang mengakibatkan menurunya ejeksi ventrikel jantung sehingga
sirkulasi dan oksigenasijaringan menjadi tidak optimal. Begitu juga bila terjadi
peningkatan hebat pada tonus arteriol, yang secara langsung dapat menghambat
aliran sirkulasi ke jaringan. Gangguan pada vena dengan terjadinya penurunan
tahanan atau dilatasi yang berlebihan menyebabkan sistem darahbalik menjadi
sehingga pengisian jantung menjadi berkurang pula. Akhirnya menyebabkan
volume sekuncup dan curah jantung juga menurun yang tidak mencukupi untuk
oksigenasi dan perfusi ke jaringan. Ganguan pada kapiler secara langsung seperti
terjadinya sumbatan atau kontriksi sistemik secara langsung menyebabkan
terjadinya gangguan perfusi karena area kapiler adalah tempat terjadinya
pertukaran gas antara vaskuler dengan jaringan sel-sel tubuh. Berdasarkan
bermacam-macam sebab dan kesamaan mekanisme terjadinya itu shock dapat
dikelompokkan menjadi beberapa empat macam yaitu shock hipovolemik, shock
distributif, shock obstrukttif, danshock kardiogenik.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan shockhipovolemik?


2. Apa etiologi dari shockhipovolemik?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari shockhipovolemik?
4. Bagaimana patofisologi shockhipovolemik?
5. Bagaimana komplikasi shock hipovolemik?
6. Bagaimana gambaran pathway pada shockhipovolemik?
7. Apa saja pemeriksaan penunjang pada shock ipovolemik?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada shock hipovolemik?
9. Bagaimana Algoritma pada shock hipovolemik?

2
C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui tentang shock hipovolemik.


2. Mengetahui tentang etologi dari shock hipovolemik.
3. Mengetahui tentang manifestasi klinis dari shock hipovolemik.
4. Mengetahui tentang patofisologi shock hipovolemik.
5. Mengetahui tentang shock hipovolemik.
6. Mengetahui tentang pathway pada shock hipovolemik.
7. Mengetahui tentang pemeriksaan penunjang pada shock hipovolemi.
8. Mengetahui tentang penatalaksanaan pada shock hipovolemik.
9. Mengetahui tentang Algoritma pada shock hipovolemik.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Shock Hipovolemik


1. Pengertian Shock Hipovolemik

Shock hipovolemik merupakan shock yang terjadi akibat


berkurangnya volume plasma di intravaskuler. Shock ini dapat terjadi
akibat perdarahan hebat (hemoragik), trauma yang menyebabkan
perpindahan cairan (ekstravasasi) ke ruang tubuh non fungsional, dan
dehidrasi berat oleh berbagai sebab seperti luka bakar dan diare berat.
Kasus-kasus shock hipovolemik yang paing sering ditemukan disebabkan
oleh perdarahan sehingga shock hipovolemik dikenal juga dengan shock
hemoragik. Perdarahan hebat dapat disebabkan oleh berbagai trauma
hebat pada organ- organ tubuh atau fraktur yang yang disertai dengan
luka ataupun luka langsung pada pembuluh arteri utama.

Shock hipovolemik adalah jenis shock yang sering dijumpai, yang


disebabkan oleh penurunan volume intravaskular. Shock hipovolemik
dapat terjadi akibat kehilangan cairan eksternal, seperti pada kasus
perdarahan akibat trauma, atau akibat perpindahan cairan internal, seperti
pada kasus dehidrasi berat, edema berat, atau asites. Penurunan volume
darah menyebabkan penurunan aliran darah balik vena yang
mengakibatkan penurunan pengisian ventrikel, penurunan isi sekuncup
dan curah jantung, serta penurunan perfusi jaringan (Brunner dan
Suddarath, 2018:499).

Shock hipovolemik mengacu pada kondisi medis atau pembedahan di


mana kehilangan cairan yang cepat menyebabkan berbagai organ
mengalami kegagalan karena volume sirkulasi yang tidak memadai dan
perfusi yang tidak adekuat.

4
Endotelium memainkan peran penting dalam proses fisiologis
vaskular, patofisiologis, dan reparatif. Fungsi endotelium sangat berubah
setelah shock hipovolemik karena iskemia sel endotel dan oleh reperfusi
karena resusitasi dengan cairan. Karena kekurangan oksigen, apoptosis sel
endotel diinduksi setelah shock hipovolemik.Paling sering, shock
hipovolemik bersifat sekunder akibat kehilangan darah yang cepat (shock
hemoragik).Kehilangan darah eksternal akut sekunder untuk trauma
tembus dan gangguan perdarahan GI yang berat adalah 2 penyebab umum
shock hemoragik. Shock hemoragik juga bisa terjadi akibat kehilangan
darah internal akut yang signifikan ke dalam rongga toraks dan abdomen.
Dua penyebab umum kehilangan darah internal yang cepat adalah
cedera organ padat dan ruptur aneurisma aorta perut. Shock hipovolemik
dapat terjadi akibat kehilangan cairan yang signifikan (selain dari darah).
Dua contoh shock hipovolemik sekunder akibat kehilangan cairan
termasuk gastroenteritis refrakter dan luka bakar yang luas. (Paul Kolecki,
2016)

2. Etiologi
a. Kehilangan darah:
1) Dapat akibat eksternal seperti melalui luka terbuka
2) Perdarahan internal dapat menyebabkan shock hipovolemik jika
perdarahan ini didalam thoraks, abdomen, retroperitoneal atau
tungkai atas
b. Kehilangan Plasma merupakan akibat yang umum dari luka bakar,
cidera berat atau inflamsi peritoneal
c. Kehilangan cairan dapat disebabkan oleh hilangnya cairan secara
berlebihan melalui jalur gastrointestinal, urinarius, atau kehilangan
lainnya tanpa adanya penggantian yang adekuat.

5
3. Manifestasi Klinis Shock Hipovolemik

Gejala-gejala klinis pada suatu perdarahan bisa belum terlihat jika


kekurangan darah kurang dari 10% dari total volume darah karena pada
saat ini masih dapat dikompensasi oleh tubuh dengan meningkatkan
tahanan pembuluh dan frekuensi dan kontraktilitas otot jantung. Bila
perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasinya dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara umum
shock hipovolemik menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung
dan nadi (takikardi), pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan
turgor yang jelek, ujung-ujung ektremitas yang dingin dan pengisian
kapiler yang lambat. Pemeriksaan yang dilakukan untuk menegakkan
diagnosis adanya shockhipovolemik tersebut pemeriksaan pengisian dan
frekuesnsi nadi, tekanan darah, pengisian kapiler yang dilakukan pada
ujung-uung jari (refiling kapiler), suhu dan turgor kulit. Berdasarkan
persentase volume kehilangan darah, shock hipovolemik dapat dibedakan
menjadi empat tingkatan atau stadium. Stadium shock dibagi berdasarkan
persentase kehilangan darah sama halnya dengan perhitungan skor
tenis lapangan, yaitu 15, 15-30, 30-40, dan >40%. Setiap stadium shock
hipovolemik ini dapat dibedakan dengan pemeriksaan klinis tersebut.

a) Stadium-I adalah shock hipovolemik yang terjadi pada kehilangan


darah hingga maksimal 15% dari total volume darah. Pada stadium
ini tubuh mengkompensai dengan dengan vasokontriksi perifer
sehingga terjadi penurunan refiling kapiler. Pada saat ini pasien
juga menjadi sedkit cemas atau gelisah, namun tekanan darah dan
tekanan nadi rata-rata, frekuensi nadi dan nafas masih dalam kedaan
normal.
b) Shock hipovolemik stadium-II bila terjadi perdarahan sekitar 15-
30%. Pada stadium ini vasokontriksi arteri tidak lagi mampu
menkompensasi fungsi kardiosirkulasi, sehingga terjadi takikardi,

6
penurunan tekanan darah terutama sistolik dan tekanan nadi,
refiling kapiler yang melambat, peningkatan frekuensi nafas dan
pasien menjadi lebih cemas.
c) Shock hipovolemik stadium-III bila terjadi perdarahan sebanyak 30-
40%. Gejala-gejala yang muncul pada stadium-II menjadi semakin
berat. Frekuensi nadi terus meningkat hingga diatas 120 kali
permenit, peningkatan frekuensi nafas hingga diatas 30 kali
permenit, tekanan nadi dan tekanan darah sistolik sangat menurun,
refiling kapiler yang sangat lambat.
d) Stadium-IV adalah shock hipovolemik pada kehilangan darah lebih
dari 40%. Pada saat ini takikardi lebih dari 140 kali permenit
dengan pengisian lemah sampai tidak teraba, dengan gejala-gejala
klinis pada stadium-III terus memburuk. Kehilangan volume
sirkulasi lebih dari 40% menyebabkan terjadinya hipotensi berat,
tekanan nadi semakin kecil dan disertai dengan penurunan
kesadaran atau letargik.

Tabel Stadium Shock Hipovolemik dan Gambaran Klinisnya

Tanda dan
Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV
Pemeriksaan Klinis
Kehilangan Darah (%) 15% 15-30% 30-40% >40%
Sangat
Kesadaran Sedikit cemas Cemas Letargi
cemas/Bingung
Frekuensi Jantung atau >100-
<100x/menit >120-140x/menit >140x/menit
Nadi 120x/menit
Frekuensi Nafas 14-20x/menit 20-30x/menit 30-40x/menit >35x/menit
Refiling Kapiler Lambat Lambat Lambat Lambat
Tekanan Darah Sistolik Normal Normal Turun Turun
Tekanan Nadi Normal Turun Turun Turun
Sangat
Produksi Urin >30ml/Jam 20-30ml/Jam 5-15ml/Jam
sedikit

7
4. Patofisiologi

Berdasarkan perjalanan klinis shock seiring dengan jumlah


kehilangan darah terlihat bahwa penurunan refiling kapiler, tekanan nadi
dan produksi urin lebih dulu terjadi dari pada penurunan tekanan darah
sistolik. Oleh karena itu, pemeriksaan klinis yang seksama sangat penting
dilakukan. Pemeriksaan yang hanya berdasarkan perubahan tekanan darah
sitolik dan frekuensi nadi dapat meyebabkan kesalahan atau
keterlambatan diagnosoa dan penatalaksanaan (neglected cases).Tekanan
nadi (mean arterial pressure: MAP)merupakan merupakan tekanan efektif
rata-rata pada aliran darah dalam arteri. Secara matematis tekanan ini
dipadapatkan dari penjumlahan tekanan sistolik dengan dua kali tekanan
diastolik kemudian dibagi tiga (seperti yang terlihat pada gambar-1)

Gambar 1. Perhitungan Tekanan Nadi Rata-Rata

Keterangan:

TN : Tekanan Nadi Rata-Rata

TS : Tekanan Darah Sistolik

TD : Tekanan Darah Diastolik

Penurunan tekanan darah sistolik lebih lambat terjadi karena adanya


mekanisme kompensasi tubuh terhadap terjadinya hipovolemia. Pada

8
awal- awal terjadinya kehilangan darah, terjadi respon sistim saraf
simpatis yang mengakibatkan peningkatan kontraktilitas dan frekuensi
jantung. Dengan demikian pada tahap awal tekanan darah sistolik dapat
dipertahankan. Namun kompensasi yang terjadi tidak banyak pada
pembuuh perifer sehingga telah terjadi penurunan diastolik sehingga
secara bermakna akan terjadi penurunan tekanan nadi rata-rata.13
Berdasarkan kemampuan respon tubuh terhadap kehilangan volume
sirkulasi tersebut maka secara klinis tahap shock hipovolemik dapat
dibedakan menjadi tiga tahapan yaitu tahapan kompensasi, tahapan
dekompensasi dan tahapan irevesrsibel. Pada tahapan kompensasi,
mekanisme autoregulasi tubuh masih dapat mempertahankan fungsi
srikulasi dengan meningkatkan respon simpatis. Pada tahapan
dekompensasi, tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsinya
dengan baik untuk seluruh organ dan sistem organ. Pada tahapan ini
melalui mekanisme autoregulasi tubuh berupaya memberikan perfusi ke
jaringan organ-organ vital terutama otak dan terjadi penurunan aliran
darah ke ekstremitas. Akibatnya ujung-ujung jari lengan dan tungkai
mulai pucat dan terasa dingin. Selanjutnya pada tahapan ireversibel
terjadi bila kehilangan darah terus berlanjut sehingga menyebabkan
kerusakan organ yang menetapdan tidak dapat diperbaiki. Keadaan
klinis yang paling nyata adalah terjadinya kerusakan sistem filtrasi ginjal
yang disebut sebagai gagal ginjal akut.

5. Komplikasi

9
a.    Gagal jantung Gagal ginjal
b.    Kerusakan jaringan ARDS (Acute Respiratory Disstres Syndrom)
c.    Kerusakan otak irreversible
d.   Dehidrasi kronis
e.    Multiple organ failure DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)

6. Pathway

Kehilangancairanekste Perpindahancairan internal:


rnal: Hemoragi internal
Trauma Luka bakar
Pembedahan Asites
Muntah-muntah Peritonitis
Diare ShockHipovolemik
Diabetes insipidus

Tubuh kehilangan
oksigen dan darah

Hipovolemia Metabolisme

Cardiac filling

Kekurangan Menghasilkan energy


Cardiac output volume cairan tingkat rendah (bersifat
asam)

TD
O2 dan CO2
Tonus simpatik

Hipoperfusi
Vasokonstriksi alveoli
pembuluh darah

Nafas cepat
Kulit

Ketidakefektifan
Akral dingin Pola nafas
7. Pemeriksaan penunjang

Ketidakefektifan
perfusi jaringan 10
a. Kultur darah
b. Kimia serum, termasuk elektrolit
c. DPL dan profil koagulasi
d. AGD dan oksimetri nadi
e. Pemeriksaan curah jantung
f. Laktat serum
g. Urinalisis dengan berat jenis, osmolaritas, dan elektrolis urin
h. EKG, foto toraks,USG jantung
i. Tesfungsi ginjal dan hati

8. Pentalaksanaan Shock Hipovolemik


a. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Pantau ketat pasien yang berisiko tinggi kekurangan cairan
(kurang dari 1 tahun atau lebih dari 65 tahun).
2) Bantu penggantian cairan sebelum volume intravaskuler
menipis.
3) Pastikan keamanan dalam pemberian cairan dan medikasi, serta
dokumentasikan efek samping yang muncul.
4) Pantau dan laporkan segera jika ada tanda komplikasi dan efek
samping medikasi. Pantau pasien dengan ketat untuk adanya
melihat efek yang merugikan.
5) Pantau kelebihan beban kardiovaskuler, tanda kesulitan
bernapas edema paru: tekanan hemodinamik, tanda-tanda vital,
gas darah arteri, kadar laktat serum, kadar hemoglobin dan
hematokrit, serta asupan dan pengeluaran cairan.
6) Kurangi ketakutan dan kecemasan pada pasien terkait perlunya
masker oksigen dengan memberikan penjelasan kepada pasien.

b. Penatalaksanaan Medis

11
Tujuan penanganan medis adalah untuk mengembalikan volume
intravaskular, mendistribusikan kembali volume cairan, dan mengatasi
penyebab utama shock. Jika pasien mengalami hemoragi, perdarahan
dihentikan dengan cara penekanan atau operasi. Diare dan muntah
diatasi dengan obat-obatan.

1) Penggantian cairan dan darah


a) Sedikitnya ada dua jalur IV yang terpasang pada pasien
untuk memberikan cairan, obat, dan/atau darah.
b) Larutan Ringer Laktat,koloid atau natrium klorida 0,9%
(saline normal) diberikan untuk mengembalikan volume
intravaskuler.
c) Produk darah digunakan hanya jika tidak ada alternatif lain
atau perdarahan banyak dan cepat.
2) Redistribusi Cairan
Mengatur posisi pasien dengan tepat akan membantu
upaya redistribusi cairan modifikasi.Posisi Trendelenburg
direkomendasikan pada kasus shock hipovolemik.
Meninggikan tungkai akan mendorong pengembalian darah
vena.
3) Terapi Farmakologis
Jika cairan yang diberikan tidak berhasil mengatasi shock
hipovolemik, medikasi vasoaktif dapat diberikan untuk
mencegah gagal jantung. Medikasi juga diberikan untuk
mengatasi penyebab dehidrasi.

c. Praperawatan Rumah Sakit

Perawatan pasien dengan shock hipovolemik sering dimulai di


tempat kecelakaan atau di rumah. Tim perawatan pra-rumah sakit
harus bekerja untuk mencegah cedera lebih lanjut, mengangkut pasien

12
ke rumah sakit secepat mungkin, dan memulai perawatan yang tepat di
lapangan. Tekanan langsung harus diterapkan pada pembuluh
pendarahan eksternal untuk mencegah kehilangan darah lebih lanjut.
Pencegahan cedera lebih lanjut berlaku sebagian besar untuk pasien
dengan trauma. Tulang belakang leher harus diimobilisasi, dan pasien
harus dilepaskan, jika ada, dan dipindahkan ke tandu. Splinting fraktur
dapat meminimalkan cedera neurovaskular dan kehilangan
darah.Meskipun pada kasus tertentu stabilisasi mungkin bermanfaat,
transportasi pasien yang sakit dengan cepat ke rumah sakit tetap
merupakan aspek yang paling penting dari perawatan pra-rumah sakit.
Perawatan definitif pasien hipovolemik biasanya memerlukan rumah
sakit, dan kadang-kadang bedah, intervensi. Penundaan dalam
perawatan definitif, misalnya, seperti transportasi yang tertunda,
berpotensi berbahaya.Kebanyakan intervensi pra-rumah sakit
melibatkan imobilisasi pasien (jika trauma terlibat), mengamankan
saluran udara yang memadai, memastikan ventilasi, dan
memaksimalkan sirkulasi.Dalam pengaturan shock hipovolemik,
ventilasi tekanan positif dapat mengurangi aliran balik vena,
mengurangi hasil jantung, dan memperburuk keadaan kejut. Sementara
oksigenasi dan ventilasi diperlukan, ventilasi tekanan positif yang
berlebihan dapat merugikan pasien yang menderita shock
hipovolemik.Perawatan yang tepat biasanya dapat dimulai tanpa
menunda transportasi. Beberapa prosedur, seperti memulai jalur
intravena (IV) atau splinting ekstremitas, dapat dilakukan saat pasien
dilepaskan. Namun, prosedur di lapangan yang memperpanjang
transportasi harus ditunda. Manfaat untuk memberikan cairan IV
sebelum keberangkatan dari tempat kejadian tidak jelas; Namun, garis
IV dan resusitasi cairan harus dimulai dan dilanjutkan setelah pasien
dalam perjalanan ke perawatan definitif.

9. Algoritma Shock Hipovolemik

13
14
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Shock hipovolemik merupakan kegagalan perfusi jaringan yang disebabkan


oleh kehilangan cairanintravaskuler.Proses kegagalan perfusi akibat kehilangan
volume intravaskuler terjadi melalui penurunan aliran darah balik ke jantung
(venousreturn) yang menyebabkan volume sekuncup dan curah jantung
berkurang. Penurunan hebat curah jantung menyebabkan hantaran oksigen dan
perfusi jaringan tidak optimal yang dalam kedaan berat menyebabkan shock.
Gejala klinis shock hipovolemik baru jelas terlihat bila kekurangan volume
sirkulasi lebih dari 15% karena pada tahap awal perdarahan kurang mekanisme
kompensasi system kardio vaskuler dan saraf otonom masih dapat menjaga
fungsi sirkulasi dalam kedaan normal. Gejala dan tanda klinis juga tidak muncul
pada waktu bersamaan, seperti perubahan tekanan darah sitolik terjadi lebih
lambat dari adanya perubahan tekanan nadi, frekuensi jantung dan penurunan
produksi urin. Oleh karena itu pemeriksaan dan penatalaksanaan yangcermat
harus dilakukan untuk penatalaksanaan yang tepat, serta penanggulangan segera
kasus-kasus yang beresiko agar tidak jatuh ke dalam kondisi shock.

15
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, 2018. Keperawatan Medikal Bedah. (ed.12).


Jakarta:EGC.

Dewi, Enita dan Sri Rahayu. 2010. “Kegawatdaruratan Shock Hipovolemik”.


Berita Ilmu Keperawatan. 2 (2), 93-96.

Hardisman. 2013. “Memahami Patofisiologi dan Aspek Klinis Shock


Hipovolemik: Update dan Penyegar”.Jurnal Kesehatan Andalas. 2(3),178-182.

Jayanti, Putri Heka. (2019). Algoritma Syok Hipovolemik & Anafilaktik.


(Online). Tersedia: https://www.scribd.com/presentation/408034105/Algoritma-
Syok-Hipovolemik-Anafilaktik [27 Januari 2021]

Kolecki, P . (2016). Hypovolemic Shock Treatment & Management. (Online).


Tersedia: https://emedicine.medscape.com/article/760145-treatment [27 Januari 2021]

Tafwid, Muhamad Iqbal. 2015.“Tatalaksana Syok Hipovolemik Et Causa


Suspek Intra Abdominal Hemorrhagic Post Sectio Caesaria” . Jurnal Agromed Unila.
2(3), 204-208

16

Anda mungkin juga menyukai